Materi Otitis Media Supuratif 1
Materi Otitis Media Supuratif 1
A. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronik telinga tengah
dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,4
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan
tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
B. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5
Batas luar : membran timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15
mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6
dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
4. Tuba eustakhius.1,5,6
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk
menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar.
Adanya fungsi ventilasi tuba dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava
dan perasat Toynbee.5
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta
mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke
telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak
boleh dilakukan kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.5
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet
serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik
ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.5
C. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh
negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah
minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan
serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu
sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronik antara 2,1-5,2%.4
Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan
pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3
D. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
1. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronik berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
a. Kongenital8
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya
Teed menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama
dengan ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang
malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan
lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel
tersebut akan menjadi kolesteatom kongenital.
b. Didapat5
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:
1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana
kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronik sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang
ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronik.
7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronik yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus
lateralis.3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan
vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji
fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.1
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
2. Pemeriksaan otoskopi1,3,6
3. Pemeriksaan audiologi1,3,6
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.1,3
5. Pemeriksaan bakteriologi
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet
telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar
dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah
anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi
pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh
berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan
V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.
Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan.
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya
infeksi.
Pada otitis media supuratif kronik, tindakan dekompresi harus segera dilakukan
tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat kelumpuhan nervus
fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung
dalam persen (%) :
Grade Karakteristik
1. Normal Fungsi fasial normal pada semua area
Gross :
3. Disfungsi Gross:
Sedang
Terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sisi tapi
belum menyebabkan perubahan bentuk wajah.
Terdapat sinkinesis,kontraktur, dan spasme hemifasia
yang terlihat tapi tidak parah.
Saat istirahat, simtetris normal.
Motion :
Dahi : gerakan ringan-sedang
Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha
Mulut : tampak agak lemah dengahn usaha maksimum
Gross :
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau
corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya
yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di
dalamnya menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang
terjadi masih paten akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes
fistula positif akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila
fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/
paresis kanal.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis
terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentu labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas
labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid
posisi Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat
waktu operasi mastoidektomi.
d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan
tanda kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural
nanah keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah
syaraf sebelum mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala
hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan
protein meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan
mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau
meningitis. Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan
mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada
LCS protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi
abses ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer.
Pengobatan antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan
umum baik, dilakukan mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa
kelainan kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri
kepala menetap, diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
K. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena
telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan.
Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Kampus USU. 2007.
4. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
5. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Anonim. Otitits Media Kronik. 2009. Diunduh
dari http://www.medicastore.compada tanggal 29 Juni 2014..
8. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :
Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
9. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh
dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 29 Juni 2014.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 29 Juni 2014..
12. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta :
FKUI. h.86.