Anda di halaman 1dari 19

MODUL HUMANIORA

Perkembangan
pemikiran filsafat barat
Ir. ZULKARNAEN, MSi
Yusra Hasibuan, SST,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEBIDANAN PRODI D-IV KEBIDANAN
TA 2015-2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Modul Humaniora ini. Modul ini
disusun dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk Mata Kuliah
Humaniora bagi mahasiswa yang mengikuti pendidikan DIV Kebidanan.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini. Kami
menyadari keterbatasan kami selaku penulis, oleh karena itu demi
pengembangan kreatifitas dan penyempurnaan modul ini, kami mengharapkan
saran dan masukan dari pembaca maupun para ahli, baik dari segi isi, istilah
serta pemaparannya. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak
yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan
modul ini. Akhir kata, semoga modul ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca. Amin.

Medan

Penulis

MODUL HUMANIORA 1
Pendahuluan

Perkembangan pemikiran filsafat barat dapat dibagi menjadi empat

periodisasi, yang pertama yaitu zaman Yunani Kuno yang bercirikan pemikiran

kosmosentris ( para filosof mempertanyakan kejadian semesta alam ).

Kedua yaitu zaman abad pertengahan dimana pemikiran para filosof masih banyak

dipengaruhi oleh dogma – dogma agama kristiani.

Ketiga zaman renaisans ( zaman yang sangat menaruh pada bidang seni lukis,

arsitektur, music, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan ) yang memberikan suatu

perubahan yang revolusioner dalam pemikiran manusia. Keempat yaitu zaman

modern dimana filosof menjadikan manusia sebagai obyek analisi filsafat

sehingga bisa disebut sebagai zaman antroposentrisme.

MODUL HUMANIORA 2
KEGIATAN
Sejarah dan Peranan Pemikiran Filsafat
BELAJAR 8 Barat dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar diharapkan mahasiswa mampu


menjelaskan tentang Sejarah dan peranan pemikiran filasafat barat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan

Tujuan Pembelajaran khusus

Setelah mempelajari kegiatan belajar 8 mahasiswa diharapkan


mampu:
1. Menguraikan sejarah filsafat barat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan
2. Menguraikan peranan pimikiran filsafat barat dalam dalam
perkembangan ilmu pengetahuan

Pokok Pokok Materi

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah filsafat barat pada zaman


Yunani Kuno, zaman pertengahan, Zaman Renaisans, dan zaman modren.

MODUL HUMANIORA 3
URAIAN
MATERI

Perkembangan pemikiran filsafat barat dapat dibagi menjadi empat periodisasi

1. Zaman Yunani Kuno

Zaman ini dimulai pada abad 6 sebelum masehi, disini terdapat 2 bentuk mite yang

berkembang yaitu : mite kosmogonis yang mencari tahu tentang kejadian asal – usul alam

semesta, dan mite kosmologis yang berusaha untuk mencari tahu asal – usul serta sifat

terjadinya alam semesta. Ciri – ciri yang menonjol dari filsafat Yunani Kuno adalh

perhatian terhadap gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asa mula (

Arche ). Thales menyimpulkan air sebagai Arche, Anaximander menyimpulkan bahwa

sesuatu yang tidak terbatas ( apeiron ) sebagai asas mula kemudian Anaximenes bahwa

udara adalah asas mula, dan Phytagoras menyatakan bahwa asas mula tersebut dapat

diterangkan dengan menggunakan angka – angka, yang kemudian terkenal denga dalilnya

tentang segitiga siku – siku.

Filsafat Yunani kuno semakin berkembang ketika muncul dua filosof yaitu Heraklitos

yang mengemukakan tentang realitas yang tidak berubah (panta rhei khai uden menei)

dan berbanding terbalik dengan Parmenides dalam gagasanya tentang “ada” yang

kemudian filsafatnya berkembang dan dikenal sebagai Metafisika (yang ada itu ada dan

yang tidak ada itu tidak ada) yang mana kemudian menjadi cikal bakal debat Metafisika.

Herakleitos mewakili bidang ( Pluralisme dan Empirisisme ) dan Parmenides sebagai wakil

dari bidang ( Monisme dan Rasionalisme )

Pemikir yang penting juga dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos,

yang menegaskan bahwa realitas tersusun dari atom ( atomos, dari a = tidak, dan tomos

= terbagi ) yang kemudian menjadi cikal bakal ilmu fisika, kimia, dan biologi. Fisafat yang

ramai dibicarakan adalah Socrates yang melalui metodenya ( Dialegesthai ) dialektika

yang bisa diartikan dengan bercakap – cakap, Socrates menyebut metodenya sendiri

MODUL HUMANIORA 4
dengan ( maieutike tekhne ) yaitu fungsi filosof hanya membidani ilmu pengetahuan.

Kemudian metode ini diteruskan oleh muridnya sendiri yaitu Plato, ia menganggap bahwa

berfilsafat itu mencari kebijaksanaan atau kebenaran yang hanya dapat dilakukan

dengan bersama – sama dalam suatu dialog.

Plato dikenal sebagai filosof dualisme, yang mengambarkan dua buah kenyataan yang

terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide ( dunia yang tidak ada perubahan

didalamnya, serta dunia bayangan atau inderawi ( dunia yang berubah–ubah mencakup

yang ditangkap oleh indera ). Pemikiran Yunani kuno mencapai puncaknya pada masa

murid dari Plato yaitu Aristoteles yang mengemukakan tugas utama dari ilmu

pengetahuan adalah mencari penyebab – penyebab objek yang diselidiki, kemudian di

rumuskan keempat penyebab itu:

a. Penyebab Material ( material cause ) : ini adalah bahan darimana benda dibuat.

Misalnya kursi di buat dari kayu.

b. Penyebab Formal ( formal cause ) : ini adalah bentuk penyusunan bahan. Misalnya

bentuk kursi ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi sebuah kursi.

c. Penyebab Efisien ( efficient cause ) : ini adalah sumber – sumber kejadian. Misalnya

tukang kayu yang membuat kursi.

d. Penyebab Final ( final cause ) : ini adalah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian.

Misalnya kursi dibuat dengan tujuan sebagai tempat duduk.

2. Zaman Pertengahan (6-16 M)

Zaman pertengahan adalah zaman keemasaan bagi kekristenan, dimana dogma – dogma

gereja sangat berpengaruh dalam berfilsafat, filsafat Agustinus yaitu manusia adalah

ciptaan tuhan yang unik yang ikut ambil bagian untuk mendapatkan kasihnya, tuhan

adalah ada sebagai ada, yang bersifat pribadi yang menciptakan seluruh jagad raya. Pada

abad ini dikenal dengan predikat Ancilla Theologiae , yang mengambarkan bahwa tuhan

adalah segala kebaikan dan tidak ada dualisme didalamnya, dan kitab suci mengajarkan

bahwa alam semesta berawal mula dan filsafat tidak menjawab akan hal tersebut.

MODUL HUMANIORA 5
.Zaman ini juga dapat dikatakan sebagai sebagai suatu zaman yang penuh dengan upaya

menggiring manusia ke dalam kehidupn atau system kepercayaan yang picik an fanatik,

dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Tujuan dari upaya itu untuk

membimbing umat kearah hidup yang saleh.

3. Zaman Renaisans (14-16 M)

Zaman peralihan dari abad pertengahan yang ditandai dengan suatu era yang disebut

dengan renaisans ( zaman yang sangat menaruh pada bidang seni lukis, arsitektur, music,

sastra, filsafat, ilmu pengetahuan ) yang memberikan suatu perubahan yang revolusioner

dalam pemikiran manusia. Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang

sepenuhnya diwarnai oleh ajaran kristiani. Namun, orang-orang kini mencari orientasi

dan inspirasi baru sebagai alternatif bagi kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-

satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik. Kebudayaan klasik ini juga

dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia.

Nicolaus Copernicus merupakan tokoh gerejani yang mengemukakan bahwa matahari

sebagai pusat tata surya ( teori Heliosentrisme ) sumbangsih terhadap revolusi

pemikiran akan alam semesta dan sebagai bentuk penolakan terhadap teorinya Ptolomeus

( Geosentrisme ) yang mengatakan bumi sebagai pusat tata surya. Kemudian Francis

Bacon dalam ungkapannya ( Knowledge is Power ) pengetahuan adalah kekuasaan.

4. Zaman Modern (17-19 M)

Setelah pergerakan Renaisans kemudian dimatangkan dengan Aufklaerung yang semakin

menekan kekuasaan gereja terhadap ilmu pengetahuan, sejak saat ini filsafat ilmu

pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual ( sikap ilmiah )yang

kebenarannya dapat diuji melalui metode, dimana kebenaran adalah never ending

process tidak akan berhenti. Zaman ini merupakan zaman Antroposentrisme yang

melihat manusia sebagai pusat penyelidikan dan menghasilkan beberapa aliran filsafat

yaitu :

MODUL HUMANIORA 6
a. Rasionalisme

Aliran ini memandang bahwa budi atau rasio adalah sumber dan pangkal segala

pengertian dan pengetahuan, dan budilah yang memegang tampu pimpinan dalam

bentuk “mengerti”. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan sama sekali

menyisihkan pengetahuan indra. Sebab, pengetahuan indra hanya menyesatkan

saja. Dengan metode “keragu-raguan”, pmikir Descartes (1596-1650) ingin

mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, tampaklah ia berpikir, sehingga akan

tampak dengan segera adanya sebab dari proses berpikir tersebut. Oleh karena

itu, dari metode keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi dirinya

sendiri. Itulah yang kemudian dirumuskan dengan “cogito ergo sum” (karena saya

berpikir, maka saya ada).

Selanjutnya, Rene Descartes mengajarkan bahwa dalam diri manusia terdapat

tiga “ide bawaan” (innate ideas). Ide bawaan ini sudah ada sejak lahir, yaitu

pemikiran, Allah dan keluasan.

1) Pemikiran

Sebab saya memahami diri saya sendiri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka

harus diterima juga bahwa pemikiran itu merupakan hakikat saya.

2) Allah

Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide

“sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk idea itu, karena akibat

tidak dapat melebihi penyebabnya. Wujud yng sempurna itu tidak hanyalah Allah.

3) Keluasan

Saya mengerti materi sebagai keluasan atau ekstensi, sebagaimana yang

dilukiskan dan dipelajari oleh para ahli ilmu ukur.

MODUL HUMANIORA 7
b. Empirisme

Lawan rasionalisme adalah empirisme. Jadi, bukan budi yang menjadi sumber dan

pangkal pengetahuan, melainkan indra atau pengalamanlah yang menjadi pangkal

pengetahuan. Menurut pendapat penganut empirisme, metode ilmu pengetahuan

itu bukanlah bersifat a priori, tetapi a posteriori, yaitu metode yang berdasarkan

atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.

Kalau rasionalis berpendapat bahwa manusia sejak lahir telah dikaruniai ide oleh

Tuhan yang dinamakan idea innate atau idea terang benderang atau idea bawaan,

maka kaum empiris berpendapat berlawanan. Mereka mengatakan bahwa waktu

lahir jiwa manusia itu putih bersih (tabularasa), tidak ada bekal dari siapa pun.

c. Kritisme

Seorang filosof Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) telah melakukan usaha

untuk menjembatani pandangan-pandangan yang saling bertentangan antara

rasionalisme dan empirisme. Kritisme adalah sebuah teori pengetahuan yang

berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dalam filsafat rasionalisme

dan empirisme dalam suatu hubungan yang seimbang, yang satu tidak terpisahkan

dari yang lainnya. Menurut Kant, pengetahuan merupakan hasil terakhir yang

diperoleh dengan adanya kerjasama di antara dua komponen, yaitu disatu pihak

berupa bahan-bahan yang bersifat pengalaman indrawi.

d. Idealisme

Ketidakpuasan terhadap ajaran Kant muncul yang justru dilakukan oleh murid-

muridnya sendiri. Mereka tidak puas terhadap ajaran Kant yang mengatakan

MODUL HUMANIORA 8
bahwa “Akal manusia tidak akan sampai pada pengetahuan tentang tentang

fenomena atau gejala-gejala saja”.

Para murid Kant yang dulu setia bahkan berbalik menyerang Kant, dan mereka

bermetafisika untuk mencari suatu dasar bagi renungan mereka. Dasar itulah

yang kemudian dibangun menjadi suatu system metafisika. Mereka sangat

memerhatikan kesadaran dan pengalaman yang dicari dan didapat dari dasar

tindakan. Dasar tindakan itu adalah “AKU” yang merupakan subjek yang

sekonkret-konkretnya. Dari dasar tersebut, lahirlah kesimpulan dan memberi

keterangan tentang keseluruhan yang ada. Yang ada itulah yang disebut

idealisme.

Karena idealisme itu berdasarkan subjek, maka ada yang menyebut aliran

idealisme-subjektif. Tokoh-tokoh terkemuka idealisme ini adalah J.G. Fichte

(1762-1814), F.W.J. Schelling (1775-1854), dan G.W.F. Hegel (1770-1831). Ficthe

mengakui dan memberi prioritas yang tinggi kepada “AKU”, sehingga “aku” itu pun

dianggapnya sebagai satu-satunya realitas. Hal ini dapat dimengerti, karena “aku

yang otonom dan merdeka, menempatkan diri menjadi sadar akan objek yang

dihadapi, yaitu bukan aku. Buka aku ini adanya tergantung pada aku dan fungsinya

adalah yang harus dihadapi dan diatasi. Perkembangan terletak sepenuhnya pada

hasil pengatasan objek (bukan aku).” Oleh karena itu, aku ini akan tampak sebagai

titik tolak pandangannya dan merupakan criteria terakhir dari kebenaran

pengetahuan. Dengan demikian, idealisme Fitchte ini tampak sangat subjektif.

Pandangan yang lebih jauh dan luas dalam aliran ini adalah pandangan Schelling. Ia

mengaku bahwa objek (bukan aku) itu sungguh-sungguh ada. Sebaliknya, kalau

Fichte mengatakan bahwa adanya objek (bukan aku) itu tergantung pada aku

(subjek), jadi objek itu muncul dari aku, maka Schelling tidak demikian. Ia

megatakan bahwa aku (subjek) muncul dari alam (bukan aku) yang sungguh-

sungguh ada. Akan tetapi, munculnya aku dari alam adalah yang telah sadar, jadi

tampak ada keserasian dengan pandangan Fichte. Lebih lanjut dikatakan bahwa

kedudukan budi dan alam itu sederajat, yakni berhadap-hadapan sebagai subjek

MODUL HUMANIORA 9
dan objek. Sebenarnya, keduanya itu muncul dari Tuhan yang semakin tinggi

dengan sederajatnya. Budi juga muncul dari Tuhan yang yang menyadari lalu

menjelma menjadi ilmu, moral, sejarah, negara, dan seterusnya. Jadi, karena

Schelling mengakui adanya objek sebagai realitas, maka idealismenya dinamakan

idealisme-objektif.

Lebih mendalam lagi adalah idealismenya Hegel yang sangat konsesuen. Corak

umum filsafat Hegel adalah “dialektika”, yaitu tesis yang menimbulkan antithesis

dan membentuk sintesis, dan sintesis ini sekaligus adalah sintesis baru, dan

begitu seterusnya.

Filsafat Hegel mencari yang mutlak daripada yang tidak mutlak. Yang mutlak

adalah ruh (jiwa), tetapi ruh itu menjelma pada alam yang sadar akan dirinya. Ruh

adalah idea, artinya berpikir. Dalam sejarah kemanusiaan, ruh sadar akan dirinya,

dan kemanusiaan merupakan bagian daripada idea yang mutlak, yaitu Tuhan.

Selanjutnya dikatakan bahwa idea yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak,

yaitu gerak yang menimbulkan gerak yang lain. Gerak ini mewujudkan suatu tesis

yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang berlawanan, yaitu antithesis.

Akhirnya, ada tesis gerak yang mutlak dan antitesis ini menimbulkan sintesis yang

sekaligus merupakan tesis baru serta kemudian menimbulkan pula antitesis,

begitulah seterusnya.

Jadi, filsafat Hegel memberikan suatu kesimpulan bahwa pada hakikatnya yang

mutlak adalah gerak, bukannya sesuatu yang tetap dan tidak berubah serta

melatarbelakangi suatu hal. Proses gerak secara dialektika itu dapat berlaku pada

segala kejadian dan berlaku menurut hukum budi. Karena itulah Hegel datang

pada kriterianya bahwa semua yang masuk akal itu sungguh-sungguh ada, dan apa

yang sungguh-sungguh ada itu dapat dipahami.

e. Positivisme

MODUL HUMANIORA 10
Lain negeri lain pula perkembangannya. Begitu pula perkembangan filsafat di

prancis. Di sana, orang mengalami suatu revolusi yang hebat. Wahyu dan agama

ditumbangkan dari kedudukannya dan diganti dengan tradisi sebagai pegangan

dan kepastian berpikir. Aliran ini disebut tradisonalisme. Di lain pihak, di Prancis

juga muncul aliran baru, yaitu positivisme, yang ditokohi oleh Auguste Comte.

Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia

dengan berdasarkan sains. Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada

sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat

dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.

Tokoh-tokoh positivisme antara lain adalah H. Taine (1828-1893), yang

mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik dan kesastraan.

Emile Durkheim (1858-1917) yang menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.

John Stuart Mill (1860-1873), seorng filosof Inggris, yang menggunakan system

positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.

f. Fenomenologi

Menurut Husserl “prinsip segala prinsip” ialah bahwa hanya intuisi langsung

(dengan tidak menggunakan pengantara apapun juga) dapat dipakai sebagai

kriteria terakhir dibidang Filsafat. Hanya apa yang secara langsung diberikan

kepada kita dalam pengalaman dapat dianggap benar dan dapat dianggap benar

“sejauh diberikan”. Dari situ Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus

menjadi dasar filsafat. Alasannya ialah bahwa hanya kesadaran yang diberikan

secara langsung kepada saya sebagai subjek, seperti akan kita lihat lagi.

Fenomenologi merupakan ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak

(phainomenon). Jadi, fenomenologi mempelajari suatu yang tampak atau apa yang

menampakkan diri.

“fenomen” merupakan realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung yang

memisahkan realitas dari kita., realitas itu sendiri tampak bagi kita. Kesadaran

MODUL HUMANIORA 11
menurut kodratnya mengarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti kesadaran

akan sesuatu.

g. Strukturalisme

Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai

pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu

struktur yang sama dan tetap.

Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek

melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat

oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem

tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan

struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur

pada setiap tingkat).

Para strukturalis filosofis yang menerapkan prinsip-prinsip strukturalisme

linguistic dalam berfilsafat beraksi terhadap aliran filsafat fenomenologi dan

eksistensialisme yang melihat manusia dari satu sudut pandangan subyektif. Para

penganut aliran filsafat ini memiliki corak beragam, namun demikian mereka

memiliki keamaan, yaitu penolakan terhadap prioritas kesadaran.

h. Evolusionisme

Akibat perkembangan aliran positivisme, lahirlah aliran evolusionisme. Tokoh

aliran ini yang terkenal adalah Charls Darwin (1809-1882) dan Herbert spencer

(1802-1903). Darwin mengajukan teori perkembangan bagi segala sesuatu

termasuk manusia. Manusia adalah perkembangan tertinggi dari taraf hidup yang

paling rendah, yaitu alam, dan juga diatur oleh hokum-hukum mekanik. Hokum

“survival of the fittest dan hokum struggle for live” pada tumbuh-tumbuhan dan

hewan, berlaku pula pada manusia, dan itu merupakan hokum tertinggi bagi

manusia. Karena itulah, ia sampai memandang bahwa manusia tidak berbeda

MODUL HUMANIORA 12
dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan serta dengan benda apa pun. Suatu prediksi

pun muncul karena perkembangan ini, yang mengatakan bahwa suatu hari nanti

akan muncul manusia yang lebih sempurna dari manusia saat ini.

Jika ditinjau dari segi filsafat, pada intinya hal ini tidak berbeda dengan

pandangan positvisme tentang ilmu pengetahuan. Manusia tidaklah tahu mengenai

hal-hal yang mengatasi pengalaman, karena yang sungguh-sungguh ada adalah yang

dialami, sedangkan yang lain bukanlah kesungguhan. Demikianlah pandangan

Darwin, sehingga alirannya disebut Darwinisme.

Sedangkan Herbert Spencer memberikan kemajuan ada system filsafat

evolusionisme ini. ia berpendapat bahwa yang dapat dikenal adalah “menjadi”

bukannya yang “ada”. Ilmu merupakan sebagian dari engetahuan “menjadi”,

sedangkan filsafat adalah keseluruhan dari pngetahuan “menjadi” tersebut. Ilmu

mempunyai pangkalnya pada kebenaran apriori: ketidakmusnahan bahan,

kekkekalan gerak, dan pertahanan kekuatan. Proses dunia ini tidak lain adalah

perkumpulan kembali gerak dan bahan. Karena itu evolusi adalah peralihan dari

bahan mati. Evolusi member keterangan-keterangan akan hubungan di antara

gejala-gejala. Akan tetapi, evolusi tidak memberi keterangan terakhir kepada

adanya gejala-gejala itu.

i. Postmodernisme

Pada abab ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam dunia praktif cukup

besar, yaitu aliran filsafat pragmatism. Seorang tokoh pragmatism yaitu Willen

jams (1842-1910) membedakan dua macam bentuk pengetahuan, pertama;

pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan. Kedua, merupakan

pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian.

