Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TUJUAN
Tujuan:
1. Memahami prinsip – prinsip percobaan farmakologi dengan menggunakan sediaan
jaringan usus terpisah
2. Memahami Efek farmakologis obat agonis dan antagonis pada jaringan usus terpisah.
3. Menghitung afinitas dan selektivitas obat terhadap reseptor pada sediaan usus terpisah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada prinsipnya semua bagian dari traktus gastrointestinal dapat digunakan untuk
percobaan organ terpisah (esofagus, gaster, ileum, kolon, dan bahkan rektum).Ada 2 macam
metoda organ terpisah, yaitu yang disertai saraf dan tidak disertai saraf. Dengan metoda ini
dapat diamati respon organ terhadap pemberian obat.
Respon obat terhadap obat dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat
digunakan untuk menghitung afinitas obat terhadap reseptor. Pada praktikum ini digunakan
beberapa konsentrasi obat untuk melihat efeknya terhadap organ terpisah (usus).
Asetilkolin (ACh) adalah salah satu neurotransmitter yang sangat berperan dalam
fungsi sistem saraf otonom.Sistem saraf otonom adalah sistem involunter yang berfungsi untuk
mengontrol kebutuhan dan aktivitas tubuh sehari-hari tanpa pengaruh kesadaran kita. Sistem
ini terutama berperan pada sel saraf motorik visceral yang mempersarafi otot polos organ
dalam, otot jantung dan kelenjar eksokrin.
Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari sistem saraf pusat menuju efektor organ
melalui dua tipe neuron efektor.
Neuron yang pertama disebut neuron preganglion. Sel ini terdapat pada sistem saraf
pusat. Neuron preganglion keluar dari batang otak atau spinal cord dan membuat hubungan
sinaptik dalam sebuah ganglion, yaitu kumpulan neuron yang terdapat di sistem saraf perifer.
Ganglion-ganglion ini berfungsi sebagai stasiun relay antara neuron preganglion dan neuron
yang kedua yaitu neuron postganglionik. Badan sel neuron ini terdapat di dalam ganglion.
Neuron postganglionik berakhir pada otot polos di organ-organ dalam, otot jantung dan sel
eksokrin.
Serabut-serabut sel eferen sistem saraf otonom dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Sistem saraf simpatis. Saraf-saraf preganglion sistem saraf simpatis keluar dari segmen
thoracal dan lumbar, bersinaps di dua ganglion yang berjalan paralel pada dua sisi
medulla spinalis.
2. Sistem saraf parasimpatis. Serabut saraf preganglionnya keluar dari area kranial dan
sakral, bersinaps di ganglion dekat organ efektor.
ANTAGONIS
Antagonis netral memblokir efek agonis. Ada dua jenis antagonisme: kompetitif
(reversibel, surmountable)
dan non-kompetitif (irreversibel, tidak dapat diatasi). Sebagai contoh, nalokson adalah
antagonis kompetitif pada semua reseptor opioid dan ketamin adalah antagonis non-kompetitif
pada reseptor NMDA-glutamat.
Tindakan antagonis kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan dosis agonis (yaitu,
blok dapat diatasi). Agonis dan antagonis mengikat ke situs yang sama pada reseptor. Efek
yang ada pada kurva dosis-respons agonis adalah menggesernya ke kanan. Karena respons
dapat diatasi, respons maksimum tetap tidak berubah (Gbr. 3). Tingkat pergeseran ke kanan
terkait dengan afinitas antagonis dan dosis yang digunakan. Semakin tinggi dosis, semakin
banyak agonis yang diperlukan untuk mengatasi respons. Semakin tinggi afinitas antagonis,
semakin besar pergeseran (ingat afinitas adalah kekuatan interaksi antagonis-reseptor dan lebih
banyak agonis diperlukan untuk mengganggu interaksi ini). Sebaliknya, jika derajat pergeseran
diketahui, maka afinitas antagonis dapat diperkirakan.
AGONIS
Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek transmitter.
Agonis muskarinik dibedakan atas (1) asetilkolin dan asetilkolin sintesis yaitu metakolin,
karbakol, dan betanekol, dan (2) alkaloid kolinergik yang terdapat di alam yaitu muskarinik,
pilokarpin, dan arekolin, serta senyawa sintesisnya.
i. Siapkan usus terpisah dalam organ bath dengan larutan baru (dari
percobaan)
ii. Berikan atropin pada larutan dalam organ bath sebesar, 2uc dengan
konsentrasi 3x10-6 M.Konsentrasi Atropin Dalam organ bath 3x10-8 M
(volume larutan 25 ml). Tunggu 1 Menit.
iii. Berikan asetilkolin sesuai dengan urutan konsentrasi pada a dengan cara
seperti pada a.
BAB V
HASIL PENGAMATAN
Percobaan 1 Percobaan 2
NO [M]
Metacolyn Atropin + Metacolyn Metacolyn Atropin+Metacolyn
Metode organ terisolasi merupakan metode klasik dalam percobaan farmakologi yang
dapat digunakan untuk menganalisa hubungan dosis-respon suatu senyawa obat. Hasil
penelitian Anas, dkk., (2010) mengatakan bahwa dengan metode ini, konsentrasi agonis dan
antagonis reseptor pada tingkat jaringan dapat diketahui secara pasti. Metode ini mempunyai
kemampuan dengan intensitas maksimum. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika
menggunakan organisme utuh (pengujian secara in vivo). Selain itu, metode ini juga dapat
mengukur konsentrasi agonis terkecil yang dapat menginduksi respon biologis.
Syamsudin dan Darmono (2011) melaporkan bahwa untuk mendapatkan hasil
percobaan yang akurat, maka diperlukan persiapan yang baik dan seluruh percobaan harus
betul-betul terkontrol. Hewan percobaan yang digunakan dibunuh tanpa dianastesi sehingga
tidak mempengaruhi kontraktilitasnya. Organ yang diambil segera dimasukkan kedalam cairan
fisiologis dan dikontrol oksigenasinya dan dihubungkan ke tranduser dan diteruskan ke alat
pencatat misalnya, kymograph atau maclab komputer. Organ yang umum digunakan dengan
metode organ terisolasi menggunakan alat organ bath adalah uterus, usus halus, otot skeletal,
vas deferens, jantung dan lambung (Kitchen, 1984).
Organ yang digunakan pada penelitian ini adalah usus halus marmut bagian ileum
karena relatif lebih tahan terhadap trauma dan kontraksinya lebih kuat daripada jejunum atau
duodenum. Marmut yang sebelumnya telah dipuasakan selama 10-12 jam dieksekusi dengan
cara dislokasi tulang leher kemudian adomennya dibuka dan caecumnya diangkat ke depan
maka ileum akan ditemukan tergabung pada bagian belakangnya. Ileum dipotong 5 cm dari
caecum sepanjang 2 cm kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang berisi larutan Krebs.
Agar tidak rusak, dalam menanganinya sebaiknya tidak menggunakan pinset tetapi jari.
Sebelum dimasukkan dalam organ bath mesenterial nya dibersihkan dulu kemudian isi usus
dibersihkan dengan cara disemprot rongga ususnya dengan pipet berisi larutan Krebs, setelah
itu benang diikatkan pada kedua ujung ileum. Ileum dimasukkan ke dalam organ bath dengan
ujung bawah diikatkan pada tangkai penahan dan ujung atas diikatkan dengan ujung
fulcrum/tangkai pada kimograf dengan diberi beban sebesar 1 gram. Setelah siap, suhu dalam
organ bath diatur setinggi 37°C dan terus diaerasi nonstop memakai air pump. Preparat ileum
diinkubasikan dahulu dalam larutan Kreb’s selama 1-2 jam disertai pencucian dengan
mengganti larutan kreb’s tiap 10-15 menit agar preparat teradaptasi.
Sumber :
Tarannita, C., Permatasari, N., Sudiarto, 2006 “EFEK HAMBATAN EKSTRAK DAUN
CEPLUKAN (Physalis Minima L) TERHADAP KONTRAKTILITAS OTOT POLOS USUS
HALUS TERPISAH MARMUT DENGAN STIMULASI METAKOLIN EKSOGEN”
Fakultas Kedokteran Universitas
6.3. Tentukan Kerja Atropin Sebagai Antagonis Kompetitif atau Non Kompetitif
Berdasarkan Afinitas dan Effikasinya
Atropin berperan sebagai antagonis kompetitif berkompetisi dengan asetilkolin dan
agonis muskarinik lainnya. Lalu akan menghambat rangsang saraf post-ganglionik
parasimpatik yang mengakibatkan terjadinya pelepasan Ach dan peningkatan reseptor pada
neuroreseptor. Hal ini akan mengurangi efek asetilkolin dan obat yang mirip di dalam tubuh.
Antagonis ini dapat diatasi dengan peningkatan dosis agonis. Antagonis menggeser kurva dosis
respon agonis ke kanan sehingga mengurangi afinitas agonis. (Asep Sukohar. 2014.)
6.6. Tentukan Kerja Atropin Sebagai Antagonis Kompetitif atau Non Kompetitif
Berdasarkan Hasil Afinitasnya dan Efikasinya
Atropin merupakan antagonis kompetitif yang berinteraksi dengan reseptor muskarinik.
Atropin bekerja dengan cara menginhibisi obat lain tanpa menimbulkan aktivitas intrinsik,
menduduki reseptor dibantu oleh afinitas atropin-reseptor yang lebih kuat, serta bersifat
reversible (dapat digeser) kedudukannya apabila diberi agonis dengan dosis yang lebih tinggi.
BAB VII
PENUTUP
Kesimpulan
1. Semakin besar dosis pada agonis semakin besar efek yang ditimbulkan. Efek akan mencapai
efek maksimal apabila obat menempati semua reseptor
3. Terdapat perbedaan efikasi antara pemberian obat agonis saja dengan pemberian antagonis
dan agonis. Kesalahan ini mungkin terjadi karena viabilitas usus, durasi pemberian obat dan
perlakuan yang salah
DAFTAR PUSTAKA
Thompson, Jonathan. 2017. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain
Journal, Volume 17, Number 12. Oxford University Press
Syarif, Amir. dkk. 2016. Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia : Edisi 6.
Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia
Katzung, G.B dkk. 2012. Farmakologi dasar dan klinik edisi 10
Tarannita, C., Permatasari, N., Sudiarto, 2006 “Efek Hambatan Ekstrak Daun Ceplukan
(Physalis Minima L) Terhadap Kontraktilitas Otot Polos Usus Halus Terpisah Marmut Dengan
Stimulasi Metakolin Eksogen.” Fakultas Kedokteran Unb