Anda di halaman 1dari 5

BATUGAMPING SEBAGAI BAHAN BAKU SEMEN

Oleh
Mohammad Fuad Afdal / F 121 14 039
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako

1. Penjelasan Umum

Berdasarkan jenisnya batu gamping dibagi menjadi dua yaitu batu gamping
non – klastik dan batu gamping klastik. Dikenal batu gamping non-klastik,
merupakan koloni dari binatang laut antara lain dari Coelentrata, Moluska dan
Protozoa, Foraminifera dan sebagainya, jenis batu gamping ini sering disebut
sebagai batugamping koral karena penyusun utamanya adalah koral yang
merupakan anggota dari coelentrata. Batu gamping ini merupakan
pertumbuhan/perkembangan koloni koral, oleh sebab itu dilapangan tidak
menunjukkan perlapisan yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran
mineral.

Batu gamping klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non
klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, sedimentasi. Oleh
karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral lain yang merupakan
pengotor dan pemberi warna pada batu gamping yang bersangkutan. Akibat adanya
proses sortasi maka secara alamiah akan terbentuk pengelompokan ukuran butir.
Dikenal jenis kalsirudit apabila batu gamping tersebut fragmental, kalkarenit
apabila batu gamping tersebut berukutan pasir, dan kalsilutit apabila batu gamping
tersebut berukuran lempung. Tingkat pengotoran/ kontaminasi oleh mineral asing
berkaitan erat dengan ukuran butirnya. Pada umumnya jenis batu gamping ini
dilapangan menunjukkan berlapis. Adanya perlapisan dan struktur sedimen yang
lain serta adanya kontaminasi mineral teretentu yang akan memberi warna dalam
beberapa hal memberikan nilai tambah setelah batu gamping tersebut terkena
sentuhan teknologi.

1|Geologi Mineral Industri


Secara kimia batu gamping terdiri dari atas kalsium karbonat (CaCO3). Di alam
tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium. Kadar magnesium yang tinggi
mengubah batu gamping menjadi batu gamping dolomit dengan kompsisi kimia
CaCO3MgCO3. Hasil penyelidikan hingga kini menyebutkan bahwa kadar Calsium
Oksida batu gamping di Jawa umumnya tinggi (CaO > 50%). Selain magnesium
batu gamping kerapkali tercampur dengan lempung, pasir,bahkan jenis mineral
lain.

Pada umumnya batu gamping yang padat dan keras mempunyai berat jenis 2.
Selain yang pejal ( masif) dijumpai pula batu gamping yang sarang (porus).
Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu-abu muda, abu-abu
tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya disebabkan oleh mangaan, oksida besi
sedang kehitaman karena zat oraganik. Batu gamping yang mengalami
metamorfosa berubah menjadi marmer.

Di beberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya didapatkan gua


atau sungai bawah tanah yang terjadinya berkaitan erat dengan kerjanya airtanah.
Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 hasil pembusukan zat organik
dipermukaan setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batu gamping yang
dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi kimia yang berlangung adalah:

CaCO3 + 2CO2 + H2O Ca(HCO3)2 + CO2

Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadilah rongga dalam
bentuk gua atau sungai bawah tanah.

2. Potensi dan Sebaran Di Sulawesi

Penyebaran batu gamping dialam mudah dikenal pada foto udara yang
menunjukkan rona yang khas berwarna terang. Dalam bebrapa hal kenmpakan karst
dapat dikenali pada foto udara, pada peta topografi ataupun dilapangan khusunya
pada batu gamping non klasitik.

2|Geologi Mineral Industri


Khusunya dipulau sulawesi sendir keterdapatan batu gamping dengan berbagai
kualitas dan jumlah cadangan tersebar di bebrapa tempat diantaranya:

 Sulawesi Utara: Tinombo, Sumalata, Bolaang Mongondao, Wori, P.


Bunaken, P. Siladen, Kec. Belang, Kec. Bolalang, Kec. Lolak, Kec.
Dumoga, dan Kec. Maelang.
 Sulawesi Selatan: Tonassa, Kab. Pangkep; Bantimurung Kab. Maros;
Bojong Kab. Jeneponto; Wan Soppeng Kab. Soppeng; Malusetasi Kab.
Barru; Takalar, Kab. Takalar.
 Sulawesi Tenggara: Tanjung Ponopono, Gn. Puuwatu, Laimena Anggoro;
Pegunungan Marobea (Kab.Kendari); Wawo, Kab. Kolaka; P. Muna, P.
Buton, Kep. Wakatobi, Kep. Timoro.

3. Batu Gamping Sebagai Bahan Baku Semen

Dalam pembuatan semen batu gamping merupakan bahan baku utama. Untuk
memproduksi satu ton semen diperlukan paling sedikit satu ton batu gamping
disamping lempung, pasir kuarsa dan gipsum serta pasir besi. Pembuatan semen
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses basah dan kering. Sebagai pedoman
umum pabrik dengna produksi semen lebih besar dari 1 juta ton pertahun biasanya
dipaki proses kering karena llebih ekonomis sedang proses basah menguntungkan
untuk pabrik dengan produksi dibawah satu juta ton per tahun.
Batu gamping sebagi bahan baku semen deperlukan kurang lebih 75-80% dari
bahan baku seluruhnya. Beberapa persyaratan batu gamping yang harus dipenuhi
antara lain kadar CaO 50-55%; MgO maksimum 2% (dinegara tertentu sampai 5%);
kekentalan (viscositas) luluhan 3200 centipoise (40% H2O); kadar Fe2O3 2,47% dan
Al2O3 0,95%. Seperti diketahui semen portland merupakan hasil yang didapat
dengan jalan memadukan CaO, Al2O3, Fe2O3 dan SiO2 menjadi satu campuran.
Dari analisis kimia semen portland, proses reaksi antara oksida-oksida dalah
sebagi berikut:

3|Geologi Mineral Industri


C2S : jika temperatur tinggi maka akan terjadi reaksi antara SiO2 dan CaO
membentuk C2S (dikalsium sulfur).
C3S : agar dapat mengubah semua C2S menjadi C3S maka CaO yang ada harus
berlebihan dari yang diburhkan.
C3A : kelebihan Al2O3 semua bereaksi dengan CaO membentuk C3A
(trikalsium aluminat = 3 CaO Al2O3).
C4S : C4 AF (tetrakalsium alumina ferit = CaO Al2O3 Fe2O3) merupakan hasil
reaksi dari Fe2O3 + CaO + Al2O3 membentuk C4 AF.
Jika temperatur makkin tinggi, maka terjadi reaksi antara SiO2 dan CaO
membentuk C2S dan dapat mengubah C2 S menjadi C3S. Untuk membuat semen
dengan kadar C2S tinggi dilakukan pembakaran dua kali, pertama pembakaran
bahan mentah dan kedua clinker.
Semen portlan menurut ASTM dapat dibagi menjadi;
 Semen portland tipe I (reguler portlan cement)
 Semen portland tipe II (moderate heat of hardening portland cement)
 Semen portland tipe III ( high early strength portland cement)
 Semen portland tipe IV (low heat portland cemenet)
 Semen portland tipe V (sulfate resisting portland cement)
Pada umumnya semen di Indonesia mempunyai ketentuan kadar CaO ≥ 50%.
Menurut standart industri Indonesia kadar CaCO3 ± 85%; Mg < 5% dan CaO≥ 50%.
Sebagai bahan tambahan dalah gypsum yang berfungsi untuk memperlambat proses
pengerasan semen apabila telah dicampur dengan air.

4|Geologi Mineral Industri


References
Sukandarrumidi, 2016. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

5|Geologi Mineral Industri

Anda mungkin juga menyukai