LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh:
Feronika Kurniawati, S.Kep
NIM 162311101308
Oleh:
Feronika Kurniawati, S.Kep
NIM 162311101308
Ekstrakapsuler
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan
bidang horizontal pada posisi tegak.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien,
seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan,
mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
8. Pemeriksaan Fisik
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita:
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu
dicatat adalah:
9.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (Sinar-X). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
Sinar- X harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
Sinar-X mungkin dapat di perlukan teknik khusus, sebagai berikut
(Muttaqin, 2008):
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim
otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat (Muttaqin, 2008)
Post Op
1. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
2. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
3. Resiko Risiko sindrom disuse berhubungan dengan program
imobilisasi
4. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
B. Rencana Asuhan Keperawatan
Pre Ops
no Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
fraktur tulang, spasme otot, keperawatan selama 1X6 jam (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara komprehensif
edema, kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan (lokasi, karakteristik, durasi,
berkurang tehnik nonfarmakologi frekuensi, kualitas, dan faktor
untuk mengurangi nyeri, presipitasi)
NOC: mencari bantuan) 2. Beri penjelasan mengenai
1. Pain level 2. Melaporkan bahwa nyeri penyebab nyeri
2. Pain control 3. Observasi reaksi nonverbal dari
berkurang dengan
3. Comfort level ketidaknyamanan
menggunakan manajemen
4. Segera immobilisasi daerah
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri fraktur
5. Tinggikan dan dukung
(skala, intensitas,
ekstremitas yang terkena
frekuensi, dan tanda
6. Ajarkan pasien tentang
nyeri)
alternative lain untuk mengatasi
4. Menyatakan rasa nyaman
dan mengurangi rasa nyeri
setelah nyeri berkurang
7. Ajarkan teknik manajemen stress
misalnya relaksasi nafas dalam
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian obat
analgeik sesuai indikasi
2 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Anxiety reduction (penurunan
status kesehatan, prosedur keperawatan selama 3X24 jam mengidentifikasi dan kecemasan)
tindakan pembedahan dan hasil diharapkan cemas berkurang mengungkapkan gejala 1. Kaji tingkat kecemasan pasien
akhir pembedahan cemas (ringan, sedang, berat, panik)
NOC: 2. Mengidentifikasi, 2. Dampingi pasien
1. Anxiety self control mengungkapkan dan
2. Anxiety level 3. Ber support sistem dan motivasi
menunjukkan tehnik
3. Coping pasien
untuk mengontrol cemas
4. Beri dorongan spiritual
3. Vital sign dalam batas
5. Jelaskan jenis prosedur dan
normal
tindakan pengobatan
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
3 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
berhubungan dengan kurangnya keperawatan 1x24 jam pasien menyatakan pemahaman 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
paparan informasi yang ada akan menunjukkan tentang penyakit, kondisi, dan keluarga
pengetahuan tentang proses prognosis, dan program 2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dengan benar pengobatan penyakit dan bagaimana hal ini
2. Pasien dan keluarga berhubungan dengan anatomi
NOC: mampu melaksanakan dan fisiologi dengan cara yang
1. Knowledge: disease prosedur yang dijelaskan tepat
secara benar 3. Gambarkan tanda dan gejala
process
2. Knowledge: health 3. Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
behavior mampu menjelaskan penyakit dengan cara yang tepat
kembali apa yang dan gambarkan proses penyakit
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 4. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
5. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
4 Risiko syok hipovolemi Setelah dilakukan tindakan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
berhubungan dengan perdarahan keperawatan 1x6 jam syok diharapkan 1. Monitor status sirkulasi
dapat dihindari 2. Irama jantung dalam (tekanan darah, warna kulit,
batas yang diharapkan suhu kulit, denyut jantung,
NOC : 3. Frekuensi nafas daam ritme, nadi perifer, dan CRT)
1. Shock prevention batas yang diharapkan 2. Monitor tanda inadekuat
2. Shock management 4. Irama pernafasan dalam oksigenasi jaringan
batas yang diharapkan 3. Monitor input dan output
5. Natrium serum dalam 4. Monitor tanda awal syok
batas normal 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Kalium serum dalam dengan tepat
batas normal
7. Klorida serum dalam
batas normal
8. Kalsium serum dalam
batas normal
9. Magnesium serum dalam
batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
Post Ops
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam Exercise therapy: ambulation
keperawatan selama 2X24 jam aktivitas fisik 1. Kaji derajat immobilisasi yang
fisik b/d kerusakan 2. Mengerti tujuan dari dihasilkan oleh cidera
diharapkan pasien mampu
rangka neuromuskuler, melakukan mobilitas fisik peningkatan mobilitas 2. Dorong partisipasi pada aktivitas
3. Memverbalisasikan terapeutik
nyeri, terapi restriktif NOC: perasaan dalam 3. Bantu pasien dalam rentang gerak
(imobilisasi) 1. Joint movement: active meningkatkan kekuatan dan aktif atau pasif
2. Mobility level kemampuan berpindah 4. Ubah posisi secara periodik
3. Self care: ADL 4. Memperagakan penggunaan 5. Kolaborasi dengan ahli
4. Transfer performance terapi/okupasi/rehabilitasi medis
alat bantu untuk mobilisasi
2 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Infection control
keperawatan 1x6 jam infeksi tanda dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya iritasi
ketidakadekuatan 2. Mendeskripsikan atau robekan kontinuitas
dapat dihindari
pertahanan primer proses penularan penyakit, 2. Kaji kulit yang terbuka
NOC: faktor yang mempengaruhi terhadap peningkatan nyeri, rasa
(kerusakan kulit, terbakar, edema, eritema,
1. Immune status penularan serta
taruma jaringan lunak, 2. Risk control penatalaksanaannya drainase/bau tidak sedap
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam 3. Berikan perawatan kulit
prosedur invasif/traksi
control batas normal dengan steril dan aseptik
tulang) Menunjukkan perilaku hisup 4. Tutup dan ganti balutan
sehat dengan prinsip steril
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait pemberian
obat antibiotik sesuai indikasi
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Environment management
kulit b/d fraktur keperawatan selama 3X24 jam cidera 1. Kaji kulit untuk luka terbuka
diharapkan cidera/injuri tidak 2. Pasien mampu terhadap benda asing, kemerahan,
terbuka, pemasangan menjelaskan cara/metode
terjadi perdarahan, perubahan warna
traksi (pen, kawat, untuk mencegah 2. Massage kulit, pertahankan
NOC: injuri/cedera tempat tidur kering dan bebas
sekrup) Risk control 3. Pasien mampu kerutan
menjelaskan faktor resiko 3. Ubah posisi dengan sering
dari lingkungan/perilaku 4. Bersihkan kulit dengan air
personal hangat
4. Mampu memodifikasi 5. Lakukan perawatan luka
gaya hidup untuk mencegah secara steril
injury
5. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
4 Resiko Risiko sindrom Setelah dilakukan tindakan 1. ekstensi 0 derajat secara NIC
keperawatan 1x24 jam normal (R dan L) 1. Tentukan batasan pergerakan
disuse berhubungan
pasien , dapat menunjukkkan sendi dan efeknya terhadap
dengan program sikap aktif padapasien unuk 2. flexi 130 deajat (R dan L) fungsi sendi
mau lathan secara normal 2. Jelaskan pada pasien atau
imobilisasi
3. Hiperekstensi 15 derajat keluarga manfaat dan tujuan
NOC (R dan L) secara normal melakukan pergerakan sendi
1. Pergerakan Sendi: lutut 3. Bantu pasien mendapatkan
posisi tubuh yang optimal untuk
pergerakan sendi pasif maupun
aktif
4. Dukung latihan ROM aktif,
sesuai jadwal yang teratur dan
terencana
5. Lakukan latihan ROM pasif
atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
6. Bantu pasien membuat jadwal
latihan ROM aktif
7. Sediakan dukungan positif
dalam melakukan latihan sendi
DAFTAR PUSTAKA
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Jakarta: EGC .
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (Eds). 2015. Nursing Diagnoses: Definition and
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Price, S.A & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC.