Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakologi atau yang biasa disebut dengan "ilmu khasiat obat" adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya baik Sifat kimiawi fisika
kegiatan fisiologi reabsorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup. Dalam ilmu
farmakologi dikenal dengan berbagai istilah Salah satunya yaitu farmakodinamik.
Farmakodinamik mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya. Farmakodinamik juga mempelajari cara kerja obat efek obat
terhadap fungsi berbagai organ dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan
struktur organ obat. Salah satu efek obat dalam tubuh yaitu dalam menurunkan panas
dalam hal ini golongan obatnya disebut dengan antipiretik.

Antipiretik adalah obat penurun panas. obat-obat antipiretik juga menekan gejala
gejala yang biasanya menyertai demam antipiretik dapat menyebabkan hipotalamus
untuk mengesampingkan peningkatan interleukin yang kerjanya menginduksi suhu
tubuh. Tubuh kemudian akan bekerja untuk menurunkan suhu tubuh dan hasilnya
adalah penurunan demam. Obat-obat antipiretik tidak menghambat pembentukan
panas. Hilangnya panas terjadi dengan meningkatkan aliran darah ke perifer dan juga
pembentukan keringat. Efek ini bersifat Sentral, tetapi tidak juga secara langsung
pada neuron hipotalamus. Cara menurunkan demam tinggi diduga dengan
menghambat pembentukan prostaglandin E2.

Obat-obat yang memiliki efek antipiretik atau dapat membuat penurunan panas
tubuh yaitu OAINS (Obat Anti Inflamasi Non-Steroid) seperti Ibuprofen, Naproxen,
dan Ketoprofen; Aspirin dan golongan salisilat lainnya; Paracetamol(acetaminophen);
Metamizole; Nabumetae; Nimesulide; Phenazone; dan Quinine. Berdasarkan latar
belakang di atas maka percobaan antipiretik dilakukan untuk menentukan efek
antipiretik dari beberapa sediaan yang diberikan pada hewan coba tikus.
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari percobaan ini yaitu Bagaimana cara menentukan efek
antipiretik dari beberapa sediaan yang diberikan pada hewan coba tikus?

C. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek antipiretik dari beberapa
sediaan yang diberikan pada hewan coba tikus.

