Disusun Oleh
Dosen Pengampu
Dr. Muhammad Rozali, M
Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki
sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari pra-kodifikasi,
zaman nabi, sahabat, dan tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
1
Ahmad Zuhri, Fatimah Zahara, Ulumul Hadis, (Medan: CV. Manhaji, 2014), h. 49-50
Khalifah menginstruksikan agar mengumpulkan hadis-hadis yang ada
pada ‘Amrah binti ‘Abd ar-Rahman al-Ansari, murid kepercayaan ‘Aisyah, dan
al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bark. Intruksi yang sama juga ia tujukan
kepada muhammad Ibn Syihab az-Zuhri seorang ulama besar di Hijaz dan Syam.
Dengan demikian, kedua ulama diataslah yang merupakan pelopor dalam
kodifikasi hadis berdasarkan perintah Khalifah Umar Ibn ‘Abd al-‘aziz.
Ulama setelah Az-zuhri yang berhasil menyusun kitab tadwin yang bisa
diwariskan kepada generasi sekarang adalah kita al-Muwatta’ yang selesai
disusun oleh malik Ibn Anas pada tahun 143 H.
Dari kedua tokoh di atas, para ulama hadis lebih cenderung memilih az-
Zuhri sebagai kodifikator pertama dari pada Ibn Hazm, dengan pertimbangan:
Kodifikasi hadis secara resmi yang dilakukan pada awal abad kedua
Hijriah ini belum tersistematiskan sebagai mana yang terdapat dalam kitab kitab
hadis belakangan. Penulisannya masih bersifat umum, belum ada spesialisasi dan
konsentrasi. Bahkan penulisannya masih tercampur dengan pendapat sahabat dan
fatwa tabi’in. Diantara kitab kitab yang merupakan hasil kodifikasi pada abad ke 2
H yang masih di jumpai sekarang adalah :
a. Kitab al-Muwatta’ yang disusun oleh imam malik pada tahun 144 H
atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Kitab ini mengandung
lebih kurang 1722 Hadis.2
2
Ibid, h.49-50
b. Musnat asy-Syafii, karya imam Syafii,yaitu berupa kumpulan hadis
yang terdapat dalam kitab al-Umm.
c. Mukhtaliful hadis, karya imam asy-Syafii yang isinya mengandung
pembahasan tentang cara cara menerima hadis sebagai hutjah, dan cara
cara mengkompromikan hadis yang keihatannya kontradiktif satu sama
lain.
d. As-Sirat an-Nabawiyah oleh Ibn Ishak. Isinya antar lain tentang
perjalanan hidup nabi SAW dan peperangan peperangan yang terjadi
pada zaman nabi.3
b. Faktor yang Mendorong Kodifikasi Hadis
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kodifikasi hadis pada masa
Khalifah Umar Ibn ‘Abd al-‘Azis, yaitu :
1. Para ulama telah tersebar keberbagai negeri, dan dikhawatirkan hadis
akan hilang bersama wafatnya mereka.
2. Kekhawatiran bercampurnya antara hadis nabi dengan hadis palsu,
karena banyak berita yang diadakan oleh pelaku bid’ah seperti
Khawarij, Rafidah (Syi’ah), Jahmiyah, Qadariyah, Murji’ah,
Mu’tazilah, Karramiyah, dan Kullabiyah.
3. Usaha kodifikasi sangat penting mengingat semakin meluasnya daerah
kekuasaan Islam, sedangkan kemampuan para tabi’in tidak sama.
4. Alasan tidak terdewannya hadis secara resmi pada masa rasul dan al-
Khulafah’ Ar-Rasyidin karena kekhawatiran bercampur aduknya
dengan Al-Quran telah hilang disebabkan Al-Quran telah dikumpulkan
dalam suatu mus’haf dan telah merata diseluruh pelosok.4
3
Ibid, h.49-50
4
Ramli Abdul Wahid,Studi Ilmu Hadis ,(Bandung:CitaPPustaka media Perintis,2002), h. 68
Fakor lain yang mendukung adalah timbulnya hadis maudu’ sebagai akibat
meluasnya wilayah Islam dan terjadinya perselisihan dikalangan kaum Muslimin
mendorong Khalifah untuk menghimpun dan membukukan hadis. Terjadinya
perang Shiffin pada masa pemerintah Ali bin Abi Thalib menyebabkan timbulnya
aliran-aliran dalam Islam. Ketegangan-ketegangan politik dan teologi membawa
dampak negatif kepada eksistensi dan autentisitas hadis nabi dengan munculnya
hadis-hadis maudhu’. Untuk mengantisipasi gejala ini, kodifikasi hadis perlu
dilakukan.5
5
Ibid, h. 68
6
Mustofa Hasan,Ilmu Hadis,(Bandung:CV Pustaka Setia,2014), h.158-160
Pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan
hadis yang diterimanya. Melalui kaidah-kaidah tertentu mereka berhasil
memisahkan hadis-hadis yang dha’if dari yang sahih, yang ma’uquf dan yang
maqtu’ dari yang marfu’ meskipun berdasarkan penelitian para ulama
berikutnya masih ditemukan tersisipkannya hadis-hadis yang dha’if pada
kitab-kitab yang sahih.
7
Munzier Suparta,Ilmu Hadis,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2014), h. 92
8
Mustofa Hasan,Ilmu Hadis,(Bandung: CV Pustaka Setia,2014), h.158
9
Nuruddin, Ulum Al-Hadis I, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1995), h. 184
10
M. Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994), h. 323
2. Metode Muwanththa
3. Metode Mushannaf
a. Musannaf karya Abd al-Malik ibn Jurayh al-Basyiri (w. 150 H);
b. Musannaf karya Sa’id ibn Abi’Arubah (w. 161 H);
c. Musannaf karya Jamad ibn Salamah (w. 161 H);.
4. Metode Musnad
5. Metode Jami
11
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 158
12
Ibid, h.158
13
M. Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, h. 323
14
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 158
Contohnya:
6. Metode Mustakhraj
7. Metode Sunan
Kata “as-sunan” adalah bentuk jamak dari kata “sunnah”, yang pengertiannya
sama dengan hadis. Adapun metode sunan adalah metode penyusunan
berdasarkan klarifikasi hukum-hukum Islam (abwab fiqhiyah) dab hanya
mencantumkan hadis hadis marfu.18 Contoh kitab-kita sunan yang masyhur
adalah Sunan Abu Dawud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasa’i dan Sunan
Ibnu Majah.19
15
Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadis, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007), h.427
16
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 159
17
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010). h. 124
18
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 159
19
Nuruddin, Ulum al-Hadis, h.182
8. Metode Mustadrak
Metode ini menyusun kitab hadis dengan menyusulkan hadis hadis yang tidak
tercantum dalam kitab kitab hadis yang lain. Namun, dalam menuliskan hadis
hadis susulan tersebut penulis kitab mengikuti persyaratan periwayatan hadis
yang dipakai oleh kitab lain.20 Contoh kitab mustadrak yang terkenal ialah al-
Mustadrak, susunan Abu Abdullah Muhammad Ibn Abdullah Ibn Muhammad
Ibn Hamdawaih al-Hakim al-Naisabury (w. 405 H). Selain itu karya-karya
kitab hadis yang disusun dengan tipe mustadrak adalah al-Ilzamat karya al-
Daruquthni (w. 434 H).21
9. Metode Mu’jam
a. Kitab al-Mu’jam al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulayman Ibn Ahmad al-
Thabrani (w. 360 H).
b. Kitab al-Mu’jam al-Awsath, juga karya Abu al-Qasim Sulayman Ibn
Ahmad al-Thabrani (w. 360 H).
c. Kitab Mu’jam al- Shahabah karya Ahmad Ibn Ali al-Hamdani (w. 308
H).23
20
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 160
21
M. Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, h.116-117
22
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 160
23
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010). h. 123
10. Metode Zawaid
a. Misbah al-Zujajah fi Zawaid Ibni Majah karya Abu Abbas Ahmad bin
Muhammad al-Bushairi (w. 684 H).
b. Zawaid al-Sunan al-Qubra juga karya al-Bushairi, memuat hadis-hadis
riwayat al-Baihaqi yang tidak termuat dalam kitab al-Kutub al-Sittah.25
D. Kesimpulan
24
Mustofa Hasan, Ilmu Hadis, h. 160
25
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010). h. 124
Daftar Pustaka
Zuhri Ahamad. Zahara Fatimah. 2014. Ulumul Hadis, Medan: CV. Manhaji.
Abdul Wahid Ramli. 2002. Studi Ilmu Hadis , Bandung: Cita Pustaka media
Perintis.