Etika Dan Hukum Kesehatan
Etika Dan Hukum Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu
bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang
dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang
lain.
Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pekerjaan profesi
antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim,
pengacara, akuntan, dan lain-lain.
Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni
terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua
masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar
etika sanksinya adalah ‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah
hukuman (pidana atau perdata).1
Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum, atau
etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas
kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan
hukum, peraturan. Perudangan-undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar
kode etik profesi akan memperoleh sanksi etika dari organisasi profesinya, dan mungkin
apabila juga melanggar ketentuan peraturan atau perudangan-undangan, juga akan
memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdana).
Persoalan biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit semangkin kompleks dan krusial, karena
pada saat otonomi daerah diberlakukan, rumah sakit tidak lagi sebagai unit pelaksana teknis,
tetapi rumah sakit menjadi lembaga teknis. Akibatnya, masyarakat yang tergolong tidak
mampu semangkin jauh dari jangkauan harapan untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Persoalan klasik yang dihadapi adalah menyangkut masalah biaya pengobatan dan perawatan
di rumah sakit yang kian tak terjangkau
dan Peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia.
Hukum Kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi letaknya
tercecer dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan. Dapat diketemukan di dalam
pasal-pasal khusus yang ada kaitannya dengan bidang kesehatan. Hukum Kesehatan
merupakan suatu conglomeraat dari peraturan-peraturan dari sumber yang berlainan (Peter
Ippel : Tijdschrift voor Gezondheidsrecht No. 86/4, 1986, hal 218.)
Hukum Kesehatan adalah penggabungan dari dua disiplin yang tertua, yaitu Hukum dan
Medis. Kedua ilmu bekerja sama dengan bidang medis tetap mempertahankan wilayah
keilmuan masing-masing. Di sini terletak kendala dalam perkembangan hukum medisnya.
Karena Hukum Medis adalah cabang dari ilmu hukum, maka sebagai suatu cabang harus
memenuhi prinsip-prinsip ilmu hukum. Disiplin medis merupakan komponen yang
dibutuhkan oleh Hukum Medis, disiplin medis berfungsi untuk mengisi bidang-bidang
tertentu yang diperlukan oleh hukum medis.
Pengertian Terminologi Hukum Kesehatan
Dunia ilmu sudah sejak lama merintis adanya disiplin baru yaitu Hukum Kedokteran, atau
Hukum Medik sebagai terjemahan dari Medical Law. Atau juga ada yang menyebut Hukum
Kesehatan atau Health Law atau Gezondheidsrech. Batasan ruang lingkup pengertian ini
sangat penting artinya, karena akan relevan dengan perkembangannya di dunia internasional.
Perkembangan bidang hukum baru ini di negara-negara yang menganut sistem kodifikasi
seperti halnya Negeri Belanda, Perancis dan Jerman, agak berbeda bila dibandingkan dengan
Negara-Negara yang menganut sistim kebiasaan (“common law”), seperti Amerika Serikat,
Australia dan Inggris. Sehingga perlu ditetapkan batasan ruang lingkup pengertiannya,
sehingga pembahasannya juga akan jelas.
Memakai istilahkan Medical Law, atau Medical Recht, sementara di Amerika, Inggris dan
Australia lebih menyukai istilah Health Law atau hukum kesehatan.
Seorang sarjana Belanda Leenen memberikan batasan ruang lingkup hukum kesehatan
sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan hukum di bidang pemeliharaan kesehatan
beserta studi ilmiahnya. Dari batasan ruang lingkup tersebut semakin jelas apa yang
dimaksud dengan bidang hukum baru ini yaitu hal-hal yang menyangkut kesehatan yang
berlaku disemua negara dan yang bersumber tidak saja pada hukum perundang-undangan,
tetapi juga meliputi peraturan-peraturan internasional, asas-asas yang berlaku di dunia
internasional, hukum yurisprudensi, serta doktrin ilmu pengetahuan dan kepustakaan.
Subjek Hukum Kesehatan adalah Pasien dan tenaga kesehatan termasuk institusi kesehatan
sedangkan objek Hukum Kesehatan adalah perawatan kesehatan (Zorg voor de gezondheid).
Secara harafiah Gezondheidsrecht mengandung konotasi kearah pengertian health law atau
hukum kesehatan, yang mencakup ruang lingkup yang lebih luas daripada sekedar produk
profesi medik. Sedang medisch recth atau medical law lebih sempit, dan hanya mencakup
segi medik sebagai produk profesi medik. Gezodheidsrecht atau health law dapat mencakup
ruang lingkup yang luas, seperti misalnya masalah farmasi, keluarga berencana, pusat
kesehatan masyarakat, asuransi kesehatan, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan dan lain
sebagainya.
Sumber dari hukum kesehatan adalah; peraturan perundang-undangan yang secara langsung
atau tidak langsung mengatur masalah bidang kesehatan, termasuk peraturan-peraturan
internasional. Asas asas yang berlaku antar negara dalam perhubungan internasional,
kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kesehatan, yurisprudensi
atau keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap di bidang kesehatan /
kedokteran dan doktrin ilmu pengetahuan.
Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan kemajuan
teknoligi di bidang kesehatan biasanya juga tidak bebas dari permasalahan hukum seperti
Malpraktek yang mulai menggejala di tahun empat puluhan, membawa pengaruh terhadap
rumah sakit. Pada awalnya tujuan didirikan RS adalah memberi pelayanan dan orientasinya
bukan ekonomi tetapi sosial, seperti memberikan pelayanan bagi korbam perang atau
pendirian rumah sakit yang dilakukan oleh organisasi keagamanan dengan bermaksud
memberi pertolongan bagi masyarakat sejalan dengan misi agama yaitu mengasihi sesama
