Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA

SISTEM POLITIK DALAM ISLAM

Disusun Oleh :

1. Syifa Aulia Rahmah (C12019025)


2. Riski Anggraeni (C12019024)
3. Nia Safinda (C12019032)

Kelas : S1 Farmasi 1A

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, berkat limpahan dan
rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Agama Islam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada teladan kita Rasulullah SAW.

Agama sebagai suatu sistem kepercayaan dalam kehidupan manusia dapat


dikaji dari berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang sudah berkembang
hingga empat belas abad lebih menyimpan cukup banyak hal yang perlu dikaji,
baik itu menyangkut aspek ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas
ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis


hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun sesuai dengan pengamatan dari berbagai sumber


informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memperluas wawasan para pembaca dan


menjadi sumbangan pemikiran untuk pengkajian selanjutnya. Kekurangan di sana
sini dalam penulisan makalah ini sangat kami sadari. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing mata kuliah ini, kami meminta masukan perbaikan termasuk saran
dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan pembahasannya.

Gombong, 7 Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................ 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................. 1

1.3 TUJUAN PENULISAN ......................................................... 1

BAB II ISI ................................................................................................... 2

2.1 PENGERTIAN SISTEM POLITIK ISLAM ............................ 2

2.2 NILAI-NILAI DASAR SISTEM POLITIK DALAM

AL-QUR’AN .......................................................................... 2

2.3 PRINSIP-PRINSIP SISTEM POLITIK ISLAM ..................... 5

2.4 TUJUAN SISTEM POLITIK ISLAM ...................... ............... 7

2.5 KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM POLITIK

NASIONAL…………………………………………………... 8

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 10

3.1 KESIMPULAN ........................................................................ 10

3.2 SARAN .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, Islam


memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil. Dalam Al-Qur’an
memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada zaman
Rasullullah SAW sangatlah baik. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mendorong masyarakatnya menjalankan syariat Islam.
Indonesia adalah sebuah negara Islam terbesar di dunia, namun bila
dikatakan negara Islam, dalam prakteknya Islam kurang di aplikasikan dalam
sistem pemerintahan baik itu politik maupun demokrasinya, hal itu berpengaruh
besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia di Indonesia, terutama pada
system yang berlaku dalam pemerintahan Indonesia, contoh kecil adalah
maraknya korupsi yang dikarenakan kurang transparannya pemerintahan di
Indonesia. Hal tersebut di atas membuat penulis membahas tentang Islam dalam
aspek politik. Disini kita akan membahas nilai-nilai dasar, prinsip-prinsip, dan
tujuan sistem politik berdasarkan Al-Qur’an dan Al Hadits.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi sistem politik Islam?
2. Apa nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-Qur’an?
3. Apa prinsip-prinsip sistem politik Islam?
4. Apa tujuan sistem politik Islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi sistem politik Islam.
2. Mengetahui nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-Qur’an.
3. Mengetahui prinsip-prinsip sistem politik Islam.
4. Mengetahui tujuan sistem politik Islam.

1
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Sistem Politik Islam

Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu sistem, artinya perangkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas
atau susunan yang teratur dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata
politik pada mulanya berasal dari Bahasa Yunani atau Latin, Politicos atau
politikus, yang bearti kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik
diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya)
mengenai pemerintahan”. Sedangkan kata Islam, adalah agama yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. Dengan demikian, system politik
Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai
Islam.

2.2 Nilai-nilai Dasar Sistem Politik dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam


mengandung ajaran nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam
pengembangan system politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah:

1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat sebagaimana tercantum


dalam Q.S. 23 (al-Mu’minun) : 52 :
ِ ‫َوا َِّن َه ِذ ِه ا ُ َّمت ُ ُك ْم ا ُ َّمةَ َّو‬
‫احدَة َ َّواَنَا َربُّ ُك ْم فَاتَّقُ ْو ِن‬

Artimya : “Sesungguhnya umat kamu ini umat yang satu, dan Aku adalah
Tuhan kamu, maka bertakwalah kamu kepada-Ku.”

2. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah


ijtihadiyah. Dalam Q.S 42 (al-Syura) : 38 dan Q.S. 3 (Ali Imran) : 159
dijelaskan :

2
a) Urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.
b) Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
3. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. Dalam
Q.S. 4 (an-Nisa’) : 58 Allah berfirman :
‫اس ا َ ْن تَحْ ُك ُم ْوا بِ ْالعَ ْد ِل‬ ِ َ‫ا َِّن هللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم ا َ ْن ت ُ َؤد ُّْوا االَ َمان‬
ِ َّ‫ت اِلَى ا َ ْه ِل َها َواِذَا َح َك ْمت ُ ْم بَيْنَ الن‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila
menetpkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
secara adil”

4. Kemestian menaati Allah dan Rasulullah dan uli al-Amr (pemegang


kekuasaan) sebagaimana difirmankan dalam Q.S. 4 (an-Nisa’) : 59 :

‫س ْو َل َوا ُ ْو ِلى ْاالَ ْم ِر ّم ْن ُك ْم‬ َّ ‫يَاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َ َمنُ ْوا ا َ ِط ْيعُ ْوا هللاَ َو ا َ ِط ْيعُ ْوا‬
ُ ‫الر‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-
Nya, dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antara
kamu”.

5. Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam,


sebagaimana difirmankan dalam Q.S. 49 (al-Hujurat) : 9 :
ْ َ ‫َان ِمنَ ْالمؤْ ِم ِنيْنَ اِ ْقتَتَلُ ْوا فَا‬
‫ص ِل ُح ْوا َب ْينَ ُه َما‬ َ ‫َوا ِْن‬
ِ ‫طا ِئفَت‬

Artinya : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang,
maka damaikanlah keduanya”.

6. Kemestian mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi


dan invasi. Dalam Q.S. 2 (al-Baqarah) : 190
‫س ِب ْي ِل هللاِ الَّ ِذيْنَ يُقَا ِتلُ ْو نَ ُك ْم والَ ت َ ْعتَد ُّْوا‬
َ ‫َوقَا ِتلُ ْوا ِفى‬

3
Artinya : “Dan perangilan di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
tetapi janganlah kamu melampaui batas”.

7. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan. Dalam Q.S. 8


(al-Anfal) : 61 Allah berfirman :

َ ‫س ْل ِم فَاجْ نَحْ لَ َها َوت ََو ّك ْل‬


ِ‫علَى هللا‬ َّ ‫َوا ِْن َجنَ ُح ْوا ِل‬
Artinya : ”Apabila mereka condong kepada perdamaian, hendaklah kamu pun
condong kepadanya dan bertakwalah kepada Allah”.
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan
keamanan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 8 (al-Anfal) : 60 :

‫عد َُّو ُك ْم َوآ َخ ِريْنَ ِم ْن‬ َ ‫اط ْال َخ ْي ِل ت ُ ْر ِهب ُْونَ بِ ِه‬
َ ‫عد َُّو هللاِ َو‬ ِ َ‫ط ْعت ُ ْم ِم ْن قُ َّوةِ ِم ْن ِ ّرب‬ َ َ ‫َوا َ ِعد ُّْوا لَ ُه ْم َماا ْست‬
‫د ُْونِ ِه ْم َوالَ ت َ ْع َل ُم ْونَ ُه ْم هللاُ َي ْع َل ُم ُه ْم‬

Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja


yang kamu sanggupi, dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang, (yang dengan persiapan itu) kamu dapat menggetarkan
musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak ketahui sedangkan Allah mengetahuinya”.

9. Keharusan menepati janji, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 16 (an-Nahl)


91 :

‫ض ْوا ْاْل َ ْي َمانَ بَ ْعدَ ت َْو ِك ْي ِدهَا‬


ُ ُ‫عا َه ْدت ُ ْم َوالَ ت َ ْنق‬
َ ‫َوا َ ْوفُ ْوا ِب َع ْه ِد هللاِ اِذَا‬

Artinya : “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu sesudah
meneguhkannya”.

10. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa, sebagaimana firman


Allah dalam Q.S. 49 (al-Hujurat) : 13 :

4
َ‫ارفُ ْوا ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم مٍ ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫شعُ ْوبًا َوقَبَائِ َل ِلت َ َع‬ ُ َّ‫يَاأَيُّ َها الن‬
َ َ‫هللاِ اَتْقَا َك ْم ِإ َّن هللا‬
‫ع ِل ْي ٌم َخبِي ٌْر‬

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat. Dalam Q.S. 59
(al-Hasyr) : 7 Allah berfirman :
ِ ِ‫َك ْي الَيَ ُك ْونَ د ُْولَةَ بَيْنَ اْالَ ْغن‬
‫يآء ِم ْن ُك ْم‬

Artinya : “Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya
di antara kamu”.

12. Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum, dalam hal :


1) Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
2) Berangsur-angsur (al-tadarruj)
3) Tidak menyulitkan (‘adam al-Haraj).

2.3 Prinsip-prinsip Sistem Politik Islam

1.Musyawarah
Asas musayawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan
ketua negara dan orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam
pentatbiran ummat. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan
penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah

5
berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-perkara baru yang timbul
dikalangan ummat melalui proses ijtihad.

2. Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem
sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip
keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi
segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk
keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di
hadapan pihak pengadilan, diantara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa
dan anak-anaknya.

3. Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang
berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang
sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta
menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

4. Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan
menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-
peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan
berada di bawah kuatkuasa undang-undang.

5. Hak Menghisab Pihak Pemerintah


Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan
terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak
pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan
urusan dan pentatbiran negara dan ummat. Hak rakyat untuk disyurakan adalah
bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran
dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti

6
bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan
keputusan-keputusan pihak pemerintah.

2.4 Tujuan Sistem Politik Islam

Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem


pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan
seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara
Islam atau Darul Islam. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara
penting sebagai tujuan sistem politik dan pemerintahan Islam:
1) Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh
ulama.
2) Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan
masalah dikalangan orang-orang yang berselisih.
3) Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam
keadaan aman dan damai.
4) Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syara’ demi
melindungi hak-hak manusia.
5) Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan untuk menghadapi
kemungkinan serangan dari pihak luar.
6) Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7) Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana
yang ditetapkan oleh syara’.
8) Mengatur anggaran belanja dan perbelanjaan perbendaharaan negara agar
tidak digunakan secara boros atau kikir.
9) Mengangkat pegawai-pegawai yang cakap dan jujur untuk mengawal
kekayaan negara.
10) Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-hal awam
demi untuk memimpin negara dan melindungi Ad-Din.

7
2.4 Kontribusi Umat Islam Dalam Politik Nasional

1. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya


Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup
panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri
beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air
berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)


Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan
politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada
masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi
tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau
pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI.
Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan
Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam
Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya
protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus
1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

3. Era Orde Baru


Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas
di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh
ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya
kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut
kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan

8
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung
pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.

4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia
bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi
tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin
Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari
kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah.
Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik
pun semakin diperhitungkan.
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi
menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil
menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai
politik juga boleh menggunakan asas Islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label
Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU,
PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya
umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat
islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus
menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal,
cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya
sebagai rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi
bangsa ini.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat.


Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktivitas dan
informasi. Beberapa prinsip politik Islam berisi: mewujudka persatuan dan
kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara
adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulil
Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam
dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat
bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan
segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan
memaksakan kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat
melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi
adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya.
Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan
yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam. Walaupun demikan Islam juga
memperbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang sudah jelas karena
mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang ini pun telah
memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak sembarangan
perang dapat dilakukan. Politik Islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan
seluruh umat.

3.2 Saran

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya


memiliki peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke
arah integrasi kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang
akan memberikan pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam

10
menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi umat Islam yang hidup
dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman dan
tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih
dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa
memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya
sampai dengan politik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mansoer, Hamdan, Drs, H, dkk. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama


Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Departemen Agama RI.

Warisman, Ilham. 2013. Makalah Politik Islam.


(http://ilhamwarisman.blogspot.com/2013/11/makalah-politik-islam.html,
diakses pada 26 September 2014)

Kurniawan, Mika. 2012. Sistem Politik Dalam Islam.


(http://hitamkekal.blogspot.com, diakses pada 26 September 2014)

12

Anda mungkin juga menyukai