Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PSIKOLOGI KLINIS

Dosen Pengampu : Ayuning Atmasari, M.Psi.,Psikolog

Disusun Oleh :

Alya Mardhiyyah 18.01.061.003

Wanda Anggraini 18.01.061.076

Merylia Anggrini 18.01.061.090

Linda Wahyuni 18.01.061.037

Yusni 18.01.061.083

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA

2019
I. Latar Belakang
Fobia adalah rasa takut yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia dapat
menyebabkan ketakutan yang tidak masuk akal. Biasanya fobia bermula dari masa kanak
kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hai ini
membuat mereka sangat reseptif dalam mengembangkan rasa takut pada hal-hal yang
tidak di kenalnya (Gunawan, 2006). Anak-anak pada umumnya memiliki berbagai
macam ketakutan dan kekhawatiran yang biasanya di sebut dengan kecemasan. Fobia
adalah salah satu bentuk dari gangguan kecemasan, akar perkembangan gejala ini adalah
pengelolaan yang kurang adaptif terhadap pengalaman-pengalaman rasa takut yang
menimbulkan rasa cemas, yang pernah di alami seseorang sepanjang kehidupan, terhadap
sesuatu hal atau objek tertentu.
Menurut Martin dan Pear (2005) kecemasan yang tidak rasional, berlebihan dan
intens membuat seseorang tidak mampu melakukan apa-apa disebut fobia. Selaras dengan
pernyataan Martin dan pear (2005), Smith dkk. (2011) juga mengatakan bahwa fobia
merupakan perasaan cemas yang intens dari sesuatu yang tidak atau sedikit menyebabkan
bahaya aktual. Contoh dari fobia adalah fobia terhadap tempat tertutup, ketinggian,
hewan hewan tertentu, kegelapan dan masih banyak lagi.
Seperti klien kita yang mengalami fobia terhadap jenis hewan tertentu, fobia jenis ini
sering di sebut sebagai specific fobia. Specific fobia merupakan fobia yang menetap dan
berlebihan pada suatu objek atau situasi spesifik seperti terhadap hewan, benda ataupun
situasi tertentu.
Kriteria spesific fobia dalam DSM V adalah yaitu
1. Adanya kecemasan yang menetap dan nyata secara berlebihan atau tidak masuk
akal terhadap suatu objek spesifik atau situasi. Misalnya cemas terhadap
ketinggian, hewan, jarum suntik, darah dan sebagainya.
2. Ketika mendapat stimulus fobik selalu merasa cemas mendadak yang membuat
panik terhadap objek atau situasi yang berkaitan.
3. Orang tersebut mengakui bahwa rasa takut yang dialaminya berlebihan atau tidak
masuk akal. Pada anak anak kriteria ini mungkin tidak ada.
4. Situasi fobia selalu di hindari atau dirasakan dengan kecemasan dan tekanan hebat
5. Jika berusia kurang 18 tahun maka durasinya minimal 6 bulan
6. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan tekanan atau gangguan
signifikan secara sosial dalam bidang fungsi penting lainnya. Misalnya dalam
pekerjaan, pendidikann atau aktifitas sosialnya.
Kecemasan, rasa panik, penghindaran objek atau situasi spesifik tidak dapat di
kategorikan pada gangguan mental lainnya, seperti Obessive-compulsive Disorder,
Posttraumatic Stress Disorder, kecemasan perpisahan, fobia sosial, panik dengan
agoraphobia atau agoraphobia tanpa riwayat panik.

2
II. Kasus/latar belakang kasus
Dari wawancara yang telah dilakukan terhadap klien diketahui bahwa klien
mengalami fobia terhdap monyet. Kejadian ini bermula pada saat klien duduk di kelas 4
SD pada usia 9 tahun pada waktu itu tetangga klien memelihara hewan tersebut. Pada
saat klien hendak pergi ke kebun membawakn bekal untuk ayahnya tidak disangka
monyet tersebut berada di salah satu pohon, karna klien tidak mdengetahuinya sehingga
klien kurang wspada, tiba tiba saat klien sedang berjalan monyet tersebut langsung
mendekap klien dengan erat.
Klien menuturkan bahwa saat itu dia antara sadar dan tidak sadar lantaran berusaha
menyelamatkan diri dari monyet tersebut. Suasana kejadian pada saat itu sepi karna klien
berada di kebun, saat ayahnya tiba di tempat kejadiaan klien sudah dalam kondisi penuh
darah, baju robek robek, gigi dari monyet tersebut ke tinggalan di kepala bagian
belakang, satu kuku di kepala bagian kiri, cakaran di lerher dan di pipi. Dari kejadian
itulah klien mulai mengalami ketakutan sehingga setiap melihat monyet langsung
keringat dingin, gemetaran, teringat semua yang pernah di alaminya pada saat monyet
tesebut mendekapnya bahkan sampai terbawa mimpi. Bukan hanya itu saja melihat
gambar dari monyet tersebut saja klien sudah merasa bahwa monyet tersebut sedang
mendekapnya.

III. Hasil observasi


1. Penampilan fisik
Subjek merupakan anak perempuan berusia 20 tahun, memiliki tinggi ± 150 cm
dan berat badan ± 50 kg, kulit sawo matang, berperawakan kecil, mengenakan
kerudung, dan berpakaian feminim.
2. Lingkunga fisik
Subjek sekarang tinggal bersama dengan teman-teman kontrakannya, mereka
berjumlah 5 orang. Karena subjek merupakan seorang mahasiswi perantau yang
sekarang sedang menempuh pendidikan S1 nya di Sumbawa. Kontrakan Subjek
berada diantara pemukiman warga lokal lainnya.
3. Ketika wawancara
Subjek awalnya nampak biasa-biasa saja, tidak terlihat bahwa subjek kurang
sehat. ketika kami datang ke kediaman subjek, dia tampak sangat menerima
kedatangan kita dengan baik. Subjek menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami
lontarkan degan sangat terbuka, tidak terlihat bingung. Subjek menceritakan apa yang
dia alami dengan sangat antusias, subjek berkomunikasi dengan baik. Selama
wawancara subjek jarang menyebut nama hewan tersebut dan sering menggantinya
dengan kata “itu”.
4. Lingkungan sosial di kampus
Subjek merupakan mahasisiwi yang tergolong aktif dalam keorganisasian di
kampus dia mengikuti beberapa organisasi mahasiswa di kampus. Dia juga sangat

3
peduli dengan kuliahnya, tergolong mahasisiwa yang rajin. Memiliki banyak teman,
karena kepribadiaannya yang humoris dan pembawaan diri yang ceria.
5. Pola perilaku secara umum
Subjek merupakan orang yang suka bergaul dengan siapa saja. Memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Suka bercanda tawa ria dengan teman-teman. Klien
adalah orang yang cukup terbuka.

IV. Hasil interview


1. Subjek
Subjek menyadari bahwa subjek memiliki kecemasan atau ketakutan berlebih
terhadap monyet semenjak peristiwa traumatis yang dialami subjek saat berumur 9
tahun. Monyet tersebut menerkam subjek dari belakang yang mengakibatkan luka-
luka pada subjek hingga masuk rumah sakit. Subjek sering mengalami mimpi buruk
dan mengingau setiap malam pasca kejadian tersebut. Mimpi buruk tersebut terjadi 2
bulan terus menerus. Mengakibatkan subjek menjadi kurang tidur. Dan beberapa
tahun terakhir ini dia benar-benar memiliki ketakutan terhadap monyet. bahkan
hanya dengan mendengar namanya saja dia sudah menunjukkan gejala seperti,
merinding sekujur tubuh, melihat fotonya apalagi wujud nyata hewan tersebut bisa
mengakibatkan keringat dingin, daa terasa sesak, gemetar, badan terasa lemas.
2. Informan
Informan adalah salah satu teman kontrakan sekaligis teman kuliah subjek.
Menurut informan, subjek adalah anak yang ceria selalu membuat lelucon apabila
sedang bersama. Subjek merupakan orang yang tepat waktu, tidak suka menunda-
nunda mengerjakan tugas kuliah. Informan juga tahu mengenai kecemasan yang
dialami subjek sejak setahun lalu, saat mereka tengah bercerita tentang masa kecil
mereka.

V. Penegakan diagnosis multiaksial


Berdasarkan analisis PPDGJ :

 Aksis I : -F40 Gangguan Anxietas Fobik

-F40.2 Fobia Khas (terisolasi)

-F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh

 Aksis II : Tidak ada (none)

 Aksis III : Tidak ada (none)

4
 Aksis IV : Tidak ada (none)

 Aksis V : GAF = 81

VI. Pembahasan
A. Analisis kasus
1. Kesan Awal
Secara fisik HA (nama samaran) memiliki rupa yang biasa, tidak ada cacat
sedikit pun, anggota fisik yang lengkap, dan memiliki raut wajah ceria. Bentuk
tubuhnya sedang dan memiliki tinggi sekitar 150 cm. Dalam bertindak, HA
berlaku sopan dan bersahabat kepada semua orang. HA murah senyum dan
menerima kedatangan kami dengan baik. Jika dilihat dari pakaian yang ia
kenakan waktu itu, HA terkesan berpakaian rapi dan baik. Penyampaian dan
ekspresi yang di sampaiakan HA sangat terbuka, dia bahkan tidak segan atau
berusaha menutup-nutupi. HA tampak sering tersenyum dan terkesan ramah.
Dia juga berkomunikasi dengan baik
2. Riwayat Kasus
a. Kondisi awal
Menurut hasil wawancara kami dengan HA, kondisi HA saat umur 9
tahun menjadi kurang sehat sejak insiden kecelakaan tersebut. HA
mengalami trauma terhadap hewan dan juga tempat kejadian tersebut.
Bahkan hanya dengan mendengar nama hewan tersebut HA akan
mengalami gemetar dan merinding seluruh badan, begitu pun dengan
melihat fotonya, dan yang lebih parahnya apabila melihat wujud hewan
tersebut HA akan berteriak histeris dan menjauh, badan terasa lemas
keringat dingin, dan dada terasa sesak. HA membayangkan hewan tersebut
akan datang dan menerkamnya seperti saat kejadian di masa lalunya. HA
sering mengalami mimpi buruk dan mengigau tentang insiden tersebut,
bahkan hampir setiap hari. Mimpi buruk ini terjadi secara terus menerus
hampir setiap hari selama kurang lebih 2 bulan, sehingga mengakibtakan
HA kurang tidur dan kualitas tidur yang buruk. Pasca 2 bulan, tidur HA
sudah mulai nyenyak meski harus dengan bantuan obat CTM. Kecemasan
ini berlanjut hingga HA menginjak SMP, tapi gejala mimpi buruk dan
mengigau sudah mulai berkurang menjadi sebulan sekali, tapi tetap akan
mengalami mimpi buruk apabila setelah meihat hewan tersebut. Kemudian
ketika HA menginjak SMK mimpi tersebut sudah tidak lagi rutin terjadi,
namun masih tetap mengalami mimpi setelah melihat hewan tersebut.Dan
hal ini menjadikan HA menghindar untuk mengunjungi kebunnya yaitu
tempat insiden tersebut terjadi. HA juga menghindari tempat-tempat yang

5
sekiranya kemungkinan ada hewan tersebut, seperti pertunjukan topeng
monyet.
b. Diagnosis
Gejala psikologis yang muncul pada subjek seperti gemetar, keringat
dingin, dada terasa sesak, badan lemas, dan mimpi buruk timbul murni
karena kejadian traumatis yang dia alami sehingga subjek takut dan
menghindari hewan (monyet) tersebut. Kecemasan yang dialami subjek
berbatas pada hanya hewan tersebut. Tidak ada gejala waham atau
psikiatrik. Subjek cenderung menghindari mendengarkan nama hewan
tersebut, fotonya apalagi bentuk nyatanya, subjek juga sangat menghindari
tempat-tempat yang kemungkinan ada monyetnya seperti hutan,
perkebunan, pertunjukan topeng monyet. Gejala yang muncul terhadap
subjek sejak umur 9 tahun hingga sekarang subjek berumur 20 tahun, jadi
sekitar 11 tahun.Berdasarkan gejala-gejala dan tanda-tanda yang subjek
alami, kami mendiagnosis bahwa subjek mengalami fobia spesifik terhadap
monyet.

c. Kondisi sekarang
Saat ini, di umur subjek yang telah menginjak 20 tahun, menurut
subjek selama menjadi mahasiswi dia sudah mulai bisa mengatasi
kecemasan tersebut. Menurutnya kecemaasannya sedikit demi sedikit
berkurang. Dulu dia tidak hanya takut dengan wujud nyata tapi bahkan
hanya dengan mendengar nama saja dia takut, sekarang dia sudah bisa
mengatasi kecemasannya ketika mendengar nama hewan tersebut, subjek
mulai terbiasa dan tidak tampak gejala-gejala cemasnya lagi ketika
mendengar namanya.

B. Terapi yang diberikan


Terapi yang menurut kami cocok adalah exposure therapy (terapi
pemaparan). Saat penderita fobia merasa takut, penderita cenderung menghindari
objek yang menimbulkan rasa takut tersebut. Akan tetapi penghindaran akan objek
yang di takuti bukanlah cara menghilangkan rasa takut yang efektif. Tapi dengan
cara menghadapinya secara langsung.
exposure therapy (terapi pemaparan) adalah teknik dalam behavioural therapy
untuk mengobati gangguan kecemasan seperti fobia spesifik, PTSD, agoraphobia.
Teknik ini didasarkan pada prinsip Clasical conditioning Pavlov Terapi ini
melibatkan pemaparan pasien terhadap sumber kecemasan dengan konteks yang
tidak membahayakan. Klien dapat dihdapkan pada teknik exposure therapy yaitu
dihadapkan secara langsung (in vivo) pada hal yang menimbulkan kecemasan atau

6
dengan cara membayangkan (in imagino). Terapi ini dilakukan secara terus menerus
secara efektif dapat mengurangi kecemasan klien. Terapi ini bertujuan untuk
menangani ketakutan dan respon negative yang timbul pada klien. Metode yang
digunakan pada terapi ini diharapkan ketika klien dihadapkan pada situasi yang
ditakutinya maka klien akan menciptakan strategi coping nya sendiri dimana strategi
coping tersebut dapat dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan hal-hal lain
yang menimbulkan kecemasan.
Misalnya berdasarkan riwayat klien kita yang memiliki kecemaan terhadap
monyet, sebelum melakukan exposure therapy dilakukan relaksasi terlebih dahulu
untuk membuat klien tenang, baru kemudian mencari tahu seberapa parah phobia
yang dialami klien dengan mengembangkan daftar situasi berkaitan dengan monyet.
daftar hierarki tersebut misalkan :
o Mendengar kata monyet
o Membayangkan monyet
o Melihat foto monyet
o Menonton vidio yang menampilkan monyet
o Melihat monyet secara langsung dari jarak jauh
o Melihat monyet secara langsung dari arah dekat

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari wawancara dan observasi tentang bahwa si klien memiliki
fobia spesifik, yang di mana fobia spesifik adalah gangguan kecemasan yang ditandai
oleh ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional terhadap objek atau situasi spesifik
seperti terhadap hewan, benda ataupun situasi tertentu.
Namun kondisi klien sekarang dia sudah mulai bisa mengatasi kecemasan
tersebut. Menurutnya kecemaasannya sedikit demi sedikit berkurang. Dulu dia tidak
hanya takut dengan wujud nyata tapi bahkan hanya dengan mendengar nama saja dia
takut, sekarang dia sudah bisa mengatasi kecemasannya ketika mendengar nama hewan
tersebut, subjek mulai terbiasa dan tidak tampak gejala-gejala cemasnya lagi ketika
mendengar namanya.

Anda mungkin juga menyukai