Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS

BELL’S PALSY BERULANG PADA WANITA BERUSIA 35 TAHUN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Saraf RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun Oleh

Mohammad Rizki Pratama

20174011103

Diajukan Kepada

dr. H. M. Ardiansyah AN, Sp.S, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
BAB I
KASUS

I. Identitas

Nama :C Alamat : Sewon

Jenis Kelamin : perempuan Pekerjaan : swasta

Usia : 35 th

Tanggal pemeriksaan : 9/12/2017

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Wajah mencong.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan wajah sebelah kanan mencong sejak 6 jam SMRS. Keluhan ini pertama kali
disadari pasien saat pasien akan berkumur, tetapi tidak bisa karena air selalu keluar dari mulutnya.
Sebelumnya pasien tidur dengan menggunakan kipas angin. Pasien juga mengeluhkan lidahnya
kurang peka terhadap rasa makanan.

Nyeri di area kepala atau leher (-); kelemahan ekstremitas kanan (-); demam (-); gangguan
keseimbangan (-); gangguan pendengaran (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit serupa : diakui, sudah 2x dalam 5 th terakhir dan selalu sembuh total setelah terapi
dengan pengobatan dan fisioterapi. Sebelumnya, 1x di sisi kiri dan 1x di sisi
kanan

2
Hipertensi : disangkal

DM : disangkal

Trauma kepala : disangkal

Gangguan pendengaran dan/atau keseimbangan : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Kondisi seperti pasien : disangkal

5. Riwayat Sosial dan Gaya Hidup

Merokok : disangkal

Alkohol : disangkal

Olahraga : disangkal

Pola makan : teratur

III. Pemeriksaan Fisik Umum

1. Keadaan Umum

Pasien tampak cukup sehat, tetapi kesulitan berbicara, GCS 15 (E4-V5-M6)

2. Tanda Vital

Suhu : 36,7 oC di frontalis

RR : 19x

HR : 91x

Tekanan darah : 104/64 mmHg

3
3. Kepala & Leher

Kesan: sisi kanan wajah tampak tidak bergerak (hasil pemeriksaan neurologis lengkap ada di sub
BAB berikutnya)

4. Pulmo

Kesan: DBN

5. Cor

Kesan: DBN

6. Abdomen

Kesan: DBN

7. Ekstremitas

Kesan: DBN

IV. Pemeriksaan Neurologis

1. Status Mental

Kesadaran : compos mentis

Kuantitatif : E4V5M6

Kualitatif : tingkah laku tenang

Orientasi : (tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik

Jalan Pikiran : koheren

Daya Ingat : tidak dilakukan

4
2. Nervi Cranialis

I : tidak dilakukan

II : pemeriksaan visus dan fundus oculi tidak dilakukan

III, IV, VI : gerakan kedua mata ke medial-atas, medial-bawah, dan lateral normal; pupil
isokor; reflex cahaya langsung (+)  kesan normal

V : kontraksi-relaksasi m. maseter (N); sensibilitas muka (atas, tengah, bawah) kanan


dan kiri sama  kesan normal

VII : mengangkat alis (-/+); mengerutkan dahi (-/+); ptosis (+/-); menutup mata (-/+);
menyeringai (-/+); menggembungkan pipi (-); pemeriksaan fungsi sensorik pada
lidah tidak dilakukan

VIII : mendengar suara gesekan jari (+/+); Tes Rinne, Weber, & Schwabach tidak
dilakukan  kesan normal

IX : deviasi palatum mole dan uvula (-)  kesan normal

X : nadi 96x, regular, isi & tegangan cukup; bersuara (+), menelan (+)  kesan
normal

XI : memalingkan kepala N/N; mengangkat bahu N/N; sama kuat kanan dan kiri 
kesan normal

XII : deviasi lidah (-); artikulasi jelas; tremor (-)  kesan normal

3. Kekuatan dan Refleks

Kekuatan Refleks fisiologis

D S D S
+5 +5 +2 +2
+5 +5 +2 +2

5
4. Fungsi Vegetatif

Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-)

Defekasi : inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)

V. Diagnosis

Diagnosis klinis : paralisis akut motorik otot wajah dextra pada bagian atas dan bawah

Diagnosis topic : nervus VII dextra

Diagnosis etiologi : Bell’s palsy

Diagnosis banding : neuroma facialis; stroke

VI. Penatalaksanaan

• Acyclovir 400 mg q8h


• Metylprednisolon 4 mg q8h
• Fisioterapi setelah 10 hari pengobatan
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi

Bell’s palsy atau idiopathic facial paralysis adalah paralisis nervus fasialis yang bersifat akut,
unilateral, perifer, dan mempengaruhi lower motor neuron (Anderson, 2012).

II. Etiologi

Penyebab pasti Bell’s palsy masih kontroversial, tetapi ada beberapa hal yang diduga
berhubungan, yaitu:

• Infeksi HSV. Otopsi PCR yang dilakukan pada pasien Bell’s palsy menunjukkan adanya
HSV pada ganglion geniculatum (Murakami, 1996). Meskipun demikian, infeksi HSV saja
tidak serta merta memunculkan Bell’s palsy, tetapi harus ada faktor pemicunya, yaitu
terpapar dengan suhu dingin (McCormick, 1972)
• Mikroangiopati pada DM (Peitersen, 2002)
• Infeksi herpes zoster (Peitersen, 2002)
• Riwayat keluarga menderita Bell’s palsy (Hemminki, 2007)

7
III. Anatomi

IV. Patofisiologi

Jalur yang dilalui nervus fasialis setelah keluar dari meatus acousticus interna sampai ke foramen
stylomastoideus disebut canalis fasialis. Patofisiologi dari Bell’s palsy adalah adanya edema yang
menyebabkan nervus fasialis mengalami kompresi di canalis fasialis (Seok, 2008).

8
Lokasi lesi sepanjang canalis fasialis menentukan manifestasi klinis yang dialami pasien sebagai
berikut:

• Lesi di dekat ganglion geniculatum atau di proksimalnya (labyrinthine segment) 


paralysis motoric + gangguan sensorik pengecap + gangguan otonom (kelenjar air mata
dan kelenjar mucus di cavum nasal)
• Lesi di antara ganglion geniculatum dan foramen stylomastoideus  paralysis motoric +
gangguan sensorik pengecap
• Lesi di foramen stylomastoideus  paralysis motoric

V. Manifestasi Klinis

• Paralisis akut motorik otot wajah pada bagian atas dan bawah unilateral
• Nyeri di belakang telinga
• Nyeri okuler; penurunan produksi air mata; kelemahan kelopak mata
• Gangguan pengecap
• Sensasi tebal pada pipi atau mulut
• Ketika pasien mengangkat kedua alis, sisi yang terkena tetap rata
• Ketika pasien tersenyum, wajah menjadi distorsi dan terjadi lateralisasi ke sisi yang normal

VI. Penegakkan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja. Hal terpenting adalah menentukan
apakah paralisis nervus fasialis bersifat sentral (misalnya pada stroke) atau perifer (misalnya pada
Bell’s palsy). Bila manifestasi klinis menetap setelah 8 minggu, maka pemeriksaan MRI pons dan
EMG otot wajah perlu dilakukan.

9
VII. Penatalaksanaan

Farmakologi:

• Prednisolone 1 mg/kgBB per hari selama 6 hari, diikuti dengan tapering off. Lama
pengobatan maksimal 10 hari. Penggunaan kortikosteroid merupakan pilihan terbaik
(Anderson, 2012)
• Asiklovir 400 mg PO q5h selama 10 hari. Penggunaan antivirus terbukti bermanfaat, tetapi
masih kalah bila dibandingkan dengan penggunaan kortikosteroid. Penggunaan kombinasi
kortikosteroid dan asiklovir terbukti tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan kortikosteroid saja (Anderson, 2012)

Non farmakologi:

• Fisioterapi (facial exercise) terbukti bermanfaat bila mulai dilakukan setelah hari ke-10
pengobatan (Teixeira, 2011)
• Akupuntur terbukti bermanfaat (Chen, 2010)
• Dekompresi nervus fasialis melalui pembedahan. Dekompresi dapat dipertimbangkan pada
pasien yang tidak responsive terhadap terapi farmakologi dan dengan degenerasi aksonal
> 90% yang dibuktikan dengan pemeriksaan EMG otot wajah (Julian, 1997)

10
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P. (2012). New AAN Guideline on bells palsy. medscape medical news.

Chen, N. (2010). acupuncture for bells palsy. cochrane database.

Hemminki, K. (2007). familial risk for nerve, nerve root, and plexus disorders in siblings based on
hospitalisation in sweden. epidemiol community health.

Julian, G. (1997). Surgical rehabilitation of facial nerve paralysis. otolaryngol clin north am.

McCormick, D. (1972). HSD as cause of bells palsy. Lancet.

Murakami, S. (1996). Bells palsy and herpes simplex virus: identification of viral dna in
endoneurial fluid and muscle. ann intern med.

Peitersen, E. (2002). Bells palsy: the spontaneus course of 2500 peripheral facial nerve palsies of
different etiologies. acta otolayngol suppl.

Seok, J. (2008). The usefulness of clinical findings in localising lesions in bells palsy: comparison
with MRI. neurol neurosurg psychiatry.

Teixeira, L. (2011). Physical therapy for bells palsy. cochrane database.

11

Anda mungkin juga menyukai