Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh :

Fuka Priesley 1840312274

Preseptor :

DR. Dr. Mayyeti, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis


ucapkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu,
sehingga penulis dapat menyelesaikan case report yang berjudul “Infeksi Saluran
Kemih“ sebagai satu kegiatan ilmiah dalam pelaksanaan tahap kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan anak di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada DR. Dr. Mayyeti Sp.A(K) selaku
preseptor yang telah membimbing kami dalam penulisan case report ini. Case report
ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan berbagi ilmu untuk dan oleh dokter
muda sebagai persiapan menjadi dokter umum di layanan primer nantinya. Penulisan
referat ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, Februari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................2


DAFTAR ISI ..........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5
1.3 Tujuan .............................................................................................................5
1.4 Manfaat ...........................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................6
2.1 Definisi ISK ....................................................................................................6
2.2 Etiologi ISK ...................................................................................................6
2.3 Klasifikasi ISK ...............................................................................................6
2.4 Patogenesis ISK .............................................................................................7
2.5 Gejala Klinis ISK ..........................................................................................8
2.6 Diagnosis ISK ...............................................................................................10
2.7 Tatalaksana ISK ..........................................................................................12
BAB 3 LAPORAN KASUS .................................................................................16
BAB 4 DISKUSI ...................................................................................................25
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang
biaknya bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada
anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala
yang berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis
yang sangat bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi
hingga menyebabkan komplikasi gagal ginjal. 1
Angka kejadiannya secara tepat tidak diketahui, karena penyakit tersebut dapat
bersifat asimptomatik dan gejalanya dapat tidak berhubungan dengan saluran kemih.
Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi
14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik,
bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Resiko ISK pada anak sebelum pubertas
3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam
berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.2
Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan gejala demam karena
ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan pada anak selain infeksi
saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna. Diagnosis pasti ISK ditegakkan
berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru diperoleh setelah beberapa hari
kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis ISK sebelum diperoleh hasil
biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara empiris. 1
Antibiotik sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan terhadap ISK tanpa
menunggu hasil biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal atau acute kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka panjang
menyebabkan pembentukan jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit ginjal kronik
stadium akhir.1

4
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan contoh kasus infeksi saluran kemih pada anak

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
contoh kasus infeksi saluran kemih pada anak

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah bertumbuh dan berkembangbiaknya kuman
dan mikroba pada saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. 2

2.2 Etiologi ISK


Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri, virus,
dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri lain
yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus mirabilis, Providencia
stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri
Proteus dan Pseudomonas sering dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan
instrumentasi, dan infeksi nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah
maupun jamur dapat sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais.
Infeksi Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada imunokompromais
dan yang mendapat antimikroba jangka lama. 1

2.3 Klasifikasi ISK


Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak dapat diklasifikasikan menurut gejala
klinis, lokasi infeksi dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala klinis ISK
dikasifikasikan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. ISK asimtomatik adalah
terdapat bakterinuria yang bermakna tanpa disertai dengan klinis. ISK asimtomatik
didiagnosis ketika pasien melakukan general check up. Sedangkan ISK simtomatik
adalah ISK yang memunculkan gejala klinis.2

6
KLASIFIKASI
ISK

BERDASARKAN
BERDASARKAN BERDASARKAN
KELAINAN SAL.
GEJALA KLINIS LOKASI INFEKSI
KEMIH

SIMTOMATIK ISK ATAS SIMPLEKS

ASIMTOMATIK ISK BAWAH KOMPLEKS

Gambar 2.1 Klasifikasi ISK

Berdasarkan lokasi infeksinya ISK dibedakan menjadi ISK atas yaitu infeksi
yang menyerang parenkim ginjal (pielonefritis), dan ISK bawah yaitu infeksi saluran
kemih yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistisis, urethritis) dengan gejala utama
disuria, polasikuria, urgensi. Membedakan antara ISK atas dan ISK bawah adalah
tindakan yang pentik karena komplikasi pada pielonefritis dapat menimbulkan parut
ginjal, yang mana hal tersebut tidak terjadi pada ISK bawah.2
Untuk kepentingan klinik dan tatalaksana ISK dapat deibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks. ISK kompleks adalah ISK yang disertai dengan kelainan
anatomik dan atau fungsional saluran kemih, yang menyebabkan aliran urin statis atau
aliran balik (refluks). Dan yang dimaksud dengan ISK simpleks yaitu ISK tanpa
kelainan anatomis dan fungsional saluran kemih.2

2.4 Patofisiologi ISK


Patogenesis kejadian ISK sangat kompleks karena bergantung pada faktor
penjamu dan faktor organismenya. Timbulnya infeksi pada saluran kemih bergantung
pada faktor predisposisi yang ada diantaranya yaitu adanya obstruksi urin, kelainan
struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama.3

7
Cara penularan infeksi pada anak ISK dapat berlangsung karena proses
hematogen, atau asending dari uretra eksterna ke kandung kemih kemudian ke ginjal.
Pada anak kecil, sumber infeksi ISK yang sering terjadi akibat bakteri dari tinjanya
sendiri yang berjalan secara asending ke saluran kemih. Bakteri uropatogenik tersebut
akan melekat pada sel uroepitel dan mempengaruhi kontraktilitas otot saluran kemih
dan mempengaruhi peristaltiknya. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel akan
meningkatkan virulensi bakteri tersebut.3
Mukosa pada kantong kemih mengandung glikoprotein musin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini menyebabkan bakteri dapat
membentuk kolonisasi dan terjadinya peradangan. Bakteri kandung kemih dapat naik
ke ureter dan ginjal. 3
Infeksi pada kantong kemih berulang dapat menyebabkan perubahan pada
dinding vesika dan inkompetensi katub vesikoureter. Akibatnya rusaknya katub ini urin
dapat refluks ke ureter terutama saat berkemih (kantong kemih berkontraksi),
kemudian menyebabkan ureter melebar dan kerusakan pielum dan parenkim ginjal.3
Apabila infeksi mengenai buli, infeksi tersebut menyababkan iritasi dan spasme
otot vesika urinaria sehingga muncul gejala rasa ingin miksi terus-menerus (urgensi),
miksi berulang (polisakaria), nyeri berkemih (disuria). Mukosa menjadi meradang dan
bila terjadi perdarahan dapat menyebabkan hematuria. 3

2.5 Gejala Klinis ISK


Infeksi saluran kemih memiliki gejala yang bervariasi, gejala yang ditimbulkan
bergantung kepada usia, lokasi infeksi dan intensitas reaksi inflamasi. Penegakan
diagnosis ISK pada anak usia 2-3 tahun sulit karena gejala dan tanda yang dimunculkan
tidak khas. 2,4
Pada neonatus gejala tidak spesifik seperti apati, anoreksia, ikterus atau
kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermua, tidak mau minum, oliguria, iritabel
katau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak terlalu tinggi dan kadang tidak
terdeteksi. Kadang gejala klinis hanya berupa apati atau warna kulis keabu-abuan
(grayish colour).2

8
Bayi sampai usia 1 tahun gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat
badan, gagal tumbuh, napsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus,
dan distensi abdomen. Demam bisa sangat tinggi sampai kejang.2
Pada umur lebih tinggi sampai 4 tahun dapat terjadi demam tinggi disertai
kejang, muntah dan diare sampai menimbulkan dehidrasi. Sedangkan pada anak yang
besar, gejala klinik lebih ringan dan muncul gejala lokal saluran kemih seperti
polakisuria, disuria, urgensi, frekuensi, ngompol, sedangkan gejala sakit perut, sakit
pinggang dan pireksia jarang ditemukan.2
Berikut ini adalah hasil penelitian di RSCM Indonesia mengenai distribusi
gejala klinis ISK pada anak berdasarkan usia4

Tabel 2.1 distribusi gejala klinis ISK pada anak berdasarkan usia

Berdasarka tabel diatas dapat ditarik kesimpulan pada anak ISK akan memunculkan
klinis berupa demam, penurunan napsu makan, diare dan gejala lainnya yang tidak
spesifik. 4

9
2.7 Diagnosis ISK
Gejala klinis ISK bervariasi dan tidak khas terutama pada anak < 2-3 tahun,
sehingga untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya sebagai pendukung diagnostik. Pemeriksaan urin tidak hanya
dilakukan pada anak dengan klinis ISK saja, akan tetapi American Academy of
Paediatric (AAP) merekomendasikan agar klinisi melakukan pemeriksaan urin pada
anak dengan demam yang belum diketahui penyebabnya.5,6
Sampel urin yang diambil bisa dengan teknik non invasif dan dengan Teknik
invasif. Pengambilan sampel urin non invasif seperti mengambil urin porsi tengah
dengan teknik clean catch urine specimen sulit dilakukan oleh anak akan tetapi lebih
direkomendasikan oleh NICE guideline. Sebagai alternatif NICE guideline juga
memperbolehkan pengambilan sampel urin melalui kantong urin. Akan tetapi
pelaporan dari AAP menyatakan bahwa pengambilan sampel melalui kantong urin
mengakibatkan 85% dari hasil kultur urin positif palsu. Sedangkan teknik pengambilan
sampel urin invasive yang dapat dilakukan yaitu pemasangan kateter dan supra pubic
aspiration (SPA). Meskipun sebagian besar guideline internasional menyatakan bahwa
teknik non invasif lebih digemari dalam pengambilan sampel urin pasien suspek ISK,
AAP menyatakan hanya teknik invasive yang dapat mengkonfirmasi diagnosa ISK,
karena tingkat kontaminasi kuman mencapai 26% pada anak usia <24 bulan. AAP juga
menambahkan bahwa teknik invasif menggunakan kateterisasi lebih dianjurkan
daripada SPA. SPA memiliki skor nyeri yang lebih tinggi dan tingkat keberhasilan
yang lebih rendah dibandingkan kateterisasi. 5,6
Sampel urin yang dikumpulkan digunakan untuk pemeriksaan urinalisis dan
kultur urin dalam waktu bersamaan. Sampel yang digunakan untuk kultur urin harus
urin yang diambil dengan teknik kateterisasi atau SPA. Karena hasil kultur tidak dapat
diperoleh dalam 24 jam awal, dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk memprediksi
hasil kurtur dan dapat memulai terapi sebelum hasil kultur keluar. Sampel urin segar
digunakan untuk urinalisis yaitu < 1 jam atau < 4 jam apabila disimpan dalam lemari
pendingin. 5

10
Urinalisis dapat dilakukan dengan dipstick urin dan pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan dipstick urin adalah pemeriksaan cepat untuk mendeteksi keberadaan
nitrit dan leukosit esterase di dalam urin. Keberadaan nitrit mewakili konversi diet
nitrat oleh bakteri gram negatif dan memiliki spesisifitas tinggi (98%) pada ISK.
Keterbatasannya adalah hasil akan negatif apabila ISK disebabkan oleh kuman gram
positif atau kantong kemih sering dikosongkan. Sedangkan pemeriksaan leukosit
esterase memiliki sensitifitas 84% dan spesisifitas 72%. Keunggulannya adalah hasil
pemeriksaan akan negatif apabila dilakukan pemeriksaan pada bakterinuria
asimtomatik (dapat membedakan antara bakterinuria asimtomatik dengan ISK).
Pemeriksaan dipstick tidak dapat dijadikan sebgai standar diagnosis untuk ISK. 5,6
Pemeriksaan mikroskopis pada urinalisis adalah memeriksa kemungkinan
terdapatnya leukosit dan atau bakteri di dalam urin. Leukosit di dalam urin digunakan
sebagai penanda terjadinya proses inflamasi yaitu apabila ditemukan lebih atau sama 5
leukosit per lapangan pandang besar pada urin disentrifugasi.6

Berikut ini adalah tabel AAP mengenai sensitifitas dan spesifisitas urinalisis
Tabel 2.2 Sensitifitas dan Spesifisitas Urinalisis

Idealnya sampel yang digunakan untuk kultur urin harus bebas kontaminasi.
Sampel urin akan dibiak dalam media agar darah dan media McConKey, beberapa
bakteri yang tidak lazim sebagai penyebab ISK tidak dapat tumbuh dalam media
tersebut sehingga membutuhkan media khusus.2
Interpretasi hasil kultur urin bergantung kepada cara pengambilan sampel,
waktu dan keadaan klinik. Pengambilan sampel dengan SPA semua literatur setuju

11
hasil positif apabila ditemukan berapapun jumlah kuman pada media. Namun,
pengambilan sampel dengan kateterisasi atau dengan urin pancar tengah memiliki
kriteria yang berbeda-beda. 2
Menurut pendapat AAP hasil kultur yang bermakna apabila dengan sampel
kateterisasi urin ditemukan 5 x 104 colony per unit (CFU). Dibawah ini merupakan
tabel distribusi perbedaan interpretasi kultur menurut beberapa pedoman internasional:

Tabel 2.3 Interpretasi Hasil Kultur berdasarkan Pedoman Internasional

2.8 Penatalaksanaan ISK


Tujuan penatalaksanaan ISK akut adalah mengeleminasi infeksi akut,
mencegah komplikasi dan mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal. Sehingga
apabila anak dicurigai ISK berikan antibiotik dengan kemungkinan paling sesuai
sebelum hasil hasil kultur keluar. Pemilihan antibiotik dadasarkan kepada kepekaan
kuman yang terdapat dalam literatur. Pada umumnya hasil pengobatan sudah dapat
terlihat pada 48-72 jam setelah pemberian antibiotik. Apabila dalam waktu tersebut,
keadaan belum membaik kemungkinan antibiotik yang diberikan belum sesuai atau
pada anak terjadi ISK kompleks. Maka antibiotik yang digunakan sebelumnya dapat
diganti. 2
Pada umumnya antibiotic per oral dapat diberikan pada anak, namun apabila
anak terlihat “toxic” atau tidak maumpu menerima intake oral, antibiotik parenteral

12
dapat diberikan selama 24-48 jam. Menurut AAP pengobatan antibiotik oral atau
parenteral (yang kemudian diubah menjadi oral) pada ISK diberikan selama 7-14 hari.
Akan tetapi didalam konsensus IDAI disampaikan bahwa ISK simpleks rata-rata
penggunaan antibioti selama 7 hari, namun berdasarkan penitilian pemberian antibiotik
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari) efektifitasnya sama dengan pemberian 7
hari. 2,5

NICE guideline merekomendasikan penatalaksanaan ISK adalah sebagai berikut2 :


1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus dirujuk ke spesialis anak untuk
mendapatkan antibiotik parenteral
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis/ ISK atas :
 Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak
 Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari dengan antibiotic dengan pola
resistensi masih rendah seperti sefalosporin atau co-amoksikav
 Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi antibiotic
parenteral seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari
dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10
hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistisis/ISK bawah :
 Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman dapat diberikan
trimethoprim, sefalosporin atau amoksisilin
 Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri
dan kepekaan obat.

13
Berbagai antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan ISK adalah :
Tabel 2.4 Pilihan antibiotic oral pada ISK2

Tabel 2.4 Pilihan antibiotic parenteral infeksi ISK2

14
Berikut ini adalah kesimpulan penatalaksanaan ISK menurut beberapa guideline
internasional6 :
Tabel 2.5 Penatalaksanaan ISK

15
BAB 3
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : An. B
Tanggal Lahir : 8 Juni 2017
Umur : 1 tahun 7 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Komp Mega Mulia C/1 Kuranji, Padang

2. Anamnesa
Alloanamnesa : Ibu Pasien
Anak laki-laki berusia 1 tahun 7 bulan dibawa orangtua ke IGD RSUP
Dr. M Djamil Padang pada tanggal 24 Januari 2019 dengan

Keluhan Utama :
Demam yang semakin meningkat sejak 10 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Awalnya anak mulai demam 7 hari yang lalu, diukur menggunakan
termometer digital oleh orang tua dirumah 38℃, kemudian diberi obat
Parasetamol yang dibeli sendiri, dengan obat tersebut panas sedikit
turun, namun kembali demam apabila tidak meminum obat.
Demam tinggi 10 jam SMRS, diukur dengan termometer dirumah
40,8℃, demam tidak menggigil, tidak berkeringat, dan anak tidak
kejang.
 Batuk sejak 7 hari yang lalu, batuk berdahak, anak tidak dapat
mengeluarkan dahaknya, pilek (+)
 Penurunan napsu makan semenjak sakit. Biasanya anak makan 3 x 1
porsi dengan lauk dan sayur, semenjak sakit anak tidak dapat

16
menghabiskan porsi makanannya. Penurunan napsu makan semakin
bertembah sejak hari ini, anak hanya makan 1 kali dan tidak mampu
menghabiskan makanannya
Anak masih mendapatkan ASI frekuensi sesuai dengan permintaana
anak
 Anak gelisah dan rewel sejak 10 jam SMRS
 Mual muntah tidak ada
 Sakit tenggorokan dan nyeri menelan tidak diketahui orang tua
 Nyeri kepala tidak diketahui oleh orang tua
 Riwayat perdarahan gusi, mukosa hidung dan saluran cerna tidak ada
 Sesak napas dan kejang tidak ada
 BAB 1 kali sehari, warna kecoklatan, konsistensi biasa
 BAK frekuensi tidak diketahu pasti, anak masih menggunakan pampers
diganti 4x/hari, warna kuning pucat, jumlah biasa, nyeri ketika BAK
tidak diketahui, urgensi berkemih tidak diketahui
 Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak belum pernah dikenal dengan penyakit tertentu, ini adalah serangan
demam anak dengan suhu paling tinggi

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

Riwayat Persalinan
Anak lahir 42-43 minggu dibantu Sp. OG dengan SC ai induksi gagal,
persalinan tidak maju. BL 3400 gram dan PL 49 cm, saat lahir anak langsung menangis
kuat.

Kesan : Normal

17
Riwayat Makan dan Minuman
ASI : 0 bulan – sekarang
Susu Formula : 3 bulan – sekarang
Bubur : 4 bulan – 5 bulan
Nasi tim : 5 bulan – 7 bulan
Makanan biasa : 7 bulan – sekarang
Makan biasa 3 x 1 porsi, dengan lauk daging, ayam, ikan, telur, tempe dan tahu,
anak hanya mau sayur bayam, buah manga

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan anak cukup

Riwayat Imunisasi
Hb 0 0 bulan
BCG 2 bulan
Polio 2,3,4 bulan
DPT Hb Hib 2,3,4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat Perkembangan
Tertawa : 1 bulan
Miring : 2,5 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 13 bulan
Berbicara : 13 bulan

18
Kesan : Riwayat perkembangan dalam batasan normal

Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Rahmon Nizar Suci Ramadhani
Umur 30 tahun 22 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wira Swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp 2.000.000 -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak Ada
diderita

Saudara Kandung : Tidak ada

Riwayat Perumahan dan Tempat Tinggal


Rumah tempat tinggal : Permanen
Sumber air minum : Air PDAM yang direbus
Buang air besar : Di dalam rumah
Pekarangan : Sempit
Sampah : Dibuang ke TPA

Kesan : Higiene dan sanitasi cukup baik

3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum


Keadaan Umum : Sakit sedang Berat Badan : 12,8 kg
Kesadaran : Anak sadar Tinggi Badan : 85 cm
Tekanan Darah : 110/60 mmHg BB/U : p 2 s/d 0

19
Frekuensi Nadi : 112 x/menit TB/U : p 2 s/d 0
Frekuensi Napas : 26 x/menit BB/TB : p 2 s/d 0
Suhu : 41,2 ℃ Status Gizi : Gizi baik
Edema : Tidak ada Anemia : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada Sianosis : Tidak ada
Kulit : Dalam batas normal

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB

Kepala : Bulat, simetris. Normosepal dengan lingkar kepala

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada


Pupil bulat dengan diameter 2mm/2mm Rc +/+

Telinga : Bentuk telinga luar normal. Cairan dari liang telinga tidak ada

Hidung : Deviasi (-) Napas cuping hidung (-)


Perdarahan mukosa hidunh (-)

Tenggorok : Tonsil T2-T2 detritus tidak ada, faring dan tonsil hiperemis

Gigi dan mulut : Mukosa bibir, palatum dan buccal basah, karries tidak ada

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB colli

Thoraks : Normochest
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan

20
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN Vesikuler Rh -/- Wh -/-

Jantung
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba 1 jari medial LMCS RIC 5
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1=S2, mur- mur tidak ada, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel. Nyeri tekan dan lepas tidak ada.
Hepar, lien, ginjal tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) 6x/menit

Punggung : Tidak ditemukan adanya kelainan

Genitalia : A1P1G1, desensus testis, fimosis (+)

Anggota gerak : Teraba hangat, CRT < 2 detik

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah
Hb : 9,5 gr/dL
Leukosit : 9.650/mm3
Trombosit : 409.000/mm3
Hematokrit : 32 %

21
Hitung jenis leukosit : 0/1/1/74/16/8
Kesan : Anemia, neutrofilia relatife

Pemeriksaan Urin
Makroskopik
Warna : Kuning
Kekeruhan : Negatif
BJ : 1.050
pH : 6,0
Mikroskopis
Leukosit : 6-8/ LPB
Eritrosit : 0-1/ LPB
Silinder : Negatif
Kristal : Negatif
Epitel : Epitel gepeng (+)
Kimia
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Kesan : Leukosituria

Pemeriksaan Imunologi dan Serologi


TUBEX TF : 2 (negatif)

5. DAFTAR MASALAH
Demam dengan suhu 41,2 ℃
Batuk berdahak, pilek (+)
Penurunan napsu makan
Tonsil T2-T2, detritus tidak ada, hiperemis

22
Hasil laboratorium : Anemia, neutrofilia relatif, leukositoria

6. DIAGNOSIS KERJA
Infeksi saluran kemih dengan hiperpireksia + Tonsilofaringitis akut

7. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Nutrisi
ML 1200 kkal
ASI/SF OD

Tatalaksana Medikamentosa
Ceftriaxon 2 x 500 mg (IV)
Paracetamol 4 x 1,5 cth (PO)
Ambroxol 3 x ½ cth (PO)

Edukasi
- Usahakan anak tidur dan istirahat agar metabolisme anak turun
- Beri anak banyak minum
- Buka pakaian/ selimut tebal anak agar terjadi perpindahan panas secara
evaporasi dan radiasi
- Kompres dengan air hangat (tepping sponging) untuk melebarkan
pembuluh darah
- Bekali orang tua dengan diazepam per rektal 5 mg, sebagai tatalaksana
kejang apabila terjadi kejang pada anak akibat kenaikan suhu yang
signifikan

8. PROGNOSA
Bonam

23
9. FOLLOW UP
S/ Demam anak sudah mulai turun
Anak masih sulit makan
Anak tampak rewel dan cengeng
Mual muntah kejang tidak ada
BAB dan BAK dalam jumlah, warna dan konsistensi biasa

