Anda di halaman 1dari 19

Materi Sosiologi Semester 1

Ilmu Sejarah / 2019

RUANG LINGKUP SOSIOLOGI

Perbedaan Sosiologi dengan Antropologi

a. Antropologi
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.
Antropologi mirip seperti sosiologi, akan tetapi pada sosiologi lebih menitikberatkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari kata “anthropos” yang berarti manusia atau orang dan
“logos” yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistic di mana
meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya.
Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari
disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan atau
perbedaan budaya antarmanusia. Walaupun begitu, sisi ini banyak diperdebatkan dan
menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada
pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
b. Sosiologi
Sedangkan sosiologi meskipun hampir sama dengan antropologi, namun
kedua ilmu ini memiliki perbedaan. Sosiologi ialah pengetahuan atau ilmu tentang
sifat masyarakat, perilaku masyarakat dan perkembangan masyarakat.
Sosiologi merupakan cabang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dan
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sosiologi merupakan sebuah istilah yang
berasal dari bahasa Latin “socius” yang artinya teman dan “logos” dalam bahasa
Yunani yang artinya cerita. Diungkapkan pertama kali dalam buku yang berjudul
“Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi
muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun, sosiologi sebagai ilmu
yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.

Kesimpulan

Sosiologi mempelajari masyarakat sebagai satu kesatuan. Baik itu sistem, interaksi,
kekuasaan, mata pencaharian, karakter kelompok, dan lain sebagainya.

Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari individu sebagai bagian


masyarakat, bagaimana individu-individu tersebut memiliki peran dan berperan dalam
masyarakat.

Nomophobia
Nomophobia (no mobilephone phobia) adalah istilah baru, yang berarti ketakutan
akan dipisahkannya pengguna dengan gadget kesayangannya. Istilah ini diperkenalkan oleh
peneliti dari Inggris.

Menurut penelitian Securenvoy (sebuah perusahaan IT di Inggris), dari 100 responden


yang menjawab polling mereka, sekitar 66% memiliki rasa takut kehilangan atau terpisah dari
ponsel mereka. Survey yang tak kalah menarik dilakukan oleh Chicago Tribune, di Amerika
Serikat, dimana lebih dari 40% responden menyatakan, “Lebih baik tidak menggosok gigi
selama seminggu daripada pergi tanpa smartphone.” Berdasarkan survey yang dilakukan oleh
Cisio di Australia, 9 dari 10 orang berusia di bawah 30 tahun mengakui mengalami
nomophobia. Survey tersebut dilakukan terhadap 3800 pengguna smartphone.

Dampak Nomophobia

1. Komunikasi antarmanusia secara tatap muka jadi semakin jarang.


2. Generasi muda kini lebih suka berkomunikasi via gadget (email, chatting, twitter,
facebook) daripada tatap muka secara langsung.
3. Orang jadi semakin jarang mengamati lingkungan sekitar, karena lebih tenggelam
dengan gadgetnya. Akibatnya, rasa kepedulian pada lingkungan sekitar semakin
berkurang, justru lebih memperdulikan isu-isu yang ada di media sosial.
4. Manusia dapat saja terealisasi oleh mesin. Masih ingan film Wall-E? Dimana robot
melayani manusia. Pada saat itu, manusia akan menjadi pemalas, apatis, dan anti
sosial.

Manfaat Mempelajari Sosiologi

1. Mempelajari, menjelaskan, menganalisis, dan meneliti fenomena sosial, gejala sosial,


dan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
2. Hasil-hasil penelitian sosiologi dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan
pembangunan atau sebagai acuan untuk pengambilan kebijakan pemerintah dalam
pelaksanaan pembangunan.
3. Hasil-hasil penelitian sosiologi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Metode-metode penelitian sosiologi mempunyai kemampuan yang baik dalam
memprediksi dan mengintepretasikan data yang menyangkut hubungan sebab akibat
dalam aspek-aspek kehidupan manusia.

Definisi Sosiologi

a. Menurut Pitirim Sorokin


Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari ;
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum
dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan lain sebagainya).
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala
non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya).
- Ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.

Masa ngambang :

Urbanisasi : proses pengkotaan, yaitu desa yang menjadi kota.

b. Menurut Roucek dan Warren


Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia dalam kelompok-
kelompok.
c. Menurut William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu
organisasi sosial.
d. Menurut J. A. A. van Doorn dan C. J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
e. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman
Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial. Soemardi termasuk perubahan-perubahan sosial.
a) Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok
yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
b) Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan
ekonomi dengan hukum dan sedikit kehidupan agama, antara segi kehidupan
agama dengan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya.

Ciri Umum Sosiologi

a. Sosiologi bersifat empiris (survey, observasi)


Sosiologi bersifat empiris yaitu ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dari akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Sosiologi bersifat teoritis
Sosiologi bersifat teoritis yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk
menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
c. Sosiologi bersifat kumulatif
Sosiologi bersifat kumulatif yaitu berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas
dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta
memperhalus teori-teori lama.
d. Sosiologi bersifat non-etis
Sosiologi bersifat non-etis yang dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu,
akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

Hakekat Sosiologi

- Sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam
ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
- Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi adalah suatu
disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi
dewasa ini dan bukan mengenai apa yang telah terjadi atau seharusnya terjadi.
- Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni.
STATUS PARADIGMA SOSIAL

Pengertian Paradigma Sosiologi

Sebagai suatu konsep, istilah paradigma (paradigm) pertama kali diperkenalkan oleh
Thomas Kuhn dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution (1962). Paradigma
yaitu sudut pandang yang mendasar dari ilmuwan didalam melihat sesuatu peristiwa sebagai
konsep ilmu pengetahuan.

Melalui karyanya : menawarkan carasesuatu peristiwa sebagai konsep ilmu pengetahuan.

 Melalui karyanya : menawarkan cara bermanfaat terhadap para sosiolog dalam


menawarkan disiplin ilmu mereka, yang kemudian dipopulerkan oleh Robert
Fredrichs melalui bukunya Sosiology of Sociology (1970).
 Tujuan utama : menantang asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan
mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Kalangan ilmuwan pada umumnya
berpendirian bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan itu terjadi secara
kumulatiff.

Model perkembangan ilmu pengetahuan menurut Kuhn :

Paradigma I >> menjadi normal sains >> menjadi anomalis >> krisis >> revolusi >>
paradigma II

Menurut Kuhn : ilmu pengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma tertentu yaitu suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok
persoalan dari cabang tertentu.

Normal science adalah suatu periode akumulasi ilmu pengetahuan dimana para
ilmuwan bekerja mengembangkan paradigma yang sedang berpengaruh. Selama
penyimpangan memuncak, suatu krisis akan timbul dan paradigma itu sendiri mulai
disangsikan validitasnya. Bila krisis sudah sedemikian seriusnya maka suatu revolusi akan
terjadi dan paradigma baru akan muncul sebagai yang mampu menyelesaikan persoalan yang
dihadapi oleh paradigma sebelumnya.

George Ritzer (1975) membuat pengertian paradigma yang lebih jelas, yaitu
merupakan pandangan yang mendasar dari pada ilmuwan tentang apa yang semestinya
dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.

Paradigma merupakan alat bantu bagi ilmuwan dalam menemukan tentang apa yang harus :

 Dipelajari
 Persoalan-persoalan yang harus dijawab
 Bagaimana seharusnya menjawabnya
 Aturan-aturan apa yang harus diikuti

Contoh teori-teori sosial dari Malthus dan Karl Marx di dalam mengkaji masalah-masalah
penduduk.
Perbedaan tersebut menyangkut problema penduduk, penyebab perkembangan penduduk,
konsep-konsep yang digunakan dalam teori. Malthus melihat bahwa permasalahan yang
penting adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk tidak ada kaitannya dengan masalah
politik, konflik sosial, ataupun masalah lain. Menurut Malthus, ledakan penduduk timbul
sebagai proses ilmiah. Dimana dalam keadaan makmur, penduduk akan berkembang dengan
cepat. Sebaliknya dalam keadaan kekurangan pangan, kematian akan melanda di masyarakat.

Malthus menggunakan konsep-konsep :

a. Arithmetic Rate
Arithmetic rate adalah pertambahan angka yang terjadi secara konstan misalnya 4, 6,
8, 10, 12, dan seterusnya.
b. Geometric Rate
Geometric rate adalah pertambahan angka yang terjadi secara berkelipatan misalnya
4, 8, 16, 32, 64, 128, dan seterusnya.
c. Positive Check
Positive check adalah terjadinya pengurangan jumlah penduduk karena kematian
sebagai akibat dari gangguan dan bencana alam.
d. Preventive Check

Karl Marx melihat ledakan penduduk bukanlah masalah pokok melainkan hanya
merupakan produk dari adanya masalah yang lain yaitu adanya struktur masyarakat yang
timpang. Ledakan penduduk merupakan keadaan yang dipacu oleh kelas kapitalis, mengapa?
Sebab dengan besarnya jumlah penduduk upah buruh akan turun dan rendah. Akibatnya
keuntungan kaum kapitalis akan semakin besar. Kelebihan penduduk tersebut akan hilang
dengan sendirinya bersamaan dengan munculnya proses transisi dari masyarakat kapitalis
menuju masyarakat sosialis.

Marx dalam teorinya menggunakan konsep kelas, konflik kelas, alat-alat produksi,
kesadaran kelas, surplus tenaga kerja, eksploitasi dan dialektika. Kelas adalah suatu
kelompok individu yang berdasarkan kesamaan ciri-ciri tertentu.
PARADIGMA FAKTA SOSIAL

Sejarah munculnya paradigma fakta sosial

Paradigma ini merupakan sumbangsih dari pemikiran Durkheim yang didasarkan atas
karyanya The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Paradigma fakta
sosial dirintis Durkheim sebagai antithesis atau tesis Comte dan Herbert Spenter. Comte dan
Herbert Spenter berpendapat bahwa dunia ide adalah pokok bahasan dalam sosiologi.
Menurut Durkheim, dunia ide bukanlah objek riset dalam sosiologi. Sebab, dunia ide itu
hanyalah sebagai suatu konsepsi pikiran.

Fakta sosial menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Menurut Durkheim, fakta sosial
terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu dapat ditangkap dan diobservasi.
Contoh : arsitektur dan norma hukum.
b. Dalam bentuk non-material, yaitu suatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini
merupakan fenomena yang bersifat intersubyektif yang dapat muncul dari dalam
kesadaran manusia.
Contoh : egoisme, alturisme, dan opini.

Kriteria untuk menyatakan kehidupan kelompok sebagai barang suatu yang nyata (reality) :

1) Nominalis Position
Nominalis position artinya kelompok itu bukanlah barang secara sesuatu yang
sungguh-sungguh secara riil. Tetapi semata-mata merupakan suatu terminologi atau
suatu pengertian yang digunakan untuk menunjukkan kepada kumpulan individu.
2) Interksionisme
Penganut interaksionisme menolak perbedaan antara konsep individu dan kelompok.
Mereka menyatakan keduanya sebagai fenomena yang tak dapat dibagi atau
dipisahkan, sebab keduanya saling berinteraksi.
3) Neo Nominalisme
Neo nominalisme bahwa kelompok menunjukkan sesuatu yang nyata-nyata ada
(objective reality) tetapi juga mengakui kelompok itu kurang riil dibandingkan dengan
individu.
4) Realisme
Realisme bahwa :
- Kelompok sama riilnya dengan individu atau perorangan.
- Kedua abstrak, untuk kepentingan unit analisis.
- Kelompok dipahami dan diaplikasikan khusus dalam istilah untuk menerangkan
proses sosial.

Empat proporsi yang mendukung posisi kelompok sebagai reality :

1) Kita dapat melihat orang atau individu tetapi tidak dapat melihat kelompok kecuali
dengan menganalisis individu.
2) Kelompok tersusun dari para individu.
3) Fenomena sosial hanya mempunyai realistis dalam individu-individu.
4) Tujuan mempelajari kelompok adalah untuk meramaikan perilaku individu.

Macam-macam teori :

1) Teori Fungsionalisme
Teori ini menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan
perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Konsep utama : fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbangan
(equilibrium).
Masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari atas bagian-bagian atau
elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu keseimbangan. Perubahan yang
terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan terhadap bagian lain.
Asumsi dasar : setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain.
2) Teori Structural
3) Teori Konflik
4) Teori Sistem Makro

TEORI KONFLIK

Lebih melihat pada asal-usul dibuatnya aturan normatif dan penerapannya dilakukan oleh
siapa kepada siapa (bukan pada terjadinya perilaku menyimpang). Perspektif ini lebih melihat
sifat pluralistic dari masyarakat dan terjadinya distribusi kekuasaan yang berbeda atau
timpang di antara kelompok-kelompok sosial. Masyarakat dipahami sebagai kelompok-
kelompok dengan kepentingan yang saling bersaing atau berkonflik >> yang berkuasa dapat
menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan kelompoknya.

Asumsi-asumsi Teori Konflik (akar pemikiran Karl Marx)


Masyarakat tidak dicirikan melalui suatu consensus terhadap nilai-nilai, tetapi melalui
perjuangan klas dan konflik klas di antara kelompok penguasa dan yang dikuasai. Perjuangan
atau konflik itu pertama-tama karena pertentangan kepentingan ekonomi (ekonomi
deterministik). Negara bukan pihak yang netral, karena negara melayani penguasa (pemilik
modal) >> melalui pembuatan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kelompok
penguasa.

Penyebab Terjadinya Konflik

1) Kemajemukan horizontal, yang artinya adalah struktur masyarakat yang majemuk


secara kultural, seperti suku bangsa, agama, ras, dan majemuk secara sosial dalam arti
perbedaan pekerjaan dan profesi, seperti petani, buruh, pedagang, pengusaha, pegawai
negeri, militer, wartawan, alim utama, sopir, cendekiawan, dan lain-lain.
2) Kemajemukan vertikal, yang artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi
berdasarkan kekayaan pendidikan, dan kekuasaan.
Penyebab Konflik

Faktor Organisasi Faktor Antarpribadi


Persaingan untuk mendapatkan sumber daya Iri hati atau dendam.
yang langka.
Ketidakjelasan tanggungjawab dan Salah anggapan, yakni kesalahan mengenai
wewenang. penyebab dari perilaku orang lain.
Kejadian-kejadian yang muncul dari saling Komunikasi yang buruk.
ketergantungan. Biasanya dalam organisasi,
seperti dalam unit kerja, kelompok, individu,
yang bergantung pada pihak lain untuk
menjalankan pekerjaan.
Sistem imbalan. Kritik yang tidak tepat.
Diferensiasi atau pembedaan dalam sebuah
organisasi.

Faktor Penyebab Konflik di Indonesia

a. Dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lain. Contohnhya konflik yang terjadi
di Aceh dan Papua.
b. Persaingan dalam mendapatkan mata pencaharian hidup.
c. Pemaksaan unsur-unsur kebudayaan dari warga negara sebuah suku terhadap warga
suku bangsa lain.
d. Potensi konflik yang terdalam, yang telah bermusuhan secara adat. Contohnya konflik
antarsuku di pedalaman Papua.

Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku
maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan
interprestasi.

Strategi Manajemen Konflik

1) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose)


Biasanya pihak tertentu menggunakan wewenang untuk memenangkan atau menekan
pihak lainnya.
2) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose)
Strategi ini biasanya berupa kompromi, dimana kedua belah pihak berkorban untuk
kepentingan bersama.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win)
Konflik biasanya dipecahkan dengan metode problem solving. Metode ini dianggap
paling baik, karena tidak ada pihak yang dirugikan. Hal ini menunjukkan bahwa :
a. Metode pemecah masalah mempunyai hubungan yang positif dengan managemen
konflik yang efektif
b. Pemecah masalah banyak digunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan
tetapi lebih suka bekerjasama.

Fungsi Konflik

George Simmel menyatakan bahwa masyarakat yang sehat tidak hanya membutuhkan
hubungan sosial yang sifatnya integratif dan harmonis, tetapi juga membutuhkan adanya
konflik.

Menurut Lewis Coser, konflik memiliki fungsi positif, yaitu :

a) Konflik akan meningkatkan solidaritas sebuah kelompok yang kurang kompak.


b) Konflik dengan kelompok tertentu akan melahirkan kohesi dengan kelompok lainnya
dalam bentuk aliansi. Misalnya, konflik antara Prancis dengan Amerika Serikat
tentang serangan ke Irak memunculkan kohesi yang lebih solid antara Prancis dan
Jerman.
c) Konflik di dalam masyarakat biasanya akan menggugah warga yang semula pasif
untuk kemudian memainkan peran tertentu secara lebih aktif.
d) Konflik juga memiliki fungsi komunikasi.
PARADIGMA DEFINISI SOSIAL

Tokoh paradigma definisi sosial

a. Max Weber adalah tokoh paradigma definisi sosial.


Salah satu aspek yang sangat khusus dari karya Weber yaitu, dalam analisanya
tentang tindakan sosial. Yang dimaksud dengan tindakan sosial itu adalah tindakan
individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya
dan diarahakan kepada tindakan orang lain.
Pokok persoalan sosiologi sebagai :
a) Tindakan sosial
b) Antar hubungan sosial

Empat Tipe Tindakan Sosial

1. Tindakan rasional (Zwerk Rational)


Tindakan ini disebut juga sebagai tindakan instrumental bertujuan. Kata “rasional”
mengandung makna implisit logis dan instrumental untuk mencapai tujuan. Artinya
tindakan sosial dilakukan dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan yang sudah
dipikirkan sebelumnya.
2. Tindakan berorientasi nilai (Werktrational Action)
Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan nilai. Artinya individu yang bertindak
mengutamakan apa yang dianggap baik, lumrah, wajar, atau benar dalam masyarakat
di atas tujuan individual. Apa yang dianggap baik bisa bersumber dari etika, agama,
atau bentuk sumber nilai lain.
3. Tindakan afektif (Affectual Action)
Tipe tindakan ini didasarkan atas keterlekatan emosional. Emosional di sini harus
ditegaskan berbeda dengan rasional. Pertimbangan emosional meliputi hal-hal yang
berkaitan dengan perasaan, seperti : marah, sedih, cinta, empati, simpati, kasihan,
bahagia, dan sebagainya. Perlu digarisbawahi bahwa aspek emosional yang muncul
merupakan reaksi spontan atas apa yang dialaminya.
4. Tindakan tradisional (Traditional Action)
Tipe tindakan ini menggunakan tradisi, custom adat atau kebiasaan masyarakat
sebagai pertimbangannya. Biasanya tindakan tradisional dilakukan tanpa
perencanaan. Tujuan dan cara melakukannya berbentuk repetitif atau mengulang apa
yang biasanya dilakukan.

Secara definitif Weber merumuskan sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan
memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk
sampai kepada penjelasan kausal. Dari definisi tersebut terkandung dua konsep dasar, yaitu :

1. Konsep tindakan sosial.


2. Konsep tentang penafsiran dan pemahaman.

Ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma definisi sosial :

1) Tindakan manusia, meliputi berbagai tindakan nyata.


2) Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.
3) Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja
diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan diam-diam.
4) Tindakan itu diarahkan pada seorang atau kepada beberapa individu.

Teori-teori :

1) Teori aksi (Action Theory)


2) Teori interaksionisme simbolik (Simbolic Interactionism Theory)
3) Teori fenomenologi (Phenomenology Theory)

TEORI AKSI

Asumsi-asumsi :

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi
eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tekhnik, prosedur, metode, serta
perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan.

Menurut Max Weber, individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman,
presepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu.

Menurut Talcott Parsons, tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh tiga
sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian.

Teori aksi yang dikembangkan oleh Max Weber :

STIMULASI (Rangsangan) >> Individu (Pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran) >>


Tindakan

Asumsi-asumsi yang berkembang :

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi
eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tekhnik, prosedur, metode, serta
perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah
dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang,
dan yang telah dilakukannya.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat
pengambilan keputusan.
7. Studi mengenal antarhubungan sosial memerlukan pemakaikan teknik penemuan yang
bersifat subyektif seperti metode Verstehen, Imagination Symphatetic Reconstruction
atau seakan-akan mengalami sendiri (vicarious experience).

Metode Verstehen

- Menekankan pada tingkah laku yang menurut Weber perbuatan si pelaku memiliki
arti subyektif, kehendak mencapai tujuan, serta didorong motivasi.
- Teori Verstehen masih sangat relevan untuk digunakan dalam penelitian sosiologi
hingga saat ini. Contoh : anak jalanan.

Pemikiran Weber Mengenai Kelas

- Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati


kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan.
- Kelas bukanlah komunitas, kelas adalah sekelompok orang-orang yang situasi
bersama mereka dapat menjadi, dan kadang-kadang sering kali, basis tindakan
kelompok.

Pemikiran Weber Mengenai Status

- Status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun
demikian, status juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ras, usia, dan agama.
- Sudah menjadi semacam patokan umum kalau suatu status dikaitkan dengan gaya
hidup. Status terkait dengan konsumsi barang yang dihasilkan, sementara itu kelas
terkait dengan produksi ekonomi.

Pemikiran Weber Mengenai Kekuasan

- Kekuasan menurut Weber adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak


meskipun sebenarnya mendapat tentangan atau tantangan dari orang lain.
- Menurut Weber, wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang diterima secara formal oleh anggota-anggota masyarakat.

Tipe Wewenang

a. Rational-Legal Authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam


kehidupan masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas legitimasi (keabsahan)
yang menurut pihak yang berkuasa merupakan haknya. Wewenang ini dimiliki oleh
organisasi-organisasi terutama yang bersifat politis.
b. Traditional Authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan
tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap
suci. Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni patnarkhalisme dan
patrimonialisme.
c. Charismatic Authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang
luar biasa dari dirinya. Dalam hal ini, karismatik harus dipahami sebagai kualitas yang
luar biasa, tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh-sungguh ataukah
hanya berdasarkan dugaan orang belaka.

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Teori interaksionisme simbolik merupakan teori dalam sosiologi modern. Di


dalamnya berintikan pemikiran penting dari berbagai tokoh sosiologi terutama Herbert
Blumer dan George Herbert Mead. Teori ini memusatkan perhatian lebih kepada individu,
tentang bagaimana individu berinteraksi dengan individu lain dengan menggunakan simbol-
simbol yang signifikan berupa bahasa (intinya memakai simbol).

Teori interaksionisme simbolik adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang
mengemukakan tentang diri sendiri (The Self) dan dunia luarnya. Blumer mengutarakan
tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning).
Bahasa (language), dan pikiran (thought).

Manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya
dilandasi atau pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut. Esensi dari teori
ini adalah simbol dan makna. Makna adalah hasil dari interaksi sosial. Ketika kita
berinteraksi dengan orang lain, kita berusaha mencari makna yang cocok dengan orang
tersebut. Kita juga berusaha mengintepretasikan maksud seseorang melalui simbolisasi yang
dibangun. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang
kita yakini sebagai kenyataan itu sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka
kita mempercayainya sebagai kenyataan. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang
dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu
objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul ‘dari sananya’. Makna berasal dari hasil
proses negosiasi melalui penggunaan bahasa (language) –dalam perspektif interaksionisme
simbolik.

Sebagai contoh :

Perilaku Mandra disebut sebagai bahasa norak-kampungan.

Kita memperoleh pemaknaan dari proses negosiasi bahasa tentang kata ‘kampungan’.
Makna dari kata ‘kampungan’ tidaklah memiliki arti sebelum dia mengalami negosiasi di
dalam masyarakat sosial di mana simbolisasi bahasa tersebut hidup.

Menurut Mead, dunia sosial itulah muncul kesadaran, pikiran, diri, dan seterusnya
atau yang terkenal dalam buku Mead yaitu Mind, Self, and Society. Menurut Meat dalam
tindakan sosial ada empat tahapan yang saling berhubungan, yaitu impuls, persepsi,
manipulasi, dan konsumsi.

a. Impuls adalah rangsangan atau gerak hati yang timbul dengan tiba-tiba untuk
melakukan sesuatu tanpa pertimbangan; dorongan hati.
b. Persepsi adalah stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera.
c. Manipulasi adalah tahapan selanjutnya yang masih berhubungan dengan tahap-
tahap sebelumnya. Dalam tahapan ini individu mengambil tindakan yang
berkaitan dengan obyek yang telah dipersepsikan.
d. Konsumsi adalah upaya terakhir untuk merespon impuls. Dalam tahapan ini,
dengan adanya pertimbangan maupun pemikiran secara sadar, individu dalam
mengambil keputusan atau tindakan yang umumnya akan berorientasi untuk
memuaskan impuls yang ada di awal tadi.

TEORI FENOMENOLOGI

Unsur fenomenologi (pokok) :

 Perhatian terhadap aktor.


 Memusatkan perhatian terhadap kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada
sikap yang wajar atau ilmiah (attitude natural).
 Memusatkan perhatian kepada masalah mikro (keramahan) makro (kecurigaan).
 Memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan.

Fenomenologi secara etimologi berasal dari kata ‘phenomenon’ yang berarti realitas yang
tampak dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari
bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan, serta bagaimana
fenomena tersebut diterima atau bernilai secara estetis. Fenomenologi mencoba mencari
pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting dalam
kerangka intersubjektivitas.

Fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah
menjadi atau disiplin atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena
atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena yang
tampak di depan kita dan bagaimana penampakannya.

Tokoh teori fenomenologi adalah Alfred Schutz, mengakui fenomenologi sosialnya,


mengkaji tentang intersubjektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubjektivitas
adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti :

a) Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna dari tindakan orang lain?
b) Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
c) Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara
mendalam?
d) Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?

Contoh :
Fenomena HIV atau AIDS. Penelitian kita fokuskan pada fenomena berupa perlakuan
diskriminatif yang menjadi pengalaman hidup para penderita HIV. Fokus penelitian demikian
bisa dilakukan dengan pengaplikasikan metode fenomenologi. Fenomenologis tentang
fenomena perlakuan diskriminatif berusaha untuk mengungkapkan apa kesamaan
pengalaman hidup yang dialami oleh para penderita HIV/AIDS yang mendapatkan perlakuan
diskriminatif dalam masyarakat serta bagaimana mereka mengalaminya.

MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN PERKOTAAN

Metode :

Penganut paradigm definisi sosial cenderung mempergunakan metode observasi


dalam penelitian mereka, karena untuk dapat memahami realitas intrasubjektif dan
intersubjektif dari tindakan sosial dan interaksi sosial. Melalui penggunaan metode observasi
dapat disimpulkan hal-hal yang bersifat intrasubjektif dan intersubjektif yang timbul dari
tindakan aktor yang diamati.

Tipe Teknik Observasi :

1) Participant Observation
Peneliti tidak memberitahukan maksudnya kepada kelompok yang
diselidikinya. Peneliti dengan sengaja menyembunyikan bahwa kehadirannya di
tengah kelompok yang diselidiki itu adalah untuk meneliti.
2) Participant as Observer
Peneliti memberitahukan maksudnya kepada kelompok yang ditelitinya.
3) Observes as Participant
Digunakan dalam penelitian yang hanya berlangsung dalam sekali kunjungan
dan dalam waktu yang singkat. Memerlukan perencanaan yang sangat terperinci
tentang segala sesuatu yang akan dicari melalui penelitian yang singkat itu.
4) Complete Observer
Peneliti tidak berpartisipasi tetapi menempatkan dirinya sebagai orang luar
sama sekali dan subjek yang diselidiki tidak menyadari bahwa mereka sedang
diselidiki.

PARADIGMA PERILAKU SOSIAL

EXEMPLAR

Tokoh : B. F. Skinner

Skinner melihat kedua paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang
bersifat mistik, dalam arti mengandung sesuatu persoalan yang bersifat teka-teki, tidak dapat
diterangkan secara rational.

Pokok persoalan :
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antarhubungan antara individu
dan lingkungannya. Lingkungan itu terdiri atas :

a) Bermacam-macam objek sosial


b) Bermacam-macam objek non-sosial

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain dalam kehidupan masyarakat. Baik aktifitas tersebut menimbulkan gejolak ataupun tidak
bentuk interaksi sosial yang terjalin satu sama lainnya dinamakan dengan lingkungan sosial.

Macam-macam lingkungan sosial :

a. Lingkungan Sosial Primer, adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan seseorang


dengan intensitas yang tinggi sehingga pada prosesnya memberikan pengaruh
signifikan dalam kehidupan.
b. Lingkungan Sosial Sekunder, adalah proses interaksi dalam masyarakat dengan tidak
terlalu mementingkan intensitas hanya dilakukan sebagai bentuk formal untuk dapat
merepresentasikan kehidupannya.
Contoh :
Keluarga. Keluarga adalah salah satu bukti kongkrit daripada lingkungan
sosial di masyarakat. Keluarga ini dapat digolongkan sebagai lingkungan sosial
primer lantaran untuk tahapan interaksinya dilakukan setiap saat, keluarga pulalah
setidaknya seseorang bisa melakukan proses belajar mengajar pertama kali dalam
kehidupannya. Contoh lain yaitu teman kampus.

Lingkungan Non-Sosial

Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau atau kuat atau tidak terlalu lemah atau gelap, suasana yang sejuk
dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
perilaku individu.

Prinsip yang menguasai hubungan antara individu dengan objek sosial lainnya adalah
sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antara individu dengan objek non sosial.
Penganut paradigma ini memusatkan perhatian kepada proses interaksi. Tetapi secara
konseptual berbeda dengan paradigma definisi sosial. Bagi paradigma definisi sosial, aktor
adalah dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif di dalam interaksi.

Aktor tidak hanya sekedar penanggap pasif terhadap stimulis tetapi


menginterpretasikan stimulus yang diterimanya menurut caranya mendefinisikan stimulus
yang diterimanya itu. Bagi paradigma perilaku sosial individu kurang sekali memiliki
kebebasan. Menurut Skinner, kedua paradigma itu membangun obyek studi yang bersifat
mistik. Maksudnya, fakta sosial yang terdiri atas struktur sosial dan pranata sosial yang
menjadi obyek studi paradigma sosial bersifat mistik.
Sesuatu yang terjadi dalam pemikiran manusia berupa ‘tanggapan kreatif’ terhadap
sesuatu rangsangan atau stimulus dari luar dirinya, bersifat mistik. Yang menjadi pokok
persoalan adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor
lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan
menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Contohnya menyiapkan rumah susun,
menyiapkan apartemen, menyiapkan kamar kos, menyiapkan perumahan nasional.

Penganut paradigma ini mengaku memusatkan perhatian kepada proses interaksi.


Tetapi secara konseptual berbeda dengan paradigma definisi sosial. Bagi paradigma definisi
sosial, aktor adalah dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif dalam proses interaksi.
Sedangkan bagi paradigma perilaku sosial individu kurang sekali memiliki kebebasan.
Tanggapan yang diberikannya ditentukan oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar
dirinya.

Perbedaan pandangan antara paradigma perilaku sosial dengan paradigma perilaku


sosial dengan paradigma fakta sosial terletak pada sumber pengendalian tingkah laku
individu. Bagi paradigma fakta sosial, struktur mikroskopik dan pranata-pranata yang
mempengaruhi atau mengendalikan tingkah laku individu, bagi paradigma perilaku sosial
persoalannya lalu bergeser, sampai beberapa jauh faktor struktur makroskopik dan pranata-
pranata itu berpengaruh terhadap hubungan individu dan terhadap kemungkinan perulangan
kembali.

Teori-Teori

1. Teori Behavioral Sociology


Behavioral sociology dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip
psikologi perilaku ke dalam sosiologi kepada hubungan antara akibat dari tingkah
laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Akibat-akibat
dari tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independen. Konsep dasar Behavioral
sociology yang menjadi pemahamannya adalah “reinforcement” yang dapat diartikan
sebagai ganjaran (reward).
Behavioral Theory : Operant Conditioning
STIMULUS (Discriminating Stimulus S0) >> RESPONSE (Response R) >>
REINFORCEMENT (Reinforcing Stimulus SR) Dan semua itu akan terus berulang-
ulang.
Teori behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang nampak, dapat diukur,
dilukiskan, dam diramalkan. Teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori
belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Interaksi lingkungan melalui belajar, yaitu :
- Pembiasaan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang menghasilkan satu
respon. Misalnya bayi merespon suara keras dengan takut.
- Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu stimulus yang menghasilkan
banyak respon. Pengondisian operan memberikan penguatan positif yang bisa
memperkuat tingkah laku. Sebaliknya penguatan negatif bisa memperlemah
tingkah laku.
- Peniruan, yaitu orang tidak memerlukan reinforcemen yang bisa memiliki tingkah
laku melainkan ia meniru.
2. Teori Excange
Tokoh utama dalam teori ini adalah George Homan.
Teori ini dibangun dengan maksud sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial,
terutama menyerang ide Durkheim secara langsung dari tiga jurusan.
a. Pandangan tentang emergence.
b. Pandangan tetang psikologi.
c. Metode penjelasan dari Durkheim.

Keseluruhan materi teori excange, secara garis besar dapat dikembalikan kepada
lima proposisi George Homan berikut :

1) Jika tingkah laku atau kejadian yang sudah lewat dalam konteks stimulus dan
situasi tertentu melalui ganjaran, maka besar kemungkinan tingkah laku atau
kejadian yang mempunyai hubungan stimulus dan situasi yang sama akan terjadi
atau dilakukan.
2) Menyangkut frekuensi ganjaran yang diterima atas tanggapan atau tingkah laku
tertentu dan kemungkinan terjadinya peristiwa yang sama pada waktu sekarang.
3) Memberikan arti atau nilai tingkah laku yang diarahkan oleh orang lain terhadap
aktor.
4) Makin sering orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain, maka
makin berkurang nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.
5) Makin dirugikan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, makin besar
kemungkinan orang tersebut akan mengembangkan emosi.

Anda mungkin juga menyukai