Postmodernisme sebgai trend dari suatu pemikiran yang sangat popular pada

penghujung abad ke-20 ini merambah berbagai bidang dan disiplin ilmu filsafat

dan ilmu pengetahuan. Istilah “postmodernisme: telah digunakan dalam demikian

MODUL HUMANIORA 13
banyak bidang dengan hiruk-pikuk, yang merupakan reaksi terhadap kegagalan

modernism.

Jurgen Habermas adalah filosof abad ke-20 dapat dikategorikan sebagai filosof

postmodernisme, namun ia juga tokoh utama mazhab Frankfurt atau teori kritis.

j. Non-Aliran

Selain dari filosof-filosof yng termasuk aliran-aliran tersebut di atas, ada

beberapa filosof dalam filsafat barat yang berpengaruh dalam filsafat dan ilmu

pengetahuan, diantaranya Kartl Raimund Popper.

MODUL HUMANIORA 14
RANGKUMAN

 Filsafat Yunani kuno semakin berkembang ketika muncul dua filosof yaitu Heraklitos yang
mengemukakan tentang realitas yang tidak berubah (panta rhei khai uden menei) dan
berbanding terbalik dengan Parmenides dalam gagasanya tentang “ada” yang kemudian
filsafatnya berkembang dan dikenal sebagai Metafisika (yang ada itu ada dan yang tidak ada
itu tidak ada) yang mana kemudian menjadi cikal bakal debat Metafisika. Herakleitos
mewakili bidang ( Pluralisme dan Empirisisme ) dan Parmenides sebagai wakil dari bidang (
Monisme dan Rasionalisme )
 Zaman pertengahan adalah zaman keemasaan bagi kekristenan, dimana dogma – dogma
gereja sangat berpengaruh dalam berfilsafat, filsafat Agustinus yaitu manusia adalah ciptaan
tuhan yang unik yang ikut ambil bagian untuk mendapatkan kasihnya, tuhan adalah ada
sebagai ada, yang bersifat pribadi yang menciptakan seluruh jagad raya. Pada abad ini
dikenal dengan predikat Ancilla Theologiae , yang mengambarkan bahwa tuhan adalah
segala kebaikan dan tidak ada dualisme didalamnya, dan kitab suci mengajarkan bahwa alam
semesta berawal mula dan filsafat tidak menjawab akan hal tersebut.
 Rasionalisme, Aliran ini memandang bahwa budi atau rasio adalah sumber dan pangkal
segala pengertian dan pengetahuan, dan budilah yang memegang tampu pimpinan dalam
bentuk “mengerti”. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan sama sekali menyisihkan
pengetahuan indra. Sebab, pengetahuan indra hanya menyesatkan saja. Dengan metode
“keragu-raguan”, pmikir Descartes (1596-1650) ingin mencapai kepastian

MODUL HUMANIORA 15
TES FORMATIF

1. Mencari tahu tentang kejadian asal – usul alam semesta pada zaman Yunani Kuno
adalah

a) mite kosmogonis

b) mite antagonis

c) mite koaggonalis

d) mite kosmologis

2. Berusaha untuk mencari tahu asal – usul serta sifat terjadinya alam semesta pada zaman
Yunani kuno adalah..

a) mite kosmogonis

b) mite antagonis

c) mite koaggonalis

d) mite kosmologis

3. .Zaman yang juga dapat dikatakan sebagai sebagai suatu zaman yang penuh dengan
upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan adalah…

a) Zaman Yunani kuno

b) Zaman pertengahan

c) Zaman renaisme

d) Zaman modren

4. Aliran pada zaman modem yang terbentuk akibat b erkembangnya positivisme adalah....

a) Fenomologi

b) Strukturalisme

c) Evosionalisme

d) Postmoderisme

MODUL HUMANIORA 16
KUNCI JAWABAN

1. A
2. D
3. B
4. C

MODUL HUMANIORA 17
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Surajiyo. (2008). Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara


Drs. Rizal Mustansyir, M. Hum, dkk. (2004). Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

MODUL HUMANIORA 18

Anda mungkin juga menyukai