Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Proses praktikum secara in vivo menggunakan mencit sebagai hewan percobaan.


Penggunaan mencit dimaksudkan untuk uji praklinik, dimana uji praklinik adalah suatu uji yang
dilakukan pada hewan coba dengan tujuan untuk menentukan keamanan dan khasiat suatu bahan
uji secara ilmiah sebelum dilakukan uji klinik (Meles, 2010). Mencit banyak digunakan sebagai
hewan uji, karena mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari iklim
dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup terus menerus didalam kendang dengan temperature
ruangan antara 22±3 ͦ C dengan kelembaban relative 30-70% (Malole dan Pramono, 1989).
Adaptasi hewan dengan menggunakan mecit dilakukan agar hewan labortorium yang akan
digunakan bebas dari penyakit sehingga penelitian yang dilakukan mendapatkan data yang valid.
Proses adaptasi hewan ini meliputi pemeriksaan kondisi mencit yang mencakup berat badan, warna
urin, dan pH urin serta pemeriksaan kendang mencit (Tolistiawaty et al., 2014). Mencit yang
digunakan adalah mencit jantan. Perlakuan yang dilakukan terhadap hewan coba yaitu dengan
mengetahui bobot mencit. Penandaan mencit dilakukan sebelum melakukan penimbangan.
Penandaan dilakukan dengan menggunakan cat kuku pada ekor mencit dengan dasar penandaan
pada BPOM. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah dalam pencatatan bobot mencit dan
meminimalisir terjadinya kesalahan. Penimbangan dilakukan pada mencit satu persatu pada
timbangan. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara bobot mencit yang
digunakan dengan syarat bobot minimum mencit sebagai hewan coba. Cara ideal memegang
mencit yaitu dengan memegang bagian tengah ekor mencit dengan tangan kanan. Mencit dibuat
dalam keadaan tenang dan kemudian dimasukan kedalam sebuah wadah diatas timbangan.
Nilai bobot masing-masing mencit tidak boleh terlalu jauh berbeda. Apabila dalam
penimbangan ke-enam mencit terdapat rentang perbedaan bobot yang jauh maka dilakukan
penukaran mencit dan dicari mencit dengan bobot yang sesuai. Berdasarkan hasil penimbangan,
diperoleh bobot mencit sebesar 12,422 gram; 15,838 gram; 13,814 gram; 12,124 gram; 12,285
gram; dan 15,284 gram. Pada praktikum ini, digunakan enam ekor mencit dengan variasi bobot
yang tidak terlalu jauh, yaitu mencit no 3,4,5,6,7 dan 8. Menggunakan 6 buah mencit ini akan
diperoleh bobot mencit yang bervariasi dan sesuai untuk dijadikan sebagai hewan coba yaitu
dengan bobot berkisar antara 15 gram sampai dengan 25 gram (BPOM RI, 2014). Dilakukan
perhitungan Simpangan Baku Residual dan didapatkan hasil sebesar 19,343%, hal ini menandakan
bahwa nilai variasi bobot keenam mencit telah memenuhi standar BPOM yaitu variasi tidak lebih
dari 20%, sehingga keenam hewan uji dapat digunakan untuk penelitian.

