Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, tiada kata lain yang patut untuk kami ungkapkan selain
ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan
kemampuan kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda Muhammad SAW.,
para sahabat dan seluruh keluarga beliau serta para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai
pihak,Serta ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada semua pihak yang baik
secara langsung ataupun tidak langsung ikut terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan.kami mohon saran
dan kritik yang sifatnya membangun guna lebih menyempurnakan makalah-makalah kami
selanjutnya.

Kendari, Desember
2019
Haadu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan pendidikan sudah ada sejak zaman dahulu. Bangsa Sparta sejak 2500
tahun yang lalu telah merencanakan pendidikan untuk merealisasikan tujuan militer,
sosial, dan ekonomi mereka. Plato dalam bukunya Republik menulis tentang rencana
pendidikan yang dapat menjamin tersedianya tenaga kepemimpinan dan politik yang
dibutuhkan oleh Athena. China dalam pemerintahan dinasti Han dan Peru pada masa
kejayaan, kerajaan Inca merencanakan pendidikan mereka untuk menjamin kelangsungan
hidup negara masing-masing.
Bangsa jepang melalui disiplin yang kuat lahir sebagai sebuah bangsa yang kuat,
demikian juga pasca hantaman bom atom Nagasaki dan Hiroshima kembali merumuskan
pendidikan melalui sisa-sisa pendidik dan tenaga kesehatan yang tersisa.
Begitupun bangsa Indonesia, dengan semangat untuk terlepas dari belenggu
penjajahan telah lahir berbagai lembaga pendidikan melalui pesantren-pesantren dan
lembaga-lembaga pendidikan tradisional, hingga lahirnya Muhammadiyah oleh KH.
Ahmad Dahlan, Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara, Sumatera Thawalib, Diniyyah
School oleh Zainuddin Labay, Diniyyah Puteri oleh Rahmah El-Yunussiyah, dan INS
Kayutanam oleh Moh. Syafe’i.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah.”Apakah pengertian perencanaan
pendidikan dan lingkupnya”
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah “ untuk mengetahui pengertian dan ruang
lingkup perencanaan pendidikan”
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Perencanan Pendidikan


Pengertian perencanaan pendidikan menurut para ahli:
1. Majid (2005) mendefinisikan perencanaan adalah Menyusun langkah-langkah yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut
dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang
dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
2. Menurut Vembriarto (1988:39) mengemukakan bahwa Perencanaan pendidikan
dalam arti yang seluas-luasnya adalah penggunaan analisa yang bersifat rasional dan
sistematik terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk
menjadikan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih
efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan murid- murid dan
masyarakat
3. Menurut Yusuf Enoch (1992:4) mengemukakan bahwa: Perencanaan pendidikan
merupakan suatu proses penyususnan alternatif kebijaksanaan mengatasi masalah
yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan pendidikan
nasional dengan mempertimbangkan kenyataan yan ada di bidang sosial, ekonomi,
sosial budaya dan kebutuhan pembangunan menyeluruh terhadap pendidikan
nasional.
4. Menurut Hudson dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan meliputi,
antara lain: synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal. Selanjutnya di
kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan
dari taksonomi Hudson.
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa
pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam
menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan
yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan
secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu
sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas
waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan
didahului oleh kegiatan lain.
Dengan demikian perencanaan adalah usaha untuk menggali siapa yang
bertangungjawab terhadap berbagai aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
Aktifitas tersebutkan tergambar dalam sebuah perencanaan yang matang dan
komprehensif.. Di sisi lain, perencanaan dapat dikatakan sebagai usaha mencari
penangggung jawab terhadap berbagai rumusan kebijakan untuk dilaksanakan
bersama sesuai dengan bidang masing-masing.

B. Tujuan Pendidikan sebagai Dasar Perencanaan Pendidikan


Mengenai tujuan pendidikan, menurut Klaus Mollenhaver yang memunculkan “Teori
Interaksi” dalam Nur Uhbiyati (1997:3) menyatakan bahwa “di dalam pendidikan itu
selalu ada (dijumpai) mengenai masalah tujuan pendidikan”. Dari pendapat ini maka
terlihat jelas bahwa perencanaan sendiri sangat penting untuk penentuan arah pendidikan,
dengan mempertimbangkan metode-metode yang tepat dalam proses pendidikan.
Dalam masalah persiapan perencanaan pendidikan, menurut Udin Syefuddin dan
Abi Syamsuddin (2005:11) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
membuat perencanaan pendidikan, di antaranya:
1. Perencanaan dilakukan untuk kemajuan di masa depan.
2. Strategi-strategi untuk menunjang kemajuan pendidikan.
3. Perenacanaan bukan berdasarkan manipulasi, kira-kira, atau teoritis saja, tapi juga
harus menggunakan fakta dan data-data yang konkrit.
4. Memperhatikan kebenaran-kebenaran yang berkaitan dengan kondisi serta
pelaksanaannya.
5. Adanya tidakan nyata dalam proses pelaksanaan
Setelah memperhatikan hal-hal yang harus diperhatikan perencanaan
pendidikan, maka seorang perencana pendidikan akan memeproleh suatu tujuan
sebagai dasar perencanaan pendidikan, di antaranya tujuan pendidikan sebagai dasar
perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian rencana pendidikan.
2. Untuk menghindari terjadinya pemborosan sumber daya.
3. Untuk pengembangan Quality Assurance.
4. Untuk memenuhi accountability kelembagaan.
Dalam bukunya “perencanaan pengajaran”, Harjanto (2006:2) menyatakan
bahwa ada enam pokok pikiran yang terkandung di dalam sesuatu perencanaan
pendidikan, yaitu:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang diinginkan.
2. Membandingkan antara masa sekarang dengan masa depan apakah terjadi
peningkatan atau tidak.
3. Jika tidak ada peningkatan, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
kualitas pendidikan terhadap diri sendiri ataupun anak didik.
4. Ada alternatif atau pilihan lain jika pilihan yang kita tuju gagal.
5. Merinci alternatif yang dipilih sebagai pedoman pengambilan keputusan bila akan
dilaksanakan.
Dengan adanya planning atau perencanaan khususnya dalam bidang
pendidikan maka arah atau tujuan pendidikan juga akan jelas atau pasti, begitu juga
dengan pendidikan.
Maka harus ada keseimbangan komponen-komponen yang mendukung
perencanaan pendidikan itu sendiri, komponen-komponen itu adalah:
1. Individu peserta didik yang memiliki potensi untuk berkembang dan dikembangkan
semaksimal mungkin.
2. Situasi yang mendukung, yang berkaitan dengan komunikatif antara pendidik dan
peserta didik.
3. Adanya upaya yang disengaja, terencana, efektif, efisien, kreatif, dan produktif.
4. Adanya struktur sosio-kultural yang berupa norma masyarakat dan budaya yang ada
serta religi.
5. Adanya tujuan yang telah disepakati dan tujuan itu diharapkan bisa membawa
kemajuan bukan kemunduran dan tidak melanggar norma.
C. Konsep Perencanaan Pendidikan
Dalam menjalankan program pendidikan, prinsip yang harus disertakan adalah
berkelanjutan, artinya proses pendidikan harus terus-menerus dijalankan dari generasi ke
generasi berikutnya. Hal ini tidak terlepas dari konsep pendidikan seumur hidup. Untuk
itu diperlukan suatu manajemen perencanaan yang terukur dan terarah di bidang
pendidikan. Perencanaan sumber daya manusia memfokuskan perhatian pada langkah-
langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam
organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan
dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat, dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan (Taqiyuddin : 2006).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini
berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Philipina,
Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami mengingat salah
satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat ini belum ditunjang oleh
data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang baik hanya dapat terwujud apabila
didukung dengan data dan informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting, apalagi
bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan, yang
merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka sumber daya manusia. Dari
pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan
vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus
berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta
pendidikan dengan perspektif global” (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi,
perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan kondisi seperti saat
sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif dalam beradaptasi dan
berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat
tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif
sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat
progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan
mengantisipasi arah perubahan (Sanaky : 2003).
D. Hubungan antar tipe-tipe atau jenis-jenis perencanaan
Tipe-tipe perencanaan baik dari segi waktu, ruang lingkup, maupun dari segi sifat
ada kaitanya satu dengan yang lainya. Perencanaan jangka panjangberkaitan erat dengan
tipe-tipe ruang lingfkup terutama perencanaan mikro dengan perencanaan operasional.
Perencanaan jangka panjang sifatnya umum dan fleksibel, hamper sama dengan
perencanaan strategi yang sifatnya juga belum spesifik.
Perencanaan operasional pada umumnya dilakukan dengan jangka pendekyang
mencakup perencanaan makro, meso maupun mikro. Perencanaan operasional berjangka
pendek ini palin jelas tampak pada perencanaan mikro sebab ia bergerak dalam wilayah
yang sangat kecil.
Sedangkan Perancanaan itu sendiri adalah seperangkat prosedur untuk
memecahkan permasalahan fisik, social, dan ekonomi, yang harus meliputi prinsip-
prinsip sebagai berikut: – Seperangkat tindakan – Upaya untuk memecahkan masalah, –
Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke masa yang akan datang – Suatu proses
berputar dengan adanya umpan balik , – Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari
pemecahan Dari definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita
simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang lebih
baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai rencana,
terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada kenyataanya
kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh karena itulah perencanaan
tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu agar tujuan yang ingin dicapai
dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.
Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab rendahnya
mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya mutu
pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut misalnya adalah rendahnya
kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga pendidik, kurangnya sarana prasarana
pendidikan, kurangnya perhatian orang tua/partisipasi masyarakat juga dapat
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas/profesionalisme guru
dapat disebabkan karena banyak sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya
dikarenakan rendahnya income yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar
hanya untuk memenuhi kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau
tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi
mereka adalah bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hariKarena itulah perubahan kebijakan yang dilakukan ditengah
jalan sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan, hingga tidak menjadikan
salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan.
Hudson menunjukkan 5 proses perencanaan yaitu radical, advocacy, transactive,
synoptic, dan incremental yang dikatakan sebagai taxonomy. Perencanaan partisipatori
berarti perencanaan yang melibatkan beberapa yang berkepentingan dalam merencanakan
sesuatu yang dipertentangkan dengan merencanakan yang hanya dibuat oleh seseorang
atau beberapa orang atas dasar wewenang kedudukan, seperti perencana di tingkat pusat
kepala-kepala kantor pendidikan di daerah.
E. Implikasi Teori Perencanaan Pembelajaran Dalam Praksis Pendidikan Di Sekolah
Perencanaan pembelajaran untuk pembelajaran dalam dunia pendidikan sesuai
dengan ketentuan perencanaan pembelajaran pada umumnya, hanya dibuat lebih
sederhana sesuai dengan karakteristik perencanaan pembelajaran itu sendiri. Fungsi
perencanaan perencanaan pembelajaran di sekolah adalah sebagai pedoman pokok bagi
calon guru atau para calon guru yang akan melaksanakan kegiatan latihan melalui proses
pembelajaran. Dengan demikian setiap yang berlatih mengajar dalam prosesnya harus
didasarkan pada perencanaan pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.
Pembuatan perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah mengembangkan dari
setiap komponen pembelajaran, yaitu mengembangkan tujuan, materi, atau isi, metode
dan media serta evaluasi. Prinsip pembelajaran merupakan kaidah, hukum, atau
ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan patokan dalam membuat perencanaan
pembelajaran. Penyusunan perencanaan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip yang
ditetapkan, maka akan menghasilkan suatu perencanaan pembelajaran.
Pada pokoknya prinsip-prinsip dalam pembuatan perencanaan pembelajaran di
sekolah antara lain :
1. Memperhatikan karakteristik anak
Dalam perencanaan pembelajaran (desain instruksional) harus memperhatikan kondisi
yang ada dalam diri siswa dan kondisi yang ada di luar diri siswa
2. Berorientasi pada kurikulum yang berlaku
Perencanaan yang dibuat oleh guru seperti dalam bentuk silabus maupun dalam bentuk
rencana pelaksanaan pembelajaran harus disusun dan dikembangkan berdasarkan pada
kurikulum yang berlaku.
3. Sistematika kegiatan pembelajaran
Urutan kegiatan pembelajaran dikembangkan secara sistematis dengan
mempertimbangkan urutan dari yang mudah menuju yang lebih sulit, dari yang bersifat
sederhana menuju yang lebih kompleks.
4. Melengkapi perencanaan pembelajaran
Yaitu dengan menambah instrumen-instrumen pembelajaran, misalnya lebar kerja siswa,
format isian, lembar catatan tertentu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai.
5. Bersifat fleksibel (dinamis)
Perencanaan pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya
pembelajaran.
6. Berdasarkan pendekatan sistem
Artinya setiap unsur perencanaan pembelajaran yang dikembangkan harus merupakan
kesatuan yang tidak terpisahkan dan memiliki keterpaduan.
Perencanaan pembelajaran yang sebenarnya yang dilakukan dalam kelas khusus
yang dirancang untuk kepentingan latihan mengajar, maka tentu saja perencanaan
pembelajarannya dibuat sesuai dengan kaidah prosedur pembuatan perencanaan
pembelajaran yang berlaku untuk kepentingan pembelajaran biasa.Sebagai alat kontrol
untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta yang telah berlatih, dalam pembelajaran ini
dilengkapi oleh seperangkat alat / instrumen lain, yaitu pedoman observasi.
Rumusan pedoman observasi berbeda-beda antara pedoman observasi yang satu
dengan yang lainnya. Hal ini disesuaikan dengan setiap jenis keterampilan dasar mengajar
yang dilatihkan. Pedoman observasi dipegang oleh observer yang bertugas mengamati
penampilan perserta yang berlatih. Pihak observer adalah mereka yang dianggap sudah
memiliki pengalaman lebih sehingga dapat memberikan penilaian secara objektif untuk
dijadikan masukan / balikan bagi peserta yang berlatih.
F. Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Perencanaan Program Pengajaran

Penyusunan program pengajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan lebih


lancar dan hasilnya lebih baik. Kurikulum, terutama perangkat pembelajarannya menjadi
acuan utama di dalam penyusunan atau perencanaan suatu program pengajaran, namun
kondisi sekolah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal-hal
penting yang juga perlu diperhatikan
1. Kurikulum
Dalam perencanaan atau penyusunan suatu program pengajaran, hal pertama yang
perlu diperhatikan adalah kurikulum terutama perangkat pembelajarannya. Dalam
perangkat pembelajaran telah tercantum Standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok, tujuan pembelajaran, indikator serta alokasi waktu untuk mengajar materi
tersebut. Dalam penyusunan program semester, rincian standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan diberikan, perlu juga memperhatikan waktu yang tersedia.
Jika waktu yang tersedia cukup banyak maka indikator yang akan disampaikan dapat
lebih banyak, tetapi jika waktu sedikit maka indikator yang akan diberikan dibatasi.
Demikian juga pada waktu menyusun bahan ajar dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), luasnya bahan dan banyaknya aktivitas belajar perlu disesuaikan
dengan waktu yang tersedia.
2. Kondisi Sekolah
Perencanaan program pengajaran juga perlu memperhatikan keadaan sekolah,
terutama tersedianya sarana-prasarana dan alat bantu pelajaran, karena keduanya menjadi
pendukung terlaksananya berbagai aktivitas belajar siswa.
Guru tidak mungkin melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam praktek
menggunakan komputer apabila di sekolah itu tidak tersedia computer. Demikian juga
halnya guru tidak mungkin menyuruh siswa-siswa mengadakan pengamatan terhadap
tanaman, jika di sekolah/sekitar sekolah tidak ada taman
3. Kemampuan dan perkembangan siswa
Dalam program pengajaran, baik program semester maupun program
mingguan/harian dapat dipandang sebagai suatu skenario tentang apa yang harus
dipelajari siswa dan bagaimana mempelajarinya. Agar materi dan Cara belajar ini sesuai
dengan kondisi siswa, maka penyusunan program rencana pembelajaran perlu disesuaikan
dengan kemampuan dan perkembangan siswa. Keluasan dan kedalaman materi pelajaran
serta aktivitas belajar yang direncanakan guru perlu disesuikan dengan kemampuan dan
perkembangan siswa. Secara umum, siswa dalam satu kelas terbagi atas tiga kelompok,
yaitu kelompok pandai atau cepat belajar, sedang dan kelompok kurang atau lambat
belajar. Bagian yang terbanyak adalah yang kelompok sedang, maka penyusunan materi
hendaknya menggunakan kriteria sedang ini. Untuk mengatasi variasi pengetahuan siswa,
maka guru perlu menggunakan metode atau strategi mengajar yang bervariasi pula.
4. Keadaan Guru
Guru dituntut memiliki kemampuan dalam segala hal yang berkenaan dengan
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Kalau pada suatu saat seorang guru memiliki
kekurangan, maka ia dituntut untuk segera belajar/meningkatkan kemampuan dirinya.
Bagi guru-guru yang masih sangat sedikit pengalaman mengajarnya, perlu mendapat
perhatian dengan diikutkan dalam pelatihan-pelatihan sehingga kemampuannya dapat
ditingkatkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

perencanaan adalah usaha untuk menggali siapa yang bertangungjawab terhadap


berbagai aktifitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Aktifitas tersebutkan
tergambar dalam sebuah perencanaan yang matang dan komprehensif.. Di sisi lain,
perencanaan dapat dikatakan sebagai usaha mencari penangggung jawab terhadap
berbagai rumusan kebijakan untuk dilaksanakan bersama sesuai dengan bidang masing-
masing.
perencanaan pendidikan sebagai suatu proses mempersiapkan seperangkat alternatif
keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan
usaha yang optimal dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dibidang
ekonomi,sosial budaya secara menyeluruh dari suatu negara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
terstruktur Mata Kuliah Pelayanan Publik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
Kendari, November 2019
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam
kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik
yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform)
yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan
masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh
pemerintah.
Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama
dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman
Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang
Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah
terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.Oleh
karena saya membuat makalah ini dengan judul “Opini Publik tenteng Kinerja Pelayanan Publik”
,dan diharapkan agar kita lebih memahami tentang kinerja pelatan publik itu sendiri.

1.2. Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memiliki tujuan sebagai
berikut.
1. Mengetahui kinerja birokrat dan kebijakan pelayanan publik dalam pemerintah apakah
sudah memenuhi standar.
2. Mengetahui tentang paradigma pelayanan publik.
3. Mengetahui tentang perubahan kualitas pelayanan publik pemerintah daerah.
1.3. Rumusan Masalah
Penulis mengambil masalah ini dengan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana peranan dan kebijakan pelayanan publik?

2. Bagaimanakah paradigma pelayanan publik?

3. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEVINISI PELAYANAN PUBLIK

Selanjutnya kami akan paparkan pengertian pelayanan menurut beberapa ahli :


1. Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak
kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan
peralatan”
2. Gronroos dalam Ratminto dkk menjelaskan bahwa pelayanan adalah usaha aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai
akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan
oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan
konsumen /pelanggan.
3. Menurut Kotler definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.
4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan
adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang
lain”
5. Pelayanan menurut Lovelock didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan
memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan
tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa
tersebut..
6. Dennis Walker dalam bukunya yang berjudul Mendahulukan Pelanggan sebagaimana telah
diterjemahkan oleh Anton Adiwiyoto (1997:13) mengemukakan bahwa: pelayanan adalah
suatu yang sangat subyektif dan sulit didefinisikan karena pelayanan sebagai subyek yang
melakukan suatu transaksi dapat bereaksi secara berbeda terhadap apa yang kelihatannya
seperti pelayanan yang sama.
7. Menurut Adrian Payne dalam bukunya yang berjudul Pemasaran Jasa (2000:8)
mengemukakan definisi jasa (layanan) adalah merupakan suatu kegiatan yang memiliki
beberapa unsur ketidakwujudan (intangbility) yang berhubungan dengannya, yang
melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya
dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan.\
8. Menurut Munir (1991) pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode
tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya.
9. Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat maupun di daerah, bumn dan bumd dalam bentuk barang dan jasa
dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Kepmenpan nomor 81 tahun 2003)

Sedangkan pengertian publik yang kami dapatkan adalah sebagai berikut :


1. Publik adalah mengenai orang atau masyarakat, dimiliki masyarakat, serta berhubungan
dengan, atau mempengaruhi suatu bangsa, negara, atau komunitas.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Publik)
2. Menurut Emery Bogardus, Publik adalah sejumlah orang yang bersatu dalam satu ikatan
dan mempunyai pendirian sama terhadap suatu permasalahan sosial.
3. Sedangkan Herbert Blumer merumuskan Publik adalah sekelompok orang yang dihadapkan
pada suatu permasalahan, berbagi pendapat mengenai cara pemecahan persoalan tersebut,
terlibat dalam diskusi mengenai persoalan itu.
4. Niels Mulder mendefenisikan Publik adalah pihak yang menerima, dan karena
pembangunan ekonomi adalah tujuan kebijakan yang paling menonjol, maka bisnis dan
negara atau politik uanglah yang menjadi pemain utama dalam gelanggang politik.
5. Immanuel Kant mengatakan Publik bukan lagi para pejabat atau institusi politis, melainkan
masyarakat warga (civil society) yang kritis dan berorientasi pada kepentingan moral
universal umat manusia
6. Sukadji G mengatakan bahwa Publik adalah sejumlah orang, yang dalam kesempatan
tertentu, di tempat tertentu, akan berkomunikasi dengan kita
7. Latifah Hendrati mendefenisikan Publik adalah komunitas masyarakat tertentu.
8. Bambang Sugiharto dan Agus Rahmat mengemukakan Publik adalah segala hal serentak
bukan apap pun juga, kekuatan yang paling berbahaya serentak sesuatu yang paling tak
bermakna, orang bisa saja bicara atas nama publik, tetapi tetap publik itu bukan sosok nyata
siapa pun
9. Marhawni Ria Siombo mengatakan Publik adalah masyarakat umum sebagai anggota dari
warga masyarakat dalam Negara
10. Van Den End mendefenisikan Publik adalah sekelompok orang yang jelas.
11. Bilson Simamora menjelaskan Publik adalah semua pihak yang peduli dengan perusahaan
dan pendapatnya dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan.
12. Pauline Pudjiastuti Publik adalah orang - orang yang ada di luar keanggotaan, yang juga
sangat mungkin tertarik pada isu yang akan dinaikkan.

Dari pengertian pelayanan dan publik yang telah kami paparkan diatas maka dapat kita
ambil kesimpulan bahwa manajemen pelayanan publik adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik)
2. Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dijelaskan bahwa Pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.\
3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004
Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah menjelaskan Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2.2 . Permasalahan Pelayanan Publik
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya
manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai
kelemahan antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai
pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab
instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali
lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat,
lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang
berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan
antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan
melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian
pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat
kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab
pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan,
juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat
pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari
masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari
waktu ke waktu
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan
dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju
bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi
yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang
tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan
dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Kualitas pelayanan publik yang kerap dikeluhkan masyarakat, dapat terjadi karena
berbagai hal. Salah satu determinan internal adalah lemahnya sistem pengendalian
manajemen pemerintahan. Seperti kita ketahui, pada jam-jam pelayanan publik, aparat kerap
lalai dalam melayani masyarakat. Masalah berikutnya adalah ringannya konsekuensi dari
kealpaan ini.
Habituasi dari kealpaan ini, berpotensi menciptakan set mental tertentu mengenai
tanggung jawab pekerjaan di kepala setiap aparat. Set mental ini menjadi derivasi bagi
budaya kerja, sebagian lembaga pemerintahan yang lazim datang terlambat, kualitas
pelayanan minimalis, hingga mempersulit proses.
Selain itu, determinan internal lainnya adalah penempatan posisi (position building),
yang dibangun secara horizontal antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Paradigma
posisi atasan-bawahan ini, menghasilkan suatu ketergantungan akut. Sebab, dalam persepsi
masyarakat dan pemerintah itu sendiri, pemenuhan hak-hak masyarakat adalah pemberian
dan bukan tanggung jawab.
Paradigma ini yang disebut budaya paternalistik, terkadang diinternalisasi aparat
pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dengan mudah dapat
mempermainkan wewenangnya dalam melayani masyarakat. Di sisi lain, masyarakat pun
terjebak dalam posisi subordinat, dengan daya gugat yang lemah.
Subordinasi masyarakat dalam pelayanan publik, juga dipengaruhi politik
pemerintahan yang tertutup. Dengan pendekatan ini, pemerintah menjadi sistem yang tidak
responsif dalam mengakomodasi nilai-nilai dan kebutuhan dari masyarakat. Terjadi represi
artifisial terhadap setiap aspirasi masyarakat.
2.3 Pemecahan Masalah
Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan
pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan.
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan
merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan
suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui
proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu
dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar
pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu
mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai
kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya
beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP).
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya
Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan
secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga
dapat berjalan secara konsisten.
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan.
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk
pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan
masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya
peningkatan pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan.
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang
secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan
masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas
pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam
hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara
private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak
diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh
swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising,
dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik
tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak
hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya
restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi
lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam
penyelenggaraan pelayanan.
2.4 Desentralisasi
Kasus - Kasus Federalisme yang Bertentangan dengan Desentralisasi

 Di Kanada, pemerintah Federal dapat membatalkan Undang-Undang yang dibuat oleh


pemerintah propinsi, dan bahkan menginstruksikan Letnan Gubernur untuk menundanya.

 Konstitusi di bekas negara Uni Soviet menentukan bahwa satu-satunya yang berhak
melakukan amandemen terhadap konstitusi adalah Pemerintah Pusat. Bahkan kekuasaan
Pemerintah Pusat sangat besar dibandingkan dengan yang dimiliki atau yang menjadi
haknya pemerintah Negara Bagian di negara itu.

2.5 Budaya melayani


Untuk mereduksi "budaya pelayanan minimalis" tersebut, sistem pengendalian SDM
yang lebih ketat mutlak diperlukan. Reformasi birokrasi bukan soal perbaikan sistem semata,
tetapi perbaikan kompetensi dan akuntabilitas. Sedangkan antitesis bagi sifat paternalistik adalah
dengan menempatkan fungsi pelayanan publik sebagai pemberdayaan, bukan pemberian.
Paradigma baru ini terletak pada kalimat sederhana, putting people first, menjadikan kepuasan
masyarakat sebagai prioritas utama.
Memprioritaskan masyarakat, berarti menyesuaikan standar pelayanan berdasarkan
kebutuhan masyarakat. Politik pemerintah akan bermetamorfosis menjadi sistem birokrasi yang
terbuka, dengan keberhasilan kinerja dievaluasi atas dasar harapan dan kepuasanmasyarakat.
Tantangan terpenting lain bagi kualitas layanan publik adalah menciptakan budaya
pelayanan. Mereduksi paradigma hubungan horizontal, yang sudah mengakar merupakan proses
perubahan substansial. Ia memerlukan perubahan set mental di kepala setiap aparatpemerintahan.
BAB III
KESIMPULAN

Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang


diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja Pemerintah
Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk memperoleh jasa
pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme
pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna demokrasi.
Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintah Daerah
bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya,
otonomi adalah diberikan kepada masyarakat. Sehingga keberadannya harus memberikan
pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki
otonomi tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang
berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika pelayanan publik. Kualitas
pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu : sistem, kelembagaan,
sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar memenuhi
keempat aspek tersebut, karena dengan begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Anda mungkin juga menyukai