O/ ku : sakit sedang
Nd : 115x
Nf : 23x
S : 37,9℃
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : Retraksi dinding dada tidak ada, SN vesikuler rh -/- wh -/-
Jantung : S1=S2 mur-mur dan gallop tidak ada
Abd : Nyeri tekan dan lepas tidak ada

A/ Infeksi saluran kemih dengan hiperpireksia (dalam perbaikan)


Tonsilofaringitis akut

P/ Pantau tanda tanda vital (suhu)


ML 1200 kkal + ASI/ SF OD
Ceftriaxon 2 x 500 mg (IV)  Hari 2
Paracetamol 4 x 1,5 cth (PO)
Ambroxol 3 x ½ cth (PO)

24
BAB 4
DISKUSI

Pasien anak laki laki usia 1 tahun 7 bulan datang ke IGD RSUP Dr M Djamil
Padang dengan keluhan utama demam yang semakin meningkat sejak 10 jam SMRS.
Demam merupakan salah satu gejala klinis yang sering terjadi pada anak. Menandakan
terjadinya perubahan set poin pengaturan panas di hipotalamus akibat infeksi atau
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas.
Anak yang datang dengan keluhan demam perlu ditinjau tipe demamnya seperti
apa. Karena, beberapa penyakit tertentu memiliki tipe demam yang khas yang
mengarahkan ke diagnosis. Akan tetapi, pada pasien ini demam sudah terjadi sejak 7
hari yang lalu dengan suhu yang tidak tinggi. Orang tua sudah memberikan obat
penurun panas kepada anak (parasetamol), sehingga sedikit sulit untuk menemukan
pola asli demam. Serangan demam pada anak mencapai suhu 41,2℃, keadaan suhu
tinggi pada anak dapat menimbulkan kerusakan jaringan terutama jaringan otak dan
otot. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, kejang, koma
samoai kelumpuhan. Keadaan ini termasuk kegawatdaruratan anak.
Secara umum demam dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu demam
karena infeksi tanpa tanda lokal, demam karena infeksi disertai tanda lokal, demam
disertai ruam dan demam lama. Demam karena infeksi dengan ditandai tanda lokal
pada pemeriksaan fisik harus ditemukan fokus infeksinya. Pada anak ditemukan
pembesaran tonsil ukuran T2- T2 dengan hiperemis pada tonsil dan faringnya. Dengan
demikian anak dapat didiagnosa dengan tonsilofaringitis akut. Akan tetapi dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya pembesaran KGB regional. Tonsilofaringitis
akut lebih sering disebabkan oleh virus, dan apabila dihubungkan dengan tidak ada
pembesaran KGB regional kecurigaan virus sebagai penyebabnya lebih besar.
Tonsilofaringitis akut akibat virus jarang menimbulkan klinis demam. Apalagi demam
pada anak sudah tergolong hiperpireksia (>40℃)
Demam pada anak sudah berlangsung selama 7 hari. Demam lebih dari 7 hari
sudah dapat dikatakan demam lama. Beberapa kemungkinan pengakit demam lama

