Anda di halaman 1dari 22

DASAR HUKUM DAN PERATURAN KESELAMATAN DAN

KERSEHATAN KERJA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan kerja

Oleh:

Nama: Siti Farha Almahdaly

PROGRAM STUDI TERAPI GIGI

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA GORONTALO

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang


telah memberikan kita nikmat,rahmat,hidayah dan inayahnya sehingga penulis
dapat mnyusun makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
Kuliah keselamatan kerja oleh dosen pengampuh mata kuliah.

Makalah ini memuat dasar hukum dan peraturan keselamatan kesehatan


kerja yang inshaallah dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui undang-
undang no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, dan ketetapan-ketetapan
tentang perlindungan dikesahatan pada pekerja.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, oleh
karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih atas segala
bantuan dan dukungannya.. semoga segala bantuan dibalas oleh allah dengan
balasan yang setimpal.

Kami menyadari sepenuhnya makalah masih perlu penyempurnaan.


Untuk itu kami mengharapkan masukan dan kritikan dari semua pihak yang
sempat mmbaca demi penyempurnaan makalah ini

Gorontalo, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3

A. Undang-undang No.1 (1970) .............................................. 3


B. Ketetapan-ketetapan tentang perlindungan
dikesehatan pada pekerja.................................................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................... 18

A. Kesimpulan ........................................................................ 18
B. Saran ................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di


Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005
Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura,
Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena
mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas
kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan
peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya
harus bersifat manusiawi atau bermartabat.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan


pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi
penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang terkandung dalam UU no. 1 tahun 1970?


2. Bagaimana ketetapan-ketetapan tentang perlindungan kesehatan
pada pekerja?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kandungan UU No. 1 tahun 1970.


2. Untuk mengetahui apa ketetapan-ketetapan tentang perlindungan
kesehatan pada pekerja.

D. Manfaat

Sebagai gambaran pentingnya untuk mengetahui dan memahami UU


No.1 1970 beserta ketetapan-ketetapan tentang perlindungan kesehatan
pada pekerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Undang-undang No. 1 Tahun 1970

Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja


diundangkan pada tahun 1970 dan mengganti veiligheids reglement (VR)
Stbl. No. 406 yang berlaku sejak tahun 1910. VR yang berlaku mulai 1910
dan mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berat,
dan perlu diperbaiki sesuai dengan perkembangan peraturan
perlindungan industrialisasi di indonesia dewasa ini dan seterusnya.
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang
serba pelik banyak dipakai, bahan-bahan teknis baru banyak diolah dan
dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas dimana-
mana. Majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi,
maka dalam kebanyak hal berlangsung pulalah peningkatan intensitas
kerja oprasional tenaga kerja dan para pekerja.hal hal ini memerlukan
pengerahan tenaga kerja secara intensif pula dari para pekerja.
Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan,
dan lain-lain merupakan akibat daripadanya dan menjadi sebab terjadinya
kecelakaan.
Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat,
pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja
yang buruk, kekurangan kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak
adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa
merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja.
Maka dapat dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja yang maju dan tepat. Peraturan yang maju akan dicapai
keamanan yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu
pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas lerja.1

1
Yuliani. E-Learning keselamatan dan kesehatan kerja(Yogyakarta:Deepublish.2014). Hal. 164.

3
2

Penjelasan umum undang-undang keselamatan kerja, bahwa


pengawas berdasarkan VR seluruhnya bersifat represif. Dalam undang-
3
undang keselamatan kerja, terjadi perubahan prinsipil dengan mengubah
sifat tersebut menjadi lebih diarahkan pada sifat preventif. Dalam praktek
dan pengalaman, dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum
perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan,
karena amtlah sukar untuk mengubah atau merombak kembali apa yang
telah dibangun dan terasang didalamnya guna memenuhi syarat-syarat
keselamatan kerja yang bersangkutan. Selain itu, undang-undang ini
merupakan pembaharuan penting dari yang lama mengenai isi, bentuk
dan sistematikannya. Pembaharuan dan perluasannya adalah sebagai
berikut:
1. Perluasan ruang lingkup
2. Perubahan pengawasan represif
3. Perumusan teknis yang lebih tegas
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan pelaksanaan
pengawasan
5. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi
pimpinan perusahaan dan tenaga kerja
6. Tambahan pengaturan mendirikan panitia pembina
keselamatan kerja dan kesehatan kerja
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusa tahunan

Materi yang diatur dalam undang-undang keselamatan kerja meliputi:

1. Peristilahan
Istilah-istilah yang dipakai dalam undang-undang keselamatan kerja
dan pengertiannya meliputi (pasal 1):

2
Ibid, 165.

4
a. Tempat kerja, adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja
bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam pasal-pasal undang-undang
keselamatan kerja. Termasuk tempat kerja adalah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut (ayat 1).
b. Pengurus, ialah orang yang mempunyai tugas memimpin
langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri
(ayat 2).
c. Pengusaha, ialah:
1) Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu menggunakan tempat
kerja.
2) Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
3) Orang atau badan hukum yang diindonesia mewakili orang
atau badan hukum termasuk pada 1, dan 2, jikalau yang
diwakili berkedudukan diluar negri (ayat 3)
d. Direktur, ialah pejabat yang ditunjuk oleh menteri tenaga kerja
(sekarang menteri tenaga kerja dan transmigrasi) untuk
melaksanakan undang-undang keselamatan kerja (ayat 4).
e. Pegawai pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
dapartement tenaga kerja dan transmigrasi yang ditunjuk oleh
menteri tenaga kerja dan transmigrasi (ayat 5)
f. Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar dapartement tenaga kerja dan transmigrasi yang ditunjuk
oleh kedua kementrian untuk mengawasi ditaatinya undang-
undang keselamatan kerja (ayat 6)
2. Ruang lingkup

5
Ruang lingkup undang-undang keselamatan kerja meliputi (pasal 2):4

a. Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja


dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, di
5
permukaan air, didalam air, maupun di udara, yang berada dalam
wilayah kekuasaan hukum republik indonesia (ayat 1).
b. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut diata berlaku dalam
tempat kerja, yang merupakan tempat- tempat:
1) Dibuat, dicoba, atau dipakai atau dipergunakan mesin,
pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran
atau peledakan.
2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan,
diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat
meledak, mudah terbakar, mengigit atau beracun,
menimbulkan infeksi dan bersuhu tinggi.
3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedungatau
bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran atau
terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dilakukan
pekerjaan persiapan.
4) Dilakukan ysaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya,
peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.
5) Dilakukan usaha pertambangan, dan pengolahan emas,
perak, logam atau biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak
atau mineral lainnya, baik dipermukaan atau didalam bumi,
maupun didasar perairan.

Ibid, 166.

5
Ibid, 167

6
6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik
didaratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air
maupun di udara.
7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan kapal, perahu,
dermaga, dog, stasiun atau gudang.
8) Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan
tanah atau perairan.
9) Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang
tinggi atau rendah.
10) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun
tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau
terperosok, hanyut atau terpelanting.
11) Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.
12) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran,
api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara atau getaran.
13) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau
limbah.
14) Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio,
radar, televisi atau telepon.
15) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan
atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis.
16) Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan dibagi-bagikan
atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
17) Diputar film, dipertunjukan sandiwara atau diselanggarakan
rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik (ayat 2).
c. Peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja,
ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya dapat
membahayakan keselamatan yang bekerja dan atau yang berada
ruangan atau lapangan itu dan dapat di ubah perincian tersebut
dalam ayat 2 (ayat 3).
3. Pembinaan
Pembinaan diatur oleh undang-undang No. 1 tahun 1970, yaitu:

7
a. Pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang:6

1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang timbul dalam


tempat kerja.
2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerjanya.
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan.
4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
b. Pengurus hanya dapat mengerjakan tenaga kerja yang
bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah
memahami syarat-syarat tersebut di atas.
c. Pengurus diwajibkan menyelanggarakan pembinaan bagi semua
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
d. Pengurus diwajibkan memenuhi dan menaati semua syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat
kerja yang dijalankannya (pasal 9).
4. Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja
Pasal 10 undang-undang keselamatan kerja mengatur panitia
keselamatan dan kesehatan kerja:
a. Menteri tenaga kerja (sekarang menteri tenaga kerja dan
transmigrasi) berwenang membentuk panitia pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja guna memperkembangkan
kerjasama, saling pengertian dan partisipasin efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat
kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang

Ibid, 168.

8
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi (pasal 10 ayat 1)7
b. Susunan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, tugas
dan lainnya ditetapkan oleh menteri tenaga kerja (sekarang
menteri tenaga kerja dan koperasi (pasal 1,ayat 2).
5. Pelaporan kecelakaan
Menurut undang-undang keselamatan kerja, kecelakaan yang terjadi
harus dilaporkan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi
dalam tempat kerja yang dimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk
oleh menteri tenaga kerja (sekarang menteri tenaga kerja dan
transmigrasi) (pasal 11, ayat 1).
b. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai
termaksud dalam ayat 1 diatur dengan peraturan perundangan.
6. Kewajiban dan hak tenaga kerja
Undang-undang keselamatan kerja mengatur kewajiban dan hak
tenaga kerja. Pasal 12 undang-undang tersebut berbunyi sebagai
berikut, dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau
hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai,
pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.
b. Memakai palat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
d. Meminta pada pengurus agar dillaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggungjawabkan (pasal 12).
7. Kewajiban bila memasuki tempat kerja8

7
Ibid, 170

9
Tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja, pasal 13 undang-
undang keselamatan kerja menyatakan, bahwa barang siapa akan
memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
9
keselamatan kerja dan memakai alat-alat pelindung diri yang
diwajibkan.
8. Kewajiban pengurus
Adapaun kewajiban pengurus diatur dalam pasal 14, menyatakan,
bahwa pengurus diwajibkan:
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dimpinnya
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, selesai undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku
bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat kerja yang
mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara Cuma-Cuma, semua alat perlindungan diri
yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diberikan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja.
9. Ketentuan-ketentuan penutup
Sebagaimana ketentuan-ketentuan penutup undang-undang
keselamatan kerja terdapat peaturan-peraturan mengenai ancaman

8
Ibid, 172.
Ibid, 174.

10
hukum, tempat-tempat kerja yang telah ada, peraturan peralatan,
sebagainya. Peraturan-peraturan demikian adalah:
a. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur
lebih lanjut dengan peraturan perundangan (pasal 15 ayat 1).
b. Peraturan perundangan tersebut pada pasal 15 ayat 1 dapat
memberikan ancaman pidana atau pelanggaran peraturan dengan
hukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (pasal 15, ayat 2).
c. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran (pasal 15, ayat 3).
d. Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang
sudah ada pada waktu undang0undang ini mulai berlaku wajib
mengusahakan di dalam satu tahun sesudah undang-undang ini
mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau
berdasarkan undang-undang ini (pasal 16).
e. Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan
dalam undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan
dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-
undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini (pasal 17).

B. Ketetapan-ketetapan tentang perlindungan dikesehatan pada pekerja


Karena sifatnya yang hendak mengadakan “pembatasan”, maka
ketentuan-ketentuan perlindungan sosial dalam UU No. 13 tahun 2003,
BAB X pasal 68 dan seterusnyavitu bersifat “memaksa”, bukan mengatur.
Sifat memkasanya itu dapat dilihat dari adanya kata-kata “dilarang” ,
“tidak boleh”,”harus” atau “wajib” yang selalu ada dan tertulis menonjol
dalam Uu No. 13 tahun 2003 tersebut. Akibat adanya sifat memaksa
dalam ketentuan perlindungan sosial UU no. 13 tahun 2003 ini, maka
pembentuk undang-undang memandang perlu menjelaskan bahwa
ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan
“hukum umum” dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan karena:10

10
Asyhadie, Zaeni. Hukum Ketenagakerjaan dalam Teori dan Praktik di
Indonesia.(jakarta:Prenada Media.2019). hal. 128.

11
a. Aturan-aturan yang termuat didalamnya bukan termasuk melindungi
kepentingan sendiri saja, melainkan bersifat aturan masyarakat.
b. Pekerja/buruh indonesia umunya belum mempunyai pengertian atau
kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.11
Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga
pekerja/buruh dari kejadian atau keadaan hubungan kerja yang
merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh
melakukan pekerjaannya.

1. Riwayat kesehatan kerja


Kesehatan kerja perama kali di atur
a. Maatregelen ter beperking van de kindeearrbied en de
nachtarbeid van de vroewen, yang biasanya disingkat
“Maatregelen”, yaitu peraturan tentang pembatasan pekerjaan
anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan
ordonantie no. 647 tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 maret
1926.
b. Bepalingen betreffende de arbeit van kinderen en jeugdige
persoonen ann boord van scepen, bisanya disingkat
“Bepalingen betreffende”, yaitu peraturan tentang pekerjaan
anak dan orang muda dikapal, yang diberlakukan dengan
ordonantie no. 87 tahun 1926, mulai berlaku tanggal 1 mei
1926.

Kedua peraturan diatas sebagaimana namanya membatasi


pekerjaan anak dan wanita, dan mengatur tentang pekerjaan
anak dan orang muda di kapal, yang merupakan peraturan

11
Ibid, 129.

12
tindak lanjut dari beberapa konvensi ILO yang telah di ratifikasi
oleh pemerintah hindia-belanda. Konvensi-konvensi itu adalah:
a. Konvensi no. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam
hari, diratifikasi dengan Stb. No. 461 tahun 1923.
b. Konvensi no. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk
dapat bekerja diperusahaan perindustrian, diratifikasi
dengan Stb. No. 515 tahun 1928.
c. Konvensi no. 7 tentang usia terendah bagi anak untuk
dapat bekerja di kapal, diratifikasi dengan Stb. No. 409
tahun 1932.
d. Konvensi no. 15 tentang usia terendah bagi orang
muda untuk dapat bekerja sebagai tukan api dan
tukang batu bara, diratifikasi dengan Stb. No. 409
tahun 1931.

Kesehatan kerja sebagaiman diatur dalam peraturan-


peraturan yang sifatnya tidak menyeluruh, aritnya hanya
berlaku di beberapa tempat dan golongan saja, yang
akhirnya menimbulkan keprulismean hukum.

Setelah indonesia merdeka, maka yang pertama menjadi


perhatian pemerintah, khususnya dalam bidang
ketenagakerjaan adalah masalah kesehatan kerja ini.
Sewaktu berbentuk negara serikat, republik indonesia yang
beribukota yogyakarta pada tanggal 20 april 1948
mengundangkan UU no. 12 tahun 1948 tentang kerja.
Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan UU no 12.
Tahun 1948 diberlakukan keseluruh wilayah negara
kesatuan republik indonesia (NKRI) dengan UU no. 2
tahun 1951 tanggal 1 januari 1951.

13
Undang-undang kerja diatas, sebagaimana dikemukakan
dalam penjelasan umumnya dimaksudkan sebagai 12

undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar


tentang:

a. Pekerjaan anak;
b. Pekerjaan orang muda;
c. Pekerjaan wanita;
d. Waktu kerja, istirahat dan mangaso;
e. Tempat kerja dan perumahan buruh; bag semua
pekerja dengan tidak membeda-bedakan
tempatnya,misalnya di bengkel, dipabrik, dirumah sakit,
diperusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan,
dan lain-lain.

