Oleh :
Anindya Nandini Indriasari 201510330311027
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
efusi).1
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
tentang Otitis Media Efusi mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Otitis Media Efusi beserta
patofisiologi dan penangananannya.
3
BAB 2
ANATOMI & FISIOLOGI TELINGA TENGAH
Struktur yang terganggu pada otitis media adalah bagian telinga tengah.
Dimana telinga tengah itu sendiri terdiri dari :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga
tengah dengan nasofaring
Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi
sinus sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus
cavernous, cabang aurikulus saraf vagus masuk
telinga tengah dari dasarnya.
Batas belakang: aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubung
kan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah kanalis
4
semisirkularis horizontal,kanalis fasialis,tingkap
oval,tingkap bundar,dan promontorium.
Batas atas : tegmen timpani
Dari batas-batas tersebut maka terbentuklah suatu ruangan/kavitas yang
berisi tulang-tulang pendengaran/osikula auditiva yang terdiri dari Maleus (yang
bersentuhan dengan membran timpani), Inkus, lalu Stapes yang berlekatan dengan
tingkap lonjong.1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Untuk pars. Flaksid ini berada di bagian atas dan hanya terdiri dari 2
lapis yaitu lanjutan dari epitel kulit telinga dan lapisan mukosa yang terletak
dibagian dalam.Oleh karena lapisannya tipis, maka daerah ini yang sering
mengalami retraksi jika terjadi tekanan negatif di telinga tengah.2 Sedangkan
untuk pars tensa merupakan bagian yang terletak dibawah yang terdiri dari 3 lapis
yaitu : lapisan kutaneous (Lapisan paling luar yang terdiri dari berlapis kubis),
lapisan mukosa (Lapisan paling dalam yang terdiri dari epitel selapis kubis atau
lanjutan dari mukosa saluran nafas, dan lamina propria (terletak di tengah dan
terdiri dari lapisan sirkuler dan radier). Fungsi dari membran timpani ini adalah
untuk mengubah gelombang suara menjadi getaran yang akan diteruskan oleh
tulang-tulang pendengaran.2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light)
kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler
dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang
berupa kerucut.
5
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang,bawah depan serta bawah
belakang untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Pada kavum timpani terdapat 3 ruangan yaitu epitimpani, mesotimpani dan
hipotimpani. Pada epitimpani terdapat jaringan yang berguna untuk mempertahan
tulang-tulang pendengaran dan juga terdapat sedikit udara dan terdapat pintu dari
mastoid. Mastoid ini merupakan hasil pneumatisasi dari os. Temporal. Sampai
saat ini fungsi dari mastoid masih belum diketahui secara pasti.2
6
ini selain menghantarkan getaran dari membran timpani juga untuk memperkuat
getaran tersebut sampai 17 kali.2 Tuba eustachius merupakan suatu saluran yang
menghubungkan antara cavum timpani dengan nasofaring yang bermuara di
Ostium Pharyngeum Tuba Auditifa (OPTA). Fungsi dari tuba eustasi ini sendiri
adalah sebagai ventilasi dari cavum timpani, menyeimbangkan tekanan di kavum
timpani dan di atmosfir (diluar), sebagai barrier terhadap infeksi asending. Pada
anak-anak tuba eustasi ini lebih horizontal dan lebih pendek dari pada orang
dewasa. Hal inilah yang dapat mencetuskan mudahnya anak-anak menderita otitis
media.2
7
Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa
tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila
efusi tersebut encer.2 disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut
kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).2
2.3.2. EPIDEMIOLOGI
8
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas 2 jenis:
1. Otitis media serosa akut
Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-
tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba eustachius disertai
rasa nyeri pada telinga
2. Otitis media serosa kronis
Pada keadaan kronis, sekret terbentuknya secara bertahap tanpa
rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung
lama.
2.3.5. PATOFISIOLOGI
Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan
mengeluarkan sekret, yang akan dipindahkan oleh sistem mukosilier ke
nasofaring melalui tuba eustachius. Sebagai konsekuensi, faktor yang
mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens sekret yang optimal,
atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di telinga
tengah.8
Infeksi (peradangan) yang disebabkan bakteri dan virus dapat mendorong
peningkatan produksi dan kekentalan sekret mukosa yang edema dapat
menyebabkan obstruksi tuba eustachi. Kelumpuhan silia yang sementara yang
disebabkan eksotoksin bakteri akan menghambat proses penyembuhan dari
OME.
Ada 2 mekanisme utama yang menyebabkan OME :
1. Kegagalan fungsi tuba eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah
dan juga tidak dapat mengalirkan cairan.
2. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah. Dari hasil biopsi
mukosa telinga tengah pada kasus OME didapatkan peningkatan jumlah
sel yang menghasilkan mukus atau serosa.5
9
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma
yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar
terjadi akibat adanya perbadaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis
10
media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif
dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, dan rongga mastoid. Faktor utama yang berperan disini adalah
terganggunya fungsi tuba eustachius.2
Otitis media serosa sering timbul setelah otitis media akut. Cairan yang
telah terakumulasi dibelakang gendang telinga selama infeksi akut dapat tetap
menetap walau infeksi mulai mengalami penyembuhan. Sekresi cairan dan
inflamasi menyebabkan suatu oklusi relatif dari tuba eustachius. Normalnya,
mukosa telinga tengah mengabsorbpsi udara di dalam telinga tengah. Apabila
udara dalam telinga tengah tidak diganti akibat obstruksi relatif dari tuba
eustachius, maka akibatnya terjadi tekanan negatif dalam telinga tengah dan
menyebabkan suatu efusi yang serius. Efusi pada telinga tengah ini menjadi
suatu media pertumbuhan mikroba dan dengan adanya ISPA dapat terjadi
penyebaran virus-virus dan atau bakteria dari saluran nafas bagian atas ke
telinga bagian tengah.9
Saat lahir, tuba Eustahius berada pada bidang paralel dengan dasar
tengkorak, sekitar 10 derajat dari bidang horizontal dan memiliki lumen yang
pendek dan sempit. Seiring dengan pertambahan usia, terutama saat mencapai
usia 7 tahun, lumen tuba eustachius menjadi lebih lebar, panjang, dan
membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horizontal telinga. Dengan
struktur yang demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring
lebih mudah mencapai telinga tengah dan membawa kuman patogen ke
telinga tengah.
11
sedikit nyeri di dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu,
yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah. Tapi setelah
sekret terbentuk, tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang. Rasa nyeri
dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret ada virus atau
alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang
ringan. Pada otoskopi tampak membrana timpani retraksi. Kadang-kadang
tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli
konduktif dapat dibuktikan dengan garpu tala.10
Otitis Media Serosa Kronik
Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga
tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga tengah dengan disertai rasa
nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis sekret terbentuk secara
bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala- gejala pada telinga yang berlangsung
lama. Sekret pada otitis media serosa kronik kental seperti lem, maka disebut
glue ear. Otitis media serosa kronik dapat terjadi sebagai gejala sisa dan otitis
media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna.
2.3.7. DIAGNOSIS
Diagnosis otitis media efusi seringkali sulit ditegakkan karena prosesnya
sendiri yang kerap tidak bergejala, atau dikenal dengan silent otitis media.
Otitis media efusi sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya, guru, bahkan
oleh anaknya sendiri. Selain dari anamnesis, terdapat beberapa pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis otitis media efusi.11,12
Anamnesis
Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini
disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya orang
tua mengeluh adanya gangguan pendengaran pada anaknya, guru melaporkan
bahwa anak mempunyai problem pendengaran, kemunduran dalam pelajaran
di sekolah, bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali OME
ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrining pemeriksaan telinga dan
12
pendengaran di sekolah-sekolah.
Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering
adalah penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh
sampai dengan merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita OME
biasanya mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek dan nyeri
tenggorokan berulang. Pada anak-anak yang lebih besar biasanya mereka
mengeluhkan kesulitan mendengarkan pelajaran di sekolah, atau harus
membesarkan volume saat menonton televisi di rumah. Orang tua juga sering
mendengarkan keluhan telinga anaknya terasa tidak nyaman atau sering
melihat anaknya menarik-narik daun telinganya.
Pemeriksaan Fisik
a) Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan
translusensi membrana tempani. Macam-macam perubahan atau kelainan
yang terjadi pada membran timpani dapat dilihat sebagaimana berikut :
1. Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang
menggati gambaran tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek
cahaya pada kuadran antero inferior memendek, mungkin saja
didapatkan pula peningkatan pembuluh darah kapier pada membran
timpani tersebut. Pada kasus dengan cairan mukoid atau mukupurulen
membrana timpani berwarna lebih muda( krem ).
2. Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat lebih
pendek dan lebih horizontal, membran kelihatan cekung dan reflex
cahaya memendek. Warna mungkin akan berubah agak kekuningan.
3. Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan mungkin
menempel pada inkus, stapes dan promontium, khusunya pada kasus-
kasus yang sudah lanjut, biasanya kasus yang seperti ini karena
disfungsi tuba Eustachius dan otitis media efusi yang sudah berjalan
lama.
4. Membrana timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat
disertai bagian yang atropi didapatkan pada otitis media adesiva oleh
13
karena terjadi jaringan fibrosis ditelinga tengah sebagai akibat proses
peradangan sebelumnya yang berlangsung lama.
5. Gambaran air fluid level atau bubles biasanya ditemukan pada OME
yang berisi cairan serus.
6. Membrana timpani berwarna biru gelap atau ungu diperlihatkan pada
kasus hematotimpanum yang disebabkan oleh fraktur tulang
temporal, leukemia, tumor vaskuler telinga tengah. Sedangkan warna
biru yang lebih muda mungkin disebabkan oleh barotraumas.
7. Gambaran lain adalah ditemukan sikatrik dan bercak kalisifikasi.
Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan
tanda-tanda :
a. Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.
b. Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari
adanya cairan didalam kavum timpani.
c. Membran timpani tampak lebih menonjol.
d. Membran timpani retraksi atau atelektasis.
e. Didapatkan air fluid levels atau bubble, atau
f. Mobilitas membran berkurang atau fikasi.
14
Pemeriksaan Penunjang
Pure tone Audiometry
Selain dengan Garpu Tala, penilaian gangguan pendengaran bisa dilakukana
dengan Audiometri Nada Murni. Tuli konduktif umumnya berkisar antara
derajat ringan hingga sedang.11
15
2.3.9. PENATALAKSANAAN
1. Terapi non-bedah
Pengobatan konservatif secara local ( obat tetes hidung atau spray ) dan
sistemik antara lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan,
serta perasat valsava.
Setelah satu atau dua minggu, bila gejala-gejala masih menetap dapat
dilakukan tindakan pembedahan.
2. Terapi pembedahan
Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain miringotomi,
pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi. Satu-satunya pengobatan
yang efektif pada pasien dengan otitis media efusi adalah evakuasi cairan di
telinga tengah dengan pembedahan.
16
BAB 3
KESIMPULAN
Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah
(Middie Ear Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya
pendengaran pada anak. Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran
timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan
efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis
media serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah
keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh gangguan fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis
hanya pada cara terbentuknya sekret.
Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi,
terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan
sering terjadi. Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat berupa
decongestan, anti histamin, antibiotik, Keputusan untuk melakukan intervensi
bedah dapat dilakukan. Jika gangguan pada telinga berterusan setelah 1-3 bulan.
Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan
tuba timpanostomi, adenoidektomi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi
EA, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2007. p. 64-74
2. Probost R, Grevers G, Iro H. Middle ear. In: Probost R, Grevers G, Iro H,
editors. Basic Otorhinolaryngology. Stutgart : Thieme.; 2006. p. 228-249
3. Sumit K Agrawal, Aguila J Demetrio, Ahn S Min, et al. Current Diagnosis
& Treatment – Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2th ed. USA: Mc
Graw Hill. 2008
4. Media,Wiki. 2009. Telinga. [7 screens] Cited 5 May 2011. Available from :
http://id.wikipedia.org/wiki/telinga
5. Megantara, Imam. 2008. Informasi Kesehatan THT : Otitis Media Efusi. [5
screens] Cited 5 May 2011. Available from : http://www.perhati-kl.org/
6. Paparella,MM., Adams, GL., Levine, SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Adams, GL., Boies,LR., Higler, PA. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Ed. 6. Jakarta:EGC. 1997. P. 90-9
7. David L.S, Ear, Nose and throat disorders: serous otitis media,
Netwellness; 2008
8. Dhingra, PL. Editor : Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose,
and Throat. New Delhi : Churchill Livingstone Pvt Ltd . 1998. P 64-67
9. Cook. K. 2005. Otitis Media. Cited 7 May 2011. Available from :
http://www.emedicine/emerg/emedicine/htm.351.topic
10. Soepardi, Efiaty Arsyad; Iskandar, Nurbaiti. Editor : Otitis Media Non-
Supuratif. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-
Kepala-Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p
58 – 60.
11. Soepardi, efiaty arsyad.dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta ; FKUI
12. Otitis media with effusions (fluid behind the eardrum), Departement of
surgery, the University of Arizona.
18