25
yaitu Tb, demam tifoid, malaria, demam rematik akun. Akan tetapi untuk Tb anak tidak
kontak dengan pasien Tb, indikator gizi pada anak pun termasuk gizi baik. Pada demam
rematik akut penegakan diagnose sesuai dengan kriteria Jones yang tidak ada satupun
kriterianya terdapat pada pasien ini. Kemungkinan yang paling mungkin adalah demam
tifoid. Untuk mensuspek demam tifoid berdasarkan klinis yaitu apabila ditemukan
demam dan gangguan GIT. Pada anak gejala GIT yang ada hanya anoreksia. Kemudian
dilakukan pemeriksaan serologi TUBEX TF dengan hasil negatif, sehingga kecurigaan
terhadap demam tifoid dapat dihilangkan.
AAP menyatakan bahwa demam pada anak, khususnya pada < 24 bulan mesti
dilakukannya urinalisis untuk memeriksa kemungkinan ISK sebagai penyebab demam.
Hasil urinalisis pada anak didapatkan 6-8 leukosit / LPB. Hasil leukosituria
menandakan terjadinya proses inflamasi pada saluran kemih atau terjadinya infeksi
saluran kemih pada anak. Hasil urinalisis ini sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan kultur. Akan tetapi hasil pemeriksaan kultur tidak dapat keluar dalam
waktu < 24 jam. Injeksi ceftriakson dipilih sebagai terapi akut penatalaksanaan
antibiotik bedasarkan empiris. Antibiotik parenteral dipilih karena pada anak saat ini
sulit untuk makan termasuk minum obat. Keakuratan antibiotic pilihan akan dinilai 48-
72 jam kedepan, apabila klinis membaik antibiotik tersebut dapat dilanjutkan.
Terapi antibiotik empiris tersebut lahir karena adanya pola kecenderungan
kuman. ISK yang terjadi pada anak terutama anak kecil sering terjadi karena kuman e
coli yang bersal dari tinja berjalan asending ke saluran kemih. Dari anamnesis diketahui
bahwa anak menggunakan pampers, kebiasaan tidak langsung menganti pempers
setelah bab dapat menjadi faktor presdisposisi kontaminasi e coli ke saluran kemih.
Selain terapi antibiotik pada anak juga diberikan terapi simtomatik yaitu
ambroxol dan parasetamol sebagai anti tusif dan antipiretik. Ibu diberikan edukasi
untuk melakukan hal-hal yang dapat memindahkan panas secara radiasi atau evaporasi
seperti tidak menggunakan pakaian tebal pada anak dan kompres hangat. Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi akibat evaporasi yang berlebihan anak dianjurkan untuk
minum dan diberi terapi nutrisi berupa makanan lunak, melanjutkan ASI dan susu
formula.

26
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 ISK adalah bertumbuh dan berkembangbiaknya kuman dan mikroba pada
saluran kemih dalam jumlah yang bermakna
 Patogen penyebab ISK yang paling banyak yaitu e coli. Cara penularan E coli
yang paling sering adalah secara asending ke saluran kemih melalui uretra,
vesikaurinaria, ureter kemudian mengenai ginjal
 Gejala klinis ISK pada anak (terutama usia < 24 bulan) tidak khas.
Diperlukannya pemeriksaan urinalisis oleh praktik klinis apabila ditemukannya
pasien anak dengan demam namun penyebab demam belum diketahui pasti
 Penegakan diagnosis ISK dengan urinalisis dan kultur urin
 Penatalaksanaan ISK fase akut adalah memilih antibiotik empiris oral atau
parenteral

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO. Infeksi ginjal dan saluran kemih anak : Manifestasi klinis dan
tatalaksana. Sari Pediatri. 2018 ; 19 (6) : 364-74
2. Pardede SO, d.k.k. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. IDAI UKK
Nefrologi. 2011
3. Rusdidjas, Ramayanti R. Infeksi saluran kemih, dalam Buku Ajar Nefrologi
Anak Edisi 2. IDAI. 2002. 142-63
4. Miesien, Tambunan T, Munasir Z. Profil Klinis Saluran Kemih Pada Anak di
RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2006 : 7 (4) 200-6
5. American Academy of Paediatric. Urinary Tract Infection : Clinical Practice
Guideline For the Diagnosis and Management of the Initial UTI in Febrile
Infant and Children 2 to 24 Months. AAP. 2011
6. Napiera MO, Washilewska A, Kuchar E. Urinary Trcat Infection in Children :
Diagnosis, treathment, imaging – comparison of current guideline. Jurnal of
Paediatric Urology. Elsevier : 2017.

28

Anda mungkin juga menyukai