Anda di halaman 1dari 28

Otitis Media Supuratif Kronik

A. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronik telinga tengah
dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,4
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan
tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
B. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5
Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustakhius

Batas bawah : vena jugular (bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis


semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong
(oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Gambar 1. Anatomi Telinga.7

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah7


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus
mastoideus, dan tuba eustakhius.1,5,6
1. Membran
Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan
ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap
liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam
dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum
timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya
(cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a. Pars tensa

Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang


tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.


Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).


 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang
dari arteri aurikula posterior.
Gambar 3. Telinga kanan. Membran Timpani Normal1
2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15
mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6
dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.

Kavum timpani terdiri dari :1,5


1. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
2. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke


kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustakhius.1,5,6
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk
menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar.
Adanya fungsi ventilasi tuba dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava
dan perasat Toynbee.5
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta
mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke
telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak
boleh dilakukan kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.5
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet
serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik
ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.5
C. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh
negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah
minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan
serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu
sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronik antara 2,1-5,2%.4
Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan
pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3

D. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
1. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)

Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronik berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.

2. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna


putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang
dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor
necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif,
dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses
nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

a. Kongenital8
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya
Teed menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama
dengan ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang
malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan
lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel
tersebut akan menjadi kolesteatom kongenital.

Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda


infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid
atau di serebelopontin angle.5
Gambar 4. Kolesteatom Kongenital

Gambar 5. Kolesteatom kongenital

b. Didapat5
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:

 Primary acquired cholesteatoma.


Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada
daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses invaginasi dari
membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah
akibat gangguan tuba.

 Secondary acquired cholesteatoma.


Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau
terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlansung lama (teori metaplasia).
Gambar 6. Kolesteatom didapat

Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel


kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust
injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman
(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.
Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan produksi
berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi
terdapat pada matrix kolesteatom adalah interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor
necrosis factor alpha, dan transforming growth factor. Zat- zat ini dapat
menstimulasi sel-sel kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu
berangiogenesis.
E. Patogenesis
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan
dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat
infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa
dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi
infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa
Otitis Media Akut (OMA).1,3
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi
ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak
epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi
biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat
berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses
inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus
akan merusak jaringan sekitarnya.1,3
Gambar 7 Patogenesis Otitis Media5
F. Faktor Risiko
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba
eustakhius. Fungsi tuba eustakhius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral,
seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul
sebagai infeksi telinga kronik.
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :

1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana
kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, dan tempat tinggal yang padat.

2. Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya1,3


Secara umum dikatakan otitis media kronik merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan
kronik.

4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronik sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang
ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada
umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.

5. Infeksi saluran nafas atas1,3


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronik.

7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronik yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustakhius1,3


Hal ini terjadi pada otitis kronik aktif, dimana tuba eustakhius sering tersumbat
oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran
timpani menetap pada OMSK :1
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
G. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.1,3
2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya


dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom
bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya


infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif
akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi
koklea.1,3
3. Otalgia (nyeri telinga)

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus
lateralis.3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan
vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji
fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.1
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:

1. Adanya abses atau fistel retroaurikular


2. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
H. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis (history-taking) 1,3,6

Penyakit telinga kronik ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita


seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi1,3,6

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari


perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi1,3,6

Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai


hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold‘ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi1,3

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronik memiliki


nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak
sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang
berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi
tyang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini
akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.

Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.1,3

5. Pemeriksaan bakteriologi

Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi


akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronik berbeda dengan yang
ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada
OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis
media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
I. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronik, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat
dibagi atas: konservatif dan operasi.

1. Otitis media supuratif kronik benigna


a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan


mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet
telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada
kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric
dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi


adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang
dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak
diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya
bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
2). Pemberian antibiotika :1,3
a) Antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :

 Polimiksin B atau polimiksin E: Obat ini bersifat bakterisid terhadap


kuman gram negatif.
 Neomisin: Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
 Kloramfenikol :Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif
dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,


antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian
dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan


ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid.


Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2
minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

2. Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :5
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

b. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar
dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah
anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi
pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh
berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teraut ke dokter.

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada

d. Miringoplasti

Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.

e. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.

Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan
V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.
Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan.

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)


Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah
untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan
teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan
melalui 2 jalan (combine approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe
bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya kolesteatom
kembali.
Gambar 8. Pedoman tatalaksana OMSK12
J. Komplikasi
Cara penyebaran infeksi :

 Penyebaran hematogen
 Penyebaran melalui erosi tulang
 Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak

Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya
infeksi.

2. Menembus selaput otak.

Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura


sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih
melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang
subdura yang berdekatan.

3. Masuk ke jaringan otak.

Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan


permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke
jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke
ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui
timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil
mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan
otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan
cairan maka harus diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium
akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti
malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap dapat
merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital
dan adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang
menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial.
Komplikasi OMSK antara lain :5
1. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan
menyebabkan tuli konduktif yang berat.

a. Paresis nervus fasialis


Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis
pada otitis media akut. Pada otitis media kronik, kerusakan terjadi oleh erosi tulang
oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis
fasialis tersebut.

Pada otitis media supuratif kronik, tindakan dekompresi harus segera dilakukan
tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat kelumpuhan nervus
fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung
dalam persen (%) :

Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik :

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya


mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut
secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :

1. M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.


2. M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3. M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke
atas.
4. M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-
kuat.
5. M. zigomatikus : diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai memperlihatkan
gigi.
6. M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke depan
sambil memperlihatkan gigi.
7. M. businator : diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
8. M. orbicularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
9. M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah.
10. M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat
ke depan.
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan
kiri :

1. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3


2. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
3. Diantaranya dinilai dengan angka 2
4. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai
30.

Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus fasialis :

Grade Karakteristik
1. Normal Fungsi fasial normal pada semua area
Gross :

 Kelemahan ringan yang hanya tampak dengan inspeksi


yang teliti
 Mungkin disertai sinkinesis ringan
 Saat istirahat, normal simetris
Motion :

 Dahi : fungsi sedang-baik


2. Disfungsi  Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha minimal
ringan  Mulut : asimetris ringan

3. Disfungsi Gross:
Sedang
 Terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sisi tapi
belum menyebabkan perubahan bentuk wajah.
 Terdapat sinkinesis,kontraktur, dan spasme hemifasia
yang terlihat tapi tidak parah.
 Saat istirahat, simtetris normal.
Motion :
 Dahi : gerakan ringan-sedang
 Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha
 Mulut : tampak agak lemah dengahn usaha maksimum
Gross :

 Terdapat asimetris yang merubah bentuk wajah atau


kelemahan yang jelas.
 Saat istirahat, normal simetris
Motion :
 Dahi : tidak ada gerakan
4. Disfungsi  Mata : menutup tidak sempurana
Ringan-Berat  Mulut ; asimetris walau dengan usaha maksimal
Gross :

 Hanya terdapat sedikit gerakan


 Saat istirahat asimetris
Motion :
 Dahi : tidak ada gerakan
 Mata : menutup tidak sempurna
5. Disfungsi Berat  Mulut : sedikit pergerakan
6. Paralisis Total Tidak ada pergerakan sama sekali
Sumber : House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol.
Head Neck Surg 1985; 93: 146–147.

2. Komplikasi di telinga dalam


Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap
bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja
biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan
telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai
indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang
tidak membaik dalam 48 jam dengan pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke
labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran, misalnya
vertigo, mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara lain :
a. Fistula Labirin

Otitis media supuratif kronik terutama yang dengan kolesteatom dapat


menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga
terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis
dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.

Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau
corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya
yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di
dalamnya menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang
terjadi masih paten akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes
fistula positif akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila
fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/
paresis kanal.

Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat memperlihatkan


fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Pada
fistula labirin, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan
menutup fistula sehingga fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan
bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan
jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut
harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.

b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis
terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentu labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas
labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus.

Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukanuntuk


menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase
nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik
yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan /
tanpa kolesteatom.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan
oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain
keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi.
Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan
pathogen) serta antibiotika.

b. Tromboflebitis Sinus Lateralis


Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur
darah positif terutama saat demam.

Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding


sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan
dikeluarkan. Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke
paru dan tempat lain.

c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid
posisi Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat
waktu operasi mastoidektomi.

d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan
tanda kernig positif.

Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural
nanah keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah
syaraf sebelum mastoidektomi.

4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala
hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan
protein meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan
mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau
meningitis. Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan
mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada
LCS protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi
abses ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer.
Pengobatan antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan
umum baik, dilakukan mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa
kelainan kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri
kepala menetap, diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.

Penatalaksanaan

Pengobatan mencakup 2 hal yaitu penyembuhan infeksi primer dan komplikasinya.


Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi dan
untuk mencegah komplikasi, pemberian antibiotika dimulai sejak dini. Dibutuhkan
kerjasama dengan bedah syaraf untuk mendapatkan hasil yang maksimum.

Pada komplikasi intrakranial pengobatan antibiotika sulit karena dihalangi sawar


darah otak. Untuk mempertinggi konsentrasi antibiotika, dulu diberikan penisilin
intratekal, tetapi ternyata terlalu mengiritasi. Sekarang diberikan derivate penisilin
dosis tinggi secara intravena, dimulai dengan ampisilin 4 × 200-400 mg/kg/hari,
kloramfenikol 4 × 500-1000 mg/hari untuk dewasa atau 60-100 mg/kg/hari untuk
anak. Pemberian metronidazol 3 × 400-600 mg/hari dapat dipertimbangkan.
Antibiotika disesuaikan dengan kemajuan klinis dan biakan sekret telinga atau
LCS.

Pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi computer kepala untuk melihat


adanya abses otak serta konsultasi bedah syaraf atau syaraf anak. Bila terdapat
tanda ensefalitis atau abses intrakranial maka akan dilakukan bedah otak untuk
drainase segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersama atau kemudian.
Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah operasi otak. Bila keadaan umum
pasien buruk atau suhu tinggi, mastoidektomi dilakukan dengan anestesi local. Jika
tindakan bedah tidak segera dilakukan pengobatan dilanjutkan sampai 2 minggu,
kemudian konsul lagi ke bedah syaraf.
Idealnya terapi bedah pada stadium dini komplikasi, tapi prakteknya sulit. Hal
yang menentukan adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respon pasien terhadap
antibiotika. Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak mendahului
mastoidektomi. Rangsangan kontinyu kolesteatom di mastoid dapat menyebabkan
meningitis berulang atau progresivitas abses otak.

Tujuan operasi ialah mengeradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Untuk


itu diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal. Tulang yang melapisi sinus
sigmoid harus ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior pada segitiga
Trautman harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas.

K. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena
telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan.
Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Kampus USU. 2007.
4. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
5. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Anonim. Otitits Media Kronik. 2009. Diunduh
dari http://www.medicastore.compada tanggal 29 Juni 2014..
8. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :
Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
9. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh
dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 29 Juni 2014.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 29 Juni 2014..
12. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta :
FKUI. h.86.

Anda mungkin juga menyukai