Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan


paling besar untuk memberikan pelayanan keseahatan khususnya pelayanan/asuhan
keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebtuhan dasar yang
holistik. Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial kultural dan
spiritual yang berespon secara holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada
keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan peleh perawat tidak terlepas dari
aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien.
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha
pencipta. Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup
yang berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan. Distress Spiritual adalah
gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan
hidup melalui hubungan dengan diri,orang lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017)

Distress spiritual merubuan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis
baik fisik maupun emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan
pasien dalam menerima kenyataan yang terjadi. Menurut Pesut (2008), pemahaman yang
lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas, dimana tanpa memperhatikan kebutuhan
spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai. Spiritualitas telah terbukti kompleks
untuk menentukan. Itu hadir diantara penganut dan agnostics (McSherry, 2000),
mengintegrasikan semua dimensi individu (Reed, 1992), yang meliputi lebih dari agama
(Narayanasamy, 2001), melibatkan hubungan interpersonal, dan berkaitan dengan arti
kehidupan, terutama pada saat krisis dan penyakit (Baldacchino, 2006).
Dalam taksonomi I, diagnosis ini diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai
gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh keberadaan seseorang, dan yang
terintegrasi dan melampaui satu sifat biologis dan psikososial. Distress spiritual dapat
dilakukan intervensi yaitu strategi pelaksanaan distress spiritual.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut antara lain:
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penulisan sebagai
berikut antara lain:
1. Untuk dapat mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress
spiritual
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan diatas dapat disimpulkan manfaat sebagai berikut
antara lain:
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
di bidang kesehatan sebagai bahan informasi
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi konsep asuhan
keperawatan jiwa tentang distress spiritual.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Tentang Distress Spiritual

A. Pengertian Distress Spiritual

Distress Spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,orang
lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017). Monod (2012) menyatakan distress spiritual
muncul ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi
penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan marah kepada tuhan. Distress
spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna
tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan
terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam
proses keperawatan (Potter & Perry, 2004).
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, music, seni, buku, alam, ataupun dengan tuhan yang maha esa
(Judith, 2016).
B. Etiologi Distress Spiritual
Penyebab distress spiritual menurut SDKI (2017) antara lain sebagai berikut:
1) Menjelang ajal
2) Kondisi penyakit kronis
3) Kematian orang terdekat
4) Perubahan pola hidup
5) Kesepian
6) Pengasingan diri
7) Pengasingan sosial

3
8) Gangguan sosio-kultural
9) Peningkatan ketergantungan pada orang lain
10) Kejadian hidup yang tidak diharapkan
Adapun penyebab distress spiritual yang lainnya yaitu antara lain sebagai berikut:
1) Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah
kematian, Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa
ditinggalkan oleh Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan
ajaran agama, Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit
dengan keyakinan spiritual(Achir Yani H, 2008)
2) Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman
terhadap integritas(Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3) Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Hirnle,2009
dalam Hendra saputra,2014)
4) Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau
perpisahan dari ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya
kehilangan bagian atau fungsi tubuh; penyakit terminal; penyakit yang
membuat kondisi lemah;nyeri;trauma; dan keguguran atau kelahiran mati.
(Rahayu Winarti,2016)
5) Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan
oleh keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, tranfusi
darah, pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis. (Rahayu
Winarti,2016)
6) Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang
terdekat; keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan (
seperti pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya
makanan atau diet khusus), keyakinan yang ditentang keluarga, teman
sebaya; dan yang berhubungan dengan perpisahan orang yang dicintai.
(Rahayu Winarti,2016)

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :


a Pengkajian Fisik  Abuse

4
b Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
c Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).

1. Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi


kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana
dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting
bagi perkembangan spiritual seseorang.

Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,


pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

2. Faktor Presipitasi

a. Kejadian Stresfull

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi


karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang
terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan
diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

b. Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya


distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik
dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

5
C. Batasan Karakteristik

1. Hubungan dengan diri sendiri

a Marah

b Mengungkapkan kurangnya motivasi

c Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri

d Mengungkapkan kekurangan harapan

e Mengungkapkan kekurangan cinta

f Mengungkapkan kurangnya makna hidup

g Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup

h Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis., kedamaian)

i Merasa bersalah

j Koping tidak efektif


2. Hubungan dengan orang lain
a Mengungkapkan rasa terasing
b Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
c Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
d Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem pendukung
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam
a Tidak berminat pada alam
b Tidak berminat membaca literatur spiritual
c Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis.,
menyanyi/ mendengarkan musik/ menulis)
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
a Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
b Mengungkapkan telah diabaikan
c Mengungkapkan ketidakberdayaan
d Mengungkapkan penderitaan
e Ketidakmampuan berintrospeksi

6
f Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
g Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
h Ketidakmampuan berdoa
i Meminta menemui pemimpin keagamaan
j Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual
D. Patofisiologi Distress Spiritual
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur
serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang
tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres.
Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep
ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-
kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu
rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stres.Stres akan menyebabkan korteks serebri
mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli
saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian
ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala
yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang.
Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku
dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996),
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap

7
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku
ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi
seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spritual.

Pengasingan Sosial Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual


individu

Menarik diri Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang


bermakna

Kerusakan Komunikasi verbal Koping individu atau koping keluarga


tidak efektif

Koping individu atau koping keluarga


tidak efektif

Distress Spiritual

8
E. Manifestasi Klinis Dsistress Spiritual
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna
3. Merasa menderita/tidak berdaya
Objektif
1. Tidak mampu beribadah
2. Marah pada tuhan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang
2. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)
3. Merasa bersalah
4. Merasa terasing
5. Menyatakan telah diabaikan
Objektif
1. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual
2. Tidak mampu berkreativitas (mis.menyanyi,mendengar music,menulis)
3. Koping tidak efektif
4. Tidak berminat pada alam/literature spiritual
F. Mekanisme Koping

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.

9
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk
dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk
meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang
positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan
individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan
sumber daya psikologis yang penting, diantaranya adalah:
1) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori
dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yg dihadapi.
2) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi
situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara
terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa

10
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian
akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan
semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat
dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas
yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur,
makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara
teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang
memperparah keadan sakitnya
G. Penatalaksanaan
Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual
Tindakan Psikoterapeutik
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar
pasien:
a Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang
diyakininya.
d Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit
atau perubahan spiritual dalam kehidupan.
e Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan Keperawatan
a Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
b Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien.

11
c Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual
yang diyakininya.
d Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan.
e Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang
dianut oleh pasien.
f Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
h Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah
atau kegiatan spiritual lainnya.
H. Asuhan Keperawatan Jiwa Distress Spiritual
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif.
Dalam buku ajar ini akan digunakan proses keperawatan menurut Craven &
Himle (1996), dilengkapi denga tulisan Kozier, Blais & Wilkinson (1995),
Serta Taylor, Lillis, dan Le Mone (1997). Pada dasarnya , informasi awal yang
perlu digali umum adalah sebagai berikut:
1) Afiliasi Agama
a Partisipasi Klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara
aktif atau tidak aktif.
b Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2) Keyakinan agama atau spiritual,memengaruhi:
a Praktik kesehatan: diet,mencari dan menerima terapi,ritual atau
upacara agama
b Persepsi penyakit: hukuman,cobaan terhadap keyakinan
c Strategi koping
3) Nilai agama atau spiritual,memengaruhi:
a Tujuan dan arti hidup
b Tujuan dan arti kematian
c Kesehatan dan pemeliharaanya
d Hubungan dengan tuhan,diri sendri,dan orang lain.

12
Perawat perlu mengobservasi aspek berikut ini untuk mendapatkan data
objekti atau data klinis
a. Afek dan sikap
1) Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis,atau preokupasi?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdo’a sebelum makan,membaca kitab
suci,atau buku keagamaan
2) Apakah klien sering kali mengeluh,tidak dapat tidur,bermimpi buruk
dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya,serta bercanda yang tidak
sesuai atau mengepresikan kemarahannya terhadap agama.
c. Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut tuhan,doa,rumah ibadah,atau topic
keagamaan lainnya (walaupun hanya sepintas)
2) Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama
3) Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian,kepedulian dengan arti kehidupan,konflik batin tentang
keyakinan agama,kepedulian tentang hubungan dengan maha
penguasa,pertanyaan tentang arti keberdayaannya di dunia,arti
penderitaan,atau implikasi terapi terhadap nilai moral/etik.
d. Hubungan interpersonal
1) Siapa pengunjung klien ?
2) Bagaimana klien berespons terhadap pengunjung ?
3) Apakah pemuka agama dating mengunjungi klien ?
4) Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan
tenaga keperawatan.
e. Lingkungan
1) Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang
lainnya
2) Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsure
keagamaan.

13
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA
Spritiual History Tool (Pulschalski, 1999):
1) F: Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara
memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa
yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian
makna hidup?
2) I: Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan
saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan
perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara
mempengaruhi perilaku selama sakit?
3) C: Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual
atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan
bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang
benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
4) A: Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang
perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres
spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti:
a Perasaan ketika seseorang gagal
b Perasaan tidak stabil
c Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
d Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam
kehidupan
e Perasaan hampa

14
Aspek untuk dikaji Pertanyaan dan pendekatan
Keyakinan spiritual Apakah ada keyakinan spiritual atau agama yang penting
bagi anda?
Apakah keyakinan agama anda mengatur tindakan yang
berkonflik dengan terapi yang direkomendasikan oleh
dokter?

Praktik spiritual Uraikan praktek spiritual yang biasa anda lakukan atau
yang mengganggu kemampuan anda untuk melakukannya?
Apakah saya dapat membantu anda untuk tetap dapat
melakukannya?

Hubungan antara keyakinan Uraikan bagaimana keyakinan spiritual anda memengaruhi


spiritual dan kehidupan sehari- kehidupan anda sehari-hari (kegiatan sehari-
hari hari,diet,kebersihan,hubungan).
Apakah pengaruh tersebut membuat hidup anda lebih sehat
atau justru destruktif (mengingkari kehidupan)?

Defisit atau distress spiritual Apakah keyakinan spiritual anda akhir-akhir ini
menyebabkan distress?

Kebutuhan spiritual Dengan cara apa saya dan perawat yang lain dapat
membantu anda memenuhi kebutuhan spiritual anda?
Apakah anda ingin berhubungan dengan pemuka
agama/penasehat spiritual?

Kebutuhan menemukan arti Dengan cara apa keyakinan agama anda membantu atau
dan tujuan menghalangi anda memahami situasi yang dialami akhir ini
serta menghadapinya dengan keberanian dari perasaan
damai?

Kebutuhan mencintai dan Dengan cara apa keyakinan agama anda membantu atau
keterikatan/kedekatan menghalangi anda untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai?
2. Diagnosa Keperawatan
1) Distress Spiritual b/d Gangguan sosio-kultural
3. Intervensi dan Implementasi
1) Distress Spiritual b/d Gangguan sosio-kultural
a Dukungan spiritual
Definisi
Memfasilitasi peningkatan perasaan seimbang dan terhubung dengan
kekuatan yang lebih besar

15
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi perasaan khawatir,kesepian dan ketidakberdayaan
2) Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan
kesehatan
3) Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
4) Identifikasi ketaatan dalam beragama
Terapeutik
1) Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang
penyakit dan kematian
2) Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah
secara tepat
3) Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan
4) Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual
5) Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup,jika
perlu
6) Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
Edukasi
1) Anjurkan berinteraksi dengan keluarga,teman,dan/orang lain
2) Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung
3) Ajarkan metode relaksasi,meditasi,dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
1) Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis. ustadz, pendeta,
room, biksu).
b Teknik Menenangkan
Definisi
Teknik relaksasi dengan pembentukan imajinasi individu dengan
menggunakan semua indera melalui pemrosesan kognitif untuk
mengurangi stress.
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi masalah yang dialami
Terapeutik
1) Buat kontrak dengan pasien

16
2) Ciptakan rangan yang tenang dan nyaman
Edukasi
1) Anjurkan mendengarkan music yang lembut atau music yang
disukai
2) Anjurkan berdo’a ,berdzikir,membaca kitab suci,ibadah sesuai
agama yang dianut
3) Anjurkan melakukan teknik memenangkan hingga perasaan
menjadi tenang.
4. Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual

SP 1-P. Bina hubungan saling percaya dengan pasien, Kaji faktor penyebab
distres spiritual pada pasien, Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan
pikirian terhadap aama yang diyakininya, bantu klien mengembangkan
kemampuan mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan.

17
Orientasi
Selamat pagi, Pak. Nama saya suster .... suka dipanggil .... Nama Bapak siapa ?
suka dipanggil siapa ? saya perawat puskesmas .... yang akan merawat Bapak, saya
akan datang secara berkala ke rumah Bapak. Bapaimana perasaan Bapak pagi ini
? bagaimana kalu kita bercakap – cakap tentang masalah yang Bapak alami, kita
ngobrol selama 30 menit, ya ? Dimana menurut Bapak tempat yang cocok untuk
kita ngobrol bersama ? Oh, disana ? Mari, pak kalau begitu.

Kerja
Apa masalah yang bapak rasakan saat ini.
Coba bapak sampaikan apa yang meneybabkan bapak tidak aktif sholat dan
pengajian yang diadakan di masjid seperti dahulu. Oh,ya!
Pak, masih adakan faktor-faktor lain yang meneyebabkan bapak tidak aktif lagi
untuk mengikuti kegiatan dan sosial yang biasa bapak lakukan?
Apa saja kegiatan ibadah dan sosial yang dapat bapak jalankan?
Mana kira-kira yang ingin bapak coba jalankan? Bagus sekali. Mari Bapak coba
ya.

Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang?
Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster,ya!
Coba bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan bersama-sama hari ini! Bagus
sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu, bapak juga
telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama dan tau kegiatan
yang bapak bisa lakukan.
Seminggu lagi, kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan yang bapak
lakukan serta belajar cara lain. Sampai jumpa, selamat pagi.

18
SP 2-P. Fasilitasi klien dengan alat-alat ibadan sesuai keyakinannya, fasilitasi klien
untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain.

Orientasi
Selamat pagi, pak. Bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini? Sudah dicoba
melakukan ibadah? Bagaimana perasaan bapat setelah mencobanya. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang persiapan alat-alat sholat dengan cara menjalankan shoolat baik
sendiri maupun berjamaah bersama orang lain. Bagaimana kalau kita ngobrol selama
30 menit? Dimana bapak mau ngobrol? Atau abagaimana kalau disini saja. (jika
ditempat bencana, bawakan alat-alatnya).

Kerja
Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapan alat sholat, baik alat maupun diri kita?
Bagus sekali! Menyiapkan kopiah, sajadah dan sarung, dan sebelum sholat bapak harus
mandi dan berwudhu.
Coba bapak sebutkan sholoat 5 waktu sehari semalam, sholat subuh jam berapa,
bagaimana ucapannya, sampai dengan sholat isya.
Selain itu, bapak dapat melakukan sholat jamaah dirumah.
Bagaimana kalau kita membuat tempat sholat dirumah bapak ini setuju kan,pak?
Baik kalau begitu kamar depan ini bapak siapkan untuk melakukan sholat lima waktu
nanti dan dapat bersama-sama.
Mulai hari ini, bapak sudah bisa mulai melakukan sholat dan berdoa secara teratur agar
diberi ketenangan oleh Tuhan dalam menghadapi masalah hidup ini.
Pada hari Jum’at nanti, bapak bisa pergi bersama dengan warga lain untuk sholat
Jum’at di Masjid AL-Manaar. Bagaimana, pak?

Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara mempersiapkan alat
sholat dan mengajarkan sholat di rumah berapa kali sehari bapak mencobanya?
Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah di lakukan, beri tanda ya, tiga hari lagi saya
akan dating untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam melakukan sholat
serta membahas kegiatan ibadah lain, kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa.
Salam pagi.
.
19
SP 1.K. Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien.
Bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang
dihadapi dan perawatannya.

Orientasi
Selamat pagi pak, bagaimana keadaan bapak hari ini? hari ini kita akan mendiskusikan
tentang masalah yang bapak hadapi dalam merawat atau membantu anak bapak,
selama 30 menit. Disini saja ya pak.

Kerja
Menurut bapak apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat atau membantu anak
bapak?
jadi A malas sholat dant idak mau mengikuti pengajian?
Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat terjadi tsunami yang lalu. Oh,
jadi masalah yang bapak hadapi adalah susah member tahu dan mengajak A untuk
sholat lima waktuya?
Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak Bapak mau
melakukannya? Jadi, Bapak kewalahan membantu A agar dapat melakukan ibadah
dan ini terjadi sesudah tsunami.

20
Pak, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, terkadang
seseorang akan mengalami kejadian seperti anak Bapak tersebut. Oleh karena itu,
mari saya bantu Bapak untuk bersama-sama dan merawat anak Bapak, ya.
Pak, cara untuk membantu anak Bapak yang malas sholat atau ke masjid adalah
dengan selalu mengingatkan mengajak atau memberi contoh sholat pada waktunya.
Selain itu, Bapak menyiapkan perlengkapan sholat untuk anak Bapak, misalnya
kopiah, sarung, dan sajadah. Lalu, Bapak bersamma-sama satu keluarga melakukan
sholat jamaah, ya Pak? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama sholat
berjamaah.
Setelah sholat. Bapak ajak anak Bapak untuk berdoa semoga diberi kekuatan dan
ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana yang dialami tersebut.
Jangan lupa, agar Jumat depan Bapak mengajak anaknya untuk sholat Jumat
berjamaah di masjid bersama warga lainnya, ya Pak?
Kemudian, Bapak jangan segan-segan untuk meminta nasihat dan bantuan kepada
ustadz Arsyad bin Jalil. Saya yakin beliau akan senang hati membantu Bapak dan
terutama memberi nasihat keagamaan kepada anak Bapak.
Bagaimana kalau minggu depan pengajian di masjid Al Manaar, Bapak minta untuk
diadakan di rumah ini? Saya kira dengan cara tersebut, anak Bapak akan aktif
mengikuti kegiatan pengajian! Betul kan, Pak?
Bagus sekali, Bapak sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak Bapak
yang mengalami masalah tersebut. Dengan demikian, Bapak bisa membantu dia
untuk aktif dan rajin sholat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan, Pak?

Terminasi
Bagaimana perasaan Bapak setelah kita diskusi tentang masalah yang dihadapi
dalam merawat anak Bapak?
Bisa Bapak ulangi kembali apa saja masalah yang Bapak hadapi dalam merawat anak
Bapak tersebut?
Nah, sekarang bagaimana kalau Bapak mengulangi menyampaikan proses terjadinya
masalah yang dihadapi oleh anak Bapak tersebut!
Bagus sekali, Pak. Bapak sudah mengetahui semua permasalahan yang terjadi, ya?
Kalau begitu saya pamit dulu. Selamat pagi.
21
SOP SP 1 Distres spiritual pada pasien
1. Persiapan alat
a Bulpoin
b Buku catatan
2. Langkah kerja
1). Tahap orientasi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Melakukan falidasi (kognitif, adektif, dan
psikomotor)mengenai keluhan yang dirasakan
c. Memperkenalkan nama perawat
d. Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
f. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g. Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h. Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i. Menjelaskan kerahasiaan
j. Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien
b Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan
terhadap spiritual yang di yakininya
c Bantu klien mengembangkan skil untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan
d Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a. Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang dilakukan
b. Memberikan reward secara positif

22
c. Memperhatikan,mangamati, dan ngobserfasi respon yang
ditimbukan
d. Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien lakukan
dan melatihnya.
e. Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f. Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g. Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h. Mengahiri pertemuan dengan baik, memberikan salam

3. Dokumentasi
a Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap
a Bertanggung jawab
b Sabar dan sopan

23
SOP SP 2 Distres spiritual pada pasien
1. Persiapan alat
a Bulpoin
b Buku catatan
2. Langkah kerja
1). Tahap orientasi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Melakukan falidasi(kognitif,adektif,dan
psikomotor)mengenai keluhan yang dirasakan
c. Memperkenalkan nama perawat
d. Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
f. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g. Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h. Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i. Menjelaskan kerahasiaan
j. Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien
b Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan
terhadap spiritual yang di yakininya
c Bantu klien mengembangkan skil untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan
d Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang dilakukan
b Memberikan reward secara positif
c Memperhatikan,mangamati, dan ngobserfasi respon yang
ditimbukan
d Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien lakukan
dan melatihnya

24
e Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
Mengahiri pertemuan dengan baik,memberikan salam

3. Dokumentasi
a Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap
b Bertanggung jawab
c Sabar dan sopan

25
SOP SP 1 Distres spiritual pada keluarga
1. Persiapan alat
a. Bulpoin
b. Buku catatan
2. Langkah kerja

1). Tahap orientasi


a Mengucapkan salam terapeutik
b Melakukan falidasi (kognitif, adektif, dan psikomotor)
mengenai keluhan yang dirasakan
c Memperkenalkan nama perawat
d Menanyakan nama pasien dan panggilan kesukaan
e Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
f Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
g Menjelaskan untuk melakukan tindakan
h Menentukan tempat untuk melakukan tindakan
i Menjelaskan kerahasiaan
j Meminta persetujuan pasien

2). Tahap kerja


a Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi
dalam merawat pasien
b Bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya suatu
masalah spiritual yang dihadapi
c Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

3). Tahap terminasi


a Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan yang dilakukan
b Memberikan reward secara positif
c Memperhatikan,mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbukan

26
d Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien lakukan
dan melatihnya
e Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h Mengahiri pertemuan dengan baik,memberikan salam
3. Dokumentasi

a. Catat hasil iteraksi dalam catatan keperawatan

4. Sikap

a. Bertanggung jawab

b. Sabar dan sopan

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Distress Spiritual adalah dangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa
kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,orang
lain,lingkungan atau tuhan (SDKI, 2017). Patofisiologi distress spiritual tidak bisa
dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan
manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap
orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stress. Ketika kita
mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang
disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang
menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan
biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stress

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual: Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain, tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas
ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain

3.2 Saran

1) Bagi Institusi Pendidikan


Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih mengenai
konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual
2) Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak lengkapan
materi mengenai konsep asuhan keperawatan jiwa tentang distress spiritual. Kami
mohon maaf, kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh
karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun.

28
DAFTAR PUSTAKA

McSherry, W. (2000).Spirituality in nursing practice: An interactiveapproach. London: Churchill


Livingstone.
McSherry, W., Cash, K., & Ross, L. (2004). Meaning of spirituality: Implicationsfor nursing
practice. Journal of Clinical Nursing,13 (8), 934–941.
Murray, S., Kendall, M., Boyd, K., Worth, A., & Benton, T. (2004). Exploring thespiritual needs
of people dying of lung cancer or heart failure: A prospec- tive qualitative interview study
of patients and their careers. Palliative Medicine, 18 (1), 39–45.
Monod et al. 2010. Instrumen Measuring Spirituality in Clinical Research: A Sistematic Review.
Journal General Internal Medicine, 26, 1345-1357.
Narayanasamy, A. A., Clissett, P., Parumal, L., Thompson, D., Annasamy, S., &Edge, R. (2004).
Responses to the spiritual needs of older people.Journal of Advanced Nursing,48(1), 6–16.
Narayanasamy, A. (2001). Spiritual care: A practical guide for nurses and health care practitioners
. Wilshire: Quay Books.
Pesut, B. (2008). A conversation on diverse perspectives of spirituality innursing literature.Nursing
Philosophy,9(2), 98–109.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2004. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: EGC
Sarafino, Edward. P. 2002. Health Psychology Biophychological Interaction. 2nd Ed. New John
Wiley and Sons Inc.
Sawatzky, R., & Pesut, B. (2005). Attributes of spiritual care in nursingpractice.Journal of Holistic
Nursing, 23(1), 19–33
Taylor, E. (2006). Prevalence and associated factors of spiritual needsamong patients with cancer
and family caregivers.Oncology NursingForum, 33(4), 730–735.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Achir Yani S. Hamid. 2008. Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani S.
Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –Jakarta: EGCC

29
Manajemen kasus gangguan jiwa.2011 : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana Keliat,
Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi Komara
Yudha – Jakarta : EGC

30

Anda mungkin juga menyukai