Anda di halaman 1dari 3

Suhu Bumi Naik 1,1 Derajat Celsius

Organisasi Meteorologi Dunia menyatakan 2016 sebagai tahun terpanas


dalam sejarah. Suhu atmosfer Bumi rata-rata dalam setahun naik 1,1
derajat celsius dibandingkan periode sebelum Revolusi Industri 1850-
1899. Itu memicu anomali iklim di dunia, termasuk Indonesia. Jika
dibandingkan kondisi periode 1961-1990, kenaikan suhu Bumi secara
global pada 2016 sebesar 0,83 derajat celsius. "Tahun 2016 adalah tahun
ekstrem bagi iklim global dan dinyatakan sebagai tahun terpanas yang
tercatat," kata Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)
Petteri Taalas dalam siaran pers, Rabu (18/1/2017).

Peningkatan Suhu Global

Perubahan Iklim

Musim tanam menjadi lebih panjang

Meningkatkan curah hujan

Kekeringan

Gangguan Ekologis

Perpindahan habitat tumbuhan

Kepunahan

Dampak Sosial

Gagal panen

Penyebaran penyakit

Kenaikan suhu itu hanya satu indikasi dari perubahan iklim akibat ulah
manusia, yakni kenaikan konsentrasi gas rumah kaca, karbon dioksida
(CO2), dan gas metana (CH4). Konsentrasi CO2 mencapai rekor tertinggi
pada 2015, yakni 400 bagian per juta (ppm) atau 144 persen lebih tinggi
dibandingkan sebelum Revolusi Industri dan terus meningkat. Adapun
konsentrasi CH4 mencapai 1.845 bagian per miliar (ppb) atau 256 persen
lebih tinggi dibandingkan sebelum Revolusi Industri.

Seiring dengan kenaikan suhu dan konsentrasi gas rumah kaca, es di


Kutub Utara dan Kutub Selatan meleleh lebih cepat. Kenaikan suhu di
Kutub Utara dua kali lebih cepat dibandingkan temperatur global. "Es di
Greenland meleleh lebih awal dan cepat, jadi salah satu penyebab
kenaikan permukaan laut," kata Taalas.

Kenaikan suhu dan melelehnya es di kutub memicu perubahan cuaca,


iklim, dan pola sirkulasi laut di belahan dunia lain. Anomali iklim dan
bencana terkait hidrometeorologi di dunia pada 2016 diduga terkait
dengan memanasnya suhu global itu.

Dampak di Indonesia

Menanggapi laporan WMO itu, ahli kelautan dari Institut Pertanian Bogor
(IPB), Alan Koropitan, Kamis, dihubungi di Jakarta, memaparkan,
kenaikan suhu atmosfer global terserap di lautan dan meningkatkan suhu
perairan global. "Sebagai negara kepulauan, dampak yang kita alami
perlahan, tetapi ada dampak bersifat segera," kata Alan, yang juga
Koordinator Bidang Kajian Strategis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB.

Kenaikan suhu laut juga diungkapkan periset iklim dan cuaca ekstrem
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Siswanto. Pada
November 2016, kenaikan rata-rata suhu perairan laut 0,76 derajat
celsius dibandingkan 30 tahun sebelumnya. "Di Indonesia, kenaikan suhu
laut per tahun 0,01-0,02 derajat celsius," katanya.

Dampak segera kenaikan suhu itu ialah menguatnya energi badai tropis.
"Badai tropis tak melintas ekuator, tapi mengarah ke area dengan garis
lintang lebih tinggi. Saat energi badai menguat, ekor badai berdampak
serius bagi Indonesia," ujarnya.

Di perairan yang mengalami kenaikan suhu signifikan lebih mudah


tumbuh bibit siklon, seperti Samudra Pasifik barat di utara Papua atau
perairan selatan Merauke dan Samudra Hindia di barat Lampung. Badai
tropis Yvette terbentuk di Samudra Hindia pada 21 Desember 2016,
memicu hujan ekstrem sehingga ada banjir besar di Kota Bima, Nusa
Tenggara Barat. Curah hujan di Bima saat itu 208 milimeter per hari,
tertinggi dalam sejarah.

Alan menambahkan, pada akhir Januari sampai awal Februari 2012, badai
tropis Iggy yang terbentuk di Samudra Hindia memicu cuaca ekstrem
berupa angin kencang di sebagian area Indonesia. Wilayah terdampak
yang meliputi Banten, Kepulauan Seribu, dan pesisir selatan Kalimantan
menunjukkan kuatnya ekor badai itu. "Menurut tren ini, kami perlu
mencermati dan memprediksi dampak badai tropis bagi kepentingan
mitigasi," ucapnya.

Hal yang perlu diwaspadai di Indonesia dari memanasnya suhu laut


adalah kematian terumbu karang (reef bleaching). Tahun 2016 menjadi
kematian terumbu karang terburuk dalam sejarah Great Barrier Reef,
Australia. Di Indonesia, hal itu terjadi di perairan selatan sampai
Wakatobi.

Menurut analisis data pantauan satelit 20 tahun terakhir, ada penurunan


klorofil A, bagian dari fitoplankton, di perairan luar Indonesia, misalnya
Samudra Hindia dan Laut Sulawesi. "Penurunan fitoplankton mengurangi
zooplankton. Jika dikaitkan dengan rantai makanan, itu mengurangi stok
ikan," katanya.

Prediksi Dirilis, Inilah Suhu 4 Kota Besar Indonesia pada Tahun 2100

Musim panas di seluruh dunia kini terasa lebih panas dibandingkan


tahun-tahun sebelumnya, dan akan semakin parah pada akhir abad ini
jika polusi karbon terus meningkat. Kondisi ini akan paling terasa di
kawasan perkotaan. Saat ini, sekitar 54 persen populasi dunia hidup
daerah urban, dan penduduk perkotaan diperkirakan tumbuh sebesar
2,5 miliar orang pada tahun 2050. Kombinasi pertumbuhan penduduk
yang pesat dan pemanasan global dapat meningkatkan suhu daerah
perkotaan hingga mencapai titik yang membahayakan kesehatan dan
perekonomian penduduknya. Untuk menggambarkan seberapa panas
kota-kota dunia di masa depan dan pilihan yang mereka hadapi, Climate
Central membuat sebuah model interaktif yang dapat Anda coba di situs
resminya.

Kota=Tahun 2017=Tahun 2100

Medan=31,8°C=35,2°C

Jakarta=29,9°C=32,5°C

Bandung=29,9°C=32,5°C

Surabaya=28,6°C=32°C

Dalam model interaktif yang disuguhkan oleh Climate Central, ada


empat kota besar di Indonesia yang ditampilkan: Medan, Jakarta,
Bandung dan Surabaya. Suhu Kota Medan di musim panas saat ini
adalah 31,8° C. Tanpa pengurangan emisi moderat, suhu Kota Medan
pada tahun 2100 akan mengalami kenaikan menjadi 35,2° C. Angka
tersebut setara dengan suhu New Delhi, India, pada musim panas saat
ini. Tetapi jika dengan pengurangan emisi moderat, suhu Kota Medan
menjadi seperti Bangkok, Thailand, yaitu 33,1° C.

Anda mungkin juga menyukai