Mencit yang telah ditimbang bobotnya dilakukan penandaan pada mencit pertama hingga
ke-enam dengan penanda yang lebih permanent. Penandaan dilakukan untuk membedakan antara
hewan yang satu dengan yang lainya. Penandaan hewan coba berupa mencit dilakukan dengan
cara menggoreskan zat warna (cat kuku) pada permukaan tubuh mencit. Mencit pertama ditandai
pada bagian kepala, mencit kedua ditandai pada bagian punggung, mencit ketiga ditandai pada
bagian ekor, mencit keempat ditandai pada bagian kepala dan punggung, mencit kelima ditandai
pada bagian kepala dan punggung, serta mencit keenam ditandai pada bagian punggung dan ekor
(BPOM, 2014). Pengamatan pada hewan mencit dilakukan dengan mengukur kesadaran dan
aktivitas keenam mencit pada lingkungan (kandang) barunya seperti di bagian bawah kandang,
memanjat tutup kandang (moving), menjilati bagian tubuh (grooming), meringkuk tanpa
melakukan aktivitas (resting), berdiri untuk mengamati lingkungannya (exploration), minum
(drinking), beraktivitas dengan mencit lainnya yang berada dalam satu kandang (social), makan
(feeding) maupun mencari makanan (foraging). (Schellinck et al., 2010).
Hasil bobot menandakan bahwa mencit yang akan diujikan belum memenuhi bobot standar
BPOM, sehingga perlu dilakukan pemeliharaan selama 1 minggu untuk mendapatkan bobot ideal
mencit. Pemeliharaan mencit ini meliputi, pemberian makan dan minum, membersihkan kotoran
kandang dan mengganti sekam,dan membersihkan tempat makan dan minum.Kandang mencit
dibuat dari wadah bak plastik dengan berisikan sekam. Sekam digunakan agar kandang mencit
tidak basah akibat urin mencit serta sebagai penghangat dan pada bagian atas kandang ditutup
dengan kawat jaring yang bermanfaat sebagai ventilasi. Di dalam kandang dilengkapi makanan
serta tempat minum. Mencit diletakkan pada sebuah kendang dengan tinggi 12,7 cm disesuaikan
dengan ukuran minimal kandang untuk hewan coba mencit yaitu luas 77,4 cm 2 dengan tinggi
kandang sebesar 12,7 cm (BPOM RI, 2014). Makanan yang diberikan pada mencit adalah
konsentrat ayam 511.Tempat minum mencit digunakan botol yang dapat mengeluarkan air jika
mencit menjilat ujungnya. Tempat minum yang berbentuk mangkuk tidak dianjurkan karena bisa
tumpah dan membasahi kandang. Minuman yang diberikan yaitu air mineral.
Setelah satu minggu pemeliharaan, dilakukan penimbangan kembali mencit untuk
mengetahui penambahan atau pengurangan bobot mencit. Bobot mencit bertambah menandakan
proses pemeliharaan dilakukan dengan benar sedangkan bila bobot mencit berkurang dapat terjadi
karena mencit stress selama pemeliharaan. Data keenam bobot mencit setelah satu minggu
pemeliharaan dari mencit no 3 sampai 6 berturut-turut adalah 18,071 g; 20,428 g; 17,761 g; 18,101;
19,930; 20,119 g. Hal ini menandakan perawatan mencit sudah dilakukan dengan benar dan mencit
sudah memenuhi bobot ideal sesuai BPOM. Setelah dilakukan penimbangan ulang mencit,
dilakukan pemeriksaan warna dan pH urin dari keenam mencit pada kendang perlakuan. Fungsi
penggunaan kandang perlakuan adalah untuk mempermudah pengamatan dan mendapatkan urin
mencit. Pengukuran urin dilakukan untuk mengetahui kesehatan mencit atas pemeliharaan selama
satu minggu, meliputi pemberian makan dan minum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pass
dan Freeth (1993), pH urin mencit yang sehat berkisar 7,5-8,5. pH urin diluar rentang tersebut
menandakan bahwa mencit belum mendapatkan makanan dan minuman yang memadai selama
satu minggu pemeliharaan. Pengecekan urin dilakukan sebanyak dua kali selama 1 x 24 jam. Pada
pengecekan pertama diperoleh hasil pH urin mencit no. 3 sampai 8 berturut – turut adalah 7,7,6,6,6,
dan 6 dengan volume 0,1 mL, 0,15 mL, 0,2 mL, 0,005 mL, 0,04 mL, dan 0,12 mL. Pada
pengecekan kedua didapatkan hasil bahwa pH urin mencit no 3 sampai 8 berturut-turut adalah
8,8,9,6,7, dan 7 dengan volume 0,15 mL, 0,67 mL, 0,1 mL, 0,15 mL, 0,1 mL, dan 0,15 mL. Hal
ini menandakan mencit yang dipelahara telah memenuhi syarat selama satu minggu pemeliharaan
dengan derajat keasaman yang masih tergolong normal dan dapat diindakisakan bahwa keenam
mencit sedang dalam keadaan sehat. Nilai pH urin hasil pengukuran cenderung basa dapat
disebabkan urin menjadi bersifat lebih alkali karena urea berubah menjadi amonia dan kehilangan
CO (Bistani dkk., 2007). Selain itu, urin yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa
jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri (Wilmar, 2000).
Setelah satu minggu, dilakukan pengujian antiinflamasi pada mencit yang telah
diadaptasi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi gel ekstrak bulung boni
berbagai konsentrasi. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan mengukur
volume air yang tumpah ketika telapak kaki mencit dicelupkan. Hal ini sesuai dengan hokum
Archimedes, dimana hukum ini berbunyi bahwa benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan
memberi gaya atau tekanan ke atas sebesar volume yang dipindahkan (Arfan and Wijayahadi,
2016). Metode ini sejatinya menggunakan alat yaitu plethysmometer, namun karena alat yang
digunakan rusak, sehingga pengujian dilakukan dengan plethysmometer sederhana yaitu
menggunakan cawan dan botol vial 10 mL. Induksi radang dilakukan secara kimia dengan
menggunakan larutan karagenan 1% b/v yang disuntikkan 0,1 mL secara intraplanar pada telapak
kaki mencit. Kelompok perlakuan yang digunakan pada praktikum ini adalah empat jenis, yakni
kelompok uji dengan sediaan gel bulung boni 1%; 1,25%; dan 1,5%, kelompok kontrol positif
dengan obat gel voltaren yang mengandung Na Diklofenak, kontrol negative dengan pemberian
basis gel, dan kelompok kontrol normal tanpa perlakuan. Kontrol positif digunakan untuk
menjamin metode yang digunakan sudah benar atau belum mengingat pada kontrol positif
diberikan sediaan obat yang telah diuji efek farmakologinya, sedangkan kontrol negative bertujuan
untuk alat kontrol yang tidak memberikan efek apapun karena pada kontrol negative tidak
mengandung zat aktif.
Pembentukan radang oleh karagenan menghasilkan peradangan akut dan tidak
menyebabkan kerusakan jaringan, meskipun radang dapat bertahan 6 jam dan berangsur berkurang
setelah 24 jam. Pada praktikum dilakukan pengamatan pada interval waktu 30 menit dan hingga
120 menit mengingat adanya keterbatasan waktu. Sebelum dilakukan pengujian antiinflamasi,
dilakukan perhitungan nilai RSD pada volume air tumpah pada kelompok uji, kelompok kontrol
positif, dan kelompok kontrol negative. Penghitungan nilai RSD ini dilakukan untuk menunjukkan
tingkat keseragaman hasil objek yang diuji, dan menurut Harmita (2004), pada metode yang sangat
kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%. Hal ini menandakan bahwa dari segi
presisi telah dapat diterima karena nilai RSD didapat lebih dari 2%.
Selanjutnya dilakukan pengukuran %antiinflamasi dan hasil pengamatan dapat dilihat
dalam kurva di bawah