D. Manfaat

Manfaat dari percobaan ini adalah dapat menentukan efek antipiretik dari
beberapa sediaan yang diberikan pada hewan coba tikus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori umum
Demam adalah peningkatan suhu tubuh karena perubahan yang terjadi pada
pusat termoregulasi tubuh yang disebabkan oleh pirogen (Zainol, dkk. 2014).
Demam (terutama jika >40℃) dapat merusak sel-sel tubuh, dan dapat terjadi
delirium dan kejang. Pada suhu lebih dari 41℃, regulasi oleh pusat kendali suhu
hipotalamus menjadi terganggu. Kerusakan dapat terjadi pada banyak sel,
termasuk yang ada di otak (Brown, dkk. 2017). Kejang demam merupakan
kejang yang terjadi ketika suhu tubuh (suhu rektal) diatas 38℃ dan disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium (Trianggani, dkk. 2017).
Penanganan demam terdapat berbagai macam cara yang dapat digunakan
untuk menurunkan panas seperti melakukan penanganan tanpa obat dan
penanganan dengan obat. Penanganan dengan obat dilakukan dengan
memberikan antipiretik pada saat suhu tubuh anak >39℃. Obat antipiretik yang
umum digunakan saat ini adalah parasetamol dan Ibuprofen karena kedua obat
ini dinilai relatif aman untuk anak dan usia dewasa (Surya, dkk. 2018).
Antipiretik adalah obat yang berkhasiat menurunkan suhu tubuh yang tinggi
kembali ke normal. Antipiretik yang dibuat secara sintetik mempunyai daya
antipiretik dan analgesik (Sumardjo. 2008). Analgetik adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. Analgetik meliputi zat opioid dan
non opioid yang bisa berupa obat resep atau obat bebas. Banyak dari sediaan
opioid dan non opioid yang bisa juga bekerja sebagai antipiretik dan agen anti
inflamasi untuk efek terapi yang diinginkan (Falcher, dkk. 2012).
Cara yang paling efektif untuk mengurangi suhu tubuh anak adalah dengan
menggunakan obat antipiretik untuk menurunkan panas, meskipun penggunaan
obat tersebut pada anak-anak masih kontroversial. Paracetamol dan Ibuprofen
keduanya digunakan dalam upaya menurunkan suhu, perbedaan keduanya kecil.
Untuk anak-anak yang mengalami dehidrasi atau memiliki gangguan ginjal,
parasetamol harus digunakan dan harus menghindari Ibuprofen, karena Ibuprofen
dapat memper buruk atau menyebabkan gangguan ginjal (Trigg, dkk. 2010).
Agen antipiretik dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: kelas terbesar
termasuk aspirin, Ibuprofen dan OAINS lainnya, sementara kortikosteroid dan
parasetamol masing-masing dalam kelas sendiri. OAINS adalah inhibitor COX
sentral dan verifier. Asetaminofen mengurangi produksi prostaglandin di otak
tetapi tidak menghambat COX di lokasi verifer. Kortikosteroid menurunkan
demam dengan menghalangi transkripsi IL-1 dan dengan menghambat
phospholipase A2 (Wilson, dkk. 2007).
Panas tubuh normal dipertahankan dalam batas-batas dengan keseimbangan
antara mekanisme penghasil panas dan pengeluaran panas tubuh. Mekanisme
perifer produksi dan hilangnya panas tubuh diatur oleh inti hipotalamus.
Tindakan antipiretik terutama pada hipotalamus dan tidak secara verifer pada
pembuluh darah atau kelenjar keringat (Ashfaq, dkk. 2016). Efek peningkatan
suhu pirogen dihambat oleh analgetik-antipiretik, penghambat sintesis
prostaglandin yang sintesisnya distimulasi oleh pirogen. Antipiretik bertindak
untuk meningkatkan kehilangan panas pada individu yang demam dengan cara; 1
meningkatkan aliran darah perifer melalui vasodilatasi perifer; 2 menghasilkan
pergeseran dalam air ke aliran darah dengan pengenceran darah yang sesuai; 3
meningkatkan keringat (Levine, dkk.2000).
Berbagai cedera dan penyakit paling sering muncul dengan rasa sakit dan
demam. OAINS biasanya diresepkan untuk penatalaksanaan tetapi komplikasi
gastrointestinal yang signifikan seperti perforasi, pendarahan, tukak lambung,
dan penghalang lebih membatasi penggunaan secara klinis. Inhibitor COX-2
selektif memiliki beberapa manfaat dalam menurunkan efek samping seperti itu
sementara efek samping kardiovaskular harus dipertimbangkan (Subedi, dkk
2016).
Paracetamol adalah obat yang dapat digunakan di UGD yang memiliki efek
samping lebih sedikit dan efek samping yang tidak diinginkan pada opioid dan
NSAID dalam dosis terapi (Esj, dkk. 2017). Paracetamol bekerja dengan
menghambat sintesis prostaglandin pada SSP, ini menerangkan efek antipiretik
dan analgesiknya. Efeknya terhadap siklooksigenase jaringan perifer kurang yang
mengakibatkan aktivitas antiinflamasi nya lemah (Sofia dan Euis. 2019).
Demam pirogenik adalah respons umum terhadap sepsis pada pasien yang
sakit kritis, dan timbulnya demam terjadi melalui beberapa mekanisme. Interaksi
pirogen eksogen (misalnya mikroorganisme) atau pirogen endogen (misalnya
interleukin, il-1, il-6, Tumor Necrosis Factor (TNF)-α) dengan organum
vaskulosum dari lamina terminalis (OVLT) mengarah keproduksi demam.
Pirogen eksogen dapat merangsang produksi sitokin, atau dapat bertindak
langsung pada OVLT (Walter, dkk. 2016).
Demam adalah salah satu fitur klinis yang biasa muncul selama beberapa
penyakit menular seperti demam Chikungunya yang disebabkan oleh virus
chikungunya (CHIKV), Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) atau demam
berdarah dengan renal syndrome (HFRS) yang disebabkan oleh beberapa anggota
genus Hantavirus (HTV), demam malaria tanpa komplikasi yang disebabkan oleh
infeksi plasmodium falciparum (Plaza, dkk. 2016).
B. Uraian Obat

1. Ibuprofen (IAI,2016:33)(gunawan,2006:45)
Nama dagang : Arthifen, Axalan, Brofen, Prifen, Ortain,Ifen
Sediaan : Tablet, kapsul
Kelompok obat : Antireumetik/analgesik, antiinflamasi non steroid
Mekanisme kerja : menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGE2 terganggu.
Indikasi : Nyeri pasca operasi, demam, disensia, sakit kepala,
reumatid artritis, osteortritis, spidilokus akilosa
Kontra indikasi : Ulkus peptikum
Efek samping : Mual, muntah, nyeri perut, ras terbakar di uluh hati
Interaksi obat : Mempengruhi aktivitas koagulan
Dosis : Dewasa 4-6 x 200-400 mg/hari, anak 30-40
mg/KgBB/hari
Farmakokinetik : Diabsorbsi dengan baik melalui salran gastrointestinal.
Obat-obatan ini memiliki waktu paruh yang tinggi, tetapi
tinggi berikatan dengan protein, dapat terjadi efek
samping kuat. Obat ini dietabolisme dan ekskresi sebagai
metabolit inaktif di urin.
Farmakodinamik : Menghambat sintesis prostaglandin sehingga efektif
dalam meredahkan nyeri dan inflamasi perlu waktu
beberapahari agar efek antiinflamasi terlihat. Dapat
terjadi toksisitas apabila dipakai bersama penghambat
kalium.
2. Paracetamol (IAI,2016:24)(gunawan,2006:30)
Nama generik : Asetaminofen
Nama dagang : Pamol, Anodex, Bodrex, Sanmol, Foste, Neupon
Sediaan : Tablet, sirup, obat tetes suspensi, bubuk
Kelompok obat : Analgesik, antipiretik
Mekanisme kerja : Mekanisme enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGE2 terganggu
Indikasi : Analgaesik-antipiretik, demam, reumetik akut
Kontra indikasi : Penyakit hati dan ginjal, diabetes melitus, dan penderita
Efek samping : Reaksi alergi, anemia, mual, muntah
Interaksi obat : Dosis besar obat ini mempengaruhi efek antikoagulan
kombinasi dengan ferasetin meningkatkan kejadiaan
nefrotoksik
Dosis : Dewasa 0,5-1 gram/pemberiaan (maksimal 4 g/hari),
anak> 6 tahun: 150-300 mg/pemberiaan (max 1,2 g/hari)
Farmakokinetik : Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna
Farmakodinamik : Menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang, menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral
Perhatian : Hati-hati pemberiaan obat ini pada penderita ginjal.
3. Proris(IAI,2016:55)(gunawan,2006:95)
Nama generik : Ibuprofen
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang
Kontra indikasi : Jangan diberikan pada pasien yang memiliki riwayat
alergi terhadap ibuprofen, aspirin atau NSAID lainnya .
Perhatiaan : Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati/ginjal,
jantung, hipertensi.
Efek samping : Sakit kepala, gugup, muntah, diare
Interaksi obat : Antikoagulan. Jika berikatan bersama proris akan
menigkatkan resiko pendarahan lambung, menurunkan
aktivitas ACE inhibitor diberikan bersama diuretik
Mekanisme : Menghambat enzim COX sehingga konversis ARA
menjadi terganggu
Farmakokinetik : Diabsorbis cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai sekitar 1-2 jam
Farmakodinamik : Efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah-sedang
dan efektif terhadap nyeri
Dosis : Dewasa dan anak-anak usia 8-12 tahun: 1 tablet 3-4 x
sehari, anak usia 2-7 tahun: ½ tablet 3-4 x sehari
4. Sanmol (IAI,2016:71)(gunawan,2006:30)
Golongan : Antipiretik dan pereda nyeri
Indikasi : Menurunkan demam, nyeri ringan
Kontra indkasi : Penderita gangguan fungsi hati
Perhatian : Pasien penyakit lever, ginjal dan ketergantuangan alkohol
Efek samping : Kerusakan organ hati, mual dan muntah, sakit kepala
Mekanisme kerja : Menghambat biosintesis prostaglandin yang merupakan
mediator inflamasi melalui penghambat COX-2
Farmakokinetik : Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna
Farmakodinamik : Diabsorbsi dengan baik setelah pemberiaan obat oral;
bioavaibilitas adalah sekitar 89%
Dosis : Dewasa 1-2 tablet, anak usia 6-12 tahun: ½-1 tablet.
C. Uraian Bahan

1. Alkohol (Ditjen POM RI, 1979:65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah


bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan warna biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P, dan eter
P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari api.
Kegunaan : Antiseptikum

2. Akua Pro Injeksi (Ditjen POM RI, 1979:97)


Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Nama Lain : Air untuk injeksi
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Pemerian :Keasam-basaan; amonium; besi, tembaga, timbal;


kalsium; klorida; nitrat; sulfat; zat teroksida memenuhi
syarat yang tertera pada aqua destilata.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah
tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3
hari setelah pembuatan
Kegunaan : Untuk pembuatan injeksi

3. Aquades (Ditjen POM RI, 1979:96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Pemerian :Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut

4. Na CMC (Ditjen POM RI, 1979:401)


Nama resmi : NATRIUM CARBOKSIMETRI SELULOSA
Nama lain : Natrium karboksimetil selulosa
Rumus molekul : C8H9NO3
Berat molekul : 151,169 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading tida berbau
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air, tidak larut dalam etanol
(95%) p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan

5. Paracetamol (Ditjen POM RI, 1979:37)


Nama resmi : ACETHAMINOPHENUM
Nama lain : Asetaminofen
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit


Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)p,
dalam 13 bagian aseton p, dalam 40 bagian gliserol p,
dalam 9 bagian propilenglikol p, larut dalam larutan
alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya
Kegunaan : Analgetikum, antipiretikum

6. Pepton (Ditjen POM RI, 1979:721)


Nama resmi : PEPTON P
Nama lain : Pepton
Pemerian : Serbuk kuning kemerahan sampai coklat, bau khas tidak
busuk
Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan berwarna cklat
kekuningan yang bereaks agak asam
Kegunaan : Penginduksi demam

7. Ibuprofen (Ditjen POM RI, 1979:140)


Nama resmi : IBUPROFEN
Nama lain : Ibuprofen, ibuprofenas, ibuprofenox
Rumus molekul : C13H18O2
Berat molekul : 206,29 g/mol
Rumus struktur :

Pemeriaan : Putih atau hampir putih, serbuk kristal atau kristal


berwarna
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air, larut dalam aseton, sangat
mudah larut dalam etanol, metil alkohol, sedikit larut
dalam etil asetat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Analgesik.
D. Uraian Hewan Coba

1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbar, 2010:4)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2. Karakteristik Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbar, 2010:5)

Lama hidup : 2-3 tahun

Lama kehamilan : 20-22 hari

Siklus estrus : 4-5 hari

Lama estrus : 9-20 hari

Ovulasi : 8-11 jam sesudah dimulainya tahap estrus

Jumlah anak : Rata-rata 9-15 ekor

3. Morfologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbar, 2010:5)


Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki ciri-ciri morfologi seperti
albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya,
pertumbuhannya cepat, temperaturnya baik, kemampuan laktasi tinggi dan tahan
terhadap arsenik tiroksid serta mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum farmakologi dasar II “Antipiretik” dilaksanakan pada hari Rabu, 20


November 2019, pukul 13:00 WITA, di laboratorium farmasi, fakultas farmasi,
Universitas Halu Oleo.

B. Alat, Bahan dan Hewan Coba

1. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

a. Batang pengaduk g. Timbangan analitik

b. Gelas ukur h. Lap kasar dan lap halus

c. Gelas kimia i. Kertas perkamen

d. Kanula / Sonde lambung

e. Stopwacth

f. Termometer

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :

a. Alkohol 70% h. Spoit 3 ml

b. Aquadest i. NaCMC 0,5%

c. Aqua Pro Injeksi (API) j. Pepton 0,5%

d. Ibu profen 400 mg

e. Paracetamol 500 mg
f. Sanmol 500 mg

g. Proris 200 mg

3. Hewan Coba

Hewan coba yang akan dipakai pada percobaan ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus).

C. Prosedur kerja

1. Pembuatan NaCMC 0,5%

a. Ditimbang 0,5 gram, dimasukkan kedalam gelas kimia

b. Ditambahkan aqua pro injeksi sebanyak 100 ml

c. Dipanaskan dihotplate, diaduk hingga homogeny dan masukkan di- botol


gelap.

2. Pembuatan Pepton 1 %

a. Ditimbang 0,25 gram

b. Dilarutkan dalam aqua pro injeksi 25 ml

c. Dilarutkan hingga homogen, disimpan diwadah.

3. Pengujian efek antipiretik obat

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang berat badan tikus, dan ukur suhu tubuh awal pada bagian rektal
hewan coba

c. Diberikan penginduksi pepton sebanyak 1 ml, diinjeksikan pada bagian


intraperitoneal hewan coba

d. Diamkan selama 15 menit

e. Diukur suhu hewan coba setelah diberikan penginduksi pepton


f. Diberikan sediaan obat scara oral pada hewan coba

g. Diukur suhu tubuh tikus dengan parameter waktu 15,30,45 dan 60 menit

h. Dimasukan hasil pengamatan kedalam tabel hasil pengamatan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
N Obat Berat Suhu Suhu Pengukuran Suhu (ºC)
o Badan Awal Induk 15 30 40 60
(g) (ºC) si
(ºC)
1 Paracetamol 169 39 39,9 39.6 39,5 39,8 39,3
2 Ibuprofen 164 38,5 39,8 39,8 39,6 39,5 38,9
3 Sanmol 144,8 38,1 39,7 39,3 39,3 39,0 38,7
4 Proris 194,8 37,1 38,1 37,5 35,8 35,8 35,2
2
B. Pembahasan
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang direduksi oleh
panas tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar dengan kondisi
tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik. Mekanisme control tubuh
manusia tetap menjaga suhu inti atau jaringan relative konstan. Suhu
permukaan berflukulasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas
yang keluar lingkungan.
Suhu tubuh normal manusia yaitu 36,5ºC-37,5ºC. Suhu saat demam
adalah > 37,5ºC-38,3ºC. Hipertermia adalah suhu tubuh tinggi yaitu ketika suhu
tubuh berada pada suhu > 37,5ºC-40,3ºC. Hipertermia terjadi ketika suhu tubuh
gagal mengatur suhu sehingga suhu tubuh pun harus meningkat. Hiperpireksia
yaitu suatu keadaan suhu tubuh lebih dari 40ºC.
Demam adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh diatas normal. Demam
dapat merupakan manistetatik penyakit neoplastik, gangguan-gangguan
peradangan atau katabolisme kelebihan pada metabolic tertentu. Demam terjadi
karena penyesuaian set point untuk control suhu penyesuaian ini dapat
disebabkan protein, atau toksik bakteri yang secara kolektif dinamai pirogen.
Sebagian pirogen-pirogen bekerja secara langsung pada pusat pengatur terapi,
dan sebagian bekerja secara tidak langsung.
Demam biasa terjadi pada infeksi sebagai reaksi fase akut. Tubuh
beraksi terhadap infeksi atau inflamasi dengan meningkatkan pelepasan pirogen
endogen. Pirogen endogen selanjutnya merangsang sel-sel endotel hipotalamus
untuk mengeluarkan arachidonic acid yang dengan bantuan enzim
cyclooxygenase mengalami transformasi menjadi prostaglandin E2. Sintesis
prostaglandin akan meningkatkan set poin hipotalamus. Ketika set point
hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, tubuh melakukan menkanisme
untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu penyimpanan panas dan peningkatan
pembentukan panas sehingga terjadi demam.
Antipiretik adalah golongan obat-obatan untuk demam. Obat antipiretik
bekerja dengan cara menurunkan standar suhu tersebut ke nilai normal.obat
antipiretik diinduksi untuk segala penyakit yang menghasilkan gejala demam.
Selain itu untuk dapat menurunkan demam, sebagian besar obat-obat antipiretik
juga berkhasiat untuk mengurangi nyeri sehingga obat analgesic dan antipiretik
yang dikombinasikan.
Percobaan ini menggunakan pepton. Pepton digunakan sebgai
penginduksi demam. Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai
induser demam pada hewan coba. Protein merupakan salah satu jenis pirogen
yang mampu menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengatur suhu
sehingga menimbulkan demam.
Percobaan ini menggunakan obat antipiretik untuk mengembalikan suhu
tubuh ke kondisi normal, dengan cara menghambat sintesis dan pelepasan
prostaglanding E2 yang distimulasi pirogen endogen pada hipotalamus. Obat
yang digunakan yaitu ibu profen, proris, sanmol dan paracetamol.
Ibuprofen termasuk salah satu dari golongan obat antiinflamsi non
steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai analgesic, antiinflamsi dan
antipiretik. Mekanisme kerja ibuprofen yaitu melalui penghambatan enzim
siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakidonat menjadi prostanglandin E2 menjadi terganggu. Ibuprofen berperan
dalam proses pathogenesis inflamasi, analgesic dan antipiretik.
Paracetamol adalah derivate p-aminofenol yang memiliki sifat
antipiretik yang disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya
diduga berdasarkan efek sentral, yaitu dengan menghambat produksi
prostaglandin. Paracetamol menghambat enzim siklooksigenase. Meskipun
mempunyai aktivitas analgesic dan antipiretik tetapi aktivitas efek inflamasi
sangat lemah karena dibatasi beberapa factor, salah satunya adalah hilangnya
kadar peroksida, dan selektivitas pada COX 2, sehingga obat ini tidak
menghambat aktivitas tromboksan yang merupakan zat pembekuan darah.
Hasil yang diperoleh pada tikus pertama dengan berat 169 gram dan
diberikan obat paracetamol dengan volume pemberian 2,016 ml secara berturut-
turut yaitu pada menit 15, 39,6ºC, menit 30 yaitu 39,5 ºC, menit 45, 39,8 ºC dan
ke 60 yaitu 39,3 ºC. Hasil yang diperoleh tidak stabil karena pepton yang
diinduksikan tidak masuk semua. Hasil pada tikus kedua dengan berat 164
gram dengan diberikan ibuprofen dengan volume pemberian 2,73 ml
didapatkan hasil pada menit 15 yaitu 39,8 ºC, menit 30 yaitu 39,6 ºC, menit 45
yaitu 39,5 ºC dan menit 60 yaitu 38,9 ºC. Hasil yang diperoleh menunjukan
suhu yang menurun, ditandai bahwa obat ibuprofen onsetnya diatas 15 menit.
Menurut literature Dresman dan Ichristion tahun 2010 menyatakan bahwa
setelah induksi 10 menit tikus akan tetap sama suhunya, namun setelah 60
menit keatas tikus putih akan turun secara drastic.
Hasil yang diperoleh pada tikus ketiga dengan berat 144,8 gram yang
diberikan obat sanmol dengan volume pemberian 2,413 ml. Hasil yang
didapatkan pada menit 15 yaitu 39,3 ºC, menit 30 yaitu 39,3 ºC, menit 45 yaitu
39,0 ºC dan menit 60 menunjukan suhu tubuh tikus akan menurun secara
perlahan. Hasil yang didapatkan pada tikus ke empat dengan berat 194,82 gram
yang diberikan obat proris pada volume pemberian 3,247 ml. Hasil yang
didapatkan untuk menit ke 15 yaitu 37,5 ºC, menit ke 45 yaitu 35,8 ºC, menit ke
60 yaitu 35,8 ºC. Hasil yang didapatkan menurun dari menit ke 15 sampai
menit ke 60. Percobaan ini obat yang paling efektif adalah proris. Hasil yang
didapatkan telah sesuai dengan literature. Obat yang paling efektif untuk
demam adalah proris yang meruapakan sediaan dari ibuprofen menurut
Santoso 2017.
Manfaat percobaan ini dalam bidang farmasi adalah seorang farmasis
dapat mengetahui factor yang menyebabkan demam, farmasis dapat mengetahui
obat yang paling efektif untuk demam, dan seorang farmasis mampu
mengetahui obat-obat yang termasuk dalam golongan antipiretik.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sediaan yang paling optimal yang
diberikan pada hewan coba secara oral berturut-turut yaitu antalgin , ibuprofen,
natrium diklofenak, meloxicam , dan terakhir asam mefenamat.

B. Saran
Saran yang dapat diajukan pada pratikum yaitu diharapakan pratikum agar
lebih berhati-hati ketika memberikan bahan obat kehewan coba.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar,B.2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antinflamasi. Jakarta : Adabia Press

Ashfag, K. Bashir A.C., Meyid, m. 2016. Antipiretik,Analgesic And


Antiinflammatory Activities of methanol Exstract of Rcot Bart Of Acasia
dacquemnti Bonth (febaceae) in Experimental Animals.Tropical jurnal of
parmacetical Research .vol 15 (9).

Brown,D., Halen, E, Lesky,s.dan Thomas , B. 2017.Lawis medicalsurgical Nurfing.


London:Elsevier Health sciences.

Ditjen Pom.1979.Farmakope Indonesia edisi 111. Jakarta:Departemen kesehatan


Republik Indonesia.

Esj , C.J.,Alexic R.M.,Roger A.R., Haifa A.J. dan lu T. 2017. Acetaminophen (


paracetamol) : Use Bayond point management And DoseVariabilly.Journal
Aplications and Drug.vol 8 (10).

Fulcher,E.M., Robert m.f., dan Catty, D.S. 2012.Pharmacology : Priciples and


applications.London : Health sciences.

Gunawan, S.G.2006. Farmakologi dan Terapi . Jakarta : Departemen farmakologi


dan Terapeutik.

IAI ,2016. Informasi spesialte Obat.Jakarta : ISFI.


Levine, Ruth R.2000.Pharmacology : Drug Action And Reaction . USA : Partheneon
Group.

Plaza ,J,J,G.,Hulak N., Zhumailon z., Akilzhamovis A. 2016.Faver As An important


Research for Infection Diseases And Race Diseases, vol 5 (2).

Sovia, E., dan Evis, R.Y.2019.Farmakologi kedokteran Gigi praktis . Yogyakarta :


Deepublish.

Subedi, N.K., SM Abdur Rahman ., dan Mohammad AA. 2016. Analgesik and
Antipyretik Activities of methanol Exstract And IE’S fraction The Root Of
schonoplectus Grossus. Journal of Evidence Based complementary And
Alternative Medicine.vol 8 (3).

Sumardjo D. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC.

Surya, MANI, I.G.A. Artini, dan D.K. Ernawati.2018.pola penggunaan paracetamol


atau ibuprofen sebagai obat antipertik single Therapy pada pasien Anak .
E. Journal medika.vol 7(8).

Trianggani, D.F., Dahlia P., dan Adeltrudis A.B. 2017.Farmasi dan Evaluasi dalam
sediaan supoitoria . Parmaceutical Journal Of Indonesia .vol 2 (2).

Trigg, E., dan Toby A.m.2010.Pratices in childrens Nursing E. Back London :


Elsiver Health Sciences.
Walter, E.J., Samcer H.J.Dan Laf. 2016.The pathphysiologycal Basic And
Consequences of Faver.Critical care.vol 1(20).

Wilson,W.C., Christopher M.G, dan David B.H.2007.Travesa critical care .Prancis :


CRC press.

Zaino. Q., Eva M.H., dan Stama UP .2014.Antipyretic Effect of Cimmacei Burmami
(Nees And T.Nees )Blume . Infusien in fever.Induced Rat modals . Alttva
medical journal .vol 1 (2).

Anda mungkin juga menyukai