Anda di halaman 1dari 14

TUBERKULOSIS (TBC/TB)

Dosen Pembimbing : Dwi Aulia Ramdini M.Farm,Apt

Disusun Oleh :

Kelompok 16

1. I Kadek Sungkar Nugraha (163110063)


2. Dinda Putri Septiani (163110043)
3. Ester Rohana Sibarani (163110051)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
BANDAR LAMPUNG
2019
PENYAKIT TUBERKULOSIS

BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia tuberkulosis masih merupakan salah satu penyakit yang
menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Penderita TB di Indonesia
merupakan urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien, sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui penyebab penyakit TB, ciri-ciri yang timbul dari
penyakit TB, penularannya, serta pengobatan dan terapinya.
1.3. Ruang lingkup
Segala macam profesi yang berhubungan dengan kesehatan,
mahasiswa/mahasiswi jurusan Farmasi UTB Lampung, serta para penderita TB.
BAB II : LANDASAN TEORI
Di Indonesia tuberkulosis masih merupakan salah satu penyakit yang
menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Penderita TB di Indonesia
merupakan urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien, sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.
Tuberkulosis (TB/TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten ataupun
progresif. Secara global, 2 milyar orang terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal
karenanya.
BAB III : PEMBAHASAN
 Definisi penyakit
Tuberkulosis (TB/TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten ataupun
progresif. Secara global, 2 milyar orang terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal
karenanya.
Mycobacterium Tuberculosis dapat ditularkan dari orang ke orang dengan
batuk atau bersin. Dan yang terlalu dekat dengan penderita TB kemungkinan
besar dapat terinfeksi.
HIV adalah faktor resiko paling penting pada TB aktif, terutama pada umur
sekitar 25-44 tahun. Penderita yang terinveksi HIV dengan infeksi tuberkulosis,
akan berkembang menjadi penyakit yang aktif 100 kali lebih besar dibandingkan
dengan penderita yang tidak terinfeksi dengan HIV.
 Klasifikasi tuberkulosis
 TUBERKULOSIS PARU
1) Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a. Tuberkulosis paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan
tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M. tuberculosis
2) Berdasarkan tipe pasien
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan.
b. Kasus kambuh
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila
ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB
yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap.
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
 TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi
anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan
pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif
 Patofisiologi tuberkulosis
 Etiologi
TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat
kaitanya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Tuberkulosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebakan
oleh Mycobacterium tuberculosa (Ikeu,2007). Penyakit ini ditularkan melalui
udara yaitu percikan ludah, bersin dan batuk. Penyakit TB paru biasanya
menyerang paru akan tetapi dapat menyerang organ tubuh lain (Aditama, 2002).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbetuk batang dan memiliki
sifat kusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut
pula sebagai bakteri Tahan Asam ( BTA ) (Depkes RI,2007). Pada tahun 1982
robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis untuk
pertama kali sebagai bakteri penyebab TB paru (Zulkifli,2007).
 Patogenesis
Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi organisme di alveolar melalui
droplet nuklei yang sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel epithelial siliari
dari pernafasan atas. Bila terinplantasi mycobacterium tuberculosis melalui
saluran nafas, mikroorganisme akan membelah diri dan akan terus berlangsung
walaupun pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi pada daerah yang terinfeksi dan
nodus limfe regional dapat terjadi, menghasilkan pembentukkan radiodense area
menjadi kompleks ghon.
Makrofag yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah
yang ditumbuhi mycobacterium tuberkulosis yang padat seperti keju (daerah
nekrotik) sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersenditivitas
tipe tertunda juga berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T.
Makrofag membentuk granuloma yang mengandung organisme
Biasanya penyebaran organisme melalui darah ini menyebabkan
pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit secara luas dan pembentukkan
granuloma yang dikenal sebagai tuberculosis miliari.
 Manifestasi klinis
 FAKTOR RESIKO
 Faktor terkait indeks kasus
1) Muatan bacilli
Kadar bacilli di dalam dahak pasien berhubungan positif
dengan tingkat penularan pasien. Semakin tinggi kandungan
bacilli pada dahak maka kecenderungan penularan juga tinggi.
2) Kedekatan terhadap pasien kasus menular
Kontak yang dekat dengan kasus TB menular meliputi kontak
langsung dengan penderita TB menular dan petugas pelayanan
kesehatan. Orang-orang ini memiliki risiko lebih tinggi untuk
tertular MTB.
 Faktor Individu
1) Kondisi sistem imun yang lemah
Koinfeksi HIV adalah faktor resiko immunosuppressive
(penurunan respon imun) yang paling poten terhadap
perkembangan penyakit TB aktif (Corbett dkk., 2003). Koinfeksi
HIV meningkatkan kesempatan aktivasi infeksi laten TB dan
kemajuan TB yang mengikuti infeksi primer atau infeksi kembali
TB. Koinfeksi HIV memperburuk keparahan penyakit TB
sedangkan koinfeksi TB mempercepat replikasi HIV di organ
terinfeksi termasuk paru-paru dan pleura (Collins dkk., 2002).
TB mempercepat kemajuan HIV melalui peningkatan aktivasi
sistem imun.
2) Malnutrisi
Malnutrisi baik defisiensi mikro maupun makro
meningkatkan resiko TB karena melemahnya respon imun.
Penyakit TB dapat memicu kekurangan gizi karena penurunan
nafsu makan dan perubahan proses metabolik.
3) Usia muda
Anak-anak berada pada risiko lebih tinggi untuk terkena
infeksi dan penyakit TB. Studi menunjukkan bahwa 60-80%
pasien terpapar smear positive dahak menjadi terinfeksi
sedangkan ketika kontak dengan dahak smear negative, hanya
30-40% yang terinfeksi. Kebanyakan anak-anak kurang dari 2
tahun terinfeksi dari sumber rumah tangga sedangkan anak
berumur lebih dari 2 tahun lebih banyak terinfeksi dari sumber
komunitas (lingkungan bermain).
4) Diabetes
Diabetes meningkatan risiko penyakit TB aktif. Bukti biologi
mendukung teori bahwa diabetes melemahkan secara langsung
respon imun intrinsic dan adaptif sehingga mempercepat
proliferasi TB. Penurunan produksi IFN- γ dan sitokin lain
mengurangi imunitas sel T dan kemotaksis di neutrophil pasien
diabetes. Hal ini dianggap berperan penting dalam peningkatan
kecenderungan pasien diabetes untuk mengalami TB aktif.
Reaksi sebaliknya, TB dapat menginduksi intoleransi glukosa
dan perburukan kontrol glikemik pada pasien diabetes (Romieu
dan Trenga, 2001).
5) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan mengalami peningkatan risiko terpapar
MTB (Narasimhan dkk., 2013).
 Faktor sosial ekonomi dan kebiasaan
1) Asap rokok
Hubungan antara merokok dan TB telah dipelajari dalam
beberapa review sistematik. Bates & colleagues dalam meta
analisis dari 24 studi efek merokok pada TB mengungkapkan
tingginya risiko TB pada perokok dengan non perokok. Merokok
menjadi faktor risiko infeksi dan penyakit TB serta tambahan
risiko kematian pada seseorang dengan TB aktif (Narasimhan
dkk., 2013). Pembersihan oleh sekresi mukosa yang dilemahkan,
pengurangan kemampuan fagositik dari makrofag alveolus dan
penurunan respon imun dan/atau CD4 + limpopenia akibat
kandungan nikotin dalam rokok menjadi alasan peningkatan
kerentanan tuberkulosis paru akibat rokok (Arcavi dan Benowitz,
2004).
2) Alkohol
Alkohol telah diketahui sebagai faktor risiko yang kuat
terhadap penyakit TB. Terjadi peningkatan risiko TB aktif pada
orang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 40 g per hari.
Perubahan sistem imun, khususnya perubahan molekul pemberi
tanda (signaling) yang bertanggung jawab produksi sitokin
menjadi penyebab peningkatan risiko TB (Szabo, 1997).
3) Polusi udara dalam ruangan
Penggunaan bahan bakar padat untuk memasak di negara
berkembang mencapai angka lebih dari 80%. Asap pembakaran
kayu atau biomassa dikenal sebagai faktor risiko independen
untuk penyakit TB berdasarkan studi case control di India dan
Brazil. Asap kayu dapat melemahkan fungsi makrofag,
perlekatan pada permukaan dan pembersihan bakteri. Sementara
itu, asap biomassa diketahui melepaskan partikulat besar seperti
karbon monoksida, nitrogen oksida, formaldehid dan
hidrokarbon poliaromatik yang dapat terdeposit secara dalam di
alveolus sehingga menyebabkan kerusakan (Narasimhan dkk.,
2013).
 DIAGNOSIS
 Gejala Klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal
sesuai organ yang terlibat)
1) Gejala respiratorik
a. Batuk > 2 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
2) Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun
3) Gejala tuberkulosis ekstraparu
a. Pada limfadenitis TB: terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening
b. Pada meningitis TB: terlihat gejala meningitis
c. Pada pleuritis TB: terdapat gejala sesak napas dan kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
 Pemeriksaan Jasmani
1) Pada TB paru: Kelainan tergantung luas kelainan struktur paru,
kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks serta daerah apeks lobus inferior.
Pemeriksaan jasmani antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
2) Pada pleuritis TB: Pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan.
3) Pada limfadenitis TB: Terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
 Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
yang sangat penting dalam menetapkan diagnosis. Pemeriksaan
bakteriologi ini didapat dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi.
 Pemeriksaan Radiologi
1) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
a. Fibrotik
b. Kalsifikasi
c. Schwarte atau penebalan pleura
 Pemeriksaan Penunjang lain
1) Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan
pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan
kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah
bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,
Cope dan Veen Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB)
dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA,
biopsi paru terbuka).
d. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke
laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi
3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (
LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4) Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang
tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan
dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi
HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
 Treatment/ pengobatan
Tuberkulosis dibagi menjadi 2 kategori yaitu, kategori 1 (pasien baru TB
paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, dan pasien TB
ekstra paru), dan kategori 2 (pasien kambuh, pasien gagal, dan pasien dengan
pengobatan terputus).
 Pengobatan pada tuberkulosis (terapi farmakologi)
1. untuk kategori 1 diobati dengan INH, rifampisin, pyrazinamid dan
ethambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya
4 bulan (fase lanjutan) dangan INH dan rifampisin 3 kali dalam
seminggu.
2. Sedangkan untuk kategori 2 diobati dengan INH, rifampisin,
pyrazinamid, ethambutol, dan streptomisin selama 2 bulan setiap
hari, dan selanjutnya dengan INH, rifampisin dan ethambutol selama
5 bulan seminggu 3 kali.
3. Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1
bulan sebagai sisipan.
 Terapi non farmakologi
1. Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi)
2. Memperbanyak istirahat/ istirahat yang cukup
3. Diet sehat, dianjurkan banyak mengkonsumsi banyak lemak dan
vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan
sistem imun
4. Menjaga sanitasi/ kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal
5. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan
udara yang baru
6. Berolahraga secara teratur, seperti jalan santai dipagi hari
7. Minum susu kambing atau susu sapi
8. Menghindari kontak langsung dengan pasien TB
9. Rajin mengontrol gula darah
 Monitoring/ edukasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penderita tb:
1. Mencegah ketidakpatuhan dengan cara bekerjasama dengan medis atau
salah satu anggota keluarga klien yang diangkat menjadi PMO (pengawas
menelan obat) untuk memudahkan jadwal dan mengawasi proses menelan
obat
2. Mengupayakan alat bantu pengingat dan pengaturan penggunaan obat,
misalnya alarm di handphone, pemberian label instruksi pengobatan pada
obatnya, wadah tempat obat (pill dispenser) untuk persediaan harian atau
mingguan, kemasan penggunaan obat per dosis unit
3. Mengingatkan klien dengan telpon/sms untuk pengambilan obat
selanjutnya atau jadwal kontrol kembali
4. Memberikan motivasi dalam menangani ketidakpatuhan dengan
menjelaskan keuntungan dari pengobatan
5. Jelaskan bahwa klien harus dapat mengevaluasi diri sendiri, meliputi
membantu klien untuk mengembangkan kepercayaan diri, memastikan
klien telah memahami informasi yang diperoleh dan memastikan apakah
informasi yang diberikan dalam proses konseling dapat dipahami dengan
baik
BAB IV : PENUTUP
Dari penjelasan mengenai panyakit tuberkulosis diatas dapat diketahui
bahwa bakteri yang menyebabkan tuberkulosis yaitu mycobacterium tuberculosis.
Dan untuk penanganan tuberkulosis ini harus dilakukan dengan cepat, untuk
menghindari pertumbuhan dari bakteri mycobacterium. Serta pengobatannya juga
tidak boleh terputus yang dilakukan selama 18 bulan, sampai bakteri
mycobacterium benar-benar bersih.
BAB V : DAFTAR PUSTAKA
 http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/viewFile/6356/5222
 http://www.academia.edu/8785795/PENYAKIT_TUBERKULOSIS_el
 Dipiro, Joseph T. et al, Pharmacotheraphy Handbook, Ninth Edition, 2012,
Mc Graw Hill Companies Inc, New York, USA.
 Elin, Retnosari dkk, Iso Farmakoterapi, Buku I, 2013, PT.ISFI Penerbitan,
Jakarta, Indonesia.
 https://repository.ugm.ac.id/273526/1/Draft%20Buku%20Antituberkulosis%
2014%20Desember.pdf
 https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2017/08/KONSELING-TUBERKULOSIS-2017
 https://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
 http://digilib.unila.ac.id/9814/13/bab%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai