Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

IMOBILISASI

( Untuk memenuhi tugas matakuliah Ilmu Keperawatan Dasar ( IKD 1) )

Disusun Oleh :

1. Eka yulyana C.0105.16.010


2. Fitra fitriyani C.0105.16.013
3. Idris namawi C.0105.16.017
4. Imam samiaji C.0105.16.133

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2006).Imobilitas atau imobilisasi merupakan
keadaan dimana seseorang tidak bisa bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera
otak berat disertai fraktur pada ekstermitas (Hidayat, 2006).Imobilitas atau mobilisasi
adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatan (SDKI).Gangguan mobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas.Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang dengan
banyak tingkatan imobilisasi parsial diantaranya.Beberapa klien mengalami kemunduran
dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-mobilisasi, tetapi pada klien lain,
berada pada kondisi imobilisasi mutlat dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas
(Potter dan Perry, 1994).
Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi fungsi metabolisme endokrin,
reabsorpsi kalsium dan fungsi sistem gastrointernal. Sistem endokrin menghasilkan
hormone mempertahankan dan meregulasi fungsi vital, seperti: berespon pada stress dan
nyeri, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, mempertahankan lingkungan internal
serta produksi, pembentukan dan penyimpanan energy (Potter & Perry, 2009). Perubahan
metabolisme yang menyertai mobilisasi dapat meningkatkan efek tekanan yang
berbahaya pada kulit klien yang imobilisasi. Hal ini membuat imobilisasi menjadi
masalah resiko yang besar terhadap ulkus tekan. Terganggunya integritas kulit yang lain
akan sulit disembuhkan. Mecegah ukus tekan akan lebih mudah dari pada
menyembuhkannya (Potter & Perry, 2009). Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat
mempengaruhi system tubuh, seperti perubahan dalam metabolisme tubuh,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan
fungus gastrointernal, perubahan system pernapasan, perubahan kardiovaskuler,
perubahan system muskuloketal, perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan
perilaku (Hidayat, 2006).
Berdasarkan hasil pengkajian praktek keperawatan di ruang rawat rindu A II,
RSUP H. Adam Malik Medan, masalah kesehatan yang ditemukan pada pasien seperti
terganggunya integritas kulit, ketidaknyamanan nyeri dan yang menjadi prioritas masalah
adalah gangguan mobilisasi. Maka penulis perlu membahas masalah gangguan
mobilisasi.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi pada pasien dengan
fraktur selangkangan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian kepperawatan pada pasien fraktur selangkangan
yang mengalami masalah keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
b. Mamu menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
yang mengalami masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
e. Mampu mendokumentasikan hasil tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan
kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak,
2008). Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006).
Imobilitas atau Imobilisasi adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas).

Jenis Mobilitas :
1. Mobiltas penuh, merupakan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motoric volunteer dan sensoris untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
Batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motoric dan sintesis pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan
control motoric dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu sebagai berikut :
a. Mobilitas sebagian tempporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan Batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversible.
b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan Batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversible, contohnya terjadinya hemipeglia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya sistem saraf motoric dan sensorik.

B. Etiologi
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme

4
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan masa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan musculoskeletal
12. Gangguan neuromuscular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakuakan pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi

C. Tanda dan Gejala


1. Tanda dan Gejala Mayor
1) Subjektif
Mengeluh sulit mengerakkan ekstremitas
2) Objektif
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
2. Tanda dan Gejala Minor
a. Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
b. Objektif
1. Sandi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemas

D. Patofisiologis
Sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuscular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendn, kartilago, dan saraf.Otot skeletal mengatur gerakan tulang

5
karena adanya kemamuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit.Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonic dan isometric.Pada ontraksi
isotonic, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.Kontraksi isometik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik.Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat.Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik.Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark
miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan
terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler.Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

E. Sistem Tubuh yang Berperan


1. Tulang
Tulang merupakan orang yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai
tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan
setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam memebentuk
sel darah, dan fungsi pelindung organ organ dalam.Terdapat tiga jenis tulang,
yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang
vertebrata,dan tulang tersalia, dan tulang Panjang seperti tulang femur dan tibia.
Tulang Panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di
tengah.Bagian ujung Panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis terdiri
atas epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua
ujung tulang yang terpisah dan lebih elastis pada masa anak-anak serta akan
menyatu pada masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan.Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta

6
dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang
melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya ditulang. Terputusnya tendon
akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ di tempat
insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau
jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3. Ligament
Ligament merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligament pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, sehingga jika terputus
akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat ( otak dan medulla spinalis ) dan sistem
saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki bagian
somatic dan otonom.Bagian stomatis memiliki fungsi sensorik dan motoric.
Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang
dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi
dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervasi, dan kerusakan pada
saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensoris di daerah
radial tangan.
5. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu.Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang.Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi synovial ang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh
kartigo antikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial.
Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain
seperti sindesmosis, sinkondrosis, dan simfisis.

F. Factor yang Mempengaruhi Mobilitas


Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya sebagai
berikut.
1. Gaya hidup.
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari hari.
2. Proses penyakit / cedera.
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan.
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan.Sebagai
contoh orang yang memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya ada

7
orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya
tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dengan energi yang cukup.
5. Usia dan status perkembangan.
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan pungsi alat gerak yang sejalan dengan
perkembangan usia.

G. Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

8
H. Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktivitas

Berbaring yang sangat lama

Kehilangan Gangguan Jaringan Jantung Gastro


daya tahan Ginjal
fungsi paru kulit yang mengalami intestinal
otot paru tertekan vasokontriksi

Penurunan Penumpuk Perubahan Ketidak Gangguan


Penyumb
otot (atrofi) an secret sistem mampuan katabolisme
atan
integument kulit diblader

Perubahan Sulit batuk


Suplai aliran
sistem Kontriksi Anoreksa
terganggu Retensi
muskulusk pembuluh darah
eletal Gangguan
jalan napas
Sel kulit mejadi Nitrogen tidak
mati seimbang

Decubitus
Kelemahan otot

Stress terjadi
Konstipasi

Peningkatan asam lambung


Gangguan sistem
metabolic
Nafsu makan menurun

9
I. Pemeriksaan Diagnosis
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensorik persefsi.
Tujuan Setelah dilakukan askep selama 24 jam klien menunjukan :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Kekuatan
3. Tergantung total dalam hal penampilan posisi rubuh dengan benar.

J. Penatalaksanaan Klinis
1. Medis
1) Membantu pasien duduk di tempat tidur.
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2) Mengatur posisi pasien di tempat tidur.
Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk.Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Menfasilitasi fungsi pernafasan
3) Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri.
Tujuan :
a. Melancarkan peredaran darah ke otak
b. Memberikan kenyamanan
c. Melakukan huknah
d. Memberikan obat peranus (inposutoria)
e. Melakukan pemeriksaan daerah anus
4) Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki. Tujuan : untuk melancarkan
peredaran darah.
5) Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi
terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur. Tujuan :
a. Perawatan daerah genetalia
b. Pemeriksaan genetalia

10
c. Posisi pada proses persalinan
6) Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan pada posisi
terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen.
Tujuan :
a. Pemeriksaan genetalia
b. Proses persalinan
c. Pemasangan alat kontrasepsi
7) Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur.Memindahkan pasien ke
tempat tdiur/ ke kursi roda. Tujuan :
a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
b. Mempertahankan kenyamanan pasien
c. Mempertahankan kontrol diri pasien
d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
8) Membantu pasien berjalan. Tujuan :
a. Toleransi aktifitas
b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi

K. Pengkajian
a. Anamnesa
 Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada paha dan tidak bisa bergerak dengan bebas.
 Riwayat kes. Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas,
seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan
imobilitas, daerah tergangunya mobilitas dan imobilitas, dan lama
terjadinya ganguan mobilitas.
 Riwayat kes. Penyakit yang diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neuroogis
(kecelakaancerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan
intracranial, miastenia gravis, guillian barre, cedera medulla spinalis, dan
lain lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular(infark miokard, gagal
jantung kongestif), riwayat penyakit sistem musculoskeletal (osteoporosis,

11
fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernafasan ( penyakit paru
obstruksi menahun, pneumonia, dan lain lain), riwayat pemakaian obat,
seperti sedative, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania dan lain
lain.
 Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motoric antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
 Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah
tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai
berikut
tingkat aktivitas/mobilitas kategori
tingkat 0 mampu merawat diri sendiri secara penuh
tingkat 1 memerlukan penggunaan alat
tingkat 2 memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
tingkat 3 memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
tingkat 4 sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

 Kemampuan rentang gerak


Pengkajian rentang gerak ( range of motion – ROM ) dilakukan pada
daerah seperti bahu,siku, lengan, panggul dan kaki.
 Perubahan Intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernafasan, antara lain suara nafas, analis gas darah, adanya mucus,
batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat resfirasi. Pengkajian
intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya thrombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
 Kekuatan otot & gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan, sebagai berikut.
 Perubahan psikologis

12
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain lain.
b. Pemfis
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang).
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada).
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan).
3. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
4. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal.
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien.Kategori tingkat kemampuan aktivitas.

c. Analisa Data
No Tanggal Data Etiologi Problem
1. 18 agustus
DS : DS :Pasien mengatakan Terputusnya Gangguan rasa
2010 nyeri pada paha kiri kontinuitas nyaman (nyeri)
DO: tulang paha
a. KU lemah ↓
b. GCS : 456 Perubahan
c. Skala nyeri : 8 fragmen tulang
d. Wajah tampak ↓

13
No Tanggal Data Etiologi Problem
menyeringai Luka pada
e. Terpasang spal jaringan lunak
pada paha kiri
f. Terdapat ↓
bengkak pada Aktifitas
paha kiri sekunder
g. TD : 150/100 ↓
mmHg Nyeri
h. N: 98x/menit
i. Suhu : 360C
j. RR : 20x/menit
k. Aktifitas tidak
ketergantunga
l. Skala ADL : 4
2. 18 agustus
DS : DS: Pasien mengatakan Luka pada tulang Gangguan
2010 kakinya sulit paha mobilisasi
digerakkan dan sulit ↓
untuk berpindah Interaksi aktifitas
DO: ↓
a. KU lemah Gangguan
b. Skala ADL : 4 mobilitas fisik
c. Skala nyeri : 8 ↓
d. Sulit bergerak Mobilisasi
e. GCS : 456
f. TD : 150/100
mmHg
g. N : 98x/menit
h. Suhu : 360C
i. RR : 20x/menit

14
d. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah kebutuhan
mobilitas dan imobilitas.
e. Perencanaan Keperawatan
1. Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Menigkatakan
kekuatan dan ketahanan otot pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut
 Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh
yang benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal
tentang perubaha posisi selama kurang lebih setengah jam.
Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot
dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur angsur.
 Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping
tempat tidur , bergerak di kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat
dilakukan secara berangsur angsur.
 Melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri untuk melatih kekuatan
dan ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak
 Latihan isotonic dan isomerik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk
melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beben yang
ringan, kemudian beban yang berat. Latihan isotonic ( dynamic exercise)
dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isomeric (static exercise) dapat dilakukan dengan menigkatkan
curah jantung ringan dan nadi.
 Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan
untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan pada otot.
2. Meningkatkan fungsi Kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan antara lain dengan cara ambulansi dini, latihan aktif, dan
pelaksanaan aktivitas sehari hari secara mandiri.
3. Meningkatkan fungsi Respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari mobilitas dapat dilakukan
dengan cara melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batukefektif,
mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan ppostural drainage, perkusi
dada, dan vibrasi.
4. Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur
die tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah
dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan latihan imbulasi
5. Meningkatkan fungsi sistem kemih

15
Meningkatkan fungsi sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau
mengubah posisi serta latihan mempertahankannya.Pasien diannjurkan untuk
minum 2500 ccperhari atau lebih, dan menjaga kebersihan verineal.Apabila
pasien tidak bisa buang air kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi.
Disamping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan
cara minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
6. Memperbaiki gangguan psikologis
Meningkatkan kesehata mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari
imobilitas dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi secara trapeutik
dengan berbagai perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memeberi dukungan moril,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi social,
mengajak untuk ber diskusi tentag masalah yang dihadapi, dan seterusnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta; Salemba Medika.
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika.
http://silveratael1.blogspot.com/2012/07/askep-kdm-mobilisasi.html

17

Anda mungkin juga menyukai