NIM : 180240142
MK : KOMUNIKASI POLITIK
` Siapakah generasi milenial itu? Apakah semua kita mengerti akan sebutan itu, Yang
dewasa ini menjadi topik yang cukup hangat di berbagai kalangan, mulai dari segi
pendidikan, teknologi, politik, maupun moral dan budayanya.
Dalam demokrasi, ada yang namanya kawan dan lawan politik dan ini juga berlaku
untuk para pendukung setiap calon.Sekalipun, dalam politik tidak ada baik kawan maupun
musuh abadi, semua hal tadi bisa terjadi, tergantung permainan waktu dan kepentingan.
Banyak politisi yang semula lawan menjadi kawan politik begitu juga sebaliknya. Dalam hal
ini, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat substansial karena dari persentase jumlah
pemilih, generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam keberlangsungan Pilkada
2020 ini.
Namun, sampai saat ini juga belum ada nuansa khusus yang dibawa oleh politisi
generasi milenial. Mungkin nuansa khususnya terletak pada upaya-upaya marketing politik,
tetapi pada aspek politik kebijakan masih kurang. Milenial yang sering mengkritik generasi
sebelumnya sebagai generasi yang cerewet, korup dan tak efektif, ternyata belum mampu
mewarnai politik Indonesia dengan nuansa yang baru.
Ini bisa dimaklumi karena memang secara relasi kekuasaan, generasi milenial belum
menguasai politik Indonesia. Partai-partai politik kita masih sangat dikuasai oleh politisi
senior. Bukan hanya senior dari aspek fisik, tetapi juga senior dari aspek pemikiran.Untuk
konteks partai politik, mungkin Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tampak berusaha
menampilkan kemudaan itu. Namun, citra itu lebih pada citra fisik daripada citra pemikiran.
Belum terlihat kerangka besar dari gebrakan yang ingin dilakukan oleh PSI. Partai-
partai lain juga belum mempunyai satu nuansa khusus dalam bidang ini meskipun kampanye-
kampanye yang menampilkan citra kemudaan sangat terasa.
Banyak yang kagum dengan langkah berani yang dilakukan oleh Perdana Menteri
Malaysia yang baru terpilih beberapa bulan lalu, Mahathir Muhammad. Perdana menteri
tertua yang pernah dimiliki oleh Malaysia ini dengan berani mengangkat beberapa menteri
yang berusia sangat muda. Meskipun belum untuk semua kementerian, tapi terlihat sekali
bahwa Mahathir Muhammad hendak “meremajakan” Malaysia.
Pemerintah Malaysia ingin agar ada rejuvenasi pemikiran dan metode kepemimpinan;
dan tentu ada juga upaya agar ada “pemotongan generasi” agar regenerasi bisa berlangsung
lebih cepat daripada yang seharusnya. Ini karena generasi tua dianggap sebagai generasi kuno
yang tidak bisa diharapkan untuk mendorong kemajuan Malaysia
Rejuvenasi ini penting, mengingat Malaysia sadar bahwa era baru yang terkoneksi
dan sangat cepat ini memerlukan antisipasi yang juga cepat dan tepat sesuai zamannya.
Generasi-generasi senior mempunyai nilai yang berbeda, biasanya nilai keteraturan dan
kestabilan. Sementara zaman baru dipenuhi oleh ketidakpastian, turbulensi, dan perubahan
yang sangat cepat. Orang-orang muda yang berada pada kepemimpinan yang “tua” bisa
mengalami keputusasaan terhadap kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh generasi tua
yang tidak memahami perubahan zaman ini.
Pada akhirnya, konsekuensi manapun dari dua pilihan itu akan berdampak tidak baik
bagi suatu negara. Oleh karena itu, yang muda harus diberikan ruang dalam sistem
pemerintahan yang makin termakan oleh waktu dan zaman.
Inilah saat yang baik bagi generasi muda Malaysia untuk membuktikan diri. Mahathir
tua memang berjiwa muda kita memang harus menempuh jalur yang lain untuk mewarnai
politik dan pemerintahan. Generasi yang lebih senior di Indonesia masih terlalu kuat. Namun
desakan dari generasi muda juga semakin diperhitungkan. Mudah-mudahan terjadi alih
generasi yang baik di Indonesia.
Bagi pemilih milenial, tentu ini saat yang baik untuk ikut mendorong alih generasi itu.
Menghadapi Pemilu , milenial seharusnya mulai menyeleksi siapa yang akan mereka pilih.
Idealnya, mereka bisa memilih wakil yang juga milenial, bukan hanya dari sisi fisik tetapi
juga pemikirannya.