Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN

PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI INFORMASI


INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
UNTUK PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI

PUSLITBANG SIOAN
JAKARTA – 2008
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

KATA PENGANTAR

Pada sepuluh tahun terakhir ini, pemanfaatan teknologi informasi


pada sektor pemerintahan yang sering disebut dengan e-government,
marak dilakukan oleh instansi pemerintah pusat dan daerah. Dimana
pengembangan e-government tersebut ditujukan sebagai upaya
mereformasi birokrasi dalam menuju kepemerintahan yang baik (good
governance).

Walau demikian, masih banyak instansi pemerintah yang belum


mampu mengembangkan e-government, sekalipun hanya untuk
mengembangkan website sebagai langkah awal pengembangan e-
government. Oleh karena itu, masih sangat perlu dilakukan
pengembangan kapasitas baik pada tingkat sistem, kelembagaan maupun
individu. Melalui pengembangan kapasitas tersebut diharapkan
pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah pusat dan daerah
lebih optimal dalam mempercepat reformasi birokrasi.

Dalam rangka pengembangan kapasitas, berbagai kegiatan dapat


dilakukan. Salah satunya adalah penyediaan portal internet, sebagai
media forum komunikasi antar pihak-pihak terkait dalam pengembangan
e-government, serta sebagai media pembelajaran dengan menyediakan
berbagai materi pengetahuan tentang e-government.

Tim Penyusun

Kata Pengantar i
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

EXECUTIVE SUMMARY
PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI
INFORMASI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN
DAERAH UNTUK PERCEPATAN REFORMASI
BIROKRASI

Pada saat ini, pemanfaatan teknologi informasi untuk percepatan


reformasi birokrasi banyak dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah
baik pusat maupun daerah. Namun tidak semua instansi pemerintah
mampu mengaplikasikannya dengan baik. Berbagai masalah baik teknis
maupun non teknis muncul menghalanginya.

Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan, ditemukan beberapa


permasalahan yang membatasi dalam pemanfaatan teknologi informasi di
instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi
birokrasi. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi :

1. Belum tersedianya rencana pengembangan teknologi informasi di


beberapa Instansi. Sebagian instansi yang telah memiliki rencana,
juga belum dapat merealisasikannya dalam program/kegiatan yang
konkrit.

2. Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar


belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan
pemanfaatannya belum diberdayakan dengan baik sesuai
bidangnya.

3. Pada umumnya instansi pemerintah belum memiliki kebijakan,


pedoman, panduan, dan standarisasi yang memayungi kegiatan
pengembangan e-government tingkat instansi. Walaupun ada,
sifatnya masih parsial untuk aplikasi-aplikasi tertentu.

4. Beberapa instansi belum memiliki satuan kerja pengelola teknologi


informasi secara khusus. Sekalipun ada, tingkatannya belum

Executive Summary v
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government


tingkat instansi.
5. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan belum saling terintegrasi.
6. Database yang telah dibangun belum terangkum dalam satu
struktur data yang mendukung integrasi, dan data yang tersedia
kurang akurat dan mutahir.

7. Sebagian besar instansi pemerintah telah memiliki infrastruktur


untuk e-government. Namun dalam rangka pemeliharaan,
terkendala oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian di bidang komputer dan jaringan.

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikurangi dan


dihilangkan melalui pengembangan kapasitas, baik pada tingkat sistem,
kelembagaan, maupun individu.

1. Pada tingkat sistem

 Penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta


cetak biru pengembangan e-government.
 Pengkajian terhadap struktur organisasi satuan kerja pengelola
TIK di Instansi Pemerintah
 Pengembangan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah
nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di
sebuah negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi.
2. Pada tingkat kelembagaan

 Penetapan Chief Information Officer (CIO) dan pembentukan


Komite TIK.
 Pembentukan forum komunikasi dalam pengembangan
e-government antar pimpinan di instansi pemerintah.
 Pembentukan tim untuk pemutahiran data.
 Pembentukan tim kerja untuk operasional infrastruktur.

Executive Summary vi
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

3. Pada tingkat individu

 Penyelenggaraan Bimbingan teknis dalam merencanakan,


merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi e-government.
 Penyelenggaraan Advokasi dalam proses implementasi e-
government.
 Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis TIK.

Dalam rangka pengembangan kapasitas teknologi informasi, suatu


upaya dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi. Salah
satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas. Dimana portal
tersebut merupakan sebuah media pembelajaran, dan komunikasi antar
pengguna, pengelola, pemimpin e-government.

Terkait dengan tugas pokok dan fungsi Lembaga Administrasi


Negara (LAN) yang bertanggung jawab dalam pembinaan/
penyelenggaraan diklat aparatur diharapkan banyak berperan dalam
mengupayakan pengembangan kapasitas teknologi informasi ini,
khususnya pada kelompok pemimpin.

Upaya yang dapat dilakukan oleh LAN adalah :

1. Penyesuaian kurikulum pendidikan dan pelatihan pimpinan yang


dikembangkan oleh LAN, dengan memperhatikan standar-standar
kompetensi pimpinan di bidang TIK ini.
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan, baik
yang berada di unit TIK maupun non TIK, agar masing-masing
pimpinan memiliki kompetensi yang standar dalam memanfaatkan
TIK untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi/pembangunan.

3. Advokasi kepada instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah


terkait dengan pengembangan SDM untuk mendukung
pengembangan e-government di instansi pemerintah pusat dan
daerah.

Executive Summary vii


Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi........................................................................................................... ii
Daftar Gambar ................................................................................................ iv
Executive Summary ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 3
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................ 3
1.4. Tujuan dan Kegunaan............................................................. 4
1.5. Hasil yang diharapkan ............................................................ 5
1.6. Sistematika ............................................................................ 5

BAB II KERANGKA TEORITIS ................................................................... 7


2.1. Pengertian Pengembangan Kapasitas ................................... 7
2.2. Pengertian Teknologi Informasi .............................................. 8
2.3. Pengertian Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah ................ 9
2.4. Pengertian Reformasi Birokrasi ............................................ 10
2.5. Teknologi Informasi untuk Percepatan Reformasi Birokrasi . 11
2.6. Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi ................... 14
2.7. Kerangka Pikir ..................................................................... 24

BAB III METODOLOGI............................................................................... 26


3.1. Metode ......................................................................................... 26
3.2. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 26
3.3. Metode Analisa Data..................................................................... 28
3.4. Metode Pengembangan Portal ..................................................... 29

Daftar Isi ii
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB IV TEMUAN LAPANGAN ................................................................... 31


4.1. Provinsi Kepulauan Riau ............................................................... 31
4.2. Provinsi Bali .................................................................................. 35
4.3. Kabupaten Jembrana.................................................................... 40
4.4. Provinsi Kalimantan Timur ............................................................ 46
4.5. Kota Gorontalo .............................................................................. 52
4.6. Provinsi Gorontalo ........................................................................ 55

BAB V PEMBAHASAN............................................................................... 61
5.1. Kapasitas Kepemimpinan ............................................................. 61
5.2. Kapasitas Sumber Daya Manusia ................................................. 63
5.3. Kapasitas Regulasi ....................................................................... 65
5.4. Kapasitas Aplikasi ......................................................................... 67
5.5. Kapasitas Data Elektronik ............................................................. 69
5.6. Kapasitas Infrastruktur Jaringan ................................................... 70

BAB VI PENGEMBANGAN PORTAL......................................................... 73


6.1. Desain Data/Informasi .................................................................. 73
6.2. Desain Proses............................................................................... 74
6.3. Kebutuhan Teknologi .................................................................... 76
6.4. Kebutuhan Sumber Daya Manusia ............................................... 77

BAB VII PENUTUP ................................................................................... 79


7.1. Kesimpulan ................................................................................... 79
7.2. Saran/Rekomendasi ..................................................................... 81

Daftar Isi iii


Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sisfonas ................................................. 15


Gambar 2.2 Kerangka Pikir Kajian ................................................................ 25
Gambar 6.1 Desain Halaman Utama .......................................................... 74

Daftar Isi iv
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Di beberapa negara, teknologi informasi telah berperan penting
dalam mempercepat reformasi birokrasi. Teknologi informasi telah
merubah cara pemerintah menyelenggarakan fungsi-fungsinya dan
membantu mengurangi biaya operasional, sehingga meningkatkan
efisiensi dalam pelayanan publik. Teknologi informasi juga merupakan
salah satu kunci pendukung terselenggaranya kepemerintahan yang baik
melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dan
membantu dalam mengurangi peluang-peluang untuk melakukan korupsi.
Selain itu, teknologi informasi mampu memberdayakan masyarakat untuk
lebih aktif terlibat dalam formulasi kebijakan dan membantu terwujudnya
transparansi dalam penggunaan keuangan negara.

Di Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi di kalangan birokrasi


Indonesia telah dimulai sejak tahun 1960-an. Untuk meningkatkan kinerja
pemanfaatan teknologi informasi di kalangan birokrasi Indonesia pada
waktu itu, berdasarkan Keputusan Menpan nomor 11 tahun 1969
dibentuklah BAKOTAN (Badan Kerjasama Otomatisasi Administrasi
Negara). Dua puluh delapan tahun kemudian, BAKOTAN dihapuskan,
diganti dengan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui
Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1997. Istilah telematika digunakan
dalam hal ini, karena mengingat adanya fenomena bersatunya
(konvergensi) antara Teknologi Informasi dan Teknologi Telekomunikasi.

Mengikuti perkembangan politik, pada era Presiden Habibie, TKTI


diperbarui melalui Keppres Nomor 186 Tahun 1998. Demikian juga pada
era Presiden Abdurahman Wahid, TKTI diperbarui lagi melalui Keppres
Nomor 50 tahun 2000. Pada era ini, TKTI berhasil menyusun Kerangka

Bab I 1
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di


Indonesia, yang dikukuhkan dalam Instruksi Presiden Nomor 6/2001.

Dan pada era Presiden Megawati, dibentuk Kementrian Negara


Komunikasi dan Informasi untuk menjalankan tugas kepemerintahan di
bidang komunikasi dan informasi serta teknologi yang menyertainya.
Walau demikian, keberadaan TKTI tetap dibutuhkan untuk membantu
pelaksanaan tugas dan fungsi Kementrian tersebut. Untuk itu, TKTI
diperbarui kembali melalui Keppres Nomor 9 tahun 2003. Pada era ini,
Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, termasuk
di dalamnya dikemukakan tentang Kerangka Arsitektur, Kerangka
Pelaksanaan, dan Kerangka Kebijakan Anggaran. Istilah e-Government
digunakan dalam hal ini, karena mengingat pentingnya peranan teknologi
informasi dan komunikasi dalam mendukung upaya mereformasi birokrasi
kepemerintahan. Dimana reformasi birokrasi merupakan issu sentral yang
perlu segera ditindak lanjuti dalam menuju kepemerintahan yang baik
(good governance) pada saat itu.

Sejak dikeluarkan Inpres tersebut, beberapa instansi pemerintah


baik pusat maupun daerah mulai marak mengembangkan e-government.
Pada akhir tahun 2007, tercatat beberapa instansi pemerintah telah
mengembangkan e-government sampai pada tahap transaksional dalam
memberikan pelayanan publik, misalnya Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Sragen, Kota Surabaya, Departemen Pekerjaan Umum, dll. Namun
demikian masih banyak instansi pemerintah lainnya yang belum mampu
menyelenggarakan website sekalipun, sebagai tahap awal pengembangan
e-government, misalnya Kota Lhokseumawe, Kabupaten Pasaman Barat,
Kabupaten Jambi, Kabupaten Donggala, Kabupaten Konawe, dll.
Mengingat bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan
“enabler” dalam mewujudkan reformasi birokrasi, maka kondisi tersebut
sungguh memprihatinkan.

Bab I 2
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Hadwi Soendjoyo (2005) menyatakan bahwa pelaksanaan e-


government tidaklah semudah yang diperkirakan, banyak hambatan yang
dihadapi di dalam implementasinya, khususnya di kantor pemerintah
daerah. Sumberdaya manusia yang menjalankan implementasi teknologi
informasi pada e-government merupakan hambatan utama, selain
penyediaan sarana dan prasarana teknologi informasi, dan lembaga yang
menangani implementasi e-government.

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka LAN menilai penting


untuk mengembangkan kapasitas teknologi informasi pada instansi
pemerintah, melalui pengembangan pedoman dan portal dalam
pengembangan kapasitas teknologi informasi untuk instansi pemerintah
dalam mempercepat reformasi birokrasi.

1.2. PERUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana
mengembangkan kapasitas teknologi informasi di instansi
pemerintah sehingga dapat mempercepat reformasi birokrasi?

1.3. RUANG LINGKUP


1. Fokus Kegiatan

a. Mengkaji kendala-kendala dalam Pengembangan Kapasitas


Teknologi Informasi Instansi Pemerintah yang meliputi
beberapa aspek, yakni : kepemimpinan, sumber daya
manusia, regulasi, aplikasi, data/informasi dan infrastruktur
jaringan, yang ditinjau dari tiga dimensi, yakni : dimensi
individu, kelembagaan, dan sistem.
b. Membangun portal Pengembangan Kapasitas Teknologi
Informasi Instansi Pemerintah sebagai media pembelajaran
dan bertukar pengetahuan/pengalaman untuk peningkatan
kapasitas.

Bab I 3
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

c. Mengembangkan buku referensi Pengembangan Kapasitas


Teknologi Informasi Instansi Pemerintah, sebagai referensi
untuk pembelajaran dalam upaya peningkatan kapasitas.

2. Lokus Kegiatan

Studi dilakukan dengan mengunjungi beberapa instansi Pemerintah


Provinsi di Indonesia dalam rangka pengumpulan data/informasi
yang dibutuhkan. Pemerintah Propinsi yang dijadikan sample
adalah Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan
Timur, dan Propinsi Gorontalo.

1.4. TUJUAN DAN KEGUNAAN


Tujuan Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi di
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, meliputi:

1. Mengetahui gambaran mengenai Pengembangan Kapasitas Teknologi


Informasi yang dibutuhkan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi.

2. Mengembangkan portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi


Instansi Pemerintah untuk percepatan reformasi birokrasi;

3. Menyusun buku referensi pengembangan kapasitas teknologi


informasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan
reformasi birokrasi.

Adapun kegunaan dari kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi


Informasi di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, meliputi:

1. Mengoptimalkan kemanfaatan teknologi informasi di instansi


pemerintah pusat dan daerah dalam mempercepat reformasi birokrasi;

2. Menyediakan referensi, khususnya bagi para pengambil keputusan


dan praktisi, dalam pengembangan kapasitas teknologi informasi di
instansinya.

Bab I 4
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

1.5. HASIL YANG DIHARAPKAN


Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

1. Laporan kegiatan tentang pengembangan Kapasitas Teknologi


Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk percepatan
Reformasi Birokrasi;

2. Portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi


Pemerintah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi;

3. Buku Referensi Pengembangan Kapasitas untuk Pengaplikasian


Teknologi Informasi Instansi Pemerintah untuk Percepatan
Reformasi Birokrasi.

1.6. SISTEMATIKA

Sistematika laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, yakni:

 BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang pendahuluan yang memuat


mengenai latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup,
tujuan dan kegunaan, serta target/hasil yang diharapkan.

 BAB II KERANGKA TEORITIS, berisi tentang kerangka teoritis


yang mendasari dalam melaksanakan kajian. Materi yang dimuat
dalam bab ini adalah mengenai kerangka konseptual yang terdiri
dari pengertian-pengertian dari pengembangan kapasitas,
teknologi informasi, dan reformasi birokrasi, kerangka operasional
yang terdiri dari peraturan-peraturan yang melandasi, dan
kerangka kajian.

 BAB III METODOLOGI, berisi tentang metodologi yang digunakan


dalam melaksanakan kajian. Materi yang dimuat dalam bab ini
adalah mengenai metode kajian, metode pengumpulan data,
metode analisa data, dan metode pengembangan portal.

Bab I 5
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 BAB IV TEMUAN LAPANGAN, berisi tentang hasil temuan di


lapangan di beberapa instansi pemerintah daerah, yakni Propinsi
Kepulauan Riau, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan Timur, dan
Propinsi Gorontalo.

 BAB V PEMBAHASAN, berisi tentang hasil analisa, meliputi hasil


analisa masalah dan hasil analisa kebutuhan.

 BAB VI PENGEMBANGAN PORTAL, berisi tentang hasil desain


portal, yang merupakan sebuah media dalam pengembangan
kapasitas.

 Bab VII PENUTUP, berisi tentang kesimpulan dan saran


kebijakan.

Bab I 6
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB II
KERANGKA TEORITIS

2.1. PENGERTIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS


UNDP (www.undp.org) mendefiniskan kapasitas dan
pengembangan kapasitas sebagai berikut:

Capacity is the ability of individuals, institutions and societies to perform functions,


solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable manner.
(Kapasitas adalah kemampuan individu-individu, institusi-institusi, dan
masyarakat-masyarakat untuk melaksanakan fungsi-fungsi, memecahkan
masalah-masalah, serta menentukan dan mencapai tujuan-tujuan dalam sesuatu
hal secara berkelajutan.)
Capacity Development (CD) is thereby the process through which individuals,
organisations and societies obtain, strengthen and maintain the capabilities to set
and achieve their own development objectives over time. (Pengembangan
Kapasitas adalah melalui proses dengan cara seperti itu (kapasitas) dimana
didapatkan individu-individu, organisasi-organisasi, dan masyarakat-masyarakat
yang memperkuat dan memelihara kemampuan-kemampuan dalam menentukan
dan mencapai tujuan-tujuan pengembangan mereka sepanjang waktu.)

Tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Bank Dunia


(www.worldbank.org) juga mendefinisikan kapasitas dan pengembangan
kapasitas sebagai berikut:

Capacity is a complex concept to define. However, at the heart of the international


development consensus is the notion that capacity is the ability of individuals,
institutions, and societies to solve problems, make informed choices, define their
priorities and plan their futures.( Kapasitas adalah sebuah konsep yang komplek
untuk didefinisikan. Namun, pada intinya dari konsensus pengembangan
internasional mencatat bahwa kapasitas adalah kemampuan individu-individu,
institusi-institusi, dan masyarakat-masyarakat untuk memecahkan masalah-
masalah, membuat pilihan-pilihan, dan mendefiniskan prioritas-prioritas mereka
dan merencanakan masa depan mereka.)
Capacity development is thus a gradual process, with the country taking the
initiative to tailor interventions to meet its needs by investing and building on
human capital and changing and strengthening institutional practices.
(Pengembangan Kapasitas adalah sebuah proses yang berangsur-angsur,
dengan turut campur inisiatif negara untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan
melalui investigasi dan pembangunan pada kapital manusia serta perubahan dan
penguatan institusi.)

Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ)


dalam beberapa laporan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah di
Indonesia, mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan seseorang
individu, suatu organisasi atau suatu sistem untuk melaksanakan tugas dan

Bab II 7
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

fungsi guna memenuhi tujuannya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.


Individu, organisasi, dan sistem merupakan tingkatan atau dimensi yang
harus didekati secara terpadu didalam upaya pengembangan kapasitas
pemerintahan daerah. Ketiga tingkatan atau dimensi itu, masing-masing
memiliki ruang lingkup atau komponen yang saling mempengaruhi, yaitu:

 Tingkat Sistem: kerangka peraturan dan kebijakan yang


mendukung atau membatasi pencapaian tujuan kebijakan
tertentu, perkembangan ekonomi, perkembangan sosial dan
politik;
 Tingkat Kelembagaan: struktur organisasi, proses
pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja,
instrumen manajemen, hubungan dan jaringan antar
organisasi;
 Tingkat Individu: tingkat ketrampilan, kualifikasi, pengetahuan,
sikap, etika dan motivasi individu yang bekerja dalam
organisasi.
Pengembangan kapasitas menurut GTZ tersebut dapat dipahami
sebagai sebuah proses pembelajaran dan proses perubahan yang terus
menerus dari seorang individu, organisasi, maupun sistem untuk menuju
kepada keadaan yang lebih baik. Proses belajar dan berubah ini terjadi
seiring perubahan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kepada
pelayanan pemerintah di berbagai bidang, serta tuntutan pengelolaan
pemerintahan yang terbuka, partisipatif, dan akuntabel.

Mengacu pada definisi-definisi di atas, dalam konteks kajian ini,


pengertian pengembangan kapasitas dimaknai sebagai sebuah proses
pembelajaran yang terus menerus dari seorang individu, organisasi,
maupun sistem untuk mencapai tujuan bersama.

2.2. PENGERTIAN TEKNOLOGI INFORMASI


Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
mengolah, menyimpan, dan mempresentasikan informasi. Secara umum,

Bab II 8
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

teknologi informasi berupa seperangkat komputer. Namun pada saat ini,


sejak ditemukannya teknologi Internetworking (Internet), teknologi informasi
tidak dapat dipisahkan dengan teknologi komunikasi, yang memungkinkan
informasi dapat ditangkap dan didistribusikan antara komputer ke komputer
lainnya di seluruh dunia. Sedangkan yang dimaksud teknologi komunikasi
adalah teknologi yang memindahkan data dari satu terminal komunikasi ke
terminal komunikasi lainnya. Data yang dimaksud dapat berupa kode
(misalnya kode morse sebagaimana digunakan pada telegrap), audio (pada
telepon dan radio), dan audio video (pada televisi). Pada saat ini, data yang
dikomunikasikan dapat berupa multimedia, dimana komputer dapat menjadi
terminal komunikasinya.

Secara garis besar teknologi informasi dan komunikasi dibedakan


atas dua macam, yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat
lunak adalah perangkat yang terdiri dari kode-kode tertentu yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh mesin komputer dan
menjalankan instruksi yang dimaksud kode tersebut. Perangkat lunak
meliputi sistem operasi, bahasa pemograman, dan paket-paket aplikasi.
Sedangkan perangkat keras adalah perangkat yang terdiri dari komponen-
komponen fisik tertentu yang dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat
menjalankan fungsinya. Perangkat keras dibedakan atas perangkat input
(misalnya : keyboard, mouse, joystick, scanner, dan lain-lain), perangkat
proses (misalnya : control processor unit (CPU)), perangkat output
(misalnya : layar monitor, printer, dan lain-lain), dan perangkat input/output
(misalnya harddisk, diskette, compact disk, flashdisk, dan lain-lain).

2.3. PENGERTIAN INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN


DAERAH
Instansi Pemerintah adalah semua lembaga pemerintah yang
melaksanakan fungsi administrasi pemerintahan di lingkungan eksekutif
baik di pusat maupun daerah. Termasuk dalam Instansi Pemerintah adalah
komisi-komisi, dewan, badan yang mendapat dana dari APBN/APBD.

Bab II 9
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Instansi Pemerintah Pusat adalah instansi yang menyelenggarakan


urusan pemerintahan dan berada dalam wewenang dan tanggung jawab
Presiden. Sedangkan Instansi Pemerintah Daerah adalah instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Daerah, dan berada dalam
wewenang dan tanggung jawab Gubernur (Pemerintah Propinsi), Bupati
(Pemerintah Kabupaten) atau Walikota (Pemerintah Kota).

2.4. PENGERTIAN REFORMASI BIROKRASI


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Reformasi adalah
perubahan untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau pemerintahan
(biasanya tentang politik, agama, sosial, dsb.). Dan Birokrasi adalah sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Dengan demikian, Reformasi
Birokrasi dapat dipahami sebagai sebuah perubahan untuk perbaikan
dalam sistem pemerintahan, menuju kepemerintahan yang baik (good
governance).

David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing


Government (1992) menyarankan adanya perubahan paradigma dalam
birokrasi, yang semula bersifat hirarkis berubah menjadi birokrasi yang
memperhatikan partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer group),
bukan lagi dominasi atau kontrol atasan. Paradigma baru tersebut meliputi:

 Pemerintah katalis : mengarahkan ketimbang mengayuh. Dalam hal


ini, pemerintah disarankan untuk melepaskan bidang-bidang
pekerjaan yang sekiranya sudah dapat dikerjakan sendiri oleh
masyarakat.

 Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang ketimbang


melayani. Dalam hal ini, pemerintah disarankan untuk lebih
mengutamakan pemberdayaan masyarakat untuk mengurus
masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat
tergantung terhadap pemerintah.

Bab II 10
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikan persaingan kedalam


pemberian pelayanan. Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar
masing-masing unit pelayanan saling bersaing dalam memberikan
layanan serta menyediakan regulasi dan barang-barang kebutuhan
publik.

 Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi


yang digerakan oleh peraturan. Dalam hal ini, pemerintah
disarankan agar diselenggarakan sesuai dengan misinya.

 Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan


masukan. Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar
menitikberatkan pada hasil yang ingin dicapai.

 Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan


pelanggan, bukan birokrasi. Dalam hal ini, pemerintah disarankan
agar lebih mementingkan kebutuhan masyarakat, daripada
kebutuhan pejabat.

 Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.


Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar kreatif menciptakan
sumber-sumber pendapatan yang baru.

 Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Dalam hal


ini, pemerintah disarankan agar lebih cenderung mendidik
masyarakat untuk mampu memecahkan masalah mereka sendiri
daripada memberikan jasa.

2.5. TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PERCEPATAN


REFORMASI BIROKRASI
Berdasarkan keterangan tersebut di atas, maka teknologi informasi
dengan teknologi Internetnya telah merubah dunia dalam berbagi informasi
dan berkomunikasi. Betapa tidak, seperangkat komputer yang ada di sudut
rumah bisa berhubungan dengan jutaan komputer sedunia. Tanpa
mempersoalkan masalah ideologi, suku, ras, agama, status ekonomi, dll.

Bab II 11
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Melalui keterhubungan antar komputer tersebut, memungkinkan


antar pegawai dalam sebuah instansi pemerintah dapat saling berbagi
data, informasi dan pengetahuan. Sehingga sinergi dalam mengerjakan
sebuah pekerjaan dapat tercapai, yang mampu meningkatkan hasil kerja
yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, instansi pemerintah baik pusat
maupun daerah juga dapat saling berhubungan dengan masyarakat dalam
proses pemberian/penerimaan layanan melalui teknologi informasi
tersebut, secara lebih transparan dan akuntabel, serta tidak diskriminatif.

Secara ekonomi, pemanfaatan teknologi informasi juga dapat


menghemat beberapa pengeluaran. Jika semula pertukaran dokumen antar
unit/instansi membutuhkan biaya dan waktu untuk akomodasi, maka
dengan pemanfaatan teknologi informasi, dokumen dapat dikirim melalui
internet. Sehingga pengiriman dokumen dapat dilakukan secara lebih cepat
dan lebih dipercaya.

Dengan demikian secara konseptual, teknologi informasi dapat


berkemampuan dalam percepatan reformasi birokrasi. Dalam hal ini,
teknologi informasi berperan sebagai “enabler” untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah, proses-proses yang
demokratis, meningkatkan efisiensi dan menguatkan hubungan dengan
masyarakat. Komitmen pemerintah untuk mengaplikasikan teknologi
informasi dalam percepatan reformasi birokrasi dapat diwujudkan melalui
pengembangan e-government.

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai e-government


dituangkan dalam Inpres nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Pada Inpres tersebut
dikemukakan bahwa :

Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan


penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui
pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses
kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi
informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas
yang berkaitan yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem
manajemen dan proses kerja secara elektronis; (2) pemanfaatan kemajuan
teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah
oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.

Bab II 12
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Untuk melaksanakan maksud tersebut pengembangan e-


government diarahkan untuk mencapai 4 (empat) tujuan, yaitu :

1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik


yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan
masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia
pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya
yang terjangkau oleh masyarakat.

2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk


meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan
memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan
perdagangan internasional.

3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-


lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi
masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan
negara.

4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan


dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar
lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.

Dalam rangka pengembangan e-government, maka perlu


direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik melalui tahapan yang
realistik dan sasaran yang terukur, sehingga dapat dipahami dan diikuti
oleh semua pihak. Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan
publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi,
pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat)
tingkatan sebagai berikut :

 Tingkat 1 - Persiapan yang meliputi : Pembuatan situs informasi disetiap


lembaga, Penyiapan SDM, Penyiapan sarana akses yang mudah
misalnya menyediakan sarana Multipurpose Community Center,

Bab II 13
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Warnet, SME-Center, dll, dan Sosialisasi situs informasi baik untuk


internal maupun untuk publik.
 Tingkat 2 - Pematangan yang meliputi : Pembuatan situs informasi
publik interaktif, dan Pembuatan antar muka keterhubungan dengan
lembaga lain.
 Tingkat 3 - Pemantapan yang meliputi : Pembuatan situs transaksi
pelayanan publik, dan Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun
data dengan lembaga lain.
 Tingkat 4 - Pemanfaatan yang meliputi : Pembuatan aplikasi untuk
pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.

Pada tahun 2007, beberapa instansi pemerintah telah


mengembangkan e-government tahap ketiga, yakni sebuah situs yang
transaksional. Pengembangan situs yang demikian dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat melalui penyelenggaraan e-
services (misalnya Kabupaten Sragen, Kota Malang, dan sebagainya),
serta untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses
pengadaan barang dan jasa melalui penyelenggaraan e-procurement
(misalnya Departemen Pekerjaan Umum, Kota Surabaya, dan lain-lain).
Namun demikian masih banyak instansi pemerintah lainnya yang belum
mampu menyelenggarakan website sekalipun, sebagai tahap awal
pengembangan e-government, misalnya Kota Lhokseumawe, Kabupaten
Pasaman Barat, Kabupaten Jambi, Kabupaten Donggala, Kabupaten
Konawe, dll. Mengingat bahwa teknologi informasi dan komunikasi
merupakan “enabler” dalam mewujudkan reformasi birokrasi, maka kondisi
tersebut sungguh memprihatinkan.

2.6. PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI INFOR-


MASI
Berdasarkan kerangka Sisfonas (Sistem Informasi Nasional),
kemampuan instansi pemerintah dalam pengembangan e-government

Bab II 14
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

sangat ditentukan oleh sejauhmana instansi tersebut memiliki kemampuan


dalam mengembangkan infrastuktur fundamental dan teknikal. Konsep
tersebut dikenal dengan konsep “i-before-e”. Yakni sebuah konsep yang
meyakini bahwa diperlukan prakondisi ideal untuk mempersiapkan
infrastruktur sebelum melangkah diterapkannya e-Government itu sendiri.

Infrastruktur fundamental meliputi leadership (kepemimpinan),


regulasi dan SDM, sedangkan infrastruktur teknikal meliputi arsitektur
aplikasi, infostruktur, dan infrastruktur jaringan. Gambar berikut
memperlihat posisi kedua infrastruktur tersebut dalam kerangka Sisfonas.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sisfonas

Dalam rangka mengembangkan kapasitas e-government tersebut,


pemerintah Indonesia melalui Depkominfo telah menyusun beberapa
kebijakan, diantaranya adalah :

1. Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan di bidang Teknologi


Informasi

Terkait dengan pengembangan kapasitas kepemimpinan di bidang


teknologi informasi (e-leadership), Depkominfo telah menyediakan
Panduan Rencana Induk Pengembangan e-Government Lembaga

Bab II 15
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

untuk mempermudah pimpinan instansi pemerintah dalam


mengawali pengembangan e-government di Instansinya.

Panduan tersebut dikukuhkan melalui Keputusan Menteri


Komunikasi dan Informatika Nomor : 57/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003.
Dalam panduan tersebut, dikemukakan bahwa konsep
pengembangan e-government di setiap lembaga pemerintah sangat
ditentukan oleh tugas pokok dan fungsi dari setiap lembaga, jenis
informasi sumberdaya, dan jenis layanan yang diberikan oleh
masing-masing lembaga. Hal ini menentukan struktur data dan
proses bisnis yang menjadi dasar penyusunan rencana induk e-
government di setiap lembaga pemerintah.

Penyusunan rencana induk pengembangan e-Government di setiap


lembaga meliputi :

 Kerangka pemikiran dasar lembaga, harus dilandasi oleh layanan


utama yang harus diberikan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi setiap lembaga yang meliputi: (1) konsep e-government
lembaga secara menyeluruh; (2) analisis terhadap kondisi saat
ini; (3) Strategi pengembangan e-government lembaga; dan (4)
pentahapan implementasi e-government.
 Cetak biru pengembangan, merupakan suatu rincian teknis yang
perlu dimiliki oleh setiap lembaga. Cetak biru dimaksud memuat
antara lain: (1) Penjabaran strategi dan rencana strategis e-
government; (2) Kondisi layanan saat ini; (3) Infrastruktur saat ini;
(4) Masalah dan tantangan; (5) Cetak biru - Infrastruktur aplikasi;
(6) Cetak biru - Sumberdaya manusia; (7) Cetak biru -
Infrastruktur jaringan; (8) Cetak biru - Infrastruktur informasi; (9)
Cetak biru - Integrasi jaringan, informasi dan aplikasi; (10) Cetak
biru – Pendanaan; (11) Cetak biru - Struktur organisasi, sistem
manajemen dan proses kerja, (12) Cetak biru - perawatan
(maintenance), (13) Peta alur dan tahapan peraturan; (14) Peta
alur dan tahapan pengembangan infrastruktur; (15) Peta alur dan

Bab II 16
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

tahapan penerapan e-government, (16) Peta alur dan tahapan


sistem pendukung, dan (17) Manajemen perubahan.
 Tahap pengembangan, merupakan suatu rancangan
pengembangan e-government berdasarkan kondisi saat ini
sebagai titik awal, menuju kondisi ideal yang seharusnya
dipenuhi sesuai dengan cetak biru.
 Rencana implementasi, mengacu kepada pentahapan
pengembangan e-government secara nasional dan disesuaikan
dengan kondisi yang ada di setiap lembaga pemerintah. Jangka
waktu penerapan e-government di setiap lembaga bervariasi
sesuai dengan kondisi yang ada serta tetap dalam kerangka
rencana penerapan e-government secara nasional.
Dalam rangka memastikan kapasitas kepemimpinan yang memadai,
dan hubungan antar satuan kerja/institusi pemerintahan yang
sinergis dalam perencanaan, penganggaran, realisasi sistem TIK,
operasi sistem TIK, dan evaluasi secara umum implementasi TIK di
pemerintahan, Depkominfo telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor : 41/PER/MEN.KOMINFO/11/
2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan
Komunikasi Nasional.

Untuk memastikan kapasitas kepemimpinan pengelolaan TIK di


semua level pemerintahan, setiap institusi pemerintahan harus
menetapkan Chief Information Officer (CIO). CIO ini bertugas
mengkoordinasi perencanaan, realisasi, operasional harian dan
evaluasi internal TIK di institusinya masing-masing, bekerja sama
dengan satuan kerja TIK dan satuan kerjasatuan kerja pengguna
lainnya. Puncak dari hierarki struktur tata kelola terkait dengan
kepemimpinan ini adalah keberadaan CIO Nasional yang bertugas
mengkoordinasi perencanaan, realisasi, operasional dan evaluasi
TIK khususnya terkait dengan flagship-flagship nasional TIK
prioritas.

Bab II 17
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Sedangkan untuk memastikan hubungan sinergis antar satuan kerja


dalam satu institusi pemerintahan dalam pengelolaan inisiatif TIK,
setiap institusi pemerintahan harus membentuk Komite TIK. Komite
TIK ini mewadahi kepentingan satuan kerja TIK dan satuan kerja-
satuan kerja pengguna TIK, mengkoordinasikan perencanaan dan
operasional inisiatif-inisiatif TIK strategis institusi pemerintahan
terkait. Puncak dari hierarki struktur tata kelola terkait dengan
hubungan sinergis antar institusi pemerintahan ini adalah
keberadaan Dewan TIK Nasional. Dewan TIK Nasional ini bertugas
memastikan implementasi TIK yang tepat dan berkelanjutan secara
nasional, dan secara khusus juga mengkoordinasikan hubungan
antar institusi pemerintahan di tingkat departemen/LPND untuk
memastikan terlaksananya flagship-flagship TIK nasional prioritas.

Pembentukan CIO dan Komite TIK di tiap institusi pemerintahan


merupakan prioritas, disamping entitas-entitas struktur tata kelola
TIK yang sudah ada sebelumnya:
a. Eksekutif Institusi Pemerintahan – yaitu pimpinan institusi
pemerintahan (Kabupaten/Kota, Propinsi, Departemen, LPND)
b. Satuan Kerja Pengelola TIK – yaitu satuan kerja yang bertugas
dalam pengelolaan TIK institusi pemerintahan. Posisi struktural
satuan kerja pengelola TIK ini saat ini mempunyai level
struktural yang berbeda-beda di institusi-institusi pemerintahan.

c. Satuan Pemilik Proses Bisnis – yaitu satuan kerja di luar satuan


kerja pengelola TIK sebagai pemilik proses bisnis (Business
Process Owner).

2. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Teknologi


Informasi dan komunikasi (SDM TIK)

Terkait dengan pengembangan kapasitas SDM TIK, Depkominfo


telah mengeluarkan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam

Bab II 18
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Menunjang E-Government, melalui Keputusan Menteri Komunikasi


dan Informasi Nomor : 47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003.

Dalam pedoman tersebut dinyatakan bahwa terdapat 3 (tiga)


komponen SDM penting yang perlu dikembangkan kompetensinya
dalam pengembangan e-government yaitu pengguna, pengelola,
dan pimpinan.

Pengguna e-government adalah SDM aparatur yang menggunakan


TIK dalam proses pemerintahan. Kompetensi yang ingin dicapai
adalah e-literacy, yaitu diawali dengan kesadaran (awareness)
tentang pentingnya penggunaan TIK dalam peningkatan pelayanan
publik, kemudian meningkatkan kemampuan memanfaatkan
berbagai piranti TIK dalam menunjang pelaksanaan tugasnya.

Pengelola e-government adalah SDM aparatur yang melakukan


perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan pengendalian
TIK dalam proses pemerintahan. Kompetensi yang perlu dimiliki
pengelola adalah kemampuan tata kelola TIK di berbagai organisasi
pemerintah yaitu berupa kemampuan untuk merencanakan,
menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan penggunaan
TIK dalam proses pemerintahan.

Pimpinan, merupakan SDM aparatur yang mempunyai tugas


menyusun strategi dan kebijakan instansi pemerintah yang terkait
dengan pengembangan TIK instansi, baik sebagai pejabat yang
memimpin unit TIK maupun non TIK. Kompetensi pimpinan dikaitkan
dengan kepemimpinan (leadership) dalam peningkatan layanan
publik melalui pemanfaatan TIK serta kemampuan mengelola dan
mengkoordinasikan perubahan (change management) yang
diakibatkan oleh pemanfaatan TIK terhadap struktur organisasi,
prosedur kerja, serta budaya kerja dan belajar. Kompetensi dalam
aspek legal yang terkait juga diperlukan dalam mengarahkan
perubahan.

Bab II 19
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

3. Pengembangan Kapasitas Regulasi Teknologi Informasi (E-


Regulation)

Terkait dengan pengembangan kapasitas regulasi atau pengaturan


hukum di bidang teknologi informasi (e-regulation), Depkominfo
telah mengeluarkan banyak panduan. Salah satunya adalah
Panduan Pelaksanaan Proyek, dan Penganggaran E-Government.

Dalam panduan tersebut, dikemukakan bahwa untuk meningkatkan


layanan publik berbasis teknologi informasi (e-services), diperlukan
perencanaan yang matang dan memerlukan dukungan
penganggaran relatif besar, maka diperlukan strategi yang tepat
sehingga pelaksanaan proyek e-government dapat memberikan
manfaat yang optimal.

Pada lembaga pemerintah pusat dan daerah, penganggaran untuk


mendukung proyek e-government dapat didanai dari berbagai
sumber antara lain: APBN, APBD, pinjaman luar negeri, hibah dan
kerjasama investasi dengan sektor swasta. Namun demikian,
penganggaran e-government harus memperhatikan beberapa aspek
yaitu: arah dan sasaran penggunaan anggaran untuk menstimulasi
pencapaian tujuan strategis e-government; prinsip-prinsip dan
kriteria pembiayaan harus ditetapkan agar pelaksanaan e-
government dapat berjalan baik; kerangka alokasi anggaran
pemerintah; dan ketentuan dan persyaratan pembiayaan proyek e-
government. Dan didalam pembiayaan proyek e-government harus
memperhatikan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

4. Pengembangan Kapasitas Aplikasi

Terkait dengan pengembangan kapasitas aplikasi e-government,


Depkominfo telah mengeluarkan Blue Print Aplikasi E-Government
Pemerintah Daerah dan Pusat yang di dalamnya dikemukakan
tentang aplikasi-aplikasi yang perlu disiapkan oleh instansi
pemerintah dalam menyelenggarakan e-government.

Bab II 20
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Selain itu, telah tersedia pula Panduan Standar Mutu, Jangkauan


Layanan dan Pengembangan Aplikasi, yang memuat standar mutu
layanan yang disusun oleh instansi yang terkait dan berwenang
dengan jenis layanan tertentu yang mengacu pada pemenuhan
kebutuhan publik.

Standar mutu untuk e-services, antara lain:

 Ketersediaan dalam waktu (availability) yaitu terukur dengan


angka persentase layanan elektronik yang dapat digunakan
oleh publik.
 Jangkauan (coverage) yaitu ketersediaan di area geografis
tertentu.
 Waktu proses.
 Waktu layanan.
 Waktu tanggap, yaitu waktu yang diperlukan suatu instansi
untuk memberikan tanggapan atas satu permintaan layanan
dari masyarakat.
 Kelengkapan, akurasi dan keterkinian dari informasi yang
disediakan.
 Tingkat kemudahan dan kenyamanan.
 Kemudahan prosedur dan tata cara.
 Pilihan media (eServiceChannel)
 Keseragaman antar instansi atau pengacuan pada standar
layanan publik yang lain.
 Pilihan sistem pembayaran (Tunai, kartu ATM, kartu kredit,
kartu debit dan lain lain.)
 Biaya.
 Acuan dan tolok ukur lain
Pengembangan aplikasi eGovernment harus memperhatikan
berbagai hal meliputi :

 Spesifikasi kebutuhan : Aplikasi eGovernment harus


dikembangkan berdasarkan satu spesifikasi tertulis yang antara

Bab II 21
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

lain menjabarkan tujuan, fungsi, standar proses, format data,


masukan dan keluaran.
 Rancang bangun dan pengembangan : Aplikasi eGovernment
yang dikembangkan harus dapat memberikan hasil yang
maksimal dari pemanfaatan teknologi informasi.
 Kepemilikan hak atas kekayaan intelektual : Pengembangan
aplikasi eGovernment sebaiknya memberikan kejelasan tentang
kepemilikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang
dikembangkan, karena hal ini akan berpengaruh pada
ketergantungan dari instansi pemerintah pada pihak lain dalam
perawatan/pemeliharaan aplikasi maupun pengembangan lebih
lanjut dari aplikasi.
 Dokumentasi : pengembangan aplikasi egovernment (dilakukan
instansi sendiri maupun oleh pihak lain) diharuskan membuat
dan menyerahkan dokumentasi dari aplikasi agar
kesinambungan implementasi aplikasi dapat terjaga.
 Standar teknologi : Pengembangan aplikasi egovernment
sebaiknya memberikan peluang untuk terus mengikuti
perkembangan teknologi dan kebutuhan publik.
 Dukungan teknis : Pengembangan aplikasi eGovernment yang
dilakukan oleh pihak di luar instansi pemerintah, perlu dukungan
teknis yang jelas dan teratur agar kelangsungan operasional
aplikasi dari waktu ke waktu dapat terjamin.

5. Pengembangan Kapasitas Struktur Data/Informasi (Infostruktur)

Terkait dengan pengembangan kapasitas Infostruktur, Depkominfo


telah mengeluarkan Panduan Sistem Manajemen Dokumen
Elektronik melalui melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informasi Nomor : 56/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003.

Dalam panduan tersebut, dikemukakan untuk menerapkan sistem


ERM yang baik dibutuhkan :

Bab II 22
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 pemahaman yang baik tentang dokumen dan sistem


informasi yang mendukungnya;
 prosedur akuisisi dan penciptaan dokumen sebagai bagian
dari sistem administrasi;
 prosedur penyimpanan dokumen elektronik yang dirancang
untuk menjamin integritas, kualitas dan keamanan dokumen;
 prosedur untuk menjamin kemudahan dan kelancar-an akses
semua dokumen selama diperlukan;
 prosedur untuk evaluasi, audit, penjadwalan, serta
pemusnahan dokumen sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
 budaya kerja yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi
informasi;
 ketrampilan dan kompetensi pada bidang ERM untuk semua
pengguna dan pengelola dokumen.

6. Pengembangan Kapasitas Infrastruktur Jaringan

Terkait dengan pengembangan kapasitas Infrastruktur Jaringan TI,


Depkominfo telah mengeluarkan Panduan Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah.

Panduan tersebut dikukuhkan melalui Keputusan Menteri


Komunikasi dan Informatika Nomor : 55/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003.
Dalam panduan tersebut, dikemukakan bahwa aspek utama yang
perlu diperhatikan di dalam mengembangkan infrastruktur portal
pemerintah adalah :

 arah pengembangan infrastruktur informasi elektronik secara


keseluruhan;
 arah pengembangan jasa layanan publik secara keseluruhan;
 arah pengembangan jenis layanan publik serta mitra dalam
pembangunan dan pengoperasiannya.

Bab II 23
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Komponen Infrastruktur Informasi Elektronik

Komponen utama dari suatu infrastruktur informasi elektronik yang


diperlukan adalah:

 jalur fisik informasi


 jaringan intra pemerintah yang diamankan (government secured
intranet-GSI).
 Pusat Manajemen Data Pemerintah (Government Data
Management Center -GDMC)
 aplikasi-aplikasi dasar untuk mendukung kegiatan front-office dan
back-office;
 jaringan informasi global (internet).

Sistem Keamanan Jaringan

Keterhubungan suatu jaringan lokal dengan berbagai pihak secara


global memerlukan berbagai perangkat pengaman untuk
menghindari ancaman dari pihak yang tidak berhak mengaksesnya.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam mengelola suatu jaringan lokal


atau intranet adalah:

 adanya jaringan (Network Availability), sistem cadangan


(Redundancy System) dan sistem penanggulangan bencana
(Disaster Recovery System);
 adanya perangkat pengaman jaringan (Network Security);
 adanya jaminan kehandalan jaringan (Network Reliability)
terhadap beroperasinya suatu jaringan.

2.7. KERANGKA PIKIR


Sesuai dengan kerangka teoritik tersebut di atas, maka definisi
operasional dari Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi
Birokrasi ini adalah memetakan pengembangan kapasitas teknologi

Bab II 24
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

informasi yang dibutuhkan instansi pemerintah pusat dan daerah, yang


meliputi aspek kepemimpinan, sumber daya manusia, regulasi, aplikasi,
data/informasi, dan infrastruktur jaringan, yang ditinjau dari dimensi sistem,
kelembagaan, dan individu.

Dari hasil pemetaan tersebut, diharapkan dapat diperoleh sebuah


gambaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dalam pengembangan
kapasitas terkait dengan penggunaan teknologi informasi di instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah. Yang bilamana kebutuhan-
kebutuhan itu dipenuhi, maka diharapkan kemampuan individu, institusi
dan sistem dapat meningkat sehingga implementasi teknologi informasi
(khususnya e-government) di lingkungan instansi pemerintah baik pusat
maupun daerah dapat lebih siap dilaksanakan dengan baik. Melalui
implementasi e-government tersebut, diharapkan percepatan reformasi
birokrasi juga dapat berjalan dengan lebih baik.

Secara diagram, kerangka pikir kajian tersebut dapat digambarkan


sebagai berikut :

Mempercepat Reformasi Birokrasi

Meningkatkan Kesiapan Implementasi E-Government

Dimensi
Individu Organisasi Sistem
Fokus

Leadership

Infrastruktur
SDM
Fundamental
Pengemba
ngan Regulasi
Kapasitas
Arsitektur
Aplikasi
Infrastruktur
Infostruktur
Teknikal
Infrastruktu
r Jaringan

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Kajian

Bab II 25
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB III
METODOLOGI

3.1. METODE
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
pengembangan kapasitas teknologi informasi yang dibutuhkan instansi
pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat reformasi birokrasi.
Gambaran tersebut akan berisi deskripsi mengenai kebutuhan-kebutuhan
dalam mengembangkan kapasitas teknologi informasi yang bermanfaat
bagi instansi pemerintah pusat dalam mempercepat reformasi birokrasi.
Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam kegiatan ini menggunakan
pendekatan kualitatif.

3.2. METODE PENGUMPULAN DATA


Proses pengumpulan data diawali dengan pengumpulan data
skunder yang dapat berupa masalah, peluang dan perintah terkait dengan
pengembangan kapasitas teknologi informasi instansi pemerintah pusat
dan daerah untuk percepatan reformasi birokrasi. Hal ini ditujukan untuk
lebih memahami lingkup kajian yang akan dilakukan. Berdasarkan judul
dari kajian ini, yakni Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi
Birokrasi, maka data-data yang dikumpulkan berupa literatur-literatur
mengenai pengembangan kapasitas, teknologi informasi, instansi
pemerintah pusat dan daerah, dan reformasi birokrasi, termasuk aplikasi
teknologi informasi dalam pengembangan kapasitas.

Berdasarkan hasil penelusuran dokumen, diperoleh aspek-aspek


dalam pengembangan kapasitas Teknologi Informasi di Instansi
Pemerintah. Hasil pengumpulan data skunder dikemukakan sebagai
gambaran umum yang dimuat pada Bab II dalam laporan ini.

Bab III 26
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Selain data skunder, juga dikumpulkan data primer. Data primer


dikumpulkan melalui observasi, dan wawancara/diskusi terhadap
responden. Pengumulan data primer dimaksudkan untuk memperoleh
data pemetaan mengenai permasalahan dan upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengembangkan kapasitas teknologi informasi di instansinya.
tingkat kesiapan dalam mengaplikasikan teknologi informasi.

Data yang dikumpulkan meliputi aspek-aspek dalam


pengembangan kapasitas e-government, yakni :

1. Aspek Kepemimpinan, indikatornya dilihat dari ketersediaan


Rencana Pengembangan Sistem/Teknologi Informasi (e-
Government) yang selaras dengan Rencana Strategis Organisasi.

2. Aspek Regulasi, indikatornya dilihat dari ketersediaan kebijakan


yang telah dikeluarkan oleh Pimpinan Institusi Pemerintah (Mentri,
Kepala LPND, Gubernur, Bupati/Walikota) mengenai pengelolaan
teknologi informasi.

3. Aspek Sumber Daya Manusia, indikatornya dilihat dari


ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di
bidang teknologi informasi, sehingga mampu mendukung
pengembangan sistem/teknologi informasi (e-government) dalam
percepatan reformasi birokrasi.

4. Aspek Aplikasi, indikatornya dilihat dari ketersediaan aplikasi yang


sesuai dengan Standar Mutu layanan publik berbasis teknologi
informasi.

5. Aspek Data/Informasi, indikatornya dilihat dari ketersediaan


arsitektur data terintegrasi yang akan/sedang/telah
diimplementasikan.

6. Aspek infrastruktur jaringan, indikatornya dilihat dari ketersediaan


sarana dan prasarana peralatan teknologi informasi yang berbasis
jaringan.
Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik
simple random sampling. Dengan demikian, sampel adalah individu yang

Bab III 27
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

secara acak dipilih dari masing-masing lokus kajian. Adapun jumlah yang
diambil sebagai sampel dalam penelitian ini adalah minimal 1 (satu) orang
pada setiap lokus kajian. Pengambilan jumlah sampel yang demikian ini
tidak mengacu pada persentase sampel dari populasi, karena sampel
dipandang cukup representatif berdasarkan pada pertimbangan bahwa
populasi memiliki karakter dengan homogenitas yang tinggi. Hasil
pengumpulan data primer dikemukakan sebagai temuan lapangan
sebagaimana yang dimuat pada Bab IV dalam laporan ini.

3.3. METODE ANALISA DATA


Hasil pengumpulan data kemudian dianalisa, untuk memperoleh
daftar pengembangan kapasitas teknologi informasi yang dibutuhkan
instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat reformasi
birokrasi. Ada 2 (dua) macam analisa yang akan dilakukan, yakni analisa
kesenjangan kapasitas dan analisa kebutuhan.

Pada analisa kesenjangan kapasitas, tim menganalisa


kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam penggunaan teknologi
informasi di instansi pemerintah dengan menggunakan teknik sebab
akibat. Sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai sebab-sebab
timbulnya kesenjangan tersebut.

Pada analisa kebutuhan, tim menganalisa kebutuhan-kebutuhan


apa saja yang perlu disediakan untuk meningkatkan kapasitas individu,
kelembagaan dan sistem. Dan bagaimana aplikasi teknologi informasi
berperan untuk mendeliver kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut, kemudian tim menyusun desain Portal
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat
dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi.

Bab III 28
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

3.4. METODE PENGEMBANGAN PORTAL


Mengingat bahwa teknologi informasi juga mampu mendeliver
data/informasi/pengetahuan yang bermanfaat untuk meningkatkan
kapasitas individu. Seiring dengan peningkatan kapasitas individu
diharapkan kapasitas kelembagaan dan sistem juga dapat ditingkatkan.
Dengan demikian, salah satu produk kajian ini adalah sebuah portal
pengembangan kapasitas teknologi informasi yang berisi mengenai
informasi-informasi mengenai konsep pengembangan teknologi informasi
di instansi pemerintah dan pengalaman-pengalaman berbagai instansi
dalam pemanfaatan teknologi informasi di instansinya, yang melibatkan
masyarakat sebagai pengguna sistem, sehingga model portal yang sesuai
adalah yang berbasis pada teknologi Internet.

Desain sistem terdiri dari dua tipe desain, yakni desain logikal dan
desain fisikal. Desain logikal adalah desain berdasarkan studi literatur, dan
bersifat konseptual. Sedangkan desain fisikal adalah desain berdasarkan
desain logikal dengan mempertimbangkan berbagai aspek hasil temuan di
berbagai lokus kajian, khususnya tingkat kesiapan pengguna dan
pengelola dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Desain sistem ini dianggap sebagai model sistem, yang terdiri dari
berbagai komponen sistem informasi, yang dalam hal ini meliputi:

1. Data/Informasi: yang berisi tentang informasi-informasi apa saja


yang perlu disediakan oleh portal, sehingga melalui aliran Informasi
tersebut dapat meningkatkan kapasitas individu aparatur negara
dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mempercepat
reformasi birokrasi.

2. Proses : berisi mengenai alur-alur proses (prosedur), mulai dari


proses memperoleh data, sampai proses untuk menayangkan atau
mendistribusikan informasi.

3. Teknologi: berisi mengenai arsitektur teknologi, yang akan


mendeliver informasi, dan melakukan proses.

Bab III 29
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

4. Sumber Daya Manusia: berisi mengenai kebutuhan tenaga dalam


mengelola portal agar senantiasa beroperasi secara berkelanjutan,
beserta kompetensi-kompetensi yang perlu dimilikinya.

Bab III 30
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB IV
TEMUAN LAPANGAN

Temuan lapangan merupakan hasil wawancara/diskusi dan


observasi. Lokasi pengumpulan data meliputi beberapa daerah, yakni
Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Timur,
Provinsi Gorontalo. Adapun data yang dikumpulan berupa pemetaan
terhadap kendala pengimplementasian teknologi informasi di Instansi
Pemerintah Pusat dan Daerah, serta upaya-upaya pengembangan
kapasitasnya sehingga mampu mempercepat reformasi birokrasi.

Pengumpulan data meliputi 6 (enam) aspek, yakni : Aspek


Kepemimpinan, Aspek Regulasi, Aspek Sumber Daya Manusia, Aspek
Aplikasi, Aspek Data/Informasi, dan Aspek infrastruktur jaringan.

4.1. PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang


Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang
mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara
keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota,
42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau
besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun
luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana 95% - nya merupakan
lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah
Utara dengan Vietnam dan Kamboja, wilayah Selatan dengan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi, wilayah Barat dengan Singapura,
Malaysia, dan Provinsi Riau, wilayah Timur dengan Malaysia, Brunei, dan
Provinsi Kalimantan Barat.
Bab IV 31
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan,


Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang
sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi
salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa
depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam,
Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama
dengan Pemerintah Singapura.

Sesuai dengan potensinya tersebut, maka Provinsi Kepulauan Riau


memiliki visi menjadi sebagai salah satu pusat pertumbuhan
perekonomian nasional dengan payung Budaya Melayu dan memiliki
masyarakat yang sejahtera, cerdas dan berakhlak mulia.

Adapun misi yang diemban meliputi :

1. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di


seluruh wilayah Kepulauan Riau yang akan menumbuh
kembangkan kegiatan industri dan pariwisata yang berbasis
kelautan.
2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat menuju kehidupan yang
makmur, sejahtera, sehat, berbudaya dan berkeadilan.
3. Menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku pembangunan
yang unggul dan berakhlak mulia.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, strategi yang diterapkan
adalah :

1. Mengupayakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru


(growth-pole) dan mendorong pegembangan keserasian antar
center-periphery agar dapat menyeimbangkan kegiatan
perekonomian.
2. Melaksanakan penataan dan pengembangan di bidang administrasi
pemerintahan.

Bab IV 32
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih maju,


sejahtera, sehat, serta berkualitas melalui peningkatan pendidikan,
kesehatan, kesejahteraan sosial, budaya, kepemudaan, dan imtaq.

4. Mengupayakan agar kegiatan ekonomi terus ditingkatkan baik dari


segi kuantitas maupun kualitas

5. Melaksanakan pembangunan fisik dan non fisik yang seimbang


secara bertahap dan berkelanjutan.

Dalam rangka mencapai rencana tersebut, Pemerintah Provinsi


Kepulauan Riau memanfaatkan potensi-potensi yang ditawarkan oleh
teknologi informasi. Berikut ini adalah uraian tentang kapasitas teknologi
informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau ditinjau dari 5
aspek, yaitu : Kepemimpinan, SDM, Regulasi, Aplikasi, Data, dan
Infrastruktur yang dapat diamati dan dievaluasi serta menjadi indikator
untuk mengukur implementasi pelaksanaan e-government di lingkungan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

1. Aspek Kepemimpinan

Perencanaan pengembangan TIK sudah pernah disusun oleh


Dinas Perhubungan dan Postel pada tahun 2007 yang lalu, namun
tindak lanjutnya dari cetak biru tersebut berupa program dan
kegiatan lanjutannya masih menemui berbagai kendala dalam
penyusunannya. Diharapkan implementasi program dan kegiatan
dari cetak biru tersebut dapat segera dijalankan berbarengan
dengan diperkuatnya kelembagaan dan sumberdaya manusia di
bidang teknologi informasi di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

2. Aspek Regulasi
Secara khusus regulasi untuk mengatur kebijakan pemanfaatan
teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau telah dikeluarkan, namun hanya untuk memayungi
pelaksanaan beberapa kegiatan yang sifatnya masih parsial yang
memanfaatkan teknologi informasi misalnya untuk pengelolaan

Bab IV 33
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

website telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepulauan


Riau.

Dari aspek regulasi dalam kelembagaan teknologi informasi, belum


terdapat satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau yang secara struktural bertanggungjawab didalam
pembangunan dan pengembangan e-government.

Kelembagaan yang ada dalam mendukung pemanfaatan teknologi


informasi guna penerapan e-government secara teknis dan
menyeluruh di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
sedang dikaji kelayakannya untuk dibentuk. Saat ini, secara
struktural yang ada hanyalah setingkat pejabat eselon III yaitu
Bagian Infokom di Biro Humas dan Protokol serta Kepala Bidang
Pos dan Telekomunikasi di Dinas Perhubungan.

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar


belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan
pemanfaatannya belum diberdayakan dengan baik sesuai
bidangnya.

4. Aspek Aplikasi
Aplikasi perangkat lunak untuk mendukung kelancaran pekerjaan
telah dipergunakan di beberapa SKPD, misalnya seperti di
Dispenda (Kantor Samsat), BKKD (Sistem Informasi Keuangan
Daerah), BKD (Sistem Informasi Kepegawaian), Bapedalda (sistem
informasi lingkungan hidup), Dinas Kependudukan (SIAK), dan Biro
Administrasi Pembangunan (sistem informasi pengendalian,
laporan dan evaluasi). Namun demikian keseluruhan aplikasi
tersebut masih bersifat parsial.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga telah


menyediakan website resmi untuk berinteraksi dan memberikan
informasi kepada masyarakat. Apresiasi terhadap keberadaan situs

Bab IV 34
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

website ini cukup tinggi, hal ini terbukti dari jumlah kunjungan user
yang terekam setiap harinya. Bahkan pada tahun 2007 yang lalu
website Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendapat penilaian
yang baik dari warta e-gov karena dinilai sangat responsif terhadap
saran, masukan dan kritikan dari masyarakat pengakses internet.
Kemudian beberapa SKPD seperti BPID, Bapedalda dan
sekretariat DPRD telah menayangkan websitenya masing-masing
yang berada dibawah domain kepriprov.

5. Aspek Data/Informasi
Data yang tersedia belum terangkum dalam satu database yang
terintegrasi. Sehingga hal tersebut akan mengakibatkan penyajian
data dan informasi secara cepat dan akurat untuk kebutuhan
pimpinan dalam rangka pengambilan keuptusan belum dapat
terlayani dengan baik;

6. Aspek infrastruktur jaringan


Jumlah komputer untuk mendukung kelancaran pekerjaan di setiap
SKPD dinilai sudah cukup memadai. Bahkan di sebagian besar
SKPD telah dilengkapi dengan pemakaian jaringan (LAN dan
Wireless LAN) yang terkoneksi ke jaringan internet. Rasio
komputer (desktop dan laptop) dengan jumlah pegawai adalah 1:2
(satu komputer untuk dua orang). Rasio tersebut menunjukkan
kebutuhan yang semakin meningkat terhadap pemanfaatan
komputer untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

4.2. PROVINSI BALI

Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.


Batas wilayahnya meliputi sebelah Utara dengan Laut Bali, sebelah Timur
dengan Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), sebelah Selatan

Bab IV 35
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

dengan Samudera Indonesia, dan sebelah Barat dengan Selat Bali


(Propinsi Jawa Timur).

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan


kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung,
Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar
yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga
terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa
Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau
Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten
Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan
panjang pantai mencapai 529 km.

Berdasarkan kondisi, potensi, dan permasalahan yang dihadapi


Provinsi Bali, serta mengantisipasi perubahan yang sangat cepat di masa
depan, maka untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Bali yang
sejahtera lahir bathin, maka telah dirumuskan visi pembangunan Daerah
Bali adalah : TERWUJUDNYA BALI DWIPA JAYA BERLANDASKAN TRI
HITA KARANA.

Dengan visi tersebut konsep Bali Dwipa Jaya secara harfiah berarti
Pulau Bali yang jaya dan tersirat mengandung arti bahwa Pulau Bali
mampu mengatasi segala tantangan atau rintangan serta memanfaatkan
peluang yang timbul dalam pembangunan daerah Bali, baik yang
bersumber dari aspek ekonomi, lingkungan hidup maupun sosial budaya.
Bali Dwipa Jaya dalam konteks pembangunan, merupakan suatu proses
pembangunan yang dinamis dilandasi oleh nilai, norma, tradisi, dan
kearifan lokal yang bersumber pada budaya Bali yang dijiwai oleh Agama
Hindu sehingga terwujud kesejahteraan sosial (jagadhita), ekonomi,
kelestarian budaya dan lingkungan hidup yang harmonis dan
berkesinambungan.

Tri Hita Karana dalam pola kehidupan masyarakat Bali yang


beragama Hindu secara simbolis dimaknai sebagai tiga penyebab
kesejahteraan manusia yaitu : Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Bab IV 36
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Aspek Parhyangan mempunyai makna keterikatan manusia dengan Ida


Sang Hyang Widhi/Tuhan, yang ditandai oleh nilai-nilai kehidupan
masyarakat Hindu religius. Aspek Pawongan dimaknai sebagai hubungan
manusia dengan sesama didalam kehidupan terorganisir, terindikasi,
kedalam kehidupan keluarga, warga, institusi/ kelembagaan maupun
masyarakat, baik dalam satu wilayah pedesaan, kecamatan, kabupaten,
dan provinsi sebagai wadah interaksinya. Aspek Palemahan dimaknai
sebagai hubungan manusia dengan lingkungannya dalam suatu wilayah
permukiman atau lingkungan tempat tinggalnya. Ketiga aspek tersebut
adanya keserasian dan keseimbangan saling keterkaitan antara aspek
yang satu dengan yang lainnya.

Untuk merealisasikan visi tersebut di atas, maka dijabarkan dalam


bentuk misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan manusia dan masyarakat Bali yang berkualitas srada


bhakti dan yasa kerthi.
2. Mewujudkan Bali sebagai satu kesatuan yang utuh dan seimbang.

3. Mewujudkan fungsi lingkungan hidup yang lestari dalam upaya


pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

4. Mewujudkan ekonomi kerakyatan yang handal, dengan


mengembangkan kemitraan.

5. Mewujudkan kesadaraan dan penegakan hukum dan HAM serta


menciptakan ketentraman dan ketertiban yang dinamis dan
kondusif.
6. Memberdayakan dan melestarikan lembaga-lembaga tradisional
Bali.
7. Mewujudkan otonomi daerah yang mantap.

8. Mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip


good-governance

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan


prinsip-prinsip Good Government, Provinsi Bali telah melakukan langkah-

Bab IV 37
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

langkah, salah satunya melalui penerapan E-Government. Berikut ini


adalah uraian tentang kapasitas teknologi informasi di lingkungan
Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari 5 aspek, yaitu : Kepemimpinan,
SDM, Regulasi, Aplikasi, Data, dan Infrastruktur.

1. Aspek Kepemimpinan
Visi pengembangan teknologi informasi di Pemerintah Provinsi Bali
adalah terwujudnya sistem informasi dan komunikasi secara
terpadu dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
mendukung penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan masyarakat, dalam rangka mewujudkan masyarakat
informasi yang berbasis etika dan moral kebangsaan. Sedangkan
Misinya adalah:

 Membangun dan mengembangkan Sistem Infomasi secara


terpadu dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi.
 Melakukan koordinasi dan sinkronisasi informasi baik
internal maupun eksternal.
 Membangun pusat pelayanan informasi.
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di bidang TI.
 Melaksanakan sosialisasi kebijakan program pemerintah.
2. Aspek Regulasi
Secara kelembagaan unit organisasi yang memiliki kewenangan
dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di
Instansi Pemerintah Provinsi Bali adalah Badan Informasi Dan
Telematika Daerah (BITD).

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Masalah SDM menjadi masalah utama dalam pengembangan E-


Government. Walaupun demikian, telah diusahakan
peningkatannya melalui bimbingan teknis yang bersifat terbatas.

Bab IV 38
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

4. Aspek Aplikasi
Pemprov Bali memiliki website yang dapat diakses melalui
www.baliprov.go.id. Konten yang tersaji meliputi gambaran umum
sekilas Bali, kelembagaan, visi, misi, renstra provinsi Bali, potensi
investasi, profil daerah, statistik pariwisata, pengadaan
barang/jasa, informasi hukum, info BMG, Album foto dan video,
Berita daerah dan nasional, Informasi penting, pengumuman-
pengumuman, menampilkan majalah terbitan BITD, serta link
dengan Web site Kabupaten / Kota se-Bali, Depdagri, Depkominfo,
Bappenas.

Provinsi Bali juga telah menyediakan fasilitas e-mail, untuk


administrator (admin@baliprov.go.id.) dan seluruh SKPD.

Selain itu, di lingkungan Provinsi Bali juga telah dilakukan


pengembangan perangkat lunak aplikasi yang dikembangkan dan
dikelola SKPD masing-masing dan belum terintegrasi, antara lain :
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Sistem
Informasi Kepegawaian (SIMPEG), Sistem Informasi Keuangan
(SIMKEU), Sistem Informasi Profil Daerah, Sistem Informasi Profil
Desa Kelurahan, Sistem Informasi Batas Wilayah, dan Sistem
Informasi Penduduk dan Kesehatan.

5. Aspek Data/Informasi

Sejak tahun 2005 Departemen Dalam Negeri dengan


Kapusdatinkomtel telah membangun jaringan komunikasi pusat
daerah dengan tujuan mandukung kelancaran dan kecepatan
penyaluran data informasi pusat daerah dengan fasilitas :
Komunikasi data, Suara, dan Gambar.

Selain itu, kerjasama Kominfo dengan PT. POS Wilayah VIII,


menghasilkan layanan informasi melalui warung masyarakat
informasi (WARMASIF) dengan konten : Informasi kesehatan On-
Line, Informasi Perpustakaan On-Line, dan Informasi UKM

Bab IV 39
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

6. Aspek infrastruktur jaringan


Kondisi Jaringan Internet di Pemprov Bali adalah sebagai berikut :

 Perangkat jaringan induk ada di BITD, yang terdiri dari 2 PC


untuk firewall / proxy, yaitu :1 untuk Sekretariat dan 1 untuk
Wireless.
 Keseluruhan unit di sekretariat ( 9 biro) telah terhubung dengan
jaringan induk di BITD, hanya untuk satu komputer. Dari 40
SKPD, baru terintegrasi dengan jaringan LAN yaitu ; 9 Biro, 4
SKPD ( DPRD Provinsi, Dinas Pariwisata, BKPMD, Bapedalda
dan BITD).
 Untuk terhubung ke internet, menggunakan sambungan leased
line (Koneksi Internet yang disewakan) dengan kapasitas
bandwide sebesar 128 kbps (128 kilo byte per second).
Hosting (Layanan Internet untuk pemanfaatan informasi-
informasi baik untuk halaman-halaman web, penyimpanan E-
mail, data base dan lain-lain. ) di ISP dengan kapasitas 200 MB
(200 Mega Byte).
 Jaringan LAN yang pengoperasiannya dikelola oleh instansi
sendiri, dan belum dapat terintegrasi, dalam artian masih
bersifat parsial-parsial seperti : Dinas Pendapatan Daerah,
Dinas Sosial, Dinas Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas
Pendidikan, Dinas Kependudukan, Dinas Kepegawaian Daerah,
Dinas Pariwisata, dan Dinas Kesehatan.

4.3. KABUPATEN JEMBRANA

Kabupaten Jembrana adalah satu dari 9 Kabupaten dan Kota yang


ada di Propinsi Bali, terletak di belahan Barat pulau Bali. Luas wilayah
Jembrana 84.180 Km² atau 14,96 % dari luas wilayah pulau Bali, dengan
jumlah penduduk 257.459 jiwa. Letak Kabupaten Jembrana berbatasan
wilayah sebelah Utara dengan Kabupaten Buleleng, sebelah Selatan
Bab IV 40
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

dengan Samudra Indonesia, sebelah Barat dengan Selat Bali, dan


sebelah Timur dengan Kabupaten Tabanan.

Secara Administratif Kabupaten Jembrana terbagi menjadi 5


Kecamatan, dari barat ke timur yaitu Kecamatan Melaya, Kecamatan
Negara, Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, dan Kecamatan
Pekutatan.

Berdasarkan rencara strategisnya, Kabupaten Jembrana memiliki


Visi untuk mencapai terwujudnya masyarakat Jembrana yang bahagia dan
sejahtera, berkeadilan dan berkebudayaan yang dilandasi iman dan taqwa
serta didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
berkualitas serta memiliki semangat mekepung untuk melaksanakan
pembangunan berkelanjutan.

Sedangkan Misi Kabupaten Jembrana adalah :

1. Memberdayakan ekonomi rakyat dengan meningkatkan dan


mengembangkan sektor pertanian dalam arti luas untuk menunjang
sektor pariwisata, industri dan perdaganagn disamping sektor yang
lainnya.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya
manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Mewujudkan stabilitas daerah yang mantap dan terkendali melalui
penegakan rakyat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara serta memberdayakan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan sosial dan politik.
4. Mewujudkan supremasi hukum bagi setiap masyarakat yang
berdasarkan Pancaasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi
hak asasi manusia.

5. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang berbudaya,


berkepribadian dan memiliki keimanan serta memantapkan
kerukunan umat beragama yang toleran dan damai.

Bab IV 41
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

6. Mengembangkan sistem Administrasi Pemerintahan dan


Pembangunan yang efektif dan efisisen dan transparan serta
menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa serta senantiasa
mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Jembrana juga memiliki moto menuju 5 I


(Inovasi, Integritas, Independensi, Identitas Indonesia). Sesuai dengan
moto tersebut dicanangkan beberapa Program Trobosan (Inovasi). Ada 3
(tiga) program yang merupakan Program Unggulan, yakni Peningkatan
Kwalitas Pendidikan, Peningkatan Derajat Kesehatan, dan Peningkatan
Daya Beli Masyarakat.

Untuk meningkatkan perekonomian dan meningkatkan pelayanan


terhadap masyarakat Kabupaten Jembrana berusaha mencari trobosan-
trobosan yang dituangkan dalam suatu program inovasi, disamping
program unggulan, diantaranya : J-SMART, KTP Gratis, Ambulan Gratis,
Jimbarwana Transport, Jimbarwana TV, Jimbarwana Radio, dan
Jimbarwana Network.

Dalam rangka menyelenggarakan program tersebut, maka


Pemerintah Kabupaten Jembrana memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Kondisi kapasitas TIK di Pemerintah Kabupaten
Jembrana dapat diuraikan dalam 6 aspek berikut ini :

1. Aspek Kepemimpinan

Visi Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di


Pemerintah Kabupaten Jembrana yaitu: “Jembrana On-Line untuk
Mendukung Pemerintahan dan Pelayanan Masyarakat”.
Sedangkan misinya adalah:

 Mengembangkan jaringan TIK keseluruh fasilitas pelayanan


masyarakat;
 Meningkatkan kualitas SDM Aparatur, masyarakat dan
swasta dibidang TIK;

Bab IV 42
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Mengembangan media TIK yang dapat dijangkau oleh


seluruh masyarakat;
 Mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dan
pelayanan publik berbasis TIK.
2. Aspek Regulasi

Secara kelembagaan, unit organisasi yang mengelola teknologi


informasi di Kabupaten Jembrana dilakukan oleh Dinas Inkom,
Pelayanan Umum, Perhubungan dan Data.

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Masih banyak aparatur pemerintah yang belum mampu menguasai


dan mengoperasikan teknologi yang sedang berkembang, namun
tetap seoptimal mungkin memanfaatkan SDM Aparatur Lokal yang
ada. Pelatihan dan Jalinan kerjasama dengan para ahli dibidang
TIK membawa dampak berlipat, khususnya dalam peningkatan
kapasitas SDM di bidang teknologi informasi.

4. Aspek Aplikasi
Pengembangan aplikasi di Kabupaten Jembrana, ditujukan untuk:

 Penggunaan OSS (IGOS) pada Kecamatan, Kelurahan/Desa


dan Sekolah.
 Pemanfaatan aplikasi yang telah ada (Kantaya, Simda, dsb);
 Pengembangan aplikasi pelayanan, pelaporan Kecamatan;
 Kelurahan/Desa, Sekolah berbasis OSS dan web;
 Pemanfaatan aplikasi Kutahu, Kasih Pena, Perpustakaan, dsb
pada sekolah.
Berikut beberapa pemanfaatan TIK yang telah dibangun oleh
pemerintah kabupaten Jembrana, yang secara langsung untuk
melayani masyarakat :

 E-Government : Digunakan untuk peningkatan kualitas layanan


Pemerintah dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
Bab IV 43
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 E-Education : Digunakan untuk peningkatan Kualitas


Pendidikan dengan menggunakan Teknologi Informasi dan
Komunikasi .
 E-Development : Digunakan untuk pemberdayaan masyarakat
dengan memanfaatkan ICT untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat.
 E-Health : Digunakan untuk peningkatan kwalitas pelayanan
kesehatan.
Sedangkan untuk penggunaan internal di lingkungan aparatur
Kabupaten Jembrana, telah diaplikasikan Akses Intranet Pemkab
Jembrana, yang meliputi :

 Sistem Perkantoran Elektronik (Kantaya)


 Sistem Informasi Manajemen Pemda (Simda), mencakup :
Pelayanan Umum, Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Perikanan darat & laut, dan Pengaduan masyarakat dng SMS
(SMS center)
 Sistem Pelaporan Kecamatan, Kelurahan & Desa (Demografi),
dsb.
5. Aspek infrastruktur jaringan

Pembangunan E-Gov di Kabupaten Jembrana dimulai tahun 2002


bekerjasama dengan BPPT. Pembangunan Infrastruktur berupa
Jaringan Intranet Pemerintah Kabupaten Jembrana tahun 2001 dan
Jimbarwana Network (J-Net) tahun 2007. J-Net (Jimbarwana
Network) yaitu menghubungkan seluruh Desa/Kel, Kecamatan,
kabupaten dan Sekolah dengan menggunakan teknologi
komunikasi radio paket.

Pengembangan Infrastruktur TIK di kabupaten Jembrana


terintegrasi (WIFI) keseluruh Wilayah Kabupaten :

 Tahap I : Koneksi 56 Kantor (Kecamatan, Desa/Kelurahan)

Bab IV 44
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Tahap II : Koneksi Puskesmas, Rumah Sakit, ~ 80 SD, 12


SMP, SMK
 Tahap III : Koneksi ~ 100 (SMP & SMA/SMK)
Sedangkan sistem Perangkat Lunak yang digunakan oleh
Pemerintah Kabupaten Jembrana, antara lain:

 Operating Sistem : Linux / IGOS (IGOS Nusantara 2006), dan


Open Office (pengolah kata, tabulasi dan presentasi)
 Telepon VOIP (Asterisk)
 Video Meeting (Ekiga)

Selain itu, beberapa faktor perlu mendapat perhatian sebagai


pendukung dalam keberhasilan TIK di pemerintah Kabupaten Jembrana,
yaitu:

 Visi Pimpinan : Visi pimpinan (Visioner) ibarat pematik yang akan


membakar semangat staf dan memberikan kejelasan arah
pembangunan.
 Dukungan DPRD : Kesamaan pandangan dengan DPRD
merupakan penyejuk kondisi kerja.
 Dukungan Staf (Birokrasi): Staf yang kompak, berkompeten, dan
berdedikasi tidak kalah pentingnya dalam mencapai kemajuan.
 Kerjasama para ahli : Jalinan kerjasama dg para ahli dibidang TIK
membawa dampak berlipat.

Sedangkan, faktor Penghambat Kemajuan TIK di pemerintah


Kabupaten Jembrana, antara lain:

 Keterbatasan Dana : untuk membangun Infrastruktur Teknonogi


Informasi sehingga perlu direncanakan secara matang.
 Keterbatasan Pengetahuan dan Ketrampilan : Masih banyak
aparatur pemerintah yang belum mampu menguasai dan
mengoperasikan teknologi yang sedang berkembang.

Bab IV 45
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Keterbatasan Infrastruktur : Keterbatasan Alat dan Instalasi


pendukung Teknologi Informasi dan sumber atau informasi yang
dijadikan masukan dalam proses pembangunan dan
pengembangan E-Government.
 Perubahan Budaya Kerja : Butuh waktu untuk melakukan
perubahan budaya kerja dari secara manual ke elektronik karena
perlu perubahan prilaku dalam melakukan pekerjaan.

Bagi Pemerintah kabupaten Jembrana,E-Government memberi


manfaat yang besar, antara lain:

 Penghematan biaya/efisiensi;
 Pemberian layanan berkualitas (Standar waktu, biaya dan
prosedur);
 Transparansi dan akuntabilitas;
 Peningkatan kapasitas Pemda dan Aparatur;
 Peningkatan kualitas pengambilan keputusan.

4.4. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Berdasarkan wilayah pemerintahan, provinsi ini dibagi menjadi


empat pemerintahan Kota, dan sembilan pemerintahan Kabupaten serta
122 Kecamatan, 1.347 Desa dan 191 kelurahan. Penduduk Kalimantan
Timur pada tahun 2004 berjumlah 2.750.369 jiwa pada tahun 2005
penduduk Kaltim diprediksikan berjumlah 2,8 juta jiwa. Dibandingkan
dengan luas wilayah, kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Timur
relatif rendah, yaitu rata-rata sekitar 11,22 jiwa per Km².

Selama periode 2001-2003, pertumbuhan ekonomi Kalimantan


Timur terus bergerak ke arah ke positif. Laju pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2001 mencapai 5,05 % dengan migas dan 7,45 % tanpa migas.
Pada tahun 2002 dengan migas 4,59 % dan tanpa migas sebesar 7,29 %.

Bab IV 46
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Namun pada tahun 2003 laju pertumbuhan ekonomi agak melamban


hanya mencapai 2,58 % dengan migas dan 4,74 % tanpa migas.

Sesuai dengan kondisi tersebut, maka Visi Pembangunan yang


ditetapkan oleh Provinsi Kalimantan Timur adalah Terwujudnya
masyarakat Kalimantan Timur yang adil, aman, damai, demokratis,
berdaya saing, berdaya tahan, dan sejahtera dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh sumber daya manusia
yang berkualitas dan pemerintah daerah yang bersih dan berwibawa.
Sedangkan Misinya adalah:

1. Membina pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari bagi


semua lapisan masyarakat sehingga beriman, taat beribadah,
berahlak mulia, dan terwujud toleransi antar umat beragama.

2. Meningkatkan pendidikan masyarakat sehingga cinta tanah air,


berkesadaran hukum, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi,
terampil, memiliki etos kerja tinggi, dan berdisiplin.
3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan lingkungannya
serta menyediakan jaringan pelayanan kesehatan yang prima dan
berkualiatas serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat
secara proposional.
4. Membuka kesempatan kerja yang seluas luasnya.

5. Melaksanakan pembangunan yang berkualitas dan


berkesinambungan, menyediakan fasilitas umum dan infrastruktur
yang memadai.
6. Memfasilitasi para petani dan nelayan sebagai pelaku utama
agribisnis untuk memperoleh kemudahan dalam peningkatan
produksi, mengolah, dan memasarkan komoditas-komoditas
unggulan mereka.
7. Menegakkan kedaulatan rakyat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, menjamin ketertiban umum,

Bab IV 47
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

keamanan, kedamaian, ketentraman masyarakat, serta menjamin


tegaknya supremasi hukum dan hak azasi manusia.

8. Meningkatakan ekonomi masyarakat dengan mengembangkan


ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang
berkeadilan, berbasis pada agribisnis, dan sumber daya manusia
yang produktif, mandiri maju, berdaya saing, berdaya tahan, dan
berwawasan lingkungan.
9. Mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan perhatian utama pada
terpenuhinya kebutuhan pasar yaitu sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja dengan memberikan
perlindungan dan jaminan sosial terutama bagi masyarakat tidak
mampu.

10. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian,


dinamis, kreatif, berdaya saing, dan berdaya tahan terhadap
pengaruh global.
11. Menjaga dan mengelola sumber daya alam agar dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya dengan tetap menjaga
kelestarian dan keseimbangan lingkungan.

12. Memantapkan dan memanfaatkan Rencana Tata Ruang Wilayah


Provinsi Kalimantan Timur dalam mewujudkan keterpaduan dan
keserasian pembanguna antar wilayah.

13. Membina dan mewujudkan aparatur Pemerintah Daerah yang


dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan
memiliki profesionalisne yang tinggi, produktif, transparan, bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme.
14. Pengembangan daya saing daerah dalam rangka mendukung
Kalimantan Timur sebagai kawasan perdagangan di Wilayah Timur
Indonesia dan Asia Pasifik.

15. Peningkatan investasi berskala internasional dengan menyediakan


fasilitas dan jasa pelayanan menuju perdagangan global.

Bab IV 48
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Dalam rangka mempromosikan potensi hasil-hasil produksi yang


dikembangkan di lingkungan masyarakat Kalimantan Timur, Pemerintah
Provinsi membentuk BPID (Badan Pengembangan Investasi Daerah)
pada tahun 2000. Berawal dari promosi ini, pemanfaatan teknologi
informasi berkembang lebih lanjut, termasuk pemasangan jaringan TI.
Berikut ini kondisi kapasitas teknologi informasi di Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur, yang ditinjau dari 6 aspek :

1. Aspek Kepemimpinan

Visi pengembangan teknologi informasi di lingkungan Provinsi


Kalimantan Timur adalah terwujudnya good governance dan
masyarakat berdaya saing global melalui pemanfaatan TIK yang
handal.

Melalui visi tersebut selanjutnya dijabarkan misi sebagai berikut:

 Membuat kebijakan dan regulasi yang diperlukan untuk


mendukung pengelolaan dan pemanfaatan TIK,
 Mengembangkan organisasi dan tata kerja pemerintah yang
partisipatif, efisien dan efektif dengan pemanfaatan TIK,
 Mengembangkan kapasitas SDM pemerintah dan
masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan TIK,
 Meningkatkan pelayanan dasar berupa infrastruktur dan
akses jaringan komunikasi data bagi masyarakat secara
merata dan proporsional,
 Mengembangkan perangkat-perangkat lunak yang
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik lokal,
 Mengembangkan dan menyediakan layanan akses informasi
untuk menciptakan masyarakat berdaya saing global
2. Aspek Regulasi
Unit Organisasi Pengelola Teknologi Informasi, untuk
mengkoordinasi (memimpin) penyelenggaraan kegiatan terkait
dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Bab IV 49
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Sejak Tahun 2000 kelembagaan BPID selain menangani tugas


pokok dan fungsi di bidang promosi dan investasi juga dijadikan
sebagai lokasi data center dengan menggunakan fasilitas jaringan
internet/intranet yang dibangun secara terpusat oleh Pemerintah
Propinsi Kalimantan Timur. Hal ini ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan informasi dan teknologi tentang hasi-hasil pembangunan
yang telah dicapai Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur.
3. Aspek Sumber Daya Manusia

Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang


teknologi informasi, termasuk juga untuk mengurangi kesenjangan
dijital di kalangan masyarakat, sejak tahun 2004 telah pula berdiri
Pusat Pelatihan (Training Center) khusus untuk Teknologi
Informasi yang diperuntukkan bagi kalangan aparatur dan kedepan
tidak menutup kemungkinan untuk meningkatkan sumber daya
manusia maupun masyarakat lainnya.

4. Aspek Data/Informasi

Data elektronik yang tersedia berupa data-data yang terkait dengan


investasi, berupa data-data potensi daerah termasuk hasil industri.
Data tersebut disimpan dalam media penyimpanan dengan
kapasitas 3 tera byte seta jaringan V-Sat. Bagi masyarakat luas
yang ingin melihat dan mengetahui tentang informasi tersebut
melalui dunia maya dapat melakukannya dengan mengakses
website bpid.kaltimprov.go.id yang terintegrasi kedalam situs
kaltimprov.go.id.

5. Aspek infrastruktur jaringan

Indikatornya dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana


peralatan teknologi informasi yang berbasis jaringan.

Sarana dan prasarana peralatan jaringan yang ada di Pemerintah


Provinsi Kalimantan Timur, meliputi :

Bab IV 50
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Pembangunan Jaringan LAN di kawasan Kantor Gubernur dan


Bappeda
 Penggunaan Wireless LAN untuk menghubungan Kantor
Gubernur dengan Bappeda
 Penyediaan jaringan internet 128 kbps
Sedangkan infrastruktur jaringan pada sisi perangkat lunak yang
disediakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur meliputi
portal http://kaltim.go.id yang dikelola oleh Biro Humas, dan email
berbasis web dan pop3 http://webmail.kaltim.go.id.

Namun dari potensi yang ada, belum sepenuhnya dapat


dikembangkan karena keterbatasan dana yang diperoleh. Selain itu, hal
lain yang menjadi kendala dalam pengembangan Teknologi Informasi di
lingkungan provinsi Kalimantan Timur dikarenakan belum optimalnya
dukungan dari pimpinan. Hal ini terlihat dari kegiatan pemda yang tidak
selaras dengan keinginan masyarakat.

Kendala lain yang muncul adalah jumlah operator yang belum


memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu pemeliharaan
terhadap perangkat Teknologi Informasi juga tidak memadai. Sehingga
masalah serangan virus, sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara
tuntas. Lebih jauh lagi sering terjadi mati lampu dan tidak ada signal.

Dalam rangka mendukung percepatan reformasi birokrasi, hal yang


perlu mendapat perhatian adalah kemampuan sosial ekonomi masyarakat
yang terbatas. Sebagian besar masyarakat belum mengerti bagaimana
memanfaatkan Teknologi Informasi untuk mendukung kegiatan sehari-hari
mereka.

Namun begitu sudah ada beberapa inisiatif yang mengarah kepada


perbaikan kinerja instansi, antara lain :

 Penambahan kapasitas bandwith. Hal ini dilakukan dengan salah


satu tujuan untuk mendukung kelancaran PON tahun 2008

Bab IV 51
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Akan dibentuk Dinas Kominfo (rencana tahun 2009) yang akan


menangani TI di lingkungan Provinsi Kaltim

4.5. KOTA GORONTALO

Secara geografis, Kota Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi.


Berbatasan di sebelah utara dan timur dengan Kabupaten Bone Bolango,
di sebelah selatan dengan Teluk Tomini dan sebelah barat dengan
Kabupaten Gorontalo.

Kota Gorontalo terdiri dari enam kecamatan yaitu: Kecamatan Kota


Selatan, Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota
Timur, Kecamatan Kota Tengah, dan Kecamatan Dungingi. Keenam
kecamatan tersebut memiliki 46 kelurahan, 459 RW dan 1.302 RT.
Penduduk Kota pada Tahun 2003 sebanyak 147.354 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk efektif 2.274 jiwa/km dan laju pertumbuhan 6,58%
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 mencapai 6,59% sementara


PDRB harga konstan tahun 2002 sebesar 246.604.30 juta dan
pendapatan per kapita sebesar Rp 3.795.931.44. Aktivitas perekonomian
penduduk lebih banyak bergerak di bidang jasa sehingga sektor ini
menyumbangkan kontribusi terbesar untuk pembentukan PDRB disusul
sektor-sektor lainnya.

Sesuai dengan kondisi tersebut, maka visi Pemerintah Kota


Gorontalo, untuk tahun 2008 – 2013 adalah menjadi kota enterprenuer,
sedangkan misinya adalah mewujudkan masyarakat Kota Gorontalo yang
mandiri dan religius.

Untuk mewujudkan visi misi tersebut diatas dijabarkan 4 Grand


Strategi, yakni

 Menyelenggarakan Kepemerintahan yang Enterpreneur.


 Mewujudkan SDM yang Berdaya Saing
Bab IV 52
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Membangun Infrastuktur Perkotaan yang handal.


 Menjadikan Kota Gorontalo sebagai Pusat Perdagangan dan
Jasa di Kawasan Teluk Tomini dan sekitarnya.
Dalam rangka menyelenggarakan grand strategi tersebut
dicanangkan nilai-nilai budaya kerja di lingkungan kantor pemerintah kota
Gorontalo , yakni : Proaktif, Disiplin, Inovatif, Kerjasama, dan Transparan.

Sehubungan dengan rencana tersebut, semestinya pemerintah


Kota Gorontalo memanfaatkan teknologi informasi. Berikut ini kondisi
kapasitas teknologi informasi di Pemerintah Kota Gorontalo ditinjau dari 6
aspek, sebagai berikut:

1. Aspek Kepemimpinan

Rencana strategis pemerintah Kota Gorontalo sampai saat ini


belum diiringi oleh rencana dalam memanfaatkan teknologi
informasi (e-government) sebagai media yang diharapkan mampu
mewujudkan (”enabler”) rencana-rencana strategis tersebut.
Kalangan pimpinan di pemerintah Kota Gorontalo masih lebih
memprioritaskan masalah-masalah pembangunan ekonomi yang
mendesak, daripada pengembangan teknologi informasi. Sehingga
kepemimpinan di bidang teknologi informasi belum memperlihatkan
langkah-langkah konkrit dalam memanfaatkan teknologi informasi
untuk mempercepat reformasi birokrasi.

2. Aspek Regulasi

Sejak tanggal 28 Agustus 2008 telah dibentuk struktur organisasi


yang baru di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo, yakni Kantor
Pengelola Data Elektronik (KPDE) dan Perpustakaan. KPDE dan
Perpustakaan yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pemerintahan dan pembangunan dibidang Pengelolaan Data
Elektronik, Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi.

Namun, struktur organisasi yang baru tersebut belum dilengkapi


dengan tata kerja organisasi yang baru, termasuk dalam hal tata

Bab IV 53
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

kelola teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Kota


Gorontalo.

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Jumlah pegawai di Pemerintah Kota Gorontalo adalah 5179 orang


di luar tenaga honorer. Secara umum Pemerintah Kota Gorontalo
sebenarnya masih kelebihan pegawai, akan tetapi masih sedikit
sekali pegawai yang memiliki kompetensi di bidang Teknologi
Informasi. Berdasar hal tersebut, Pemerintah Kota Gorontalo
berencana merekrut pegawai baru yang memiliki kapasitas di
bidang Teknologi Informasi.

Di setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Pemerintah


Kota Gorontalo terdiri dari sekitar 24 orang pegawai. Sebagian
besar sudah mampu mengoperasikan komputer sehari-hari secara
sederhana. SKPD rata-rata memiliki 1-2 orang SDM TI.

Di Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) sendiri hanya


memiliki 2 orang pengelola teknologi informasi, namun tidak
memiliki latar belakang teknologi informasi. Sehingga dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya terkait dengan penggunaan
teknologi informasi, KPDE masih kekurangan tenaga kerja baik
secara kuantitas maupun kualitas.

Upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia di bidang


teknologi informasi untuk meningkatkan operasional SIMDA
dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Namun, untuk
pengembangan SDM di bidang teknologi informasi secara umum,
belum dilakukan pelatihan secara khusus. Pada umumnya pegawai
yang berminat, belajar secara otodidak (belajar mandiri).

4. Aspek Data/Informasi
Data yang tersedia masih bersifat sendiri-sendiri di masing-masing
unit kerja. Belum ada keterhubungan data elektronis antar unit

Bab IV 54
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

kerja, dan belum ada standarisasi untuk berbagi data antar unit
kerja.
5. Aspek Aplikasi
Aplikasi yang telah dikembangkan meliputi SIM Keuangan Daerah
yang dioperasikan oleh masing-masing SKPD, dan SIM
Kepegawaian yang dioperasikan oleh BKD. Namun, sistem tersebut
masih bersifat stand alone, belum interoperabilitas antar aplikasi.
6. Aspek infrastruktur jaringan

Infrastruktur jaringan yang berupa perangkat lunak meliputi web


site (www.gorontalokota.go.id) yang memberikan informasi kepada
masyarakat. Sedangkan yang berupa perangkat keras meliputi
layanan internet gratis di perpustkaan bagi masyarakat, dengan
bandwith yang disediakan 512 kbps.
Infrastruktur untuk mendukung SIMDA, belum terdapat Wide/Local
Area Network (W/LAN) yang menghubungkan 40 SKPD yang ada.
Terdapat 5 SKPD yang telah memiliki Local Area Network (LAN).
Pengembangan lebih lanjut, terhambat kendala anggaran dan
kesiapan SDM.

4.6. PROVINSI GORONTALO

Berdasarkan UU No. 38 tahun 2001, wilayah Gorontalo ditetapkan


sebagai Provinsi, lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo sebagai
provinsi yang ke 32 secara geografis terletak di Bagian Utara Pulau
Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Sebelah
Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara, Sebelah Barat
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, Sebelah Selatan
berbatasan dengan Teluk Tomini. Provinsi ini memiliki luas wilayah
12.215,44 km2, dengan 67 buah pulau-pulau kecil yang telah
teridentifikasi.

Bab IV 55
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Wilayah Gorontalo juga sangat strategis bila dipandang secara


ekonomis, karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan
ekonomi, yaitu antara 2 (dua) Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui
Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado – Bitung Provinsi Sulawesi Utara.
Letaknya yang strategis ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh
komoditi dari dan menuju kedua KAPET tersebut. Akibat kegiatan arus
barang antara kedua KAPET tadi, maka berdampak positif terhadap
peningkatan aktivitas ekonomi di Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah dan bahkan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Selain itu, Gorontalo juga berada pada “mulut” Lautan Pasifik yang
menghadap pada negara Korea, Jepang dan Amerika Latin. Sudah
barang tentu “kelebihan posisi” ini dapat memberikan peluang yang baik
dalam pengembangan perdagangan.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka visi yang telah ditetapkan


adalah sebagai provinsi inovatif. Dan misinya adalah membangun
Gorontalo yang mandir, produktif dan religius.

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka ditetapkan 10


bidang pembangunan yang harus ditangani yaitu : (1) Hukum dan
pemerintahan yang baik, (2) Sosial, budaya, pendidikan dan agama, (3)
Ekonomi Pembangunan, (4) Investasi dan pengembangan kawasan, (5)
Kesehatan dan keluarga berencana, (6) Politik dan pemerintahan, (7)
Komunikasi, informasi dan media massa, (8) Ilmu dan teknologi, (9)
Sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan (10) Keamanan dan
ketertiban umum.

Diantara 10 bidang tersebut terdapat 3 program unggulan yaitu :

1. Penataan SDM mencakup peningkatan kualitas, penempatan


pejabat sesuai dengan keahliannya danpengkaderan SDM
pemerintahan yang memiliki semangat kewirausahaan, inovatif,
cerdas dan memiliki pengabdian yang tinggi.

Bab IV 56
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

2. Menjadikan Gorontalo sebagai Provinsi Agropolitan yakni Provinsi


yangmemiliki kompetisi di bidang pertanian

3. Pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan


kinerja sektor perikanan dan pengembangan wilayah pesisir.

Dalam rangka menyelenggaraan program-program tersebut,


pemerintah Provinsi Gorontalo memanfaatkan teknologi informasi. Berikut
ini kondisi kapasitas teknologi informasinya ditinjau dari 6 aspek, sebagai
berikut:

1. Aspek Kepemimpinan
Pembangunan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mendukung manajemen pemerintahan daerah belum menjadi
prioritas utama dalam pembangunan daerah.
Pemanfaatan teknologi informasi di Provinsi Gorontalo, masih
terbatas untuk menyediakan infrastruktur dalam memberi layanan
informasi dan teknologi bagi masyarakat. Agar lebih terarah, untuk
pengembangan lebih lanjut, maka pada tahun 2008 ini, Pemerintah
Provinsi Gorontalo menyusun Rencana Induk Pengembangan E-
Government. Dimana dalam dokumen rencana induk tersebut
dinyatakan bahwa visi e-government Pemerintah Provinsi
Gorontalo adalah Menjadi Provinsi Inovatif melalui Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Sedangkan misinya adalah Membangun
Gorontalo yang mandiri, produktif dan religius serta Cerdas melalui
pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Untuk mengawali (memimpin) pengembangan e-government agar


dapat mendukung tujuan penyelenggaraan pemerintahan, prioritas
utama adalah pembentukan GCIO (Government Chief Information
Officer). Peran GCIO ini adalah : (1) Mengkoordinasi perencanaan
dan pelaksanaan inisiatif dan portofolio TIK Provinsi, (2)
Mengkoordinasi perencanaan dan pelaksanaan inisiatif TIK dengan
GCIO Kabupaten/Kota lingkup Provinsi, (3) Melakukan review

Bab IV 57
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

berkala atas pelaksanaan implementasi TIK di Provinsi, dan (4)


Bertanggung jawab langsung pada Gubernur.

Sebagai peran dan kelembagaan GCIO Provinsi diusulkan Asisten


I bidang Pemerintahan yang beranggotakan Bappeda, BKPAD,
BPK, Inspektorat dan Balihristi sebagai Pelaksana harian.
Disamping itu diperlukan juga GCIO tingkat SKPD yang perannya
mengkoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan TIK ditingkat
SKPD sekaligus sebagai koordinator ketua Tim Teknis TIK SKPD.

2. Aspek Regulasi
Unit kerja yang mempunyai tanggung jawab dibidang teknologi
informasi dan komunikasi adalah Bidang Teknologi Informasi yang
merupakan salah satu bidang pada Badan Lingkungan Hidup, Riset
dan Teknologi Informasi ( Balihristi ). Dengan demikian pimpinan
unit kerja yang mempunyai fungsi mengembangkan e-government
di Provinsi Gorontalo merupakan eselon III. Bidang Teknologi
Informasi ini mempunyai tugas menyiapkan dan mengelola
sarana/prasarana teknologi informasi berupa infrastruktur jaringan
informasi yang berbasis teknologi, pengolahan data elektronik,
pembinaan sistem informasi manajemen pemerintah daerah dan
perumusan kebijakan serta pembinaan SIMDA dan Telematika.
3. Aspek Sumber Daya Manusia
Sumberdaya manusia yang dimiliki untuk mendukung
pengembangan e-government belum memadai baik secara kualitas
dan kuantitas.
Untuk memenuhi kondisi ideal di bidang SDM sesuai cetak biru,
maka SKPD pengelola TIK harus difungsikan peran dan tugas
setiap sub unit kerjanya sesuai cetak biru organisasi pengelola TIK
tanpa harus merubah struktur organisasi yang sudah ada saat ini.
Dan jabatan fungsional yang disarankan untuk unit kerja pengelola
TIK adalah Jabatan Fungsional Pranata Komputer.

Bab IV 58
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

4. Aspek Data/Informasi
Saat ini belum ada struktur dan format data yang ditetapkan dalam
bentuk pedoman atau panduan. Data dan informasi belum ada
yang digunakan bersama antar SKPD (sharing). Sedangkan tujuan
akhir dari e-government adalah adanya interoperabilitas data dan
informasi. Sehingga disarankan untuk menetapkan data dan
informasi di bidang pertanian dan data lain yang terkait usaha
pertanian yang dijadikan target utama interoperabilitas data antar
kabupaten/kota lingkup provinsi Gorontalo.
5. Aspek Aplikasi
Alur laporan dari masing-masing SKPD baik pertriwulan maupun
tahunan masih disampaikan dalam bentuk hard copy dan
disampaikan secara langsung ke tujuan misalkan ke Bappeda,
Sekda maupun Gubernur. Begitupun ketika melalukan rekapitulasi
data dari tiap kabupaten atau kota dibawah provinsi Gorontalo,
masih dilakukan secara manual. Selain itu masih terjadi duplikasi
data antar Satuan Kerja Pemerintah Provinsi Gorontalo, yang
mengakibatkan sulitnya dalam hal pengambilan keputusan.
Disarankan setiap SKPD menggunakan sistem aplikasi atau modul-
modul sesuai tupoksinya yang sudah dipetakan pada cetak biru
sistem aplikasi. Selain itu harus dilakukan penyelarasan sistem
aplikasi baru agar saling terintegrasi.
6. Aspek infrastruktur jaringan
Terdapat 33 lokasi SKPD yang saling dihubungkan dengan
menggunakan 2 buah topologi star, yaitu 14 SKPD tersambung ke
ruang server sebagai pusat jaringan dan 18 SKPD lainnya
tersambung langsung dengan topologi star dengan titik pusat
adalah Olami-Net yang dalam hal ini adalah sebagai ISP penyedia
jasa internet yang menyuplai akses internet ke seluruh SKPD.
Jaringan intranet tersebut dihubungkan secara wireless

Bab IV 59
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

menggunakan radio dengan frekuensi 2.4 Ghz yang merupakan


frekuensi publik.
Dimasa mendatang diusulkan diusulkan konfigurasi jaringan yang
disusun berdasar kepada beberapa hal berikut :
a. Letak geografis dari SKPD Pemprov Gorontalo
b. Hierarchi jaringan yang merupakan solusi pembagian beban
jaringan yang diharapkan tidak terjadi kepadatan trafik yang
berakibat terjadinya bottle neck pada beberapa simpul jaringan
c. Mengingat penggunaan wireless dengan frekwensi 2.4GHz
semakin meluas di kota Gorontalo maka disarankan untuk
menggunakan frekwensi 5.8Ghz dengan lebar bandwidth
minimal sebesar 54MBps
d. Jaringan secara umum dibagi menjadi dua bagian yakni jaringan
induk (Backbone network) dan jaringan Cluster
e. Backbone jaringan, menghubungkan Balihristi sebagai pusat,
pengendali jaringan intranet GLTO.Inovasi-net dengan
Perikanan, BPTPH, dan Kantor Gubernur. Balihristi juga
difungsikan sebagai data center (pusat data) Pemprov
Gorontalo.
f. Masing-masing UPT Diknas, Nakertrans, Indagkop serta kantor
Gubernur difungsikan sebagai pusat cluster (hotspot) bagi
SKPD sekitarnya, dimana maksimum anggota masing-masing
cluster tidak lebih dari 20 node.
g. Balihristi, selain sebagai pusat jaringan intranet juga berfungsi
sebagai pintu keluar masuk (gateway) ke jaringan global
(internet) melalui ISP (mis. Olami-net). Link antara Balihristi
dengan ISP dapat digunakan juga wireless tersendiri, dengan
demikian kontrol jaringan intranet dan kerahasiaan data
pemeritah tidak lagi tergantung oleh pihak lain (swasta).

Bab IV 60
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. KAPASITAS KEPEMIMPINAN


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
kepemimpinan dalam kajian ini adalah ketersediaan rencana
pengembangan sistem/teknologi informasi (e-government) yang selaras
dengan rencana strategis organisasi.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa instansi


pemerintah daerah belum memiliki rencana pengembangan semacam itu,
misalnya Instansi Pemerintah Kota Gorontalo. Informan menyatakan
bahwa kalangan pimpinan di Pemerintah Kota Gorontalo masih lebih
memprioritaskan masalah-masalah pembangunan ekonomi yang
mendesak, daripada pengembangan teknologi informasi. Hal ini
menunjukkan bahwa kalangan pimpinan Pemerintah Kota Gorontalo
masih menempatkan teknologi informasi sebagai “alat” yang bisa diganti
dengan alat lain dalam mencapai tujuan pembangunan.

Pada saat ini, teknologi informasi dengan Internet sebagai produk


unggulannya menawarkan banyak hal, bukan sekedar sebagai “alat”,
tetapi juga sebagai “enabler”, yang memungkinkan pencapaian tujuan-
tujuan pembangunan dapat lebih cepat diwujudkan, termasuk dalam hal
pencapaian tujuan-tujuan reformasi birokrasi. Bahkan beberapa kalangan
menempatkan teknologi informasi sebagai “transformer”, yang mampu
melakukan perubahan-perubahan sebagaimana yang diharapkan dalam
semangat reformasi birokrasi.

Temuan lainnya memperlihatkan bahwa bagi Instansi yang telah


memiliki dokumen Rencana Pengembangan, juga belum tentu mampu
merealisasikannya dalam program/kegiatan yang konkrit. Misalnya di
Bab V 61
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Instansi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah mengembangkan


rencana pengembangan pada tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur,
Provinsi Bali, dan Kabupaten Jembrana.

Faktor kekurangsiapan kelembagaan, sumber daya manusia,


keuangan, dan kepemimpinan merupakan komponen-komponen yang
dikemukakan oleh para informan di daerah-daerah tersebut sebagai
kendala dalam merealisasikan program/kegiatan pengembangan teknologi
informasi.

Pada tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas kepemimpinan,


telah tersedia Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan
Komunikasi Nasional. Dalam panduan tersebut disebutkan bahwa setiap
institusi pemerintahan harus menetapkan Chief Information Officer (CIO)
dan membentuk Komite TIK. Pembentukan CIO dan Komite TIK di tiap
institusi pemerintahan merupakan prioritas, disamping entitas-entitas
struktur tata kelola TIK yang sudah ada sebelumnya, yakni : Eksekutif
Institusi Pemerintahan, Satuan Kerja Pengelola TIK, dan Satuan Pemilik
Proses Bisnis.

Namun pada tingkat kelembagaan, ketentuan dalam panduan


tersebut belum dilaksanakan oleh sebagian besar instansi yang menjadi
lokus dalam kajian ini. Hanya Provinsi Gorontalo yang telah
mencantumkan GCIO (Government Chief Information Officer) dan Komite
TIK dalam struktur tata kelola teknologi mereka, tetapi ketentuan itu belum
diberlakukan, karena masih dalam draf perencanaan.

Ada kemungkinan pada tingkat individu, panduan yang


diberlakukan pada tahun 2007 tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh
para pimpinan di instansi pemerintah.

Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk


mengembangkan kapasitas kepemimpinan adalah :

Bab V 62
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi


pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas
tentang tata kelola teknologi informasi.

2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan struktur


dan proses tata kelola teknologi informasi di instansi pemerintah
pusat dan daerah.

3. Mengkaji kembali struktur organisasi satuan kerja pengelola TIK


yang ada.

4. Advokasi dalam menetapkan Chief Information Officer (CIO) dan


membentuk Komite TIK di instansi pemerintah pusat dan daerah.

5.2. KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
sumber daya manusia dalam kajian ini adalah ketersediaan sumber daya
manusia yang memiliki keahlian di bidang teknologi informasi, sehingga
mampu mendukung pengembangan sistem/teknologi informasi (e-
government) dalam percepatan reformasi birokrasi.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa semua informan di


instansi yang dikunjungi menyatakan bahwa dukungan sumber daya
manusia yang menguasai dan berlatar belakang pendidikan teknologi
informasi relatif masih sedikit dan pemanfaatannya belum diberdayakan
dengan baik sesuai bidangnya.

Sebenarnya secara kuantitas, pada umumnya jumlah pegawai


negeri di instansi Pemerintah sudah memadai, namun yang memiliki
kompetensi di bidang teknologi informasi masih sedikit. Upaya
peningkatan kapasitas pegawai telah dilakukan, misalnya melalui
bimbingan teknis, pelatihan dan jalinan kerjasama dengan para ahli di
bidang teknologi informasi, pendirian Pusat Pelatihan (Training Center),
dan memfungsikan SKPD pengelola TIK, serta pengangkatan pegawai
sebagai pejabat fungsional Pranata Komputer.
Bab V 63
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Namun, upaya-upaya tersebut belum cukup, karena hanya


menjangkau untuk menyiapkan SDM pada komponen pengguna, dan
sebagian kecil komponen pengelola. Sedangkan pada komponen
pimpinan, belum tersentuh sama sekali.

Pada tingkat sistem, dalam rangka memastikan kapasitas SDM di


bidang teknologi informasi, telah tersedia Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi
dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government. Dalam pedoman
tersebut dikemukakan 3 (tiga) komponen SDM penting yang perlu
dikembangkan kompetensinya dalam pengembangan e-government yaitu
pengguna, pengelola, dan pimpinan. Pengguna, yang meliputi semua
SDM aparatur, perlu dikembangkan kompetensinya dalam hal literasi
penggunaan aplikasi e-government dan teknologi yang terkait dengannya.
Pengelola, yang meliputi SDM aparatur yang melakukan perencanaan,
penyelenggaraan, pengawasan, dan pengendalian TIK, perlu
dikembangkan kompetensinya dalam hal tata kelola TIK. Sedangkan
pimpinan, yang merupakan SDM aparatur yang mempunyai tugas
menyusun strategi dan kebijakan instansi pemerintah yang terkait dengan
pengembangan TIK instansi, baik sebagai pejabat yang memimpin unit
TIK maupun non TIK, perlu dikembangkan kompetensinya dalam hal
kepemimpinan (leadership) dalam peningkatan layanan publik melalui
pemanfaatan TIK serta kemampuan mengelola dan mengkoordinasikan
perubahan (change management) yang diakibatkan oleh pemanfaatan
TIK.

Namun, pada tingkat kelembagaan, pedoman tersebut belum


sepenuhnya dilakukan oleh instansi pemerintah. Hal tersebut terjadi,
kemungkinan pada tingkat individu, pedoman tersebut belum diketahui
dan dipahami oleh para aparatur, yang membatasi dalam penyusunan
rencana pengembangan SDM dalam mendukung e-government.

Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk


mengembangkan kapasitas sumber daya manusia adalah :
Bab V 64
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi


pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas
tentang pengembangan SDM dalam menunjang e-government.

2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan rencana


pengembangan SDM sesuai ketentuan dalam Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi
Informasi dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government.
3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan teknis teknologi
informasi dan komunikasi yang mencakup katagori pimpinan,
pengelola, dan pengguna.

4. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola TIK di


instansi pemerintah pusat dan daerah, yang membahas tentang
hal-hal yang terkait dengan pengelolaan dan pemeliharaan TIK,
baik yang bersifat perangkat lunak maupun perangkat keras.

5. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengguna TIK di


instansi pemerintah pusat dan daerah, yang membahas tentang
operasional TIK sehari-hari.

5.3. KAPASITAS REGULASI


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
regulasi dalam kajian ini adalah ketersediaan kebijakan yang telah
dikeluarkan oleh Pimpinan Institusi Pemerintah (Menteri, Kepala LPND,
Gubernur, Bupati/Walikota) mengenai pengelolaan teknologi informasi.

Pada tingkat sistem secara nasional, pemerintah telah banyak


mengeluarkan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi, dan lain-lain,
yang dimaksudkan untuk mempermudah instansi pemerintah dalam
pengembangkan e-governmentnya. Akan tetapi secara lokal di instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah, tim hanya menemukan beberapa
instansi yang telah mengembangkan kebijakan serupa. Kebijakan yang
ditemukan itupun hanya untuk memayungi pelaksanaan beberapa
Bab V 65
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

kegiatan yang sifatnya masih parsial yang memanfaatkan teknologi


informasi, misalnya untuk pengelolaan website dengan Keputusan
Gubernur, seperti yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi
Gorontalo.

Pada tingkat kelembagaan, ternyata ditemukan bahwa beberapa


instansi yang dikunjungi ternyata belum memiliki satuan kerja pengelola
teknologi informasi secara khusus. Sekalipun terdapat unit kerja struktural
yang terkait dengan pengelolaan TIK, namun tingkatannya belum
memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government,
misalnya di Instansi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terdapat Bagian
Infokom di Biro Humas dan Protokol (Eselon III), dan Bidang Pos dan
Telekomunikasi di Dinas Perhubungan (Eselon III); di Instansi Pemerintah
Provinsi Gorontalo terdapat Bidang Teknologi Informasi (Eselon III); dan di
Pemerintah Kota Gorontalo terdapat Kantor Pengelola Data Elektronik
(KPDE) dan Perpustakaan (Eselon III). Hal inilah yang membatasi instansi
yang bersangkutan dalam penyusunan kebijakan, pedoman, panduan,
dan standarisasi terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Kendala-kendala tersebut dapat bermula dari kapasitas individu


para pengambil keputusan yang belum memahami dalam penyusunan
kebijakan, pedoman, panduan, dan standarisasi terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi.

Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk


mengembangkan kapasitas regulasi adalah :

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi


pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas
tentang pengembangan regulasi dalam menunjang e-government.

2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan kebijakan,


pedoman, panduan, standarisasi serta cetak biru pengembangan
e-government.

Bab V 66
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

3. Advokasi dalam implementasi kebijakan, pedoman, panduan,


standarisasi serta cetak biru pengembangan e-government di
lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah.

5.4. KAPASITAS APLIKASI


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
aplikasi teknologi informasi adalah melalui ketersediaan aplikasi yang
sesuai dengan Standar Mutu layanan publik berbasis teknologi informasi,
sebagaimana dikemukakan dalam Panduan Standar Mutu, Jangkauan
Layanan dan Pengembangan Aplikasi.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi


pemerintah yang dikunjungi telah mengembangkan beberapa aplikasi.
Namun, aplikasi-aplikasi yang tersedia belum mampu memenuhi standar
mutu layanan sesuai Panduan tersebut.
Masalah utama yang ditemui adalah bahwa aplikasi-aplikasi yang
dikembangkan oleh instansi pemerintah masih bersifat parsial di masing-
masing SKPD, dan belum terintegrasi dalam sebuah jejaring kerja
(network) baik antar SKPD maupun antar instansi, sehingga antar aplikasi
belum dapat diinterkoneksikan ataupun diinteroperasikan. Hal ini
menjadikan kemanfaatan aplikasi belum secara optimal dalam mendukung
layanan berbasis teknologi informasi (e-services).

Belum tersedianya dana yang memadai dalam menyediakan


infrastruktur, belum adanya kelembagaan yang bertanggung jawab dalam
hal integrasi sistem, serta belum memadainya kemampuan SDM dalam
merencanakan, mengembangkan dan mengelola sistem yang berbasis
jejaring kerja (network) merupakan sebab-sebab yang dikemukakan
informan sehubungan dengan masalah integrasi tersebut.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut, pada umumnya pengembangan


aplikasi e-government yang telah dilakukan belum memperhatikan standar
proses dan format data, kepemilikan hak atas aplikasi, alih pengetahuan,

Bab V 67
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

dokumentasi dari semua aspek pengembangan, dan jaminan dukungan


teknis dari pengembang yang berkesinambungan. Akibatnya, seringkali
sistem aplikasi yang telah dikembangkan tidak dapat dioperasionalkan
secara berkelanjutan.

Walaupun pada tingkat sistem, telah disediakan panduan, tetapi


pada tingkat kelembagaan ternyata terhambat oleh kondisi struktur
kelembagaan yang kurang memadai, sehingga pengaplikasian panduan
oleh instansi pemerintah mengalami keterbatasan. Selain itu, kapasitas
individu dalam merencanakan, menganalisa, merancang, membangun,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi aplikasi e-government yang
masih lemah, juga berkontribusi besar dalam pengembangan kapasitas
aplikasi teknologi informasi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka alternatif solusi yang dapat
ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas aplikasi adalah :

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola TIK di


instansi pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya
membahas tentang pengembangan aplikasi e-government.
2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan portofolio
aplikasi e-government yang terpadu.
3. Menyelenggarakan pelatihan analis dan desain sistem aplikasi-
aplikasi e-government, untuk mencetak tenaga-tenaga analis
sistem (pranata komputer).

4. Menyelenggarakan pelatihan pemograman komputer agar mampu


mengkonstruksi aplikasi-aplikasi e-government, untuk mencetak
tenaga-tenaga programmer (pranata komputer).

5. Advokasi dalam implementasi aplikasi e-government di lingkungan


instansi pemerintah pusat dan daerah.

Bab V 68
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

5.5. KAPASITAS DATA ELEKTRONIK


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
data/informasi dalam kajian ini adalah melalui ketersediaan arsitektur
data/informasi elektronik yang saling terintegrasi.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi


pemerintah yang dikunjungi telah menyediakan data/informasi elektronik.
Bahkan beberapa instansi telah menyediakan layanan informasi baik
secara stand alone melalui warung masyarakat informasi (WARMASIF)
contohnya di Provinsi Kepulauan Riau, maupun yang on-line melalui situs
tertentu contohnya di Provinsi Kalimantan Timur.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut, data-data yang tersedia tersebut


ternyata belum terangkum dalam satu database yang terintegrasi.
Sehingga kadang-kadang terjadi perbedaan data antar database, yang
mengurangi kepercayaan dalam pengguna data elektronik. Kendala
tersebut disebabkan karena belum adanya standarisasi untuk berbagi data
antar unit kerja yang ditetapkan dalam bentuk pedoman atau panduan.

Selain itu, masalah pemutahiran data juga merupakan persoalan


yang dihadapi oleh instansi pemerintah dalam menyediakan data. Pada
umumnya, seiring dengan pengembangan aplikasi, instansi pemerintah
yang bersangkutan juga melatih beberapa pegawai untuk pemutahiran
data. Namun, seringkali pegawai yang bersangkutan dimutasikan ke unit
kerja lain, dan diganti dengan pegawai lain yang kompetensinya kurang
sesuai, sehingga pemutahiran data terhenti.

Secara tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas data/elektronik


yang memadai, telah disediakan Panduan Sistem Manajemen Dokumen
Elektronik. Namun, pada tingkat kelembagaan panduan tersebut belum
sepenuhnya diaplikasikan. Hal ini karena, pemahaman yang belum
memadai pada tingkat individu aparatur.

Dengan demikian, maka alternatif solusi yang dapat ditawarkan


untuk meningkatkan kapasitas data/informasi adalah :

Bab V 69
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola database di


masing-masing satuan kerja di instansi pemerintah pusat dan
daerah, yang diantaranya membahas tentang standarisasi dan
integrasi data.

2. Mengembangkan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah


nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di sebuah
negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi.

3. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan arsitektur


data yang terintegrasi.

4. Menyelenggarakan pelatihan dalam merancang dan membangun


database yang digunakan pada e-government, untuk mencetak
tenaga-tenaga analis sistem (pranata komputer).
5. Membentuk tim kerja pemutahiran data.

6. Menyelenggarakan pelatihan dalam mengoperasikan komputer,


untuk mencetak tenaga-tenaga operator (pranata komputer).

7. Advokasi dalam proses migrasi dari sistem database yang lama ke


sistem database yang terintegrasi.

5.6. KAPASITAS INFRASTRUKTUR JARINGAN


Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek
infrastruktur jaringan dalam kajian ini adalah melalui ketersediaan sarana
dan prasarana peralatan teknologi informasi yang berbasis jaringan.
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi
pemerintah yang dikunjungi telah menyediakan infrastruktur untuk e-
government. Contohnya :

1. Kabupaten Jembrana telah menyediakan Jaringan Intranet,


Jimbarwana Network/J-Net (yang menghubungkan seluruh
Desa/Kel, Kecamatan, kabupaten dan Sekolah dengan
menggunakan teknologi komunikasi radio paket), WIFI keseluruh
Wilayah Kabupaten, VOIP, dan Video Meeting.
Bab V 70
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

2. Provinsi Bali telah menyediakan Local Area Network dan Internet.


3. Provinsi Kepulauan Riau telah menyediakan Local Area Network
dan Wireless Local Area Network yang terkoneksi ke jaringan
internet.

4. Kota Gorontalo telah menyediakan layanan internet gratis di


perpustakaan bagi masyarakat, dan Local Area Network (LAN).

5. Provinsi Gorontalo telah menyediakan Intranet yang


menghubungkan 33 SKPD secara wireless menggunakan radio.

6. Provinsi Kaltim telah menyediakan Local Area Network (LAN) di


kawasan Kantor Gubernur dan Bappeda, dan Internet.

Dari 6 (enam) pemerintah daerah yang dikunjungi, hanya


Infrastruktur di Kabupaten Jembrana yang telah lebih menyeluruh, bukan
hanya ditujukan untuk kepentingan internal instansi, tetapi juga telah
menyediakan akses untuk masyarakat. Sedangkan pada instansi
Pemerintah Provinsi Bali, Kepulauan Riau dan Kaltim penyediaan
infrastruktur masih terbatas pada keperluan internal instansi. Lain halnya
yang ditemukan di Provinsi Gorontalo, walaupun sudah menyediakan
akses Internet untuk masyarakat, tetapi hanya bersifat lokal di area
tertentu. Dan di Kota Gorontalo, yang juga sudah menyediakan akses
gratis bagi masyarakat di Perpustakaan, tetapi infrastruktur untuk
meningkatkan kerjasama antar SKPD malah belum disediakan.

Permasalahan yang ditemukan terkait dengan kapasitas


infrastruktur adalah keterbatasan dana yang disediakan sehingga
membatasi dalam menyediakan infrastruktur, belum optimalnya dukungan
dari pimpinan sehingga koordinasi antar unit dalam pengembangan
infrastruktur kurang terpadu, jumlah operator/administrator yang belum
memadai sehingga pemeliharaan perangkat jaringan terbengkalai.

Secara tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas infrastruktur


yang memadai dalam mendukung e-government, telah disediakan
Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah. Namun, pada
tingkat kelembagaan, ketentuan-ketentuan dalam panduan tersebut belum
Bab V 71
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

sepenuhnya dijalankan oleh instansi pemerintah. Pendanaan yang belum


memadai, merupakan faktor utama yang membatasinya.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka pengembangan


kapasitas infrastruktur jaringan yang diperlukan agar teknologi informasi di
instansi pemerintah dapat bermanfaat dalam mempercepat upaya
reformasi birokrasi adalah:

1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola infrastruktur


di masing-masing satuan kerja di instansi pemerintah pusat dan
daerah.

2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan


infrastruktur yang andal dan dapat dipercaya.
3. Menyelenggarakan pelatihan dalam merancang infrastruktur yang
sesuai dalam mendukung e-government, untuk mencetak tenaga-
tenaga analis sistem (pranata komputer).

4. Menyelenggarakan pelatihan dalam penanganan masalah-masalah


komputer yang terjadi sehari-hari, untuk mencetak tenaga-tenaga
teknisi (pranata komputer).
5. Menetapkan tim kerja untuk operasional infrastruktur.

Bab V 72
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB VI
PENGEMBANGAN PORTAL

Upaya-upaya pengembangan kapasitas dapat berupa beberapa


kegiatan, diantaranya adalah forum komunikasi, bimbingan teknis,
advokasi, pendidikan dan pelatihan. Pada era sekarang ini, kegiatan-
kegiatan tersebut dapat didekati melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Salah satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas.
Portal tersebut merupakan sebuah media pembelajaran bagi siapa
saja, namun pengguna dapat dikelompokan sesuai dengan katagorinya.
Berdasarkan katagori tersebut, hak akses pengguna dibedakan sesuai
ketentuan yang ditetapkan.
Fasilitas yang disediakan dalam forum tersebut dapat berupa
artikel singkat (opini), dimana pengunjung lainnya dapat
mengomentarinya. Selain itu juga, berisi tentang daftar dokumen-
dokumen elektronik, daftar pelatihan, dll.

6.1. DESAIN DATA/INFORMASI


Secara umum, portal ini akan menampilkan halaman-halaman
informasi. Dimana halaman utama akan menampilkan judul (header),
menu, artikel, arsip, penghitung pengunjung (hit counter), search
informasi, login, dan link.
Menu terdiri dari Menu Atas, dan Menu Utama. Menu Atas
meliputi Halaman Muka, Download, Pelatihan, dan Kontak Kami. Menu
Utama terdiri dari Kategori Artikel : e-Leadership, SDM, Regulasi, Aplikasi,
Data/Informasi, dan Infrastruktur Jaringan.

Bab VI 73
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Gambar 6.1. Desain Halaman Utama

6.2. DESAIN PROSES


Masing-masing menu akan terdiri dari sub-sub halaman yang
berisi informasi-informasi tertentu, dengan karakteristik tertentu, sehingga
proses pembuatannyapun dapat berbeda-beda.
Dalam konsep desain sistem berbasis web dikenal beberapa tipe
dari halaman, seperti content, component, links, submits dan beberapa
tipe khusus (miscellaneous). Selain tipe, dalam proses pembuatan
halaman, juga perlu memperhatikan tipe akses. Ada tiga macam tipe
akses, yakni public (semua pengunjung), registered (hanya anggota), dan
special (orang-orang tertentu).
Pada portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, prosesnya mengikuti ketentuan
berikut :
- Halaman Muka, akan menayangkan berita-berita terbaru atau top
release, termasuk pengumuman-pengumuman. Sehingga tipe

Bab VI 74
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

yang sesuai adalah Component Frontpage. Informasi-informasi ini


dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses
oleh semua pengunjung (public).
- Download, akan menampilkan daftar peraturan-peraturan
perundangan, pedoman, laporan-laporan, dan buku-buku elektronik
yang terkait dengan e-government, serta materi-materi
pembelajaran dan aplikasi-aplikasi yang dapat diunduh (download)
dan digunakan secara bebas. Informasi-informasi ini dapat diisi
oleh orang-orang tertentu (special), dan hanya dapat diakses oleh
anggota (registered).
- Pelatihan, akan menayangkan jadwal-jadwal diklat, seminar,
workshop, dll. Yang terkait dengan pengembangan e-government.
Informasi-informasi ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu
(special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
- Kontak kami, akan memberikan informasi tentang pengelola portal.
Disini juga pengunjung (public) dapat mengirim pesan kepada
pengelola.
- Katagori Artikel, akan menampilkan daftar artikel-artikel yang
dikelompokan dalam beberapa aspek , yakni :
o Kepemimpinan, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan
peranan pemimpin dalam Pengembangan E-Government.
Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special),
dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
o Sumber Daya Manusia, meliputi : Artikel-artikel yang terkait
dengan peranan SDM dalam pengembangan e-government.
Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special),
dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
o Regulasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan
regulasi dalam pengembangan e-government. Artikel-artikel ini
dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat
diakses oleh semua pengunjung (public).

Bab VI 75
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

o Aplikasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan


arsitektur aplikasi dalam pengembangan e-government. Artikel-
artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan
dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
o Data/Informasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan
peranan manajemen data elektronik dalam pengembangan e-
government. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang
tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung
(public).
o Infrastruktur Jaringan, meliputi : Artikel-artikel yang terkait
dengan peranan infrastruktur jaringan dalam pengembangan e-
government. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang
tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung
(public).
- Search, akan menyediakan sarana untuk mencari informasi
tertentu. Sehingga tipe yang sesuai adalah Component Search.
Dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
- Links, akan menyediakan hubungan ke sumber-sumber informasi
lainnya. Sehingga tipe yang sesuai adalah Link-Url. Dan dapat
diakses oleh semua pengunjung (public).

6.3. KEBUTUHAN TEKNOLOGI


Teknologi informasi dan komunikasi secara umum meliputi 3
(tiga) komponen, yakni teknologi perangkat lunak, teknologi perangkat
keras, dan teknologi jaringan.
Teknologi perangkat lunak yang dibutuhkan meliputi program
untuk sistem operasi, webserver, aplikasi, database, dan webbrowser.
Program sistem operasi yang banyak digunakan oleh instansi pemerintah
pusat dan daerah ada dua macam, yakni Microsoft Windows dan Linux.
Dengan demikian webserver yang dapat digunakan adalah webserver
yang didukung oleh sistem operasi tersebut, seperti Apache dan IIS.

Bab VI 76
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

Bahasa pemograman berbasis web (script) yang dikuasai oleh Aparatur


(Tim yang nantinya akan mengelola sistem) adalah HTML dan PHP.
Sehingga bahasa pemograman yang digunakan akan menggunakan
kedua bahasa pemograman tersebut. Untuk program database, Aparatur
banyak menguasai MySQL dan Microsoft Access. Sehingga program
database yang digunakan akan menggunakan MySQL dan ODBC.
Teknologi perangkat keras yang dibutuhkan meliputi komputer
server yang berfungsi sebagai Web Server. Pada sisi pengguna (End-
User) dibutuhkan komputer yang dapat untuk mengakses Internet.
Sedangkan teknologi jaringan yang dibutuhkan adalah Internet, sehingga
untuk server perlu memiliki alamat domain, dan untuk end-user perlu
memiliki koneksi ke ISP (Internet Service Provider) dan telepon. Alamat
domain akan menggunakan domain sendiri dengan nama (www.e-
capacity-building.info ).

6.4. KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA


Portal ini akan beroperasi dengan baik, jika didukung oleh tim kerja
yang baik. Untuk itu dibutuhkan Sumber Daya Manusia dengan
kompetensi tertentu. Yang meliputi :
a. Team leader / Ketua Tim, yang memiliki fungsi dalam :
 Mengkoordinasi dan bertanggung jawab atas operasional sistem.
Dalam hal ini, sistem ditargetkan mampu beroperasi pada hari kerja,
dan jam kerja mulai jam 08.00 - 16.00.
 Menjadi penghubung antara tim dengan pihak pengguna.
 Bersama dengan anggota tim lainnya melaksanakan evaluasi dan
pengembangan lebih lanjut.
b. Administrator Aplikasi (1 orang), yang memiliki peran dalam:
 Bertanggung jawab terhadap operasional portal dari sisi perangkat
lunak aplikasi.
 Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, format
serta jenis data yang dibutuhkan, dikumpulkan dan ditayangkan.

Bab VI 77
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

 Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, dan


komponen piranti lunak dibutuhkan, serta pemeliharaannya.
 Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali kepada
ketua tim mengenai kondisi operasional portal.
c. Administrator Jaringan Komputer (1 orang), yang memiliki peran
dalam:
 Bertanggung jawab terhadap operasional server, sehingga portal
dapat beroperasi dengan baik.
 Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, dan
komponen piranti keras dibutuhkan, serta pemeliharaannya.
 Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali kepada
ketua tim mengenai kondisi operasional server dan jaringan.
d. Operator (1 orang) , yang memiliki peran dalam:
 Memasukan data ke dalam sistem.
 Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali
kepada ketua tim mengenai temuan-temuan terkait dalam
pemasukan data.

Bab VI 78
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

BAB VII
PENUTUP

7.1. KESIMPULAN

Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan, ditemukan beberapa


permasalahan yang membatasi dalam pemanfaatan teknologi informasi di
instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi
birokrasi. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi :

1. Belum tersedianya rencana pengembangan teknologi informasi di


beberapa Instansi. Sebagian instansi yang telah memiliki rencana,
juga belum dapat merealisasikannya dalam program/kegiatan yang
konkrit.

2. Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar


belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan
pemanfaatannya belum diberdayakan dengan baik sesuai
bidangnya.
3. Pada umumnya instansi pemerintah belum memiliki kebijakan,
pedoman, panduan, dan standarisasi yang memayungi kegiatan
pengembangan e-government tingkat instansi. Walaupun ada,
sifatnya masih parsial untuk aplikasi-aplikasi tertentu.

4. Beberapa instansi belum memiliki satuan kerja pengelola teknologi


informasi secara khusus. Sekalipun ada, tingkatannya belum
memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government
tingkat instansi.
5. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan belum saling terintegrasi.

6. Database yang telah dibangun belum terangkum dalam satu


struktur data yang terintegrasi, dan data yang tersedia kurang
akurat dan mutahir.

Bab VII 79
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

7. Sebagian besar instansi pemerintah telah memiliki infrastruktur


untuk e-government. Namun dalam rangka pemeliharaan,
terkendala oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian di bidang komputer dan jaringan.

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikurangi dan


dihilangkan melalui pengembangan kapasitas, baik pada tingkat sistem,
kelembagaan, maupun individu.

1. Pada tingkat sistem


 Penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta
cetak biru pengembangan e-government.
 Pengkajian kembali struktur organisasi satuan kerja pengelola
TIK di Instansi Pemerintah
 Pengembangan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah
nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di
sebuah negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi.
2. Pada tingkat kelembagaan
 Penetapan Chief Information Officer (CIO) dan pembentukan
Komite TIK.
 Pembentukan forum komunikasi dalam pengembangan e-
government antar pimpinan di instansi pemerintah.
 Pembentukan tim untuk pemutahiran data.
 Pembentukan tim kerja untuk operasional infrastruktur.
3. Pada tingkat individu
 Penyelenggaraan Bimbingan teknis dalam merencanakan,
merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi e-government.
 Penyelenggaraan Advokasi dalam proses implementasi e-
government.
 Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis TIK.

Bab VII 80
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk Percepatan Reformasi Birokrasi

7.2. SARAN/REKOMENDASI

Dalam rangka pengembangan kapasitas teknologi informasi,


sebuah upaya dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Salah satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas. Dimana
portal tersebut merupakan sebuah media pembelajaran, dan komunikasi
antar pengguna, pengelola, pemimpin e-government.

Sedangkan terkait tugas pokok dan fungsi Lembaga Administrasi


Negara (LAN) yang merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam
pembinaan/penyelenggaraan diklat aparatur diharapkan banyak berperan
dalam mengupayakan pengembangan kapasitas teknologi informasi ini,
khususnya pada kelompok pemimpin.

Upaya yang dapat dilakukan oleh LAN adalah :

1. Penyesuaian kurikulum pendidikan dan pelatihan pimpinan yang


dikembangkan oleh LAN, dengan memperhatikan standar-standar
kompetensi pimpinan di bidang TIK ini.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan, baik


yang berada di unit TIK maupun non TIK, agar masing-masing
pimpinan memiliki kompetensi yang standar dalam memanfaatkan
TIK untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi/pembangunan.
3. Advokasi kepada instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah
terkait dengan pengembangan SDM untuk mendukung
pengembangan e-government di instansi pemerintah pusat dan
daerah.

Bab VII 81
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Komunikasi dan Informasi, Blue Print Aplikasi E-


Government, 2004.
2. Departemen Komunikasi dan Informasi, Data Web Pemda, 2004

3. Departemen Komunikasi dan Informasi, Panduan Pelaksanaan Proyek,


dan Penganggaran E-Government, 2004.

4. Departemen Komunikasi dan Informasi, Panduan Standar Mutu,


Jangkauan Layanan dan Pengembangan Aplikasi, 2004.

5. Departemen Komunikasi dan Informasi, Rancangan Blue Print E-


Government, 2004.

6. Effendi, Taufiq, Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good


Governance,
http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=87,
diakses tanggal 17 Januari 2007
7. http://satjournal.tcom.ohiou.edu diakses tanggal 22 Januari 2008

8. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTCDRC/0,,con
tentMDK:20283658~menuPK:64169185~pagePK:64169212~piPK:64169
110~theSitePK:489952,00.html diakses tanggal 22 Januari 2008
9. http://www.capacity.undp.org diakses tanggal 21 Januari 2008

10. http://www.gtz.de/en/themen/uebergreifende-themen/911.htm diakses


tanggal 22 January 2008

11. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan e-Government

12. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Kerangka Kebijakan


Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di Indonesia

13. Kementrian Negara Komunikasi dan Informasi, Kerangka Konseptual


Sistem Informasi Nasional, 2002
14. Keputusan Menpan nomor 11 tahun 1969 tentang BAKOTAN

15. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor :


47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi
dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government.

16. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor :


56/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003 tentang Panduan Sistem Manajemen
Dokumen Elektronik.
17. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor :
55/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003 tentang Panduan Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah.

18. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor:


57/KEP/M.KOMINFO/12/2003 Tentang Panduan Rencana Induk
Pengembangan e-Government Lembaga.
19. Osborne, David, Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, LPPM, 1992

20. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan GTZ-Support for


Decentralization Measures/P4D, Pengembangan Kapasitas Pemerintah
Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, 2005

21. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor :


41/PER/MEN.KOMINFO/11/ 2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional.
22. Rancangan Undang-undang Administrasi Pemerintah, 2008

Anda mungkin juga menyukai