Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga),
dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2013).
2.1.2 Proses Adopsi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2013), perilaku adalah semua kegiatan atau
aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak
dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku
baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1) Awarness (Kesadaran)
Dimana orang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
2) Interest (Tertarik)
Subjek mulai tertarik pada stimulus atau objek tersebut,maka disini
sikap objek mulai timbul.
3) Evaluation (Evaluasi)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus-stimulus
bagi dirinya, hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.
4) Trial (Mencoba)
Dimana subjek mulai mencoba melaksanakan sesuatu hal sesuai
dengan apa yang di kehendaki oleh stimulus atau objek.

4
5

5) Adaptation (Adaptasi)
Subjek mencoba melaksanakan sesuatu sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus penerimaan perilaku baru
atau adopsi yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama.
2.1.3 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2013) Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara
garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Apliksi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai
pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokan, membuat
diagram (Bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
6

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk


merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui
dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Baik : Hasil persentase 76%-100%
2. Cukup : Hasil persentase 56%-75%
3. Kurang : Hasil persentase ≤ 56%
2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi
pengetahuan meliputi :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Budiman &
Riyanto, 2013). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin capat menerima dan memahami suatu informasi sehingga
pengetahuan yang dimiliki juga semakin tinggi (Sriningsih, 2011).
b. Informasi/ Media Massa
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
7

Informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal


dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin
berkembangnya teknologi menyediakan bermacam-macam media
massa sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat.
Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering
mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka akan
menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang
yang tidak sering menerima informasi tidak akan menambah
pengetahuan dan wawasannya.
c. Sosial, Budaya dan Ekonomi
Sosial budaya merupakan segala hal yang di ciptakan manusia
dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga
akan menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk
kegiatan tertentu sehingga status ekonomi akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik maka
pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik
maka pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang
mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang yang
memiliki status ekonomi dibawah rata-rata maka seseorang
tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan.
d. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan
kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun
tidak yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh individu.
Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan
8

baik tapi jika lingkungan kurang baik maka pengetahuan yang


didapat juga akan kurang baik.
e. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain
maupun diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman
seseorang tentang suatu permasalahan akan membuat orang
tersebut mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan
dari pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga
pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan
apabila medapatkan masalah yang sama.
f. Usia
Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah.
2.2 Konsep Ibu
2.2.1 Definisi Ibu
Ibu adalah posisi sebagai istri, pemimpin, dan pemberi asuhan
kesehatan. Ibu adalah sebutan untuk seorang perempuan yang telah
menikah dan melahirkan, sebutan wanita yang telah bersuami
(Effendi, 2004).
2.2.2 Peranan Ibu
Ibu sebagai istri, ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai
peranan dalam mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dalam
peranan sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya. Disamping itu ibu berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya. Seorang ibu bersama keluarga
mempunyai peran dan fungsi. fungsinya sebagai berikut:
1) Fungsi fisiologis: berperan dalam reproduksi, pengasuh anak,
pemberian makanan, pemelihara kesehatan dan rekreasi.
9

2) Fungsi ekonomi: menyediakan cukup untuk mendukung fungsi


lainya, menentukan alokasi sumber dana, menjamin keamanan
vital keluarga.
3) Fungsi pendidik: mengajarkan ketrampilan, tingkah laku, dan
pengetahuan berdasarkan fungsi lainnya.
4) Fungsi psikologis: memberikan lingkungan yang mendukung
fungsi alamiah setiap individu, menawarkan perlindungan
psikologis yang optimal dan mendukung untuk membentuk
hubungan dengan orang lain.
5) Fungsi sosial budaya dengan meneruskan nilai-nilai budaya,
sosialisasi, dan pembentukan norma-norma, tingkah laku pada
tiap tahap perkembangan anak serta kehidupan keluarga
(Puspitasari, 2013).
2.3 Gizi Buruk
2.3.1 Definisi Gizi buruk
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah
underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk).
Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur
(BB/U) kurang dari -3 SD (Kemenkes, 2011). Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Wiku A,
2015).
2.3.2 Faktor penyebab gizi buruk
WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi
buruk, yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang
buruk, infeksi berat dan berulang terutama pada populasi yang kurang
mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat
dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan
10

kesehatan (WHO, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya


gizi buruk, diantaranya adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu
tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).
a. Konsumsi zat gizi
Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta
dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi (Krisnansari d, 2010). Selain itu faktor
kurangnya asupan makanan disebabkan oleh ketersediaan pangan,
nafsu makan anak,gangguan sistem pencernaan serta penyakit
infeksi yang diderita (Proverawati A, 2009).
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada
anak-anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan
fungsi kekebalan tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas
dan atau kapasitas fungsional berkurang dari semua komponen
seluler dari sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi
(RodriquesL, 2011)
c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam
mengelola makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita
merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu
mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan
kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari (Mulyaningsih F, 2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi
akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan
informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu
penyebab terjadinya gangguan gizi (Notoadmodjo S, 2003).
Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang
cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
11

pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu


dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk
anak balita (Nainggolan J dan Zuraida R, 2010).
d. Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah
diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan semakin
mudah untuk mengimplementasikan pengetahuannya dalam
perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Ihsan
M.Hiswani, Jemadi, 2012). Pendidikan ibu yang relatif rendah
akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani
masalah kurang gizi pada anak balitanya (Oktavianis, 2016).
2.3.3 Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3,
yaitu:
a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup.
Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada
kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajah seperti
orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah
makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga
tampak jelas dan pantat kendur dan keriput (baggy pant).
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi
namun asupan protein yang inadekuat (Liansyah TM, 2015).
Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah
menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah
rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat
dan biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan
habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat
dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang
12

pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai


bawah sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi
disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki
selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan
pencernaan (Arvin Ann M, 2000).
c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita
berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta
kelainan biokimia (Pudjiadi S, 2010).

Anda mungkin juga menyukai