Grafik Hubungan %Antiinflamasi Terhadap Waktu


500

400
% Antiinflamasi

300

200

100

0
30 60 90 120
Waktu

Gel 1% Gel 1,25% Gel 1,5% Positif

Grafik 1. Hubungan antara %antiinflamasi terhadap waktu


Berdasarkan grafik diatas, data %antiinflamasi pada uji gel manggis 1% dan 1,25%
terlampau sangat tinggi. Hal ini menandakan bahwa data tidak valid yang dapat diakibatkan oleh
kesalahan praktikan dalam mengukur volume air dan kesalahan pada alat yang digunakan tidak
sesuai. Pada kontrol positif dan gel bulung boni 1,5% peningkatan maksimal %antiinflamasi
terjadi pada menit ke-60 dan mulai menurun setelah 60 menit. Peningkatan ini disebabkan karena
pembentukan udem sudah memasuki fase ketiga dimana terjadi pelepasan prostaglandin yang
menyebabkan terbentuknya udem secara maksimal (Saputri dan Zahara, 2016). Pola grafik
hubungan %antiinflamasi terhadap waktu kontrol positif dengan gel konsentrasi 1,5% hampir
sama, hal ini menandakan bahwa konsentrasi gel bulung boni konsentrasi 1,5% efektif sebagai
agen antiinflamasi.
Gel ekstrak bulung boni (Caulerpa sp.) digunakan pada praktikum ini karena bulung
boni (Indonesia: Anggur Laut) mengandung alkaloid bisindole yang dapat memberikan aktivitas
antiinflamasi (Ridhowati and Asnani, 2016). Alkaloid bisindole dapat berperan sebagai agen
antiinflamasi dengan mekanisme menekan antigen dan proliferasi limfosit yang diinduksi mitogen,
sitotoksisitas sel Natural Killer, pelepasan histamin oleh sel mast, dan menghambat pembentukan
prostaglandin dan leukotriene oleh monosit manusia dan neutrofil (Barbosa-Filho et al., 2006).
KESIMPULAN
6.1.1. Prinsip etika penelitian terhadap hewan coba meliputi respect, beneficiary, dan justice.
Kondisi awal mencit yang diperuntukan adalah mencit yang aktif bergerak dengan bobot
mencit yang digunakan harus memiliki nilai bobot berdekatan, dimana pada praktikum
didapatkan nilai RSD bobot keenam mencit adalah 19,343% , sehingga telah menmenuhi
standar BPOM untuk nilai RSD bobot mencit.
6.1.2 Adaptasi hewan coba dilakukan dengan membuat tempat pemeliharaan hewan uji yang
dikondisikan sebaik mungkin dan memenuhi persyaratan suhu ruangan yang memenuhi, yakni 22
± 30C, kelembapan relatif 30% - 70% dan penerangan 12 jam (12 jam setelahnya harus dalam
keadaan gelap. Cara adaptasi hewan dilakukan dengan dua tahapan, dimana tahapan pertama
dilakukan penimbangan dan penandaan mencit, dan tahap dua dilakukan pemeriksaan volume,
warna, dan pH urin setelah satu minggu pemeliharaan
6.1.3. Gel Bulung Boni (Caulerpa sp.) memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi ditinjau dari
pengukuran volume udem yang terbentuk dan dari persentase penghambatan yang dihitung dan
konsentrasi gel yang efektif adalah konsentrasi 1,5% karena memiliki kemiripan %antiinflamasi
dengan kontrol positif.
SARAN
Praktikan diharapkan agar memperhatikan kandang, pemberian nutrisi, dan keadaan
mencit setiap hari. Dimana perkembangan fisiologis dan reproduksi mencit berawal dari awal
perlakuan. Hal ini bertujuan agar mencit tidak mengalami gangguan mental atau stress, sehingga
mencit selalu dalam keadaan sehat dan siap untuk dilakukan uji lanjutan Praktikan juga bekerja
secara lebih teliti mengingat pada praktikum digunakan instrumentasi sehingga ketelitian
praktikan akan mempengaruhi hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Arfan, P.V.P., and N. Wijayahadi. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Produk X Sebagai
Antiinflamasi Pada Tikus Jantan Galur Wistar. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 5(4): 1444-
1450.

Barbosa-Filho, J.M., M.R. Piuvezam, and M.D. Moura. 2006. Antiinflamatory Activity of
Alkaloid: A Twenty-Century Review. Brazilian Journal of Pharmacognosy. 16(1): 109-139.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 1(3): 117-135.

Ridhowati, S., and Asnani. 2016. Potensi Anggur Laut Kelompok Caulerpa racemose Sebagai
Kandidat Sumber Pangan Fungsional Indonesia. Oseana. 41(4): 50-62.

Saputri, F.C., and R. Zahara. 2016. Uji Antiinflamasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum
americanum L.) pada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Karagenan. Pharmacy Sciences. 3(3):
107-119.

Anda mungkin juga menyukai