Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada
rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. Insiden
impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal tersebut karena
gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami
impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai. Menurut Chu dkk
(2005) 28.3% dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga mandibula
yang paling sering mengalami impaksi (82.5%). Menurut Goldberg yang dikutip oleh
Tridjaja bahwa pada 3000 rontgen foto yang dibuat pada tahun 1950 dari penderita
usia 20 tahun, 17% diantaranya mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Sedang
hasil foto panoramik dari 5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang dibuat tahun
1971, 65.6% mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi. Keluhan penderita
bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa makanan sampai yang
terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan pus.

1.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana Definis Impaksi ?


I.2.2 Bagaimana Etiopatogenesis impaksi?
I.2.3 Bagaimana Klasifikasi impaksi ?
I.2.4 Bagamana Evaluasi klinis pada Impaksi ?
I.2.5 Bagaimana Perawatan pada impaksi ?
I.2.6 Bagaimana Prognosis pada kasus impaksi?
I.2.7 Komplikasi apa yang dapat ditimbulkan impaksi ?

1.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui Definis Impaksi
I.3.2 Mengetahui Etiopatogenesis impaksi
I.3.3 Mengetahui Klasifikasi impaksi
I.3.4 Mengetahui Evaluasi klinis pada Impaksi
I.3.5 Mengetahui Perawatan pada impaksi
1
I.3.6 Mengetahui Prognosis pada kasus impaksi
I.3.7 Mengetahui komplikasi impaksi

1.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
gigi dan mulut pada khususnya.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu gigi dan mulut.

BAB II

2
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Ika
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pagelaran -Malang
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Status : Kawin
Suku Bangsa : Jawa - Indonesia
Tanggal Periksa : 22 Maret 2012
Konsul dari :- Menderita : -

2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Gigi berlubang sebelah kiri atas
2. Riwayat Penyakit : Pasien mengeluhkan gigi kiri atas berlubang, sebelumnya satu
minggu yang lalu pasien sempat periksa di poli gigi RSUD Kepanjen dan sekarang
pasien ingin memeriksakan kembali karena obat yang diberikan telah habis. Pasien
mengatakan gigi sudah tidak nyeri dan bengkak lagi.
3. Riwayat Perawatan
a. Gigi : pernah mencabut gigi bawah kiri dan kanan
b. Jar.lunak rongga mulut dan sekitarnya : Tidak pernah
4. Riwayat Kesehatan :
- Kelainan darah : Tidak ditemukan
- Kelainan endokrin : Tidak ditemukan
- Kelainan Jantung : Tidak ditemukan
- Gangguan nutrisi : Tidak ditemukan
- Kelainan kulit/kelamin : Tidak ditemukan
- Gangguan pencernaan : Tidsk ditemukan
- Kelainan Imunologi : Tidak ditemukan
- Gangguan respiratori : Tidak ditemukan
- Gangguan TMJ : Tidak ditemukan
- Tekanan darah : Tidak ditemukan
- Diabetes Melitus : Tidak ditemukan
- Lain-lain :-
5. Obat-obatan yang telah/sedang dijalani :
- Amoxicillin 500 mg 3x 1
- Asam mafenamat 2 x 1
6. Keadaan sosial/kebiasaan : Pasien golongan menengah kebawah
7. Riwayat Keluarga :
- Kelainan darah : Disangkal
- Kelainan endokrin : Disangkal

3
- Diabetes melitus : Disangkal
- Kelainan jantung : Disangkal
- Kelainan syaraf : Disangkal
- Alergi : Disangkal
- Lain-lain :-

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Ekstra Oral
- Muka : simetris
- Pipi kiri : tidak ada kelainan
- Pipi kanan : tidak ada kelainan
- Bibir atas : tidak ada kelainan
- Bibir bawah : tidak ada kelainan
- Sudut mulut : tidak ada kelainan
- Kelenjar submandibularis kiri : tidak ada kelainan
- Kelenjar submandibularis kanan : tidak teraba- tidak ada kelainan
- Kelenjar submental : tidak teraba- tidak ada kelainan
- Kelenjar leher : tidak teraba- tidak ada kelainan
- Kelenjar sublingualis : tidak teraba- tidak ada kelainan
- Kelenjar parotis kanan : tidak teraba- tidak ada kelainan
- Kelenjar parotis kiri : tidak teraba- tidak ada kelainan
2. Intra Oral
- Mukosa labial atas : tidak ada kelainan
- Mukosa labial bawah : tidak ada kelainan
- Mukosa pipi kiri : tidak ada kelainan
- Mukosa pipi kanan : tidak ada kelainan
- Bukal fold atas : tidak ada kelainan
- Bukal fold bawah : tidak ada kelainan
- Labial fold atas : tidak ada kelainan
- Labial fold bawah : tidak ada kelainan
- Gingival rahang atas : Edema (+), Hiperemi (+), Pus (+)
- Gingival rahang bawah : tidak ada kelainan
- Lidah : tidak ada kelainan
- Dasar mulut : tidak ada kelainan
- Palatum : tidak ada kelainan
- Tonsil : tidak ada kelainan
- Pharynx : tidak ada kelainan

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8


V IV III II I I II III IV
V

Keterangan: V IV III II I I II III IV


V
I X X
4
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 = Sondasi(-), perkusi (-), palpasi (-), CE (-)

= Sondasi(-), perkusi (-), palpasi (-), CE (-)


8

= Impaksi
8
2.4 DIAGNOSA SEMENTARA

8 = Abses Ginggiva

= Karies Profunda
8
= Impaksi
8
2.5 RENCANA PERAWATAN

8 = Pro Ekstraksi

= Pro Tambal

1. Pengobatan :
R/ Amoxicillin tab 500 mg No. X
S 3 dd tab 1 pc ####

K Diclofenat tab 50 mg No. VI


S 2 dd tab 1 pc ####

2. Pemeriksaan Penunjang :
Lab.Rontgenologi mulut/ Radiologi :-
Lab.Patologi anatomi :
• Sitologi :-
• Biopsi :-
Lab.Mikrobiologi :-
• Bakteriologi :-
• Jamur :-
Lab.Patologi Klinik :-

5
3. Rujukan :
Poli Penyakit Dalam :-
Poli THT :-
Poli Kulit & Kelamin :-
Poli Syaraf :-

2.6 DIAGNOSE AKHIR

8 = Abses Ginggiva

2.7 LEMBAR PERAWATAN

6
Tgl Elemen Diagnosa Therapi Ket

22/3 Abses Pro : ekstraksi KIE:


8
/12 Ginggivitis  Rutin
R/ Amoxicillin 500mg No.X minum obat
S 3 dd tab 1 pc dan
antibiotic
K Diclofenat 50mg No.VI diminum
S 2 dd tab 1 pc sampai
tuntas
 Kontrol
kembali
 Rajin dan
rutin
merawat
serta
menjaga
kebersihan
ggi

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

2.1. DEFINISI IMPAKSI

7
Impaksi adalah keadaan dimana gigi tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian
karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau kedua-duanya. Menurut Grace, gigi
impaksi adalah gigi yang mempunyai waktu erupsi yang terlambat dan tidak
menunjukkan tanda-tanda untuk erupsi secara klinis dan radiografis. Menurut Londhe,
gigi impaksi adalah keadaan dimana terhambatnya erupsi gigi yang disebabkan karena
terhambatnya jalan erupsi gigi atau posisi ektopik dari gigi tersebut. Menurut Sid
Kirchheimer, gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian
karena tertutup oleh tulang, jaringan lunak atau kedua-duanya.

2.2. ETIOPATOLOGIS

Jalan erupsi yang salah dari gigi permanen, kemungkinan besar dapat disebabkan
oleh kegagalan resorpsi gigi desidui sehingga gigi desidui menjadi persistensi. Hal ini
dapat menimbulkan kegagalan gigi permanen untuk bererupsi sehingga menjadi gigi
terpendam. Berikut ini disebutkan beberapa pendapat para ahli yang membahas mengenai
etiologi impaksi yaitu :

2.2.1 Menurut Moyers, pola herediter dapat menyebabkan gigi impaksi namun etiologi
yang paling sering didapati adalah persistensi gigi susu, lesi lokal patologis dan
penyempitan lengkung rahang atas. Bishara dkk, meringkaskan teori Moyers
bahwa penyebab impaksi seperti berikut :

1. Penyebab primer

o Tingkat kecepatan resorpsi akar gigi sulung

o Trauma pada benih gigi sulung

o Gangguan urutan erupsi gigi

o Kekurangan tempat pada lengkung rahang

o Benih gigi yang rotasi

o Penutupan akar gigi yang dini

o Erupsi kaninus rahang atas ke arah celah pada penderita palatoschisis.

2. Penyebab sekunder

o Tekanan otot yang tidak normal

o Gangguan endokrin

8
o Defisiensi vitamin D

2.2.2. Menurut McBride, kegagalan erupsi gigi permanen untuk mencapai oklusi normal
dalam lengkung gigi biasanya disebabkan oleh karena disharmoni antara ukuran
mesio-distal gigi geligi dengan lebar lengkung rahang secara keseluruhan. Bila hal
ini yang terjadi gigi akan menyimpang dari posisi erupsi normal dan akhirnya
menjadi impaksi. Penyimpangan erupsi sering dihubungkan dengan posisi benih
gigi tersebut yang terletak jauh dalam maksila sehingga harus menempuh jarak
cukup jauh dan lebih rumit untuk mencapai posisi yang normal dalam lengkung
gigi.

2.2.3. Menurut Berger

1. Kausa lokal

o Posisi gigi yang abnormal

o Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga

o Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

o Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

o Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal)

o Pencabutan gigi yang premature

o Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling


gigi

o Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena


inflamasi atau abses yang ditimbulkannya

o Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-


anak.

2. Kausa umum

o Kausa prenatal

o Keturunan

o Miscegenation

o Kausa postnatal

9
o Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada
anak-anak seperti :

a. Ricketsia

b. Anemi

c. Syphilis congenital

2.3. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI

2.3.1. Berdasarkan sifat jaringan

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan


menjadi :

1. Impaksi jaringan lunak

Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi
secar normal. Hal ini sering terlihat pada kasus insisivus sentral permanen, di mana
kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai trauma mastikasi menyebabkan
fibromatosis

2. Impaksi jaringan keras

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar,
hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara
utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi
tidak terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-
potong sebelum dicabut.

2.3.2. Klasifikasi Pell dan Gregory

Pell dan Gregory menghubunkan kedalaman impaksi terhadap bidang oklusal dan
garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter
mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar
kedua dan ramus ascendens mandibula dalam pendekatan lain.

10
1. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula

a. Klas I : Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara
batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada klas
I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi
Molar ketiga

b. Klas II : Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal gigi lebih besar
daripada ruang yang tersedia.

c. Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula – akses yang sulit. Pada
klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

2. Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang
menutupi gigi impaksi. Baik gigi impaksi atas maupun bawah bias dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadapgaris servikal Molar kedua
disebelahnya. Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang
bawah :

a. Posisi A: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga yang impaksi berada
pada atau di atas garis oklusal.

11
b. Posisi B: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga di bawah garis
oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua

c. Posisis C: Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi
molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila.10 Mahkota
gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal

2.3.3. Klasifikasi Winter

Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga mandibula


berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar kedua mandibula.
Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda seperti impaksi vertikal,
horizontal, inverted, mesioangular, distoangular, bukoangular, dan linguoangular. Quek et
al mengajukan sebuah sistem klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam
penelitian mereka, angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara
pertemuan panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan
impaksi gigi molar ketiga mandibula sebagai berikut :

1. Vertikal (10o sampai dengan -10o): Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang
sama dengan axis panjang gigi molar kedua

2. Mesioangular (11o sampai dengan -79o) : Gigi impaksi mengalami tilting terhadap
molar kedua dalam arah mesial.

3. Horizontal (80o sampai dengan 100o) : Axis panjang gigi impaksi horizontal

4. Distoangular (-11o sampai dengan -79o) : Axis panjang molar ketiga mengarah ke
distal atau ke posterior menjauhi molar kedua

5. Lainnya (-111o sampai dengan -80o) :

a. Bukal atau lingual: Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas, gigi
juga dapat mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual

b. Transversal: Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual

c. Signifikansi: Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif.


Sebagai contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi
distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut.

12
Gigi maksila dengan posisi bukal lebih mudah dicabut karena tulang yang menutupi
gigi lebih tipis, sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi jumlah tulang yang banyak, dan
membuat ekstraksi sulit untuk dilakukan. Posisi mesioangular paling sering terjadi pada
impaksi gigi bawah sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi
atas. Untungnya kedua gigi tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan pada
hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan hubungan bukallingualnya.

Kebanyakan impaksi Molar ketiga bawah mempunyai mahkota mengarah ke lingual.


Pada impaksi Molar ketiga yang melintang, orientasi mahkota selalu ke lingual.
Hubungan melintang juga terjadi pada impaksi gigi atas tetapi jarang.

2.4. EVALUASI KLINIS

Pemeriksaan awal harus berupa sebuah riwayat medis dan dental, serta pemeriksaan
klinis ektra oral dan intral oral yang menyeluruh. Hasil penemuan positif dari
pemeriksaan ini seharusnya dapat mendeterminasikan apakah pencabutan diindikasikan
atau disarankan, dan harus mengikutsertakan pemeriksaan radiologi.

2.4.1. Pemeriksaan Lokalis

1. Status erupsi gigi impaksi. Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status
pembentukan mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika
duapertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna maka gigi menjadi
sangat kuat, dan gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut.

2. Resorpsi molar kedua. Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi
sehingga memungkin terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan
gigi molar ketiga yang impaksi, molar kedua harus diperiksa untuk intervensi
endodontik atau periodontik tergantung pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa.

3. Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah


inflamasi jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang
hampir seluruhnya membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang
dilakukan, eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang
membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini.

4. Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi,


memungkinkan terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang

13
berhasil. Oleh karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum
erupsi sebelum memulai perawatan ortodontik.

5. Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang,
kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi
yang menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga,
disarankan untuk mencabut gigi impaksi.

6. Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau
molar kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotic disarankan harus
dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk
mengurangi komplikasi post-operatif.

7. Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. hal ini akan
didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.

8. Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar
ketiga rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang
impaksi berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya
juga harus diperiksa.

9. Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional
mungkin terindikasi infeksi molar ketiga

2.4.2. Radiologi

Pemeriksaan radiografis sangat penting dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis dan
penentuan lokasi kaninus impaksi. Pemeriksaan tersebut dapat berupa :

1. Film periapikal dan oklusal

Radiografi periapikal berguna untuk menentukan resorbsi akar dari gigi tetangga,
status periodontal dan kedekatan akar . Untuk menentukan posisi impaksi dalam
arah buko-lingual biasanya dilakukan pengambilan radiografi oklusal yang
memberikan orientasi horizontal yang baik bagi gigi serta posisi mahkota dan apeks
relatif terhadap gigi tetangga

2. Film ekstraoral

14
a. Sefalometri frontal dan lateral dapat membantu menentukan posisi kaninus
impaksi, terutama hubungannya dengan struktur fasial lain (misalnya sinus
maksila atau dasar hidung).

b. Film panoramik merupakan radiografi yang paling umum dan sering


digunakan dalam pemeriksaan dan perawatan gigi geligi, dapat dijadikan
acuan untuk memprediksi kaninus impaksi yaitu lokasi mahkota kaninus dan
sudutnya terhadap midline

Pemeriksaan radiografis dapat digunakan untuk melihat :

1. Ada tidaknya gigi permanen yang mengalami impaksi

2. Posisi apeks gigi impaksi dalam lengkung rahang serta hubungannya dengan
apeks premolar pertama

3. Letak mahkota gigi permanen impaksi.

4. Lebar mesio distal gigi permanen yang akan erupsi. Hal ini penting untuk
menentukan apakah gig tersebut mendapat ruangan yang cukup di dalam lengkung
rahang.

5. Ada tidaknya resorpsi akar

6. Perlu atau tidaknya perawatan ortodonti pada gigi geligi lainnya.

2.5. PERAWATAN

Perawatan yang dilakukan pada impaksi gigi molar tiga adalah pengangkatan gigi
molar tiga tersebut. Gigi molar yang impaksi atau tumbuh miring tidak berfungsi dengan
baik dalam pengunyahan dan menyebabkan berbagai macam gangguan. Itulah mengapa
gigi tersebut lebih baik diangkat daripada dipertahankan. Semakin cepat mengangkat gigi
molar tiga impaksi akan semakin baik daripada harus menunggu sampai timbulnya
komplikasi dan rasa sakit yang lebih lanjut. Bila Anda menunggu sampai timbul rasa sakit
dan keluhan lainnya, resiko terjadinya komplikasi pada saat pengangkatan tentunya akan
lebih tinggi, bahkan proses penyembuhan mungkin akan lebih lama. Semakin muda usia

2.6. PROGNOSIS

Prognosis impaksi umumnya baik dengan penangan segera, sehingga tidak


menimbulkan komplikasi.

15
2.7. KOMPLIKASI

Gigi molar ketiga merupakan salah satu gigi yang paling banyak dibahas dalam
literatur kedokteran gigi, dan pertanyaan besar yang mengemuka adalah apakah perlu
untuk melakukan ekstraksi atau tidak perlu mendapatkan perhatian khusus bagi
profesional untuk memperdebatkan maneuver yang sangat kontrovesial ini untuk
merencanakan dan mempelajari subjek ini. Walaupun tidak semua gigi molar ketiga
menyebabkan masalah klinis dan patologis, tiap gigi molar ketiga memiliki sebuah
potensi yang besar untuk menyebabkan masalah periodontal yang berhubungan dengan
perikoronitis, karies molar, reabrsorbsi gigi molar kedua, dan juga pembentukan kista dan
tumor

Kerusakan atau keluhan yang ditimbulkan dari impaksi dapat berupa:

1. Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses dento


alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah dan tidak
mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya gejala-gejala ini
timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi dengan rongga mulut.

16
2. Resorpsi gigi tetangga

Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal gigi tersebut.
Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga maka gigi
mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut. Misalnya gigi terpendam molar
ketiga dapat menekan molar kedua, kaninus dapat menekan insisivus dua dan premolar.
Premolar dua dapat menekan premolar satu. Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga
tersebut dapat berubah arah atau posisi.

3. Kista

Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang pembentukan kista
atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi tersebut
mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan
dapat menimbulkan primordial kista dan folikular kista.

4. Rasa sakit

Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan gigi
tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam deretan gigi, dan
ini dapat menimbulkan rasa sakit.

17
BAB IV

KESIMPULAN

Promotif

memberikan edukasi pada penderita untuk menjaga oral hygiene

Preventif

Untuk mencegah terjadinya komplikasi pada impaksi :

 Sikat gigi dengan cara yang benar dan gunakan pasta gigi yang nyaman untuk
kesehatan gigi dan gusi anda.
 Pemeriksakan gigi rutin tiap 6 bulan sekali ke dokter gigi.

 Kurangi makanan yang manis dan yang kering.

 Pengangkatan/Ektraksi gigi yang impaksi

Kuratif

Meneruskan menkomsumsi obat yang masih tersisa dan kembali memeriksakan


diri setelah obat habis

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah RM, Situmarong N.(2005). Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi
terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal
;10(2):73-4

2. Astuti ERT. (2002). Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang
bawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah. Jurnal
MIKGI;IV(7):154-6

3. Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101

4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi
molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6

5. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. Komplikasi post odontektomi gigi molar


ketiga rahang bawah impaksi. Journal of the Indonesian Dental Assocation
2009;58(2):20

6. Fragiskos D. Oral surgery. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa:


Tsitsogianis H. Berlin: Springer; 2007,p.126-7

7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan
kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental
Jurnal 2003;8(2):95

8. Obimakinde OS. Impacted mandibular third molar surgery; an overview. Dentiscope


2009;16:2-3

9. Pederson GW.(1996). Buku ajar praktis bedah mulut 2nd ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; hal.61-3

10. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar angle
and position after unilateral mandibular first molar extraction. American Journal of
Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 2006;129(1):37

11. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed.
Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148

19

Anda mungkin juga menyukai