2. Tentang pekerja anak

UU. No. 13 tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan


anak ini sebagai berikut:
1. Bagi anak yang berumur 13 sampai dengan 15 tahun
diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang
tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental
dan sosial. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada
pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan:
a. Izin tertulis dari orang tua/wali;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
sekolah;

12
Ibid, 130.

14
e. Keselamatan dan kesehatan kerja;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.13

2. Anak dapat melakukan pekerjaan ditempat kerja yang


merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam
pelaksanaan pekerjaan;
b. Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat


dan minatnya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar
pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya
muncul pada usianya tersebut tidak terhambat. Untuk itu,
pengusaha yang memperkerjakan anak dalam pekerjaan yang
berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan
untuk memenuhi persyaratan:

a. Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;


b. Waktu kerja paling lama 3 jam sehari; dan
c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

3. Tentang pekerja perempuan


Memperkerjakan perempuan diperusahaan tidaklah semudah
yang dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus

13
Ibid, 131.

15
diperhatikan, mengingat para wanita umumnya bertenaga lemah,
halus tapi tekun. Gunawi kartasa poetra menulis, bahwa:
a. Norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga kerja
wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga 14

kerja lawan jenisnya, terutama kalau diperkerjakan pada


malam hari;
b. Para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang halus yang sesuai dengan
kehalusan sifat dan tenaganya;
c. Para tenaga kerja itu ada yang masih gadis, ada pula yang
sudah bersuami-atau berkeluarga yang dengan sendirinya
yang mempunyai beban-beban rumah tangga yang harus
dikerjakannya pula.

4. Tentang waktu kerja, mangaso dan istirahat (cuti)

Digunakan tiga istilah hanyalah untuk mempermudah pengertian


saja, sebab yang dimaksudkan dengan:
- Waktu kerja adalah waktu efektif dimana pekerja/buruh
hanya melaksanakan pekerjaannya.
- Waktu mangaso adalah waktu antara, yaitu waktu istirhat
bagi pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaan empat jam
berturut-turut yang tidak termasuk waktu kerja.
- Waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu dimana
pekerja/buruh diperbolehkan untuk tidak masuk bekerja
karena alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan untuk
tidak masuk kerja karena alasan-alasan tertentu yang
diperbolehkan oleh undang-undang.

14
Ibid, 134.

16
Disamping ketentuan-ketentuan cuti tersebut diatas, UU No.
13 tahun 2003, dalam pasal 85 menentukan:
1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur
resmi.15

2) Pengusaha dapat memperkerjakan pekerja/buruh untuk


bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat
pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan
secara terus-menerus atau pada keadaan lain
berdasarkan kespakatan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha.
3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada
hari libur resmi wajib membayar upah kerja lembur.
4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
keputusan menteri.16

15
Ibid, 135.

16
Ibid, 139.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan
bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental,
psikologis dan emosional. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah
sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk
mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja,
tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata.
Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan
dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.

B. Saran
Perusahaan dalam hal ini manajer SDM harus merencanakan atau
membuat program yang berkesinambungan mengenai keselamatan kerja
karyawan. Perusahaan hendaknya tidak tinggal diam apabila ditemukan
terjadi kecelakaan pada saat karyawan bekerja. Kecelakaan pada saat
bekerja merupakan resiko yang merupakan bagian dari pekerjaan, untuk
utu perusahaan hendaknya mencegah dalam hal ini melakukan proteksi
atau perlindungan berupa kompensasi yang tidak dalam bentuk imbalan,
baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oleh perusahaan
kepada pekrja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan keharusan
bagi sebuah perushaan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. Rahmawati, Kusuma. 2019. Hukum Ketenagakerjaan


dalam Teori dan Praktik di Indonesia. Prenada Media:Jakarta

Yuliani. 2014. E-Learning keselamatan dan kesehatan kerja.


Deepublish:Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai