Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN YURIDIS PRAKTEK KARTEL DI BIDANG INDUSTRI BAN

KENDARAAN RODA EMPAT


(Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014)
(Sebagai Pemenuhan Tugas untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha)

Juwita Manurung
NPM. 1806275615
Program Studi Magister Ilmu Hukum Ekonomi
Universitas Indonesia

A. PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya globalisasi, tuntutan akan perdagangan bebas semakin
meningkat. Perkembangan ekonomi nasional maupun internasionalpun semakin berkembang dan
meluas, sehingga diperlukan kemampuan bersaing yang kuat dari para pelaku usaha. 1 Dengan
adanya perkembangan tersebut, dibutuhkan suatu instrumen hukum yang dapat mengatur perilaku
serta batasan tindakan pelaku usaha yang berpotensi menghambat persaingan usaha serta merusak
mekanisme pasar2. Atas keperluan itu terbentuklah suatu instrument hukum yaitu Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (selanjutnya disebut dengan “UU Anti Monopoli”) yang dimaksudkan untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam
berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik kecurangan.3
Ditinjau dari segi penegakan hukum, UU Anti Monopoli memiliki ciri adanya keberadaan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut dengan “KPPU”) yang memiliki tugas
dan wewenang untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan juga sekaligus sebagai pengadilan
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU Anti Monopoli.4 UU ini juga mengatur
mengenai larangan terhadap praktek monopoli dan monopsoni serta persaingan usaha tidak sehat

1
Untung Tri Basuki. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Persaingan Usaha Industri ecil di Era Pasar Bebas. (Jakarta:
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2004), hlm. 4.
2
Achmad Shauki, “Masalah Persaingan Usaha di Indonesia”, Paper pada Seminar di Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Sumbangan Pemikiran FEUI Pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi, Jakarta, November 1998, hlm.
12.
3
Arief Hartono, “Praktek Dugaan Kartel di Bidang Industri Ban”, Jurnal Hukum, Vol. 5, No.2, Mei 2016, hlm. 1.
4
Normin S Pakpahan, Pokok-Pokok Pikiran tentang Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Proyek Elips, 1994), hlm. 2.
dengan melarang pelaku usaha melakukan kegiatan yang menimbulkan terjadinya penguasaan
atau pemusatan produksi atau pemasaran.5
Sejatinya, persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan yang dimiliki setiap individu
dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi perdagangan di pasar.6 Persaingan usaha
diyakini sebagai mekanisme untuk dapat mewujudkan efisiensi dan kesejahteraan masyarakat.
Bila persaingan dipelihara secara konsisten , akan tercipta kemanfaatan bagi masyarakat selaku
konsumen, yaitu berupa pilihan produk yang variatif dengan harga pasar serta dengan kualitas
yang semakin meningkat.7
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik berbagai praktik bisnis terdapat
berbagai macam persaingan, baik itu persaingan yang sehat maupun persaingan yang tidak sehat.
Persaingan usaha yang sehat akan memberikan dampak positif bagi pelaku usaha, dikarenakan
dapat menimbulkan motivasi atau rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas,
inovasi, dan kualitas produk yang dihasilkan. Sebaliknya, persaingan usaha yang tidak sehat
antara pelaku usaha tertentu berdampak negatif tidak hanya bagi pelaku usah dan konsumen, tapi
juga kepada perekonomian nasional.8
Salah satu contoh kasus yang terjadi dalam persaingan usaha tidak sehat adalah pada
industri ban, dimana beberapa perusahaan mengadakan suatu perjanjian terhadap penentuan suatu
harga barang dan produksi barang dagang berupa berupa ban kendaraan bermotor roda empat
kelas empat kelas passenger car (penumpang) berukuran 13, 14, 15 dan 16 periode 2009-2012 di
wilayah Indonesia yang diproduksi dan dipasarkan oleh oleh perusahaan ban yang tergabung
dalam Asosiasi Persatuan Ban Indonesia (APBI). Hal tersebut dinamai penetapan suatu harga
barang dan penetapan pasar atau yang disebut kartel.9
Dari uraian permasalahan di atas, maka penulis tertaik untuk menganalisis mengenai
“TINJAUAN YURIDIS PRAKTEK KARTEL DI BIDANG INDUSTRI BAN
KENDARAAN RODA EMPAT (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014)”

5
Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha). (Surabaya: Srikandi,
2008), hlm 3.
6
Darius, 2017, “Perjanjian Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha”,Jurnal Hukum, Vol. 1 No. 2, Januari 2017,
hlm. 1.
7
Irma Nurhayati, 2011, Kajian Hukum Persaingan Usaha: Kartel Antara Teori dan Praktik, Jurnal Hukum Bisnis,
Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, No. 2, hlm. 6.
8
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008),
hlm. 9.
9
Ray Darmawan, 2015, “Peranan KPPU dalam Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha”, Jurnal Hukum, Vol 2,
No. 3, Agustus 2015, hlm. 22.
B. ANALISIS MASALAH
Kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU Anti
Monopoli dimana KPPU memeriksa dugaan pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU Anti
Monopoli dalam Industri Otomotif terkait kartel ban kendaraan bermotor roda empat yang
dilakukan oleh: PT Bridgestone Tire Indonesia, sebagai Terlapor I; PT Sumi Rubber Indonesia,
sebagai Terlapor II; PT Gajah Tunggal, Tbk., sebagai Terlapor III; PT Goodyear Indonesia, Tbk.,
sebagai Terlapor IV; PT Elang Perdana Tyre Industry, sebagai Terlapor V; PT Industri Karet Deli,
sebagai Terlapor VI
Laporan tersebut berisi dugaan bahwa produsen ban kendaraan roda empat di Indonesia
yang tergabung dalam APBI melakukan perjanjian penetapan harga dan kartel antara sesama
produsen ban di Indonesia.10
Kartel sendiri terjadi apabila suatu kelompok perusahaan dalam suatu industri tertentu
yang seharusnya bersaing satu sama lain,11 tetapi mereka setuju untuk melakukan koordinasi
kegiatannya dengan mengatur produksi, pembagian wilayah, kolusi tender dan kegiatan-kegiatan
anti persaingan lainnya, sehingga mereka dapat menaikkan harga yang kompetitif.12
Fakta persidangan menemukan bahwa Terlapor I-VI terbukti melanggar aturan yang sudah
ditetapkan dalam UU Anti Monopoli, tepatnya Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11. Dalam Pasal 5 ayat
(1) menyatakan “Pelaku usaha dilarang membuat kesepakatan perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya dengan cara untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama”. Sementara itu Pasal 11
menyatakan “Pelaku usaha dilarang membuat kesepakatan perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaing lainnya, dengan maksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan
pemasaran suatu barang danatau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan/atau persingan usaha tidak sehat”. Kedua penerjemahan pelanggaran kedua pasal tersebut
diperoleh dari rapat presidium APBI periode 2009 – 2012 yang mengindikasikan adanya
kesepakatan untuk menahan produksi dan mengatur pengaturan harga.13

10
Nur Tama, 2015, “Praktek Kartel dalam Industri Ban di Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 2 No. 3, Juli 2015, hlm. 3.
11
Rika Santoso, 2015, “Analisis Kartel dalam Industri Ban di Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 1 No. 3, Maret 2015, hlm.
2.
12
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha – Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), hlm. 117.
13
Feardinan Zulkarnain, “Pelanggaran Perjanjian yang Dilarang oleh Hukum Persaingan Usaha dalam Pemasaran Ban di
Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 3 No. 2, Maret 2016.
Temuan lain yang diungkap dalam persidangan adalah bahwa terdapat rapat-rapat APBI
dari tahun 2008 – 2010 tentang kesepakatan anggota kartel untuk tidak membanting harga di pasar
diantara mereka para anggota APBI yang disetujui oleh Ketua APBI dan disetujui secara aklamasi
oleh seluruh anggota APBI yang hadir. Juga terjadi kesepakatan diantara para pelaku usaha yang
tergabung dengan APBI dalam rapat tanggal 26 Januari 2010 dengan hasil kesepakatan yang
menyatakan bahwa seluruh anggota APBI diharapkan untuk menahan diri dan terus mengontrol
pemasaran ban agar pasar ban merea tetap kondusif dengan berkembangnya permintaan ban di
pasar mereka.14
Selain itu, terjadi juga rapat tanggal 25 Februari 2010 dengan hasil rapat yang menyatakan
untuk mengkomunikaskikan cara-cara pengamanan pasar diantara para anggota APBI agar setiap
perusahaan secara bersama-sama menjaga stabilitas pasar agar terus dapat terpelihara.
Selanjutnya rapat tanggal 19 April 2010 dengan hasil bahwa semua anggota APBI dimohonkan
untuk mengaktifkan kembali monitoring pasar diantara para anggota mulai bulan Mei 2010, serta
ketentuan yang menghimbau para angota untuk mengontrol pemasaran ban mereka agar kondisi
pasar tetap seperti apa yang mereka harapkan.15
Dengan segala bukti dan pertimbangan, KPPU memutus dan menghukum Terlapor I-VI
untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar
rupiah) yang wajib diberikan ke kas Negara sebagai penerimaan pendapatan denda pelanggaran
dalam bidang persaingan usaha yang dilakukan APBI tersebut lewat Putusan Nomor 08/KPPU-
I/2014, tanggal 7 Januari 2015.16
Terhadap putusan tersebut, perusahaan tersebut mengajukan keberatan di depan
persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dimana lewat Putusan Nomor 221 K/Pdt.Sus-
KPPU/2016 tanggal 14 Juni 2016 yang memutus menolak permohonan kasasi dari para pemohon
kasasi.17
Selanjutnya, Pemohon Kasasi I dan VI mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan
kembali pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas hal tersebut, lewat Putusan

14
Nur Tama, Loc. Cit., hlm. 15.
15
Meita Fadhilah, 2019, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam Kerangka Ekstrateritorial”, Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 1, Maret 2019, hlm. 55.
16
Ibid.
17
Ibid.
Nomor 167 PK/Pdt.Sus-KPPU/2017, Mahkamah Agung memutus unuk menolak permohonan
pemeriksaan peninjauan kembali.18
Sesungguhnya, dengan ditemukan fakta risalah rapat Presidium APBI memenuhi unsur-
unsur kartel yang ada dalam Pasal 11 UU Anti Monopoli sebagaimana yang dijabarkan dalam
Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kartel, sebagai berikut: Unsur pelaku usaha; unsur
perjanjian; unsur pelaku usaha pesaingnya; unsur barang; unsur mengatur produksi dan/atau
pemasaran; unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Atas dasar tersebut,
Terlapor I-VI terbukti ikut mempengaruhi harga dan mengatur produksi sesuai dengan Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 11 UU Anti Monopoli.19

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kartel dalam UU Anti Monopoli merupakan salah satu perjanjian yang dilarang. Suatu
kartel dilarang, karena para pelaku usaha yang tergabung dalam suatu kartel dapat
memperoleh keuntungan diatas harga yang kompetitif dengan cara mengatur jumlah produksi
para anggotanya, sehingga akan berpengaruh pada harga barang di pasar. Penerapan hukum
kartel menurut UU Anti Monopoli dan Peraturan KPPU Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2010
pada industry ban sudah dilaksanakan pada Putusan Perkara No. 08/KPPU-I/2014, dimana
pihak Terlapor yang merupakan Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang industri ban
kendaraan roda empat terbukti ikut serta dalam mempengaruhi harga dan mengatur produksi
barang di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009-2012. Perjanjian yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut termasuk dalam kategori kartel karena
mempunyai alat bukti yaitu Risalah APBI. Perjanjian tersebut juga memenuhi unsur-unsur
kartel yang menimbulkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat sesuai yang tercantum
dalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kartel.
2. Saran
Untuk menghindari adanya praktek kartel, sebaiknya pemerintah dan KPPU lebih
meningkatkan sosialisasi tentang hukum persaingan usaha, baik kepada komponen yang
terlibat dalam industri, pelaku usaha, maupun masyarakat.

18
Ibid.
Herwansyah Nurti, 2018, “Hukum Persaingan Usaha – Kartel Antara Perusahaan dan KPPU”, Jurnal Hukum, Vol. 3
19

No 4, Desember 2018, hlm 5.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku
Basuki, Untung Tri. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Persaingan Usaha Industri ecil di Era
Pasar Bebas. Jakarta: Badan Pembnaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia, 2004
Fuady, Munir. Hukum Anti Monopoli – Menyongsong Era Persaingan Sehat. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003.
Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Ibrahim, Johnny. Hukum Persaingan Usaha – Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing, 2006.
Kagramanto, Budi. Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha).
Surabaya: Srikandi, 2008.
Pakpahan, Normin S. Pokok-Pokok Pikiran tentang Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Proyek Elips,
1994.
Usman, Rachmad. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Sumber Jurnal

Darius, 2017, “Perjanjian Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha”,Jurnal Hukum, Vol. 1 No.
2, Januari 2017, hlm. 1.

Darmawan, Ray, 2015, “Peranan KPPU dalam Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha”, Jurnal
Hukum, Vol 2, No. 3, Agustus 2015, hlm. 22.

Fadhilah, Meita, 2019, “Penegakan Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) dalam Kerangka Ekstrateritorial”, Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 1,
Maret 2019.

Hartono, Arief, “Praktek Dugaan Kartel di Bidang Industri Ban”, Jurnal Hukum, Vol. 5, No.2, Mei
2016.
Nurti, Herwansyah, 2018, “Hukum Persaingan Usaha – Kartel Antara Perusahaan dan KPPU”, Jurnal
Hukum, Vol. 3 No 4, Desember 2018, hlm 5.

Shauki, Achmad, “Masalah Persaingan Usaha di Indonesia”, Paper pada Seminar di Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Sumbangan Pemikiran FEUI Pada Reformasi dan Pemulihan
Ekonomi, Jakarta, November 1998.

Santoso, Rika, 2015, “Analisis Kartel dalam Industri Ban di Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 1, Maret
2015, hlm. 2.

Tama, Nur, 2015, “Praktek Kartel dalam Industri Ban di Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 2 No. 3, Juli
2015, hlm. 3.

Zulkarnain, Feardinand, “Pelanggaran Perjanjian yang Dilarang oleh Hukum Persaingan Usaha dalam
Pemasaran Ban di Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol. 3 No. 2, Maret 2016.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PUTUSAN

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 33.
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3817. Sekretariat Negara. Jakarta

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2014.Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor
08/KPPU-I/2014

Mahkamah Agung. 2016. Puusan Mahkamah Agung Nomor 221 K/Pdt.Sus-KPPU/2016

Mahkamah Agung. 2017Putusan Mahkamah Agung Nomor 167 PK/Pdt.Sus-KPPU/2017

Anda mungkin juga menyukai