Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode Berfikir Ilmiah


1. Pengertia Metode Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah adalah metode berfikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan
induktif. Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal,
empiris, dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. (Hillway, 1956).
Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara
sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada (Eman
Sulaeman)
Berpikir imiah bukanlah berpikir biasa. Berpikir ilmiah adalah berpikir yang sungguh-
sungguh. Artinya, suatu cara yang berdisiplin, di mana seseorang yang tidak akan
membiarkan ide dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah namun
semuanya itu diarahkan pada satu tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam hal ini adalah
pengetahuan. Berpikir keilmuan, atau berpikir sungguh-sungguh adalah cara berpikir
yang didisiplinkan dan diarahkan kepada pengetahuan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa metode adalah cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan) atau
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan.
Terhadap cara untuk mengetahui dan memahami sesuatu, Babbie (1992) berpendapat:
“science is method of inquiry-away of learning and knowing things about the world
around us”. Dengan demikian untuk memahami dan mempelajari sesuatu yang terjadi di
sekeliling kita terdapat banyak cara. Walaupun demikian ilmu tetap memiliki ciri
tertentu, yang sesungguhnya ciri tersebut berada dalam berbagai aktivitas yang dilakukan
sehari-hari. (Adib, 2011, hal. 130-135)
2. Model dan Kriteria Metode Berpikir Ilmiah
Ditinjau dari sejarah berpikir manusia, terdapat dua pola berpikir ilmiah. Yang
pertama adalah berpikir secara rasional, di mana berdasrkan paham rasionalisme ini, ide
tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Dengan kata lain, ide tentang kebenaran, yang
menjadi dasar bagi pengetahuan, diperoleh lewat berpikir rasional, terlepas dari
pengalaman manusia. (Bayu'zu 2011, hal. 1)
Cara berpikir ilmiah yang kedua adalah empirisme. Berbeda dengan orang-orang
yang berpikir secara rasional. Menurut orang-orang yang berpaham empirisme ini,
pengetahuan ini tidak ada secara apriori di benak kita, melainkan harus diperoleh lewat
pengalaman.
Adapun kriteria metode berpikir ilmiah antara lain: (1) berdasarkan fakta; (2)
bebas dari prasangka; (3) menggunakan prinsip-prinsip analisis; (4) menggunakan
hipotesis; (5) menggunakan ukuran objektif; (6) menggunakan teknik kuantifikasi. (Adib,
M. 2011, hal. 137-138)

3. Kelemahan-kelemahan Metode Berpikir Ilmiah


Pertama, metode ilmiah tidak dapat digunakan kecuali pada penuh kajian objek-objek
material yang dapat diindra. Metode ini khusus untuk ilmu-ilmu eksperimental. Ia
dilakukan dengan cara memperlakukan materi (objek) dalam kondisi-kondisi dan faktor-
faktor baru yang bukan kondisi dari faktor yang asli. Melakukan pengamatan terhadap
materi tersebut serta berbagai kondisi dan faktornya yang ada, baik yang alami maupun
yang telah mengalami perlakuan. Dari proses terhadap materi ini, kemudian ditarik suatu
kesimpulan berupa fakta material yang dapat diindera.
Kedua, metode ilmiah mengasumsikan adanya penghapuasan seluruh informasi
sebelumnya tentang objek yang dikaji, dan mengabaikan keberadaannya.
Kemudian memulai pengematan dan percobaan atas materi..Setelah melakuakan
pengamatan dan percobaan, maka selanjutnya adalah melakukan komparasi dan
pemeriksaan yang teliti, dan akhirnya merumuskan kesimpulan berdasarkan sejumlah
premis ilmiah.
Ketiga, kesimpulan yang didapat ini adalah bersifat spekulatif atau tidak pasti (dugaan).
Kelemahan-kelemahan yang ada pada metode ilmiah ini juga diungkapkan dalam literatur
lain. Misalnya, “Pertama-tama ilmu ilmu menyadari bahwa masaslah yang dihadapinya
adalah masalah yang bersifat kongkrit yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata. Secara
entologi, ilmu membatasu dirinya pada pengkajian yang berada pada ruang lingkup
pengalaman manusia. Hal inilah yang membedakan antara ilmu dan agama. Perbedaan
antara lingkup permasalahan yang dihadapinya juga menyebabkan perbedaan metode
dalam memecahkan masalah tersebut”.
Dinyatakan pula, “proses pengujian ini tidak sama dengan pengujian ilmiah yang
berdasarkan kepada tangkapan pancaindera, sebab pengujian kebenaran agama harus
dilakukan oleh seluruh aspek kemanusiaan kita seperti penalaran, perasaan, intuisi,
imajinasi disamping pengalaman”. Demikian juga halnya dengan bidang bidang sastra
yang termasuk dalam humaniora yang jelas tidak mempergunakan metode ilmiah dalam
penyusunan tubuh pengetahuannya”.

B. Metode Ilmu Pengetahuan


• Menurut J.B. Conant dalam bukunya Understanding Science, ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari kata benda ataupun kata kerja. Sebagai kata benda, ilmu pengetahuan
merupakan hasil yang sudah jadi.
• Sedangkan kata kerja, ilmu pengetahuan adalah proses yang melibatkan ilmuwan dalam
mencapai kebenaran. Sebagai kata kerja ilmu pengetahuan adalah metode, adalah cara,
adalah kegiatan yang dipraktekkan. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah.
• Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang
benar. Metode ilmiah merupakan penggabungan cara berpikir deduktif dan cara berpikir
induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.

Langkah langkah dari proses logico-hypothetico-verifikasi :


1. Perumusan Masalah : mengenai obyek empiris yang jelas batasan batasannya serta
dapat diidentifikasikan factor factor yang terkait didalamnya.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hypothesis : kerangka berpikir ini
disusun secara rasional berdasarkan premis premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya
dengan memperhatikan factor factor empiris yang relevan dengan permasalahnnya.
3. Perumusan hipotesis : jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang
materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir
4. Pengujian hipotesis : pengumpulan fakta fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan
5. Penarikan kesimpulan : penilaian dari hipotesis apakah diterima atau ditolak.

METODE INDUKSI
• Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu,
penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang yang kusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum
• Induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi
tunggal atau particular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu.
• Cara kerjanya dengan memulai dengan penelitian untuk mengamati berbagai fenomena
dan mengumpulkan berbagai fakta dan data kemudian dievaluasi untuk bisa melahirkan
kesimpulan umum tertentu.
Langkah – langkah metode induksi :
a. Perumusan masalah atau identifikasi masalah  munculnya suatu masalah
b. Penyusunan kerangka berpikir  pengamatan dan mengumpulkan data pada gejala –
gejala yang menimbulkan suatu masalah serta mengumpulkan berbagai fakta yang yang
diduga dapat menjelaskan masalah tersebut kemudian dianalisis.
c. Merumuskan hipotesis  setelah melakukan analisis kemudian mengajukan sebuah
hipotesis yang berfungsi untuk menjelaskan sebab dari masalah tersebut.
d. Pengujian hipotesis  untuk menguji lebih lanjut kebenaran hipotesis dapat dilakukan
dengan penelitian dan percobaan lebih lanjut.untuk membuktikan apakah sebab yang
menjadi dugaan dalam hipotesis tadi memang terbukti benar. Dengan cara membuat
berbagai prediksi . Bila prediksi mendukung hipotesis maka hipotesis tersebut diterima
sebagai benar , bila diterima secara terus – menerus maka diterima sebagai hukum ilmiah.
Jika tidak perlu diajukan hipotesis baru dengan mengumpulkan fakta dan data tambahan
Kelebihan penalaran induktif
1. Suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan
umum atas kejadiaan tertentu.
2. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara
canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat
ditarik generalisasi dari suatu gejala.
3. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam
menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat
mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
• Kelemahan penalaran induktif
1. Terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan
kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan kita yang bersumber dari
penalaran atau pemikiran induktif bisa jadi salah.
2. Penalaran induktif memang membantu kita dalam memahami, memprediksi, dan
mengontrol sesuatu. Namun tidak semua hal bisa dipercaya dengan melakukan penalaran
induktif.

METODE DEDUKSI
• Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai
penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung
silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan
premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut .
• Deduksi adalah proses menarik prediksi-prediksi dari suatu hipotesis.
• Berpikir deduksi memeberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat
konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Langkah – langkah metode deduksi :
1. Perumusan masalah
2. Khasanah pengetahuan ilmiah
3. Penyusunan kerangka berpikir
4. Perumusan hipotesis
5. Pengujian hipotesis

C. Metode Berpikir Lainnaya

1. Metode Tenacity dan Metode Authority


Metode ini mengajarkan agar seseorang bertahan dengan pendiriannya. Tiap orang
menurut metode ini harus memegang teguh apa yang ia yakini. Secara praktis metode ini
menjanjikan ketenangan dan keamanan. Jika seseorang dibiarkan hidup dan berpikir
menurut keyakinannya, maka ia akan puas dengan dirinya sendiri. Namun metode ini
merupakan pendekatan yang paling miskin dari semua jenis metode karena dengan
metode ini seseorang tidak diajak untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan apa pun
terhadap keyakinan-keyakinannya. Metode yang lebih baik dari method of tenacy
adalah method of authority (kebenaran berdasarkan otoritas). Kebenaran menurut metode
ini berasal dari institusi yang memiliki wewenang untuk mengajarkan banyak orang
untuk beripkir sendiri dan melarang setiap penelitian pribadi. Institusi cenderung
menuntut ketaatan individu. Asumsi dasar dari pendekatan ini adalah bahwa secara
intelektual setiap orang adalah hamba institusi. Dengan metode ini seseorang sudah mulai
mempertanyakan sesuatu, namun ia tidak mau memikirkan jawabannya. Otoritas masih
masih menjadi sumber utama bagi jawaban atas pertannyaan-pertanyaan.
2. Metode Apriori
Menurut metode ini seseorang dapat menerima pandangan apa pun jika sesuai dengan
pikirannya tanpa harus dibuktikan dengan fakta-fakta empiris yang dapat diamati.
Metode ini jelas lebih baik dibandingkan metode pertama dan kedua, meskipun harus
diakui metode ini gagal menjelaskan fakta-fakta empiris dengan baik. Dengan metode ini
setiap orang mulai mengajukan pertanyaan, menemukan jawabannya sendiri tetapi
jawabannya tidak mendasar. Hal ini disebabkan terutama karena jawaban atas
pertanyaan-pertanyaannya sebagian ditentukan oleh selera pribadi.
Metode ini membiarkan alam menampakkan diri dan berbicara kepada ilmuwan. Alam
yang diselidiki adalah dunia yang real, yang sama sekali tidak bergantung pada pandanga
kita terhadapnya, dan memiliki hukum-hukum yang tetap. Sementara itu, setiap orang
dapat mengenalnya karena ia memiliki pemikiran sendiri dan pengalaman yang memadai.
Maka dengan metode ilmiah, seseorang diajak untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri jawabannya berdasarkan pengalamannya tentang alam. (Keraf & Dua,
2001: 90-91
3. Metode Positisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-18570). Metode ini berpangkal dari
apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengesampingkan segala uraian
di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika, Apa yang
diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-
gejala saja.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda, harusnya
dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang
diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontenplasi seperti yang
dilakukan oleh Al-Gazali.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam dan metode peraturan, juga analisis sistematika tentang ide
mencapai apa yang terkandung dalam pandangannya.
Hegel menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, lebih luas dari itu.
Menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika di sini berarti
hal-hal yang berlainan seperti :
1. Diktator. Di sini manusia diatur dengan baik, tapi eka tidak punya kebebasan (tesis).
2. Keadaan di atas menamakan lainnya yaitu negara anarki (anti tesis) dan negara-negara
tanpa batas, tetapi hidup dalam, kekacauan.
3.Tesis dan anti tesis ini disintesis yaitu, negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan
warga negara dibatasi oleh undang-undang dan hidup masyarakat tidak kacau. (Namja,
2012).
Referensi:

Adib M, D. M. (2011). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).


Adib, D. H. (2011). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hatta, M. (2010, Februari). Metode Ilmu. Dipetik Maret 1, 2013, dari
http://www.metodeilmu.blogspot.com/
Ilmiah, G. (2012, Maret). Definis Berpikir Ilmiah. Dipetik Maret 2013, dari
http://galeriilmiah.wordpress.com
Sonny, Keraf. Dan Mikhael, Dua, 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Jujun S Suriasumantri . Filsafat Ilmu

Anda mungkin juga menyukai