Anda di halaman 1dari 8

HOTS

( High Order of Thinking Skill )

Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Higher Order of Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya
membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan
kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan
kritis.

Pemberian materi Sains disesuaikan dengan hakikatnya yaitu sebagai produk,


proses, dan sikap ilmiah, sehingga diharapkan akan terbentuk juga sikap
ilmiah pada siswa. Penerapan beberapa model pembelajaran seperti
pembelajaran berbasis proyek (Project based learning), pembelajaran berbasis
masalah (Problem based learning), belajar penemuan (Discovery/
inquiry) menjadi peluang bagi guru untuk menerapkan kegiatan pembelajaran
pada level HOTS (Higher order thinking skill). Pada prakteknya, penerapan
pembelajaran HOTS bukan hal yang mudah dilaksanakan oleh guru. Disamping
guru harus benar-benar menguasai materi dan strategi pembelajaran, guru pun
dihadapkan pada tantangan dengan lingkungan dan intake siswa yang
diajarnya. Adapun karakteristik pembelajaran pada HOTS (Higher Order of
Thinking Skill) yaitu:

 Berfokus pada pertanyaan


 Menganalisis/menilai argumen dan data
 Mendefinisikan konsep
 Menentukan kesimpulan
 Menggunakan analisis logis
 Memproses dan menerapkan informasi
 Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah

Soal-soal HOTS (Higher Order of Thinking Skill) bukan berarti soal yang sulit,
redaksinya panjang dan berbelit-belit sehingga banyak membuang banyak
waktu membacanya dan sekaligus memusingkan siswa, tetapi soal tersebut
disusun secara proporsional dan sistematis untuk mengukur Indikator
Ketercapaian Kompetensi (IKK) secara efektif serta memiliki kedalaman materi
sehingga siswa pun terangsang untuk menjawab pertanyaan dengan baik.
HOTS (Higher Order of Thinking Skill) menunjukkan pemahaman terhadap
informasi dan bernalar (reasoning) bukan hanya sekedar mengingat informasi.
Guru tidak hanya menguji ingatan, sehingga kadang-kadang perlu untuk
menyediakan informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dan
siswa menunjukkan pemahaman terhadap gagasan, informasi dan
memanipulasi atau menggunakan informasi tersebut. Teknik kegiatan-kegiatan
lain yang dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan kreatif siswa
dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif. Berikut kata kerja
operasional yang dapat digunakan guru untuk membuat soal LOTS, MOTS dan
HOTS (Anderson,2001).

Tabel 1. Kata Kerja Operasional (Anderson, 2001)

Kata kerja: mengingat,


Mengetahui Mengingat kembali mendaftar, mengulang,
menirukan
LOTS
Kata kerja: menjelaskan,
Menjelaskan
Memahami mengklasifikasikan,
ide/konsep
menerima, melaporkan
Menggunakan Kata kerja: menggunakan,
Mengaplikasi informasi pada mendemonstrasikan,
domain berbeda mengilustrasikan
MOTS Kata kerja:
Menganalisis konsep membandingkan,
Menganalisis
dan ide memeriksa, mengkritisi,
menguji
Kata kerja: menilai,
Mengambil
Mengevaluasi memutuskan, memilih,
keputusan sendiri
mendukung
HOTS
Kata kerja: mengkonstruksi,
Mengkreasi
Mengkreasi mendesain, kreasi,
ide/gagasan sendiri
mengembangkan, menulis

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat


tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang
dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam
upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.

Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan
Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai
Higher Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi.
 Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran
yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
 Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat
diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam
belajar.
 Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki
atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
 Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran,
kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis
dan kreatif.

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah


satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam
menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,
menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental
yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk menggarisbawahi
berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom.

Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah


keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu
mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan
(applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan
berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing),
mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Model-Model Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill)

Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016


tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang
diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan
rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah :

 Model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry


Learning),
 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL),
 Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project- based Learning/PJBL).

Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016,


guru juga diperbolehkan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan
menggunakan model pembelajaran yang lain, seperti Cooperative Learning yang
mempunyai berbagai metode seperti: Jigsaw, Numbered Head Together (NHT),
Make a Match, Think-Pair-Share (TPS), Example notExample, Picture and
Picture, dan lainnya.

Model Discovery/Inquiry Learning

Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/inquiry Learning)


adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu
terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip.

Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,


penentuan dan inferensi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiriadalah the mental process of assimilating concepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Langkah kerja (sintak) model pembelajaran penyingkapan/penemuan adalah
sebagai berikut:

 Sintak model Discovery Learning


 Pemberian rangsangan (Stimulation);
 Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
 Pengumpulan data (Data Collection);
 Pengolahan data (Data Processing);
 Pembuktian (Verification), dan
 Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
Langkah-langkah Model Discovery/Inquiry Learning
Model Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang


menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu
maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan
sehingga bermakna, relevan,dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000).

Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan


konsep- konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep
Higher Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan
belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).

Karakteristik yang tercakup dalam PBL menurut Tan (dalam Amir, 2009) antara
lain:

 Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran;


 Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang (ill-structured);
 Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple-perspective);
 Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru;
 Sangat mengutamakan belajar mandiri;
 Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu
sumber saja, dan
 Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Karakteristik ini
menuntut peserta didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi, terutama kemampuan pemecahan masalah.

Pada PBL guru berperan sebagai guide on the side daripada sage on the stage.
Hal ini menegaskan pentingnya bantuan belajar pada tahap awal pembelajaran.
Peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun yang belum
berdasarkan informasi dari buku teks atau sumber informasi lainnya. Sintak
model Problem-based Learning menurut Arends (2012) sebagai berikut:

 Orientasi peserta didik pada masalah


 Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Berdasarkan sintaks tersebut, langkah-langkah pembelajaran berbasis
masalah yang bisa dirancang oleh guru adalah sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai