Anda di halaman 1dari 21

BAB l

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai
misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, juga sebagai tempat penelitian dan pelatihan tenaga
kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan kesehatan. Salah satu bentuk
pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan farmasi (Siregar, 2004).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar
Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.Salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian adalah Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
Instalasi farmasi merupakan unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker sebagai penanggung Jawab (Permenkes
72, 2016). Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan
kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Permenkes
72, 2016).
Pengelolaan perbekalan farmasi harus dikelola secara efektif karena
merupakan komponen terbesar dalam pengeluaran rumah sakit (±40-50%) dan
dana kebutuhan obat rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Belanja

1
perbekalan farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif
dan efisien. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan
mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keberhasilan pengelolaan
perbekalan farmasi tergantung pada kondisi, ketaatan, kebijakan, tugas pokok
dan fungsi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.1.1 Pengertian
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang
bertanggungjawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi(Binfar,
2010).Instalasi farmasi merupakan unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker sebagai penanggung Jawab (Permenkes
72, 2016).
2.1.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
5. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian;
6. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (Permenkes 72, 2016).
2.1.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pengelolan perbekalan farmasi meliputi :
a. Pemilihan perbekalan farmasi
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan
optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi.

3
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
2.1.4 Kepala Instalasi Farmasi
a. Melakukan pengontrolan proses pelayanan pada Instalasi Farmasi.
b. Melakukan Pengontrolan ketersediaan obat serta penggunaanya.
c. Memberikan pelayanan berkualitas untuk para pasien.
d. Melakukan manajemen asisten apoteker.
e. Melakukan analisis mengenai perkembangan apoteker.
f. Membuat rencana mengenai pengembangan apotek.
2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Proses pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan atau seleksi, pengadaan,
pendistribusian dan penggunaan perbekalan farmasi dengan memanfaatkan
sumber sumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. Siklus pengelolaan
perbekalan farmasi meliputi:pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian, dan
administasi(Permenkes 72, 2016).
2.2.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b) Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan;
c) Pola

4
d) Efektifitas dan keamanan;
e) Pengobatan berbasis bukti;
f) Mutu;
g) Harga; dan
h) Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua
penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi
terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai
kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a) membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik;
b) mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi
c) membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d) mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik;
e) membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f) menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g) menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h) melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:

5
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan
atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya
(Permenkes 72, 2016).
Pemilihan sediaan Farmasi, alkes, dan BMHP di Rumah Sakit Padang
Panjang berdasarkan pada Formularium Nasional dan usulan para dokter melalui
Staf Medis Fungsional (SMF)  yang diteruskan ke komite/ Tim Farmasi dan
Terapi (KFT)  kemudian disetujui oleh direktur  Formularium Rumah Sakit
Umum Daerah Padang Panjang dibuat oleh seorang Dokter dan sekretaris
Apoteker (Kepala Instalasi Farmasi)
2.2.2 Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan


menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi

6
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
A. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
 Anggaran yang tersedia;
 Penetapan prioritas;
 Sisa persediaan;
 Data pemakaian periode yang lalu;
 Waktu tunggu pemesanan; dan
 Rencana pengembangan (permenkes 72, 2016).
B. Kompilasi penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi, memberikan informasi bahwa :
 Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit
pelayanan
 Presentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun seluruh unit pelayanan
 Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi
 Perhitungan kebutuhan
Untuk mengetahui terjadinya kekosongan atau kelebihan pada perbekalan
farmasi maka dibutuhkan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan
perbekalan farmasi secara terpadu maka diharapkan perbekalan farmasi yang
direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat
dibutuhkan (Binfar, 2010).
C. Penghitungan kebutuhan
Penghitungan kebutuhan dapat dilakukan dengan beberapa metoda
meliputi:

 Metoda konsumsi
Metoda yang didasarkan pada data riil konsumsi perbekalan periode yang
lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.

7
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung jumlah perbekalan
farmasi yang dibutuhkan adalah :
 Pengumpulan dan pengolahan data
 Analisa data untuk informasi dan evaluasi
 Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
 Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dan alokasi dana.
Data yang diperlukan untuk menyusun perencanaan dengan metoda
konsumsi adalah:
 Pemakaian tahun lalu
 Stok on hand
 Waktu tunggu
 Harga obat dan alat kesehatan
 Dana yang tersedia
Ada 9 langkah untuk menghitung perencanaan obat dengan metoda
konsumsi yaitu :
1. Menghitung Pemakaian Nyata pertahun
adalah jumlah obat yang dikeluarkan untuk jangka waktu 1 tahun (datanya
bisa didapat dari laporan bulanan atau tahunan)
Rumus :
Pemakaian = (Stock awal tahun + penerimaan) – (sisa stock akhir tahun +
jumlah obat yang hilang/rusak/exp.date)
2. Menghitung Pemakaian Rata-rata perbulan
𝑃𝑒𝑚𝑎𝑘𝑖𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Rumus :Pemakaian rata-rata 1 bulan =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑑𝑎

3. Menghitung Kekurangan Obat


merupakan jumlah obat yang diperlukan selama bulan yang kosong
Rumus :
Kekurangan obat = pemakaian rata-rata/bulan x jumlah bulan yang kosong

4. Menghitung Pemakaian Obat Sesungguhnya


Rumus :
Pemakaian obat sesungguhnya = Pemakaian nyata + kekurangan obat

8
5. Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang
merupakan ramalan kebutuhan obat yang sudah mempertimbangkan
peningkatan jumlah pelanggan yang akan dilayani. Jumlah pelanggan
dihitung dengan persamaan regresi dari data peningkatan minimal dari 5
tahun sebelumnya.
Rumus :Misalkan tren peningkatan kunjungan adalah A%, maka :
Kebutuhan obat yang akan datang = kebutuhan sesungguhnya +
(kebutuhan sesungguhnya x A%)
6. Menghitung kebutuhan Lead Time (Waktu tunggu)
Lead time adalah jangka waktu mulai dari perencanaan diajukan sampai
barang diterima.
Rumus :
Kebutuhan lead time = Pemakaian rata-rata/bulan x waktu tunggu (bulan)
7. Menentukan buffer stock
Buffer stock ditentukan dengan 2 cara :
 Berdasarkan waktu tunggu
Waktu tunggu Stock Pengaman
1 bulan 2 minggu
2 bulan 4 minggu
3 bulan 5 minggu
4 bulan 6 minggu
6 bulan 8 minggu
8 bulan 9 minggu
12 bulan 12 minggu
 Berdasarkan system VEN
V : Vital / very essential => 20% stock kerja
(kelompok obat untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi
penyebab kematian ataupun pelayanan pokok kesehatan => stock
tidak boleh kosong)

E : Esensial => 10% stock kerja

9
(obat yang bekerja pada sumber penyakit, obat yang digunakan
paling banyak dalam pengobatan penyakit terbanyak =>
kekosongan dapat ditolerir < 48 jam)
N : Non-Esensial => 0-5% stock kerja
(obat penunjang agar jadi lebih baik => kekosongan dapat
ditolerir > 48 jam).
8. Menghitung jumlah obat yang diprogramkan tahun yang akan datang
Rumus :
Jumlah obat yang diprogramkan = Kebutuhan obat tahun yang akan datang
+ lead time + buffer stock
9. Menghitung jumlah obat yang akan diadakan
Rumus :
Jumlah obat yang diadakan = Jumlah obat yang diprogramkan – stock
akhir tahun.
ANALISA ABC
Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory
management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai
nilai investasi yang tinggi.
Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama
Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo
Pareto (1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu
memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar
(80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General Electric mengembangkan
konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam klasifikasi barang
persediaan.
Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang
berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian
dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas, biasanya kelas dinamai A, B, C, dan
seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh
karena itu analisis ini dinamakan “Analisis ABC”. Umumnya kelas A memiliki
jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai yang sangat tinggi.

10
Analisis ABC digunakan untuk menganalisa tingkat konsumsi semua jenis
obat. Analisis ini mengenai 3 kelas yaitu
a) A (Always)
Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam pengadaannya.
Persentase kumulatifnya antara 75%-80%. Kelas A tersebut menunjukkan 10%-
20% macam persediaan memiliki 70%-80% dari total biaya persediaan. Hal ini
berarti persediaan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga memerlukan
pengawasan ekstra dan pengendalian yang harus baik (Quick, 1997).
b) B (Better)
Kelas B, 20-40% item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10-15% dari
keseluruhan anggaran obat.Persentase kumulatifnya antara 80-95% (Quick,
1997).
c) C (Control)
Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5% namun jumlah obat sangat
banyak, yaitu mencapai 60%. Karena obat selalu tersedia maka pengendalian
pada tingkat ini tidak begitu berat. Persentase kumulatifnya antara 95%-
100% (Quick, 1997).

Kelompok Jumlah item Nilai

A 10-20 % item 80 %

B 20-40% item 15 %

C 60% item 5%
Tabel. Pareto
ABC
ANALISA VEN
Analisis VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan
prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan harga
penjualan obat. Kategori dari obat-obat VEN yaitu:
a) V (Vital)
Merupakan obat-obat yang harus ada, yang diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan, masuk dalam kategori potensial life saving drug, mempunyai efek

11
samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan
penghentiannya tidak tiba-tiba) atau sangat penting dalam penyediaan
pelayanan kesehatan. Kriteria nilai kritis obat ini adalah kelompok obat yang
sangat essensial atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi
penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Pada
obat kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan (Quick,1997). Contoh :
adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung.
b) E (Essensial)
Merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi rasa kesakitan, namun
sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara
absolut, hanya untuk penyediaan sistem dasar. Kriteria nilai kritis obat ini
adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab
penyakit dan yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak.
Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolelir kurang dari 48 jam(Quick,1997).
Contoh : antibiotic, obat gastrointestinal, NSAID, dll.
c) N (Non Essensial)
Merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh
sendiri dan obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.
Kriteria nilai krisis obat ini adalah obat penunjang agar tindakan atau
pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir lebih dari 48
jam (Quick,1997). Contoh : vitamin, dan suplemen.
ANALISA KOMBINASI ABC – VEN
Jenis obat yang termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-
benar yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut
statusnya harus Edan sebagain V (dari analisa VEN). Sebaliknya jenis obat
dengan status N harusnya masuk dalam kategori C (Maimun, 2008).
Digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat dimana anggaran
yang ada tidak sesuai kebutuhan.
 Metoda epidemiologi

12
Untuk menyusun perencanaan dengan metoda epidemiologi selain
membutuhkan data dengan perhitungan metoda konsumsi juga dibutuhkan data-
data berikut :
 Pola penyakit
 Standard terapi
 Jumlah kunjungan
Perbandingan metoda konsumsi dan epidemiologi:
Konsumsi Epidemiologi
 Pilihan pertama dalam perencanaan  Lebih akurat dan mendekati
dan pengadaan kebutuhan sebenarnya
 Lebih mudah dan cepat dalam  Pengobatan lebih rasional
perhitungan  Perhitungan lebih rumit
 Kurang tepat dalam penentuan jenis  Tidak dapat digunakan untuk
dan jumlah semua penyakit
 Mendukungketidakrasionalan dalam  Data yang diperlukan lebih banyak
penggunaan (kunjungan pasien, sepuluh besar
pola penyakit, persentase dewasa
dan anak)

D. Evaluasi perencanaan
Jumlah kebutuhan yang telah diperoleh pada perhitungan idealnya diikuti
dengan evaluasi.
Cara evaluasi yang dapat dilakukan anntara lain :
 Analisa nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi
 Pertimbangan kriteria VEN untuk menganalisa aspek medik/terapi
 Kombinasi ABC dan VEN
 Revisi daftar perbekalan farmasi (Binfar, 2010).
Perencanaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Padang Panjang
berdasarkan metode konsumsi dan pemakaian tahun lalu sesuai dengan Permenkes No.
72 tahun 2016. Teknis perencanaannya adalah sebagai berikut :
1) Petugas gudang obat membuat stock opname setiap akhir bulan.
2) Lalu petugas gudang akan mengisi daftar inventaris obat/ BMHP dibuku berserta
jumlah obat/ BMHP.

13
3) Lalu dibuat daftar kebutuhan obat/ BMHP yang dibutuhkan (yang telah disetujui
oleh Apoteker Penanggung jawab gudang obat.
4) Kemudian daftar diserahkan kepada kepala instlasi.
5) Kalau daftar obat yang akan dipesan telah disetujui oleh kepala instalaso (diketahui
Kabid/ direktur RS), maka obat/ BMHP tersebut akan diadakan oleh pejabat
pengadaan yang akan memesan obat/ BMHP.
2.2.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika
proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
A. Pembelian

14
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2. Persyaratan pemasok.
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
B. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
b) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
c) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
d) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
e) Sediaan Farmasi untuk penelitian;
f) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu
dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit
tersebut.
C. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan
kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi

15
dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan
pasien Rumah Sakit (Permenkes 72, 2016).

16
BAB III
PEMBAHASAN
RSUD Padang Panjang merupakan Rumah Sakit milik pemerintah yang
mempunyai status BLUD dari tahun 2013, Rumah Sakit yang memiliki status
BLUD dana operasional Rumah Sakit bisa dikelola oleh Rumah Sakit itu sendiri,
sedangkan sarana dan prasarana (aset) berasal dari APBD kota padang Panjang.
Dalam menetapkan Pemilihan obat RSUD Padang Panjang berdasarkan pada
Formularium Rumah Sakit dari usulan para dokter melalui Staf Medis Fungsional
(SMF). Daftar obat tersebut kemudian diteruskan ke Komite / Tim Farmasi dan
Terapi (KFT) yang selanjutnya disetujui oleh direktur. Formularium Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Padang Panjang dibuat oleh KFT (Komite / Tim Farmasi
dan Terapi) yang diketuai oleh seorang dokter dan sekretaris seorang Apoteker
(Kepala Instalasi Farmasi) dengan anggota Dokter serta Apoteker dan anggota staf
yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun 2016, dimana
dinyatakan bahwa “Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit”. Rangkaian dari kegiatan pembuatan
Formularium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Padang Panjang adalah :
1. Daftar obat yang akan dimasukan ke Formularium Rumah sakit diadopsi
dari daftar obat yang terdapat di Formularium Nasional berdasarkan tipe
rumah sakit.
2. Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT) mengedarkan formularium
nasional ke Dokter dan meminta usulan Dokter apakah ada obat yang
diperlukan atau obat yang tidak terdaftar didalam formularium nasional.
3. Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT) menyalin data hasil masukan
mengenai Obat yang diusulkan oleh dokter dirapatkan.
4. Apabila masukan daftar Obat yang diberikan Dokter dianggap layak serta
dapat digunakan dengan berbagai pertimbangan maka Obat tersebut dapat
masuk ke daftar obat Formularium Rumah sakit.
5. Jika usulan obat dianggap tidak perlu digunakan maka akan dikirim surat
penolakan ke Dokter disertai dengan alasan penolakan.

17
Perencanaan perbekalan farmasi di RSUD Padang Panjang berdasarkan
metode konsumsi sesuai dengan Permenkes No.72 tahun 2016 dan dijelaskan
dalam Binfar 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah
Sakit. Adapun teknis perencanaanya adalah sebagai berikut:
1. Petugas gudang obat membuat SO (Stock Opname) setiap akhir bulan.
2. Lalu petugas gudang akan mengisi daftar inventaris obat/BMHP di
bukubeserta jumlah obat/BMHP.
3. Lalu dibuat daftar kebutuhan obat/BMHP yang dibutuhkan (yang disetujui
oleh Apoteker penanggung jawab gudang obat).
4. Kemudian daftar diserahkan kepada Kepala Instalasi
5. Kalau daftar obat yang akan dipesan telah disetujui oleh kepala instalasi
(diketahui Kabid/Direktur Rumah Sakit), maka obat/BMHP tersebut akan
diadakan oleh Pejabat pengadaan yang akan memesan obat/BMHP.
Pengadaan pada RSUD Padang Panjang dilakukan secara e-purchasing
dengan menggunakan e-catalog untuk perbekalan farmasi yang tersedia pada e-
catalog dan untuk perbekalan farmasi yang tidak tersedia pada e-catalog maka
pembelian langsung dilakukan pada distributor, namun pembelian pada distributor
langsung untuk obat yang ada di e-catalog ini bisa juga dilakukan untuk
perbekalan farmasi yang jika telah dilakukan e-purchasing namun perbekalan
tersebut telat datang atau mengalami kekosongan stok tetapi harga sesuai dengan
yang ada di e-catalog. Bagian pengadaan di RSUD Padang Panjang akan
langsung mengadakan pembelian pada distributor tersebut untuk mencegah
terjadinya kekosongan stok pada RSUD Padang Panjang.
Pada e-purchasing, jika paket telah disetujui, penyedia akan menunjuk
distributornya untuk melakukan pengiriman barang dan untuk masalah
pembayarannya dilakukan kepada distributor tersebut. Untuk pembelian langsung
melalui distributor, pengiriman dan pembayaran langsung diurus juga oleh
distributor tersebut. Pelaksanaan pembayaran oleh RSUD Padang Panjang
biasanya dilakukan secara kredit. Biasanya pihak distributor memberikan
tenggang waktu 30 hari untuk pembayaran.
Untuk sediaan narkotika dan psikotropika membutuhkan perlakuan khusus
dalam hal pengadaannya. Sediaan narkotika ini pertama dipesan melalui e-

18
purchasing dan setelah disetujui oleh penyedia, maka pihak distributor akan
meminta blangko pemesanan narkotika yang terdiri dari 4 rangkap beserta bukti
pemesanan e-purchasing sekaligus dengan pembayarannya. Sama halnya dengan
narkotika, psikotropika juga seperti itu tetapi blangko psikotropika 2 rangkap dan
dengan blangko khusus sediaan psikotropika. Semua surat pesanan ini harus
ditanda tangani oleh kepala instalasi farmasi selaku penanggung jawab farmasi
pada RSUD Padang Panjang.
Pembelian obat-obatan dengan melihat daftar di LKPP dan memesan di
LPSE pejabat pengadaan punya akun tersendiri. Untuk pembelian secara online
dengan membuka portal yang menyediakan e-catalog kemudian membeli obat apa
yang akan dibeli dengan program e-purchasing dan pembayaran dengan cara
transfer. Contohnya untuk memesan gliquidone, hal pertama yang dilakukan
adalah mencari daftar pabrik/PT yang memproduksi obat tersebut (misalnya PT.
Dexa Medica), PPK berkomitmen dengan PT tersebut, (dalam hal ini sudah
terdaftar dipusat PPK RSUD PadangPanjang sehingga bisa langsung pesan
dengan log in ke program). Jika sesuai kesepakatan maka PT. Dexa Medica akan
menunjuk distributor, kemudian distributornya yang akan mendistribusikan obat
ke Rumah Sakit.
Sistem pembelian setiap minggu lebih menguntungkan, karena lebih
fleksibel terhadap perubahan perbekalan yang akan digunakan sehingga dapat
meminimalkan penumpukkan perbekalan hingga masa kadaluarsanya. Sistem
pembelian setiap minggu memungkinkan instalasi farmasi menggunakan sistem
penunjukkan langsung terhadap distributor, sehingga diharapkan harga menjadi
lebih murah. Metode ini digunakan untuk pengadaan obat paket (seperti paket
perbekalan farmasi untuk operasi), alkes dan alat kedokteran. Untuk lebih
memudahkan pengumpulan data perbekalan farmasi yang harus dipesan setiap
minggunya, maka dibuatlah buku kebutuhan obat yang diisi oleh semua apotek di
RSUD Padang Panjang.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dan hasil diskusi
dengan tenaga teknis kefarmasian, Apoteker, dan tenaga terkait mengenai

19
Pemilihan, Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi
RSUD Padang Panjang hampir sepenuhnya memenuhi standar Permenkes No. 72
tahun 2016. Pengelolaan perbekalan farmasi ditunjang oleh sistem informasi
manajemen berupa pengelolaan data secara komputerisasi. Namun masih perlu
dilakukan upaya peningkatan dalam pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit
di beberapa aspek misalnya penyimpanan, lemari pendingin tempat penyimpanan
obat dan suhu ruangan tidak rutin dilakukan pengecekan

20
DAFTAR PUSTAKA
Charles, JP Siregar, J, P., Prof. Dr, MSc., 2004 . Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan, Cetakan I, EGC.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes Depkes RI Bekerjasama dengan Japan
International Cooperation Agency. (2010). Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Bina Kefarmasian dan
Alkes Depkes RI.
Permenkes RI. (2014). Permenkes no.56 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit. Jakarta: Direktur Jendral Peraturan Perundang-Undangan Kementrian
Hukum dan HAM RI.
PermenkesRI. (2016). Permenkes no.72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
diRumah Sakit. Jakarta: Direktur Jendral Peraturan Perundang-Undangan
Kementrian Hukum dan HAM RI.

21

Anda mungkin juga menyukai