Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

Disusun Oleh : Kelompok 1 Keperawatan Reg A (Semester V)


1. Ade Aryanto
2. Agis Cahyadi
3. Fahriza Rizqullah
4. Khaerul Ikbal B
5. Leli Nurlaeli
6. Lena Meldiana
7. Mega Utami
8. MilasariDewi
9. NS. Anggie F.L
10. Resa Noviani
11. Teguh Subagja

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena atas berkat limpahan rahmat,
karunia-Nya dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Manajemen Nyeri Pada Pasien Kanker
Payudara”. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan
paliatif, makalah ini juga disusun dengan maksud agar teman-teman mahasiswa dapat memperluas ilmu dan
pengetahuan tentang Keperawatan menjelang ajal dan paliatif.
Pembahasan makalah ini dilakukan secara lugas dan sederhana sehingga akan mudah dipahami,
dalam pembuatannya kami mendapatkan informasi dari berbagai literature, yang berhubungan dan sesuai
dengan apa yang sudah disarankan demi untuk memperoleh hasil yang optimal walaupun masih banyak
kekurangan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya teman-teman mahasiswa,
Terimakasih.

Kuningan, Desember 2019


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kanker Payudara merupakan penyakit yang paling umum diderita kaum wanita, wanita mampu
bertahan hidup bertahun-tahun dengan mengidap kanker payudara, tetapi, jika kanker ditemukan pada
stadium lanjut peyakit ini sulit untuk disembuhkan dan dapat menyebabkan kematian. Payudara merupakan
organ kehidupan bagi perempuan, dengan mempunyai berbagai fungsi yang penting bagi tubuh, oleh
karena itu, payudara harus dijaga dengan benar kesehatannya. Nyeri akan timbul saat kanker sudah
bermeta stase dan membesar pada stadium lanjut. Nyeri dapat ditangani dengan berbagai cara, mulai dari
tehnik relaksasi nafas dalam, tehnik distraksi visual, distraksi pendengaran degan menggunakan terapi
music
Kanker payudara merupakan kejadian yang paling sering ditemukan terutama di Negara berkembang
seperti Indonesia. Angka kejadian penderita kanker payudara meningkat tiap tahunnya pada Negara
berkembang seperti Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh May pada September
-April 2012 didapat proporsi penderita kanker payudara rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan pada tahun
2006 terdapat 74 penderita kanker payudara (19,53%), tahun 2007 terdapat 100 penderita kanker payudara
(26,38%), tahun 2008 terdapat 99 penderita kanker payudara (26,12%), tahun 2009 terdapat 50 penderita
kanker payudara (13,19%), dan tahun 2010 terdapat 56 penderita kanker payudara (14,78%).
Pasien kanker payudara mengalami nyeri akibat dari kemoterapi, tindakan medis, ataupun dikarenakan
oleh proses metastasis kanker. Nyeri yang dirasakan pada payudara biasanya terasa seperti denyutan,
akan semakin terasa apabila pasien mempunyai aktifitas berat atau stress.
Manajemen nyeri meliputi manajemen nyeri farmakologis dan manajemen nyeri nonfarmakologis.
Manajemen nyeri farmakologis berupa pemberian Analgesik, Anastesi Lokal dan Regional, dan Analgesia
Epidural (merupakan suatu bentuk anastesi lokalyang efektif untuk menangani nyeri pasca operasi akut,
nyeri persalinan, dan nyeri kronik ). Manajemen nyeri nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku kognitif
dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien
tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agen-agen
fisik meliputi relaksasi dan teknik imajinasi yang bertujuan memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi
fisik, mengubah respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi (Potter dan
Perry, 2005).
Distraksi yaitu memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Seseorang yang
memberikan sedikit perhatian terhadap nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap
nyeri (Brunner & Suddarth, 1996). Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan
nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti
menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung , mengurangi kecemasan dan depresi , dan
menghilangkan nyeri (Guzetta, 1989 dalam Potter dan Perry, 2005)
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Dengan diadakannya masalah dan pembahasan ini semoga mahasiswa S1 Keperawatan
dapat memahami dan menerapkan manajemen nyeri pada pasien kanker payudara dalam dunia
keperawatan. Dan juga mahasiswa mampu menjelaskan manajemen nyeri yang efektif pada pasien
kanker payudara.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami manajemen nyeri pada pasien kanker payudara
2. Mengetahui dan memahami konsep penyakit kanker payudara
3. Mengetahui dan memahami manajemen nyeri pada pasien kanker payudara Dengan
menggunakan tehnik distraksi terapi Musik

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana manajemen nyeri pada pasien kanker payudara?
2. Bagaimana konsep penyakit kanker payudara
3. Bagaimana manajemen nyeri pada pasien kanker payudara dengan menggunakan tekhnik
distraksi terapi musik?
1.4 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-
buku sumber untuk memperoleh bahan-bahan ilmiah yang berhubungan dengan penulisan makalah, dan
mengambil bahan dari internet berupa jurnal keperawatan. Adapun sistematika penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
 Bab I. Pendahuluan
 Bab II Tinjauan teoritis
 Bab III Pembahasan Jurnal
 BAB IV Penutup
 Daftar Pustaka
1.3 Manfaat Penulisan
1. Penulis memperoleh suatu gambaran tentang Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker Payudara
2. Penulis memperoleh pengetahuan secara luas
3. Sebagai bahan evaluasi.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Nyeri


Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui
bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Dari definisi dan
konsep nyeri di atas dapat di tarik dua kesimpulan. Yang pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi
yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata.
Jadi nyeri terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Yang kedua,
perasaan yang sama juga dapat timbul tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri dapat
terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception).
2.2 Respon Fisiologis Terhadap Nyeri
1. Stimulasi Simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d. Peningkatan nilai gula darah
e. Diaphoresis
f. Peningkatan kekuatan otot
g. Dilatasi pupil
h. Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan HR dan BP
d. Nafas cepat dan irreguler
e. Nausea dan vomitus
f. Kelelahan dan keletihan
2.3 Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup :
a. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)Ekspresi wajah (Meringis,
Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
b. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
c. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
2.4 Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada
anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon
nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita
boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya
seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.
Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama
timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri
tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping
yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
2.5 Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri menurut smeltzer & bare (2002) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan durasi yaitu :
1. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitanya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik. Nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari
6 bulan dan biasanya kurang dari 1 bulan. Untuk tujuan definisi nyeri akut dapat dijelaskan
sebagai nyeri berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bulan
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiter yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dengan tepat dan sering sulit diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyembuhan. Nyeri kronik sering di
identifikasikan sebagai nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih, meskipun dapat
berubah antara akut dan kronik.
Sementara Price dan Wilson (2006), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumber antara lain :
1. Nyeri Somatik superficial (kulit)
Nyeri kulit berasal dari struktur – struktur superficial kulit dan jaringan subkutis. Stimulus yang
efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau
listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis
atau seperti terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri
menjadi berdenyut.
2. Nyeri Somatik dalam
Nyeri somatic dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang,sendi
dan arteri. Struktur-strukur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit
dan cenderung menyebar ke daerah sekitar.
3. Nyeri Viseral
Nyeri Viseral mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri visceral
lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatic dan terletak di dinding otot polos organ-
organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visceral adalah peregangan atau
distensi abdominal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.
4. Nyeri Alih
Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah ditubuh tetapi dirasakan
terletak didaerah lain. Nyeri alih sering dialihkan kedermatom (daerah kulit) yang dipersyarafi oleh
segmen medulla spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut berasal dari masa
mudigah, tidak hams ditempat orang tersebut berada pada masa dewasa
5. Nyeri Neuropati
Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan demi system syaraf tepi
(SST) ke system syaraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi di
SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik
sering memiliki kualitas seperti terbakar, perih, atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri
Neuropatik menderita akibat instabilitas system syaraf otonom (SSO). Dengan demikian, nyeri
sering bertambah parah oleh stress emosi atau fisik (dingin,kelelahan) dan mereda oleh relaksasi.
2.6 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik)
4-6 : Nyeri sedang (Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik)
7-9 : Nyeri berat (Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi)
10 : Nyeri sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul).

2.7 Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST


P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri…? Apakah karena terkena ruda paksa / benturan..? Akibat
penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti
tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke daerah lain /
area penyebarannya..?
S : Skala Seviritas
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS ( Baca : Cara Mengukur GCS (Glasgow’s Coma Scale) )
untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan nyeri tersebut
dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau bertahap..? Acut atau Kronis..?
2.8 Definisi Kanker Payudara
Payudara adalah salah satu daripada ciri-ciri seks sekunder yang mempunyai arti penting bagi wanita,
tidak saja sebagai salah satu identitas bahwa ia seorang wanita, melainkan mempunyai nilai tersendiri baik
dari segi biologik, psikologik, psikoseksual maupun psikososial (Dadang Hawari, 2004: 77).
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus-
menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kanker
terjadi karena timbul dan berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstrutif),
dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Pertumbuhan sel-sel kanker akan
menyebabkan jaringan menjadi besar dan disebut sebagai tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai
untuk semua bentuk pembengkakan atau benjolan dalam tubuh. Sel-sel kanker yang tumbuh cepat dan
menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penjalarannya ke jaringan lain disebut
sebagai metastasis. Kanker mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Ada yang tumbuh secara cepat,
ada yang tumbuh tidak terlalu cepat, seperti kanker payudara.
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas berasal dari
parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International
Classification of Diseases (ICD) dengan nomor kode 174. Kanker ini mulai tumbuh di dalam jaringan
payudara, jaringan payudara terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu) saluran kelenjar (saluran
air susu) dan jaringan penunjang payudara.
Price (2005) mendefinisikan kanker payudara adalah kanker yang sering terjadi pada kaum wanita
(diluar kanker kulit). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi
duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hiperplasi yang kemudian berlanjut menjadi
karsinoma in situ dan menginvasi stroma.
Sedangkan menurut Ramli (1995) kanker payudara adalah neoplasma ganas, suatu pertumbuhan
jaringan payudara yang abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan
destruktif dan dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh progresif dan relatif cepat membesar. Kanker
payudara merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada wanita, kanker payudara terjadi
karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sehingga sel itu tumbuh
dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan.Sel-sel kanker payudara ini dapat menyebar melalui aliran
darah ke seluruh tubuh.
2.9 Prevalensi Kanker Payudara
World Health Organitation (WHO) memperkirakan lebih dari 1,2 juta orang terdiagnosis menderita
kanker payudara pada tahun 2005. Di Amerika Serikat kanker payudara menduduki prioritas utama,
insidennya meningkat sampai 54% dalam 40 tahun (Smeltzer & Bare, 2002). Di Kanada tahun 2005,
berdasarkan laporan Canadian Cancer Society penderita kanker payudara diperkirakan mencapai
21.600 wanita dan 5.300 orang akan meninggal dunia.
Di Indonesia belum ada data statistik yang menggambarkan penderita kanker payudara. Sebuah
perhitungan statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan
Australia oleh Kusminarto (2005) menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di
Indonesia tahun 2005 sebesar 876.665 orang. Problem kanker payudara menjadi lebih besar lagi
karena lebih dari 70% penderita datang ke dokter pada stadium yang sudah lanjut, hal ini berbeda
dengan di negara maju, di Jepang misalnya kanker payudara stadium lanjut hanya ditemukan sebanyak
13% saja (Soetjipto, 2006).
Menurut prevalensi data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007 kejadian kanker payudara
sebanyak 8.227 kasus atau 16,5%. Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di
Indonesia (16,85%). Kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan
angka kejadian 26 per 100.000 perempuan.
Berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berasal dari rumah
sakit dan puskesmas tahun 2006 di propinsi Jawa Tengah, kasus penyakit kanker yang ditemukan
sebanyak 22.857 kasus (7,13 per 1000 penduduk).
Menurut survey sentinel dari Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menemukan kanker payudara menempati urutan pertama,
disusul kanker genitalia interna perempuan, kanker serviks dan kanker kulit.
2.10 Etiologi Kanker Payudara
Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel payudara.Organ-organ dan kelenjar
dalam tubuh (termasuk payudara) terdiri dari jaringan yang berisi sel-sel. Umumnya pertumbuhan sel
normal mengalami pemisahan dan mati ketika sel menua sehingga dapat digantikan sel-sel baru. Tetapi
ketika sel-sel lama tidak mati dan sel-sel baru terus tumbuh, jumlah sel-sel yang berlebihan bisa
berkembang tidak terkendali sehingga membentuk tumor (Anonim, 2008). Menurut Smettzer & Bare (2002)
tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian faktor genetik,
hormonal, dan kemungkinan kejadian penunjang dapat menyebabkan kanker ini. Bukti yang terus
bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang
menyebabkan perubahan genetik masih belum diketahui. Menurut Underwood (1999) mekanisme etiologi
kanker payudara adalah :
a. Hormon
Hubungan antara resiko kanker payudara dengan menarche, menopause dan umur kehamilan
yang pertama kali menunjukkan bahwa hormon diduga mempunyai peranan terhadap
timbulnya kanker payudara. Tapi lebih berperan sebagai promoter dibandingkan sebagai
inisiator.
Aktifitas estrogen tampak penting, dengan pemberian estrogen dan kekurangan progesterone
merupakan faktor yang bermakna. Menarche awal dan mundurnya menopause akan
menyebabkan banyaknya jumlah siklus haid dan penutupan estrogen yang berulang-ulang
mempunyai efek rangsangan terhadap epitel mammae. Pengaruh yang menguntungkan dari
kehamilan aterm yang pertama kali mungkin diakibatkan kadar progesterone yang meningkat
atau prolaktin yang melindungi epitel mammae terhadap pengaruh esterogen yang kurun
waktu lama. Resiko yang berhubungan dengan obesitas berhubungan dengan kemampuan sel
lemak mensintesis esterogen atau perubahan kadar hormone sex yang mengikat protein.
b. Kontrasepsi oral
Pil dengan esterogen dosis tinggi berhubungan dengan meningkatnya resiko kanker
endometrium dan mungkin juga dengan kanker payudara.
c. Reseptor hormon
Hormon mempunyai efek pada sel hanya setelah terjadinya interaksi dengan reseptor spesifik
pada sel sasaran, steroid sex, esterogen berinteraksi dengan reseptor inti. Selanjutnya
interaksi dengan DNA menimbulkan pembentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
diferensiasi dan poliferasi prolaktin dan polipeptida lainnya berinteraksi dengan permukaan sel,
hanya terbentuk bila terdapat reseptor estrogen yang terdapat pada 35% kasus tumor.
2.11 Faktor Resiko Kanker Payudara
Berdasarkan hasil penelitian secara case control tentang Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh
terhadap Kejadian Kanker Payudara Wanita yang dilakukan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang oleh
Rini Indrati, Henry Setyawan S, dan Djoko Handojo pada bulan September 2004 sampai dengan Februari
2005 kepada wanita yang baru didiagnosa kanker payudara primer yang menjadi kasus dalam penelitian
ini, dapat diketahui bahwa :
1. Umur
kanker payudara terbanyak ditemukan pada golongan umur 40 – 49 tahun (36,5%), kemudian pada
golongan umur 50 – 59 tahun (30,8%). Umur sangat penting sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap kanker payudara. Kejadian kanker payudara akan meningkat cepat pada usia reproduktif,
kemudian setelah itu meningkat dengan kecepatan yang lebih rendah. Sebagian besar kasus
ditemukan pada stadium III (46,2%). Tingginya proporsi pada stadium III disebabkan karena
keterlambatan penderita dalam mencari pengobatan.
2. Tumor jinak pada payudara
Pada penilitian ini menunjukkan bahwa riwayat tumor jinak pada payudara secara signifikan dapat
meningkatkan resiko kanker payudara. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa wanita yang
menderita atau pernah menderita kelainan proliferatif memiliki peningkatan risiko untuk mengalami
kanker payudara. Wanita yang telah melakukan biopsi kelainan payudara proliferatif akan
meningkatkan risiko terkena kanker payudara dalam rentang 1,5 – 2,0 kali untuk hyperplasia, 4 – 5
kali untuk hyperplasia atypicall. Peningkatan risiko untuk terkena kanker payudara pada wanita
dengan riwayat tumor jinak berhubungan dengan adanya proses proliferasi yang berlebihan. Proses
proliferasi jaringan payudara yang berlebihan tanpa adanya pengendalian kematian sel yang
terprogram oleh proses apoptosis mengakibatkan timbulnya keganasan karena tidak adanya
kemampuan untuk mendeteksi kerusakan pada DNA.
3. Aktifitas fisik
Dengan aktifitas fisik atau berolahraga yang cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara kalori
yang masuk dan kalori yang keluar. Aktifitas fisik / berolahraga yang cukup akan mengurangi risiko
kanker payudara tetapi tidak ada mekanisme secara biologik yang jelas sehingga. Olahraga
dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua kadar hormon yang berpengaruh
terhadap kanker payudara dan akan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Aktifitas fisik atau
berolahraga yang cukup akan berpengaruh terhadap penurunan sirkulasi hormonal sehingga
menurunkan proses proliferasi dan dapat mencegah kejadian kanker payudara. Wanita yang
melakukan olahraga pada waktu yang lama akan menurunkan risiko kanker payudara sebesar 37%.
Studi prospektif pada wanita umur 30 - 55 tahun yang diikuti selama 16 tahun dilaporkan mereka yang
berolahraga sedang dan keras ≥ 7 jam/minggu memiliki risiko yang lebih rendah terkena kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang berolahraga hanya 1 jam/minggu. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa lama berolahraga < 4 jam/minggu signifikan meningkatkan risiko kanker
payudara.
4. Pola Konsumsi Makanan Berlemak
Beberapa Case control study menunjukkan bahwa pola diet makanan berlemak dengan frekuensi
yang tinggi akan dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara serta penelitian beberapa
penelitian yang lainnya. Pada diet lemak yang tinggi akan meningkatkan produksi estrogen karena
meningkatnya pembentukan jaringan adipose. Peningkatan konsentrasi estrogen dalam darah akan
meningkatkan risiko terkena kanker payudara karena efek proliferasi dari estrogen pada duktus
ephitelium payudara. Pada percobaan binatang didapatkan bukti adanya suatu proses
berkembangbiaknya sel yang lebih cepat akibat diet lemak tinggi dari tahap promosi ke tahap
progresi. Hubungan pengaruh frekuensi mengkonsumsi makanan berlemak ini didukung oleh studi
perpindahan penduduk (migrasi) dari wilayah dengan diet lemak rendah ke wilayah dengan diet lemak
tingggi. Wanita Jepang atau Eropa Timur yang bermigrasi ke Amerika atau ke Australia memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara, sama peluangnya dengan wanita penduduk
setempat pada generasi yang sama. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa frekuensi tinggi
mengkonsumsi makanan berlemak signifikan meningkatkan risiko kanker payudara.
5. Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga
Kanker payudara merupakan penyakit kanker familial (Sindroma Li Fraumeni / LFS). Tujuh puluh lima
persen dari sindroma tersebut disebabkan adanya mutasi pada gen p53. Gen p53 merupakan gen
penekan tumor (suppressor gene). mutasi pada gen p53 menyebabkan fungsi sebagai gen penekan
tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya
batas kendali. Seseorang akan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar bila pada anggota
keluarganya ada yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium. Riwayat kanker payudara
pada keluarga pada penelitian ini juga secara signifikan meningkatkan risiko kanker payudara.
6. Lama Menyusui
Kebiasaan menyusui berhubungan dengan siklus hormonal. Segera setelah proses melahirkan kadar
hormon estrogen dan hormon progesteron yang tinggi selama masa kehamilan akan menurun dengan
tajam. Kadar hormon estrogen dan hormon progesteron akan tetap rendah selama masa menyusui.
Menurunnya kadar hormon estrogen dan hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan
mengurangi pengaruh hormon tersebut terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan
payudara. Terdapat hubungan dose-response antara lama menyusui dengan kanker payudara,
signifikan berdasar uji X2 linier for trends
7. Lama Menggunakan Kontrasepsi Oral
Lama pemakian kontrasepsi oral dengan kenaikan risiko kanker payudara menunjukkan adanya
hubungan dose-response berdasar uji X2 linier for trends. Kandungan estrogen dan progesteron pada
kontrasepsi oral akan memberikan efek proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara.
Berlebihnya proliferasi bila diikuti dengan hilangnya kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan
kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara berproliferasi
secara terus menerus tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi kematian sel yang terprogram
(apoptosis) ini akan menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat adanya
kerusakan pada DNA, sehingga sel-sel abnormal akan berproliferasi secara terus menerus tanpa
dapat dikendalikan.
8. Umur Janin pada Saat Aborsi
Peningkatan risiko terkena kanker payudara dengan umur janin pada saat aborsi signifikan
berdasarkan uji X2 linier for trends. Selama masa kehamilan plasenta akan memproduksi hormon
estrogen dan progesteron. Produksi hormon estrogen dan progesteron oleh plasenta akan semakin
meningkat sampai akhir masa kehamilan. Walaupun sekresi hormon estrogen oleh plasenta berbeda
dari sekresi ovarium (hampir semua hormon estrogen yang dihasilkan plasenta selama masa
kehamilan adalah estriol, suatu estrogen yang relatif lemah), tetapi aktivitas estrogenik total akan
meningkat kira-kira 100 kali selama kehamilan. Tingginya kadar hormon estrogen berpengaruh pada
proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara. Pengaruh umur janin pada saat aborsi
terhadap kanker payudara selaras dengan beberapa penelitian lainya.
9. Riwayat Kanker Payudara dan Kanker Ovarium
Riwayat kanker payudara pada responden meningkatkan risiko dengan perkiraan OR = 5,2 (p =
0,048) dan riwayat kanker ovarium sebelumnya dengan perkiraan OR = 12,16 (p = 0,028) berdasar uji
Fisher’s Exact Test. Wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya kemungkinan besar akan
mendapatkan kanker payudara pada sisi yang lain, hal ini terjadi karena payudara merupakan organ
berpasangan yang dilihat dari suatu sistem dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama. Wanita yang
memiliki riwayat pernah menderita kanker ovarium kemungkinan akan terkena kanker payudara.
Wanita dengan kanker payudara menunjukkan hiperplasi korteks ovarium. Terdapat hubungan positif
antara kanker payudara dan kanker ovarium, keduanya dianggap terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan hormon estrogen. Peningkatan risiko terkena kanker payudara pada wanita yang
pernah menderita kanker ovarium diduga berhubungan dengan pengaruh peningkatan hormon
estrogen, dan wanita yang menderita atau pernah menderita kelainan proliferatif memiliki peningkatan
risiko untuk mengalami kanker payudara.
10. Pola konsumsi Makanan Berserat
Frekuensi tinggi seseorang untuk mengkonsumsi makanan sumber serat merupakan faktor protektif
terhadap kejadian kanker payudara. Tidak signifikannya pengaruh frekuensi konsumsi makanan
sumber serat dikarenakan proporsi yang hampir sama antara kelompok kasus dengan kelompok
kontrol. Diet makanan berserat berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas
hormon seksual dalam plasma, tingginya kadar sex hormone-binding globulin (SHBG), serta akan
berpengaruh terhadap mekanisme kerja punurunan hormon estradiol dan testosteron. Penurunan
hormon tersebut kemungkinan berhubungan dengan risiko kanker yang dipengaruhi oleh hormon
termasuk kanker payudara. Penurunan hormon estradiol akan berakibat pada menurunnya kecepatan
proses proliferasi yang dapat mencegah terjadinya kanker payudara. Mekanisme pencegahan dengan
diet makanan berserat kemungkinnan terjadi akibat dari waktu transit dari makanan yang dicernakan
cukup lama diusus sehingga akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik didalam inti
sel. Pada sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifaktor dimana didalamnya dijumpai bahan
atau substansi anti karsinogen seperti karotenoid, selenium dan tocopherol yang dapat mengurangi
pengaruh bahan-bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan
berkembangnya sel-sel abnormal.

2.12 Etiologi Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara


Nyeri merupakan hal yang umum pada wanita yang menderita kanker payudara terutama jika kanke
tersebut telah metastasis, hal tersebut dialami oleh lebih dari 50 % penderita kanker. Salah satu penyebab
yang paling sering adalah kerusakan jaringan. Namun, tingkat kerusakan jaringan tidak dapat
menggambarkan rasa nyeri yang dialami oleh penderita kanker, hal tersebut sangan berbeda dengan rasa
nyeri pada pasien dengan postherpetik maupun sefalgia, ketiga penyakit tersebut memiliki intensitas nyeri
yang berbeda.
Nyeri berkaitan dengan sensasi somatik maupun psikis, dan sensasi nyeri yang dirasakan seseorang
berhubungan dengan bagaimana kemampuan seseorang untuk mengontrol nyeri dan mengetahui
penyebab nyeri tersebut. Pasien akan merasakan nyeri yang lebih sering jika disertai dengan beberapa
gejala lain seperti kelelahan, kecemasan, gangguan tidur, depresi, rasa takut, kemarahan dan
ketidakpastian. Semua hal tersebut harus ditangani untuk memberikan penanganan nyeri yang
komprehensif pada penderita kanker payudara.
Terlepas dari penyebabnya, nyeri dapat ditangani dan dikurangi untuk menghindari toleransi akibat efek
samping obat. Petunjuk ini bertujuan membantu dokter untuk mengatur obat yang digunakan dalam
penanganan nyeri sehingga efek samping yang didapatkan minimum.
Tumor dapat menyebabkan nyeri baik oleh rangsangan saraf yang merespon tekanan mekanis mauun
melalui rangsangan kimia. Berbagai bahan kimia yang sensitif terhadap ujung saraf dihasilkan oleh tumor
seperti prostaglandin, sitokin, leukotrin, histamin, dan bradykinin. Selain itu, neurotransmitter penting dalam
sumsum tulang tulang belakang seperti sel-sel eksitator dan zat penghambat peptida seperti endorfin.5
Patofisiologi nyeri diawali dengan pengeluaran mediator-mediator inflamasi, seperti bradikinin,
prostaglandin (PGE2 dan PGEa), histamin, serotonin, dan substansi P yang akan merangsang ujung-ujung
saraf bebas. Stimulus ini akan diubah menjadi impuls listrik yang dihantarkan melalui saraf menuju ke
sistem saraf pusat. Adanya impuls nyeri akan menyebabkan keluarnya endorfin yang akan berikatan
dengan reseptor m, d, dan k di sistem saraf pusat. Terikatnya endorfin pada reseptor tersebut akan
menyebabkan hambatan pengeluaran mediator di perifer, sehingga akan menghambat penghantaran impuls
nyeri ke otak.
Pada keganasan, nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor disebut nyeri nosiseptif; sedangkan
nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan pada sistem saraf disebut nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi
akibat kerusakan jaringan yang potensial yang dapat disebabkan oleh penekanan langsung tumor, trauma,
inflamasi, atau infiltrasi ke jaringan yang sehat dan dapat berupa nyeri somatik maupun viseral. Nyeri
somatik terjadi akibat terkenanya struktur tulang dan otot, bersifat tajam, berdenyut, serta terlokalisasi
dengan jelas. Nyeri viseral adalah nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh penarikan, distensi, atau inflamasi
pada organ dalam toraks dan abdomen. Nyeri viseral bersifat difus, tidak teralokalisasi, dan dideskripsikan
sebagai tegang atau kejang disertai rasa mual dan muntah.
Nyeri neuropatik sering dijumpai pada pasien keganasan dan umumnya sulit untuk ditangani. Nyeri
neuropatik dapat terjadi akibat kompresi saraf oleh masa tumor, trauma saraf pada prosedur diagnostik atau
pembedahan, serta cedera sistem saraf akibat efek samping kemoterapi atau radioterapi. Adanya gangguan
pada sistem saraf akan menyebabkan lepasnya muatan spontan dan paroksismal pada sistem saraf perifer
dan pusat atau menyebabkan hilangnya modulasi inhibitor pusat. Karakteristik nyeri neuropatik adalah
hiperalgesia (respon berlebihan terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri) dan alodinia (nyeri yang
disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri).6
Beberapa penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yaitu :
1. Posmastektomi
Diantara 10-30% pasien akan merasakan nyeri setelah mastektomi terutama mastektomi total.
Sindrom postmastektomi terjadi karena cedera pada nervus intercostobrachialis percabangan Th
1-2 pada saat proses operasi. Selain itu nyeri dan parestesia akan dirasakan pada daerah
distribusi saraf. Biasanya nyeri dirasakan segera setelah operasi atau akan muncul nyeri 30
sampai 60 hari posoperasi. Pasien akan merasakan nyeri pada daerah dada seperti rasa terbakar,
nyeri pada daerak aksila, nyeri pada kulit yang teriritasi oleh pakaian, serta nyeri pada daerah
lengan yang diperparah oleh gerakan. Selain itu nyeri juga dapat disebabkan karena kerusakan
pada saraf perifer.
2. Brachial plexopathy
Brachial plexopathy disebabkan oleh metastasi dari kanker yang menimbulkan gejala nyeri pada
daerah distribusi pada plexus brachialis. Pasien dengan brachial plexopathy akan mengeluhkan
rasa sakit di bahu, menjalar ke siku, sisi medial lengan bawah, jari ke 4 dan ke 5. Nyeri yang
dirasakan disebabkan oleh kerusakan saraf. Keluhan nyeri biasanya disertai dengan kelemahan
otot, atrofi otot, dan kadang-kadang menimbulkan sympathetic reflex dystrophy.
3. Metastasis kanker
Penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yang paling sering disebabkan oleh metastasis ke
tulang. Nyeri ditimbulkan oleh karena pertumbuhan kanker yang menekan saraf, reaksi inflamasi
yang ditimbulkan oleh reaksi prostaglandin, dan aktivitas osteoklast. Metastasis ke tulang
biasanya pada vertebra, costa, tulang panggul, femur, humerus dan tulang tengkorak. Metastasis
yang tak terkendali dapat menyebabkan hiperkalsemia, fraktur, quadriplegia, paraplegia, yang
disebabkan karena tekanan pada tulang belakang yang disebabkan invasi sel-sel kanker pada
epidural.
2.13 Manajemen Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara
Beberapa prinsip penanganan nyeri pada kanker payudara yaitu :
1) Sasaran utama manajemen nyeri kanker adalah mengidentifikasi penyebab dan melakukan
pengobatan yang sesuai.
2) Misalnya jika nyeri disebabkan oleh metastase kanker maka pada kanker payudara radioterapi
dapat efektif dalam pengobatan metastasis di tulang dan menghilangkan nyeri pada lebih dari 50
persen dari pasien penderita kanker.
3) Prioritas pertama dari pengobatan adalah untuk mengendalikan nyeri dengan cepat, sebagaimana
yang dirasakan oleh pasien. Prioritas kedua adalah untuk mencegah terulangnya rasa sakit.
Aturan penggunaan obat analgesik harus didasarkan pada jadwal yang teratur dengan dosis
tambahan bila diperlukan. Kontrol nyeri yang cepat dan tepat sangat penting karena nyeri kronis
dapat menyebabkan perubahan pesan immpuls pada pada sistem saraf pusat. Keseimbangan
antara neurotransmitter excitatory dan inhibitory berkaitan dengan reseptor yang mengalami
sensasi yang buruk. Dengan demikian, seorang pasien bisa tidak terbiasa dengan rasa sakit. Oleh
karena itu, menggunakan terapi antikanker atau analgesik merupakan suatu pendekatan
pencegahan adalah yang penting. Hal ini lebih baik jika dengan dosis dan jadwal rutin atau
dengan penambahan dosis untuk nyeri bila perlu, dibandingkan dengan memberikan analgesik
hanya ketika rasa sakit berulang.
4) Ketika terapi obat-obatan diperlukan, WHO menganjurkan penggunaan analgesik. Obat analgesik
dapat dibagi menjadi 3 kelompok : nonopioid, opioid dan adjuvant. Metode sederhana yang efektif
dalam menggunakan analgesik yang dikembangkan oleh kelompok pakar dan diadakan
kesepakatan dengan organisasi kesehatan dunia.
1. Terapi farmakologis
a. Tahap 1 : tingkat rasa sakit ringan sampai sedang membutuhkan penggunaaan
asetaminophen atau NSAID, atau keduanya secara bersamaan.
NSAID sangat bermanfaat khususnya dalam penanggulangan rasa sakit yang disebabkan oleh
metastasis tulang, karena kemampuannya dalam menghambat produksi prostaglandins.
NSAID menunjukkan efek “langit-langit”. Dengan demikian, saat digunakan dalam dosis yang
melebihi rekomendasi, sifat racun akan meningkat tanpa peningkatan analgesia. Untuk
penanggulangan utama, NSAID yang aman, paling murah, yang akan digunakan untuk pasien
harus dipilih.
Efek samping dari NSAID meliputi gangguan ginjal, asma, dan perdarahan lambung dan
duodenal. Jika pasien menderita dyspepsia, penggunaanNSAID perlu dipertimbangkan.
Sangat dianjurkan untuk pasien di atas 65 tahun yang membutuhkan terapi NSAID jangka
panjang atau yang memiliki riwayat peptic ulcer untuk menerima terapi profilaktik. Penggunaan
profilaktik seperti antasida atau H2 reseptor antagonis memiliki manfaat terbatas pada pasien
yang menerima perawatan jangka panjang dengan NSAID, dan bukti level I mengindikasikan
bahwa, setidaknya pada pasien dengan rheumatoidarthritis, misoprostol akan secara efektif
mengurangi frekuensi komplikasi perencanaan.
b. Tahap 2 : saat rasa sakit lumayan tidak terkontrol, opioid seperti codein atau oxycodone harus
ditambahkan bersama NSAID
Codeine tidak lebih manjur daripada morfin sedangkan oxycodone lebih manjur daripada
morfin. Oxycodone tersedia di Kanada dalam bentuk tablet dan supositoria dan dalam dosis
rendah terdapat pada kombinasi campuran acetaminophen atau asam acetylsalicylic. Jika
fleksibiltas dalam dosis obat individu tidak diperlukan, kombinasi acetaminophen dan
oxycodone menyediakan persiapan yang memadai untuk pasien yang membutuhkan pereda
rasa sakit level 2 sesuai pendekatan WHO.
c. Tahap 3 : Saat rasa sakit sudah parah dan tidak maksimal terhadap pengobatan tahap 2, yang
harus dilakukan adalah secepatnya mengganti opioid yang manjur dengan atau tanpa NSAID
dan analgesik adjuvant..
Pada awalnya, pasien harus diberikan morfin dosis pendek, dengan konversi pada persiapan
dosis panjang saat rasa sakit mulai reda. Jika efek samping yang tidak terkontrol terjadi karena
penggunaan morfin, hydromorphone adalah obat alternative yang cocok dengan sifat opioid
yang serupa. Oxycodone atau fentanyl adalah alternatif yang berguna jika pasien memiliki efek
samping tak terkontrol saat menggunakan opioid lain. Methadone adalah perantara yang
memuaskan tapi lebih sulit digunakan karena paruh waktu yang panjang dan sangat
bervariasi.
Diamorphine (Heroin) tidak memberi keuntungan sebagai perantara oral terhadap morfin. Ini
adalah “prodrug” yang berubah secara cepat menjadi morfin setelah masuk ke dalam mulut
Meperidine dan obatan-obatan dalam kelas yang sama atau campuran obatan-obatan agonis-
antagonis seperti pentazocine biasanya tidak dianjurkan. Meperidine tidak dapat diaplikasikan
secara subkutan dan penggunaan jangka panjangnya diasosiasikan dengan akumulasi
metabolit toksik, normeperidine, yang menyebabkan iritasi berlebihan pada system saraf
pusat, myoclonus dan kejang-kejang.
Pentazocine menyebabkan efek psikotomimetrik pada banyak pasien dan karena gabungan
agonis-antagonis dapat mengendapkan reaksi kemunduran saat pasien pada terapi opioid
jangka panjang diganti dari opioid lain ke pentazocine.
d. Tahap 4 : Adjuvant analgesik
Adjuvant analgesik adalah obat dengan indikasi utama selain untuk nyeri yang telah ditemukan
berguna juga dalam pengelolaan beberapa kondisi lainnya.
1) Kortikosteroid
Semakin banyak bukti bahwa, di samping untuk meningkatkan nafsu makan,
kortikosteroid mampu mengatasi nyeri pada metastase tulang dan nyeri hati dan nyeri
kompresi saraf. Pasien yang menderita metastatic cord compression telah dilaporkan
menggunakan deksametason dan prednisolon oral untuk merdakan nyeri, obat
tersebut diketahui memiliki efek analgesik yang signifikan dalam studi terkontrol pada
pasien dengan kanker stadium lanjut.
2) Antidepresan
Antidepresan trisiklik membantu dalam mengatasi nyeri neuropatik. Terlepas dari efek
yang ditimbulkan yaitu depresi berkelanjutan, obat tersebut pada dasarnya bertindak
sebagai inhibitor dalam transmisi nociceptive di dalam tanduk dorsal saraf tulang
belakang. Hal tersebut umumnya telah didapatkan hasilnya dengan menggunakan
amitripitilin. Akan tetapi, penggunaannya pada pasien kanker umumnya sulit
dikarenakan oleh efek samping antikolinergik seperti mulut kering dan sembelit.
Untuk sisi positifnya, dosis yang dibutuhkan untuk menekan rasa sakit pada dasarnya
lebih rendah dibandingkan dengan saat digunakan untuk mengatasi depresi, dan efek
positifnya dapat langsung terlihat sejak awal, seringnya saat di hari ketiga sampai
kelima. Alternatif antidepresan yang lebih aman termasuk desipramin dan nortitriptilin.
Paroksetin, sebuah inhibitor serotonin selektif untuk absorpsi ujung saraf presinaptik
yang efektif dalam penanganan rasa sakit yang dikarenakan oleh diabetes neuropati
temuan level III) juga dianggap efektif dalam tipe lain darirasa sakit neuropatik
(temuan level V).
3) Anticonvulsan
Agen-agen ini sangat membantu dalam mengatasi komponen nyeri neuropatik,
seperti yang ditunjukkan dalam studi-studi kepada pasien dengan trigeminal
neuralgia. Akan tetapi, beberapa studi telah meneliti penggunaan agen-agen ini
dalam mengatasi kanker; hampir seluruh studi klinis mendeskripsikan kegiatannya di
dalam pasien dengan sindrom nyeri neuropatik nonkanker. Obat-obat yang umumnya
digunakan termasuk carbamazepin, penitoin, baklofen, asam valpoik atau
clonazepam. Carbamazepin umumnya menjadi pilihan pertama, tapi yang lainnya
dapat digunakan jika respon awalnya tidak memuaskan atau terdapat efek yang
merugikan (temuan level V).
4) Anestetik lokal
Berbagai anestetik lokal yang diberikan secara sistematis seperti mexitelin, tokainida,
atau flekainida umumnya digunakan untuk penanganan kardiak aritmia. Akan tetapi,
semuanya boleh digunakan untuk penanganan nyeri neuropatik yang jika
memungkinan dapat merespon sesuai dengan pengobatan. Perawatan seharusnya
dilatih di dalam menggabungkan meksitelin dengan antidepresan trisiklik karena
beberapa pasien yang telah menderita efek psikotomik yang merugikan (temuan level
V). Peran yang relatif dari tiap kelas agen dan insidensi gabungan-gabungan racun
dari obat-obatan harus diatasi secepatnya.
5) Inhibitor substansi P
Kapsaisin, sebuah inhibitor substansi P dan analgesik topikal, telah dianjurkan untuk
mengurangi hiperalgesia yang berhubungan denga kulit dan rasa sakit neuropatik
yang panas tapi masih belum tertemuan.
6) Inhibitor resorpsi tulang
Obat-obatan terkini yang menjadi pilihan pertama untuk penanganan hiperkalsemia
ganas dalah bisfosfonat (contohnya pamidronat dan clodronat). Obat-obatan ini akan
mencegah atau menekan rasa sakit tulang yang berbahaya atau komplikasi skeletal
pada beberapa wanita dengan tulang metastase (temuan level I). Selain itu juga,
temuan dari salah satu pengujian menyarankan bahwa penggunaannya bahkan
dapat mengurangi frekuensi tulang metastase. Obat yang lain, kalsitonin, terkadang
digunakan untuk menekan rasa sakit dari tulang metastase.
2. Terapi nonfarmakologi
Menurut Tamsuri, selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan
nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penanganan berdasarkan :
1) Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
a. Stimulasi kulit
Pijatan pada kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan
pijatan otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu
mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri
b. Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa
melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan pijat,
mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/
transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan
menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
c. Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri.
Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu,
tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
d. Plasebo
Plasebo dalam bahasa latin berarti menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan
farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan
injeksi dan sebagainya.
2) Intervensi perilaku kognitif meliputi :
a. Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan,
antara lain:
 Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress
 Menurunkan nyeri otot
 Menolong individu untuk melupakan nyeri
 Meningkatkan periode istirahat dan tidur
 Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
 Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Beberapa teknik relaksasi menurut Stewart sebagai berikut :
 Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
 Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan
rasakan betapa nyaman hal tersebut
 Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
 Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada
saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk
mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
 Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan
kelompok otot-otot lain
 Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri
menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
b. Umpan balik biologis
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri
fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif
untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
c. Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
d. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi
visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi
sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur),
nafas lambat, berirama.
e. Guided Imagination (Imajinasi terbimbing)
Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini
memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari pasien. Apabila pasien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat pasien
merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA


DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK DISTRAKSI TERAPI
MUSIK DI RSUD KOJA

Labora Sitinjak*, Leo Rulino*, Regina Masliah*


* Program Studi D-III Keperawatan Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Jakarta

3.1 Hasil Penelitian


 Pasien 1
Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan penulis pada tanggal 8 Juni 2018 pukul 16.00 WIB
diperoleh hasil sebagai berikut : hasil evaluasi keperawatan berupa subyektif, yaitu: klien
mengatakan sudah tidak pusing lagi, klien mengatakan rasa nyerinya sudah terkontrol dengan
skala nyeri: 2 dan klien dapat beradaptasi dengan rasa nyerinya semenjak mendengarkan musik
klasik, data objektifnya meliputi klien tampak tenang, wajah klien rileks dan sudah tidak pernah
menangis lagi, tanda-tanda vital klien dalam batas normal, tekanan darah 120/80 mmhg, nadi
80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36 °C. Monitor tanda-tanda vital dan praktekan pemberian
tehnik relaksasi distraksi terapi musik secara rutin oleh klien ataupun keluarga.
 Pasien 2
Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan penulis pada tanggal 9 Juni 2018 pukul 16.00 WIB
diperoleh hasil sebagai berikut : hasil evaluasi keperawatan berupa subyektif, yaitu: klien
mengatakan sudah tidak pusing lagi, klien mengatakan rasa nyerinya sudah terkontrol dengan
skala nyeri: 0 dan klien dapat beradaptasi dengan rasa nyerinya semenjak mendengarkan musik
klasik, klien mengatakan fikirannya menjadi lebih tenang, klien mengatakan menjadi lebih rileks
dan tidak terpaku dengan penyakitnya, data objektifnya meliputi klien tampak tenang, wajah klien
rileks dan sudah tidak pernah meringis lagi, tanda-tanda vital klien dalam batas normal, tekanan
darah 130/80 mmhg, nadi 85x/menit, pernafasan 23x/menit, suhu 36 °C. Monitor tandatanda vital
dan klien akan rutin mempraktekan tehnik relaksasi distraksi terapi musik secara mandiri oleh
klien ataupun keluarga.
3.2 Pembahasan
Pengkajian yang dilakukan pada Ny.M dan Ny.S dilakukan secara menyeluruh mulai dari keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Hal ini sesuai dengan teori (American Cancer Society, 2013) bahwa
pemeriksaan pada kanker payudara harus secara menyeluruh, karena penyebab kanker tidak di ketahui
secara khusus penyebabnya, melainkan bisa di tunjang dari faktor riwayat keluarga, umur, jenis kelamin,
menstruasi dini, dan gaya hidup.
Hasil pengkajian pada Ny.M menunjukan bahwa klien mengalami perluasan kanker payudara di
sebelah kanan sampai menjalar ke daerah luar payudara hingga pecah, sampai klien tak sadarkan diri,
klien mengalami rasa nyeri seperti tertusuk yang kadang ada dan hilang, klien juga menangis saat rasa
nyeri nya datang, klien mengeluh pusing serta sakit kepala, kadang saat tidur klien mengigau. Hal ini
sesuai dengan teori (Lab.UPF Bedah RSDS,2010) yang menguraikan bahwa kanker payudara bila sudah
stadium akhir akan menjalar atau bermetastase ke jaringan lain sampai ke luar payudara.
Pada pengkajian tentang riwayat penyakit keluarga di peroleh data bahwa di keluarga klien tidak pernah
ada yang menderita srtoke dan tidak ada yang pernah mengidap penyakit parah, akan tetapi klien
mengidap kanker payudara dari 10 tahun yang lalu, dan klien tidak menceritakannya kepada keluarga. Dari
data pengkajian yang di dapat klien belum menikah diusianya 37 tahun, serta klien memiliki gaya hidup
yang tidak sehat, serta pola tidur yang tidak teratur. Hal ini sesuai dengan teori dari (American Cancer
Society, 2013) bahwa kanker payudara faktor resiko terbesar dari gaya hidup yang tidak sehat
berhubungan dengan kanker, seperti wanita di atas umur 30 tahun tidak menikah dan tidak memiliki anak,
serta makan makanan yang instan.
Sedangkan hasil pengkajian data terhadap Ny.S, di temukan adanya kesamaan antara tinjauan teori
dengan kasus yang ada. Pada pegkajian Ny.S menemukan data bahwa klien mengeluh ada benjolan di
payudara sebelah kiri, terasa nyeri seperti ditusuk, klien tampak cemas dan gelisah. klien mengeluh pusing
dan sakit kepala, kondisi tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (kozier, erb,berman, 2009)
bahwa rasa nyeri itu bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh usia, pengalaman masa lalu, serta ansietas.
Klien menggunakan kontrasepsi suntik dan oral selama 10 tahun, hal ini di duga sebagai faktor resiko dari
kanker payudara, hal ini senada dengan teori dari (American Cancer Society, 2013) Wanita yang
menggunakan kontraseptif oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara.
Pada pengkajian terhadap riwayat penyakit keluarga diperoleh data bahwa keluarga klien tidak pernah
ada yang menderita penyakit kanker payudara, hanya klien saja yang menderita kanker payudara, hanya
klien menderita penyakit hipertensi yang berasal dari keluarga yaitu ayah klien.
Dari hasil analisa data yang dilakukan kepada Ny.M dan Ny.S, masalah keperawatan utama yang
ditemukan adalah Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri, sehingga penulis menentukan diagnosa keperawatan
yang utama adalah Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Masalah
keperawatan yang penulis temukan pada Ny.M dan Ny.S sesuai dengan diagnosa yang di kekemukakan
oleh (Doengoes, 2012) bahwa penyakit kanker payudara yang sudah stadium lanjut akan bermetastase
dan menimbulkan nyeri.
Untuk mengatasi masalah gangguan rasa nyaman: nyeri pada Ny.M dan Ny.S, penulis telah melakukan
implementasi sesuai dengan rencana intervensi keperawatan yang mengacu pada teori yang di kemukakan
oleh (Doengoes, 2012), yaitu: mengkaji skala nyeri, frekuensi, durasi, serta intensitas nyeri dengan
mengukur melalui skala nyeri numerik dan ekspresi wajah, memantau tanda-tanda vital klien seperti
tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, memberikan relaksasi distraksi terapi musik sesuai dengan
teori (Lestari,2014). Sedangkan tindakan kolaborasi adalah pemberian oabat obatan sesuai indikasi.
Pada penerapan intervensi keperawatan penulis lebih menekankan kepada pemberian tehnik relaksasi
distraksi terapi musik untuk manajmen nyeri. Penulis melakukan tindakan pemberian tehnik relaksasi
distraksi terapi musik dengan posisi klien duduk ataupun berbaring. Dan melakukan terapi musik dengan
durasi 15-30 menit, kemudian musik yang digunakan ialah musik klasik. Hal tersebut sesuai dengan teori
yang di kemukakan oleh (Lestari, 2014) yang menjelaskan Dengan demikian terapi musik diharapkan
dapat membantu mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit. Sedangkan dalam
teori nya (Potter, 2010) menjelaskan bahwa jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat di
sesuaikan dengan keinginan, seperti terapi musik klasik, instrumentalis, dan slow musik. Hal ini sependapat
dengan teori (Lestari, 2014) yang menjelaskan tentang Berbagai penelitian dan literatur menerangkan
tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit
yang dapat ditangani dengan musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan kemampuan
belajar, dan bayi prematur.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, maka respon yang diperoleh dari Ny.M pada hari pertama adalah
klien mengatakan setelah diberikan terapi relaksasi distraksi menggunakan tehnik terapi musik sebanyak
dua kali dengan durasi 30 menit per satu terapi, respon klien tertidur, dan merasa lebih rileks, ketika
bangun wajah klien tampak tenang dan klien tidak menangis lagi, skala nyeri dari angka 6 turun menjadi
angka 4. Sedangkan respon yang diperoleh dari Ny.S pada hari pertama adalah klien mengatakan
pikirannya tampak lebih tenang, klien merasa lebih rileks dan wajah klien tidak meringis lagi, skala nyeri
klien turun dari angka 5 menjadi angka 3. Dari hasil respon kedua klien, penulis dapat menyimpulkan
bahwa keefektifan pemberian terapi musik pada klien dengan gangguan rasa nyaman: nyeri dapat
membantu menurunkan skala nyeri klien serta memberikan efek relaksasi klien dan menurunkan
kecemasan yang di alami klien.
Evaluasi keberhasilan penerapan prosedur pemberian terapi musik pada kedua klien menunjukan
bahwa kondisi Ny.S lebih cepat membaik dibandingkan dengan kondisi Ny.M. hal tersebut disebabkan
Ny.S lebih mematuhi program pemberian terapi musik, karena, pada saat pemberian terapi musik Ny.M
malah tertidur, sedangkan Ny.S meresapi dan menghayati pemberian terapi musik sampai benar-benar
masuk ke dalam otak, sehingga saat di hayati gelombang musik klasik dengan ketukan 4/4 masuk ke
dalam otak, sehingga gelombang otak sampai di gelombang alfa, terjadi relaksasi dari otak, ke jantung
menurunkan detak jantung, hasilnya seluruh tubuh menjadi lebih rileks dan pikiran menjadi lebih tenang.
Hal ini di tandai dengan respon klien yang mengatakan langsung pikirannya menjadi lebih tenang dan
tubuhnya lebih rileks. Sedangkan Ny.M responnya tertidur, Sehingga terapi yang dilakukan hasilnya kurang
maksimal.
Untuk evaluasi keperawatan, diagnosa keperawatan yang telah teratasi adalah gangguan rasa nyaman:
nyeri berhubungan dengan proses penyakit karena kondisi Ny.M dan Ny.S semakin membaik dengan
respon klien mengalami rileksasi dan tidak terjadinya peningkatan skala nyeri. Hal ini sejalan dengan teori
yang di kemukakan (Lestari, 2014) menjelaskan bahwa semua terapi musik mempunyai tujuan yang sama,
yaitu membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif
terhadap kondisi suasana hati dan emosi, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan
membangun kedekatan emosional.
3.3 Kesimpulan
Pemberian terapi tehnik distraksi dengan distraksi musik selama 15-30 menit dapat menurunkan skala
nyeri pasien kanker payudara sebanyak 2 poin.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Nyeri merupakan hal yang umum pada wanita yang menderita kanker payudara terutama jika kanker
tersebut telah metastasis. Salah satu penyebab yang paling sering adalah kerusakan jaringan. Kanker
merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus-menerus, tidak
terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena
timbul dan berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstrutif), dapat
menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Pertumbuhan sel-sel kanker akan
menyebabkan jaringan menjadi besar dan disebut sebagai tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai
untuk semua bentuk pembengkakan atau benjolan dalam tubuh. Sel-sel kanker yang tumbuh cepat dan
menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penjalarannya ke jaringan lain disebut
sebagai metastasis.
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas berasal dari
parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International
Classification of Diseases (ICD) dengan nomor kode 174. Berdasarkan hasil penelitian secara case control
tentang Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Kanker Payudara yaitu ; Umur, Tumor
Jinak Pada Payudara, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi Makanan Berlemak, Lama Menggunakan Kontrasepsi
Oral, Riwayat Kanker Payudara Pada Keluarga, Lama Menyusui, Umur Janin Pada Saat Aborsi, Riwayat
Kanker Payudara Dan Kanker Ovarium, Dan Pola Konsumsi Makanan Berserat.
Beberapa penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yaitu :
1. Posmastektomi
Diantara 10-30% pasien akan merasakan nyeri setelah mastektomi terutama mastektomi total.
Sindrom postmastektomi terjadi karena cedera pada nervus intercostobrachialis percabangan Th
1-2 pada saat proses operasi. Selain itu nyeri dan parestesia akan dirasakan pada daerah
distribusi saraf. Biasanya nyeri dirasakan segera setelah operasi atau akan muncul nyeri 30
sampai 60 hari posoperasi. Pasien akan merasakan nyeri pada daerah dada seperti rasa terbakar,
nyeri pada daerak aksila, nyeri pada kulit yang teriritasi oleh pakaian, serta nyeri pada daerah
lengan yang diperparah oleh gerakan. Selain itu nyeri juga dapat disebabkan karena kerusakan
pada saraf perifer.
2. Brachial plexopathy
Brachial plexopathy disebabkan oleh metastasi dari kanker yang menimbulkan gejala nyeri pada
daerah distribusi pada plexus brachialis. Pasien dengan brachial plexopathy akan mengeluhkan
rasa sakit di bahu, menjalar ke siku, sisi medial lengan bawah, jari ke 4 dan ke 5. Nyeri yang
dirasakan disebabkan oleh kerusakan saraf. Keluhan nyeri biasanya disertai dengan kelemahan
otot, atrofi otot, dan kadang-kadang menimbulkan sympathetic reflex dystrophy.
3. Metastasis kanker
Penyebab nyeri pada pasien kanker payudara yang paling sering disebabkan oleh metastasis ke
tulang. Nyeri ditimbulkan oleh karena pertumbuhan kanker yang menekan saraf, reaksi inflamasi
yang ditimbulkan oleh reaksi prostaglandin, dan aktivitas osteoklast. Metastasis ke tulang
biasanya pada vertebra, costa, tulang panggul, femur, humerus dan tulang tengkorak. Metastasis
yang tak terkendali dapat menyebabkan hiperkalsemia, fraktur, quadriplegia, paraplegia, yang
disebabkan karena tekanan pada tulang belakang yang disebabkan invasi sel-sel kanker pada
epidural.

4.2 Saran
Setelah kami melakukan studi kasus, kami mengalami beberapa hambatan dalam penulisan
ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan masalah ini dengan
tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka menyarankan kepada :

1) Perawat
a) Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
b) Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah
kesehatan yang dialami.
2) Mahasiswa Keperawatan
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan khususnya di STIKes KUNINGAN
dapat memahami serta menambah wawasan tentang Kanker Payudara.
3) Institusi Pendidikan
Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bacaan untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa STIKes KUNINGAN dan
makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahas masalah tentang Kanker
Payudara.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

American Cancer Society. (2013). Brearst cancer. Brearst Cancer Facts & Figure.

Ana Zakiyah. (2015). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri Dalam Praktik Keperawatan Berbasis Bukti (114th
ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Brunner, S. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (12th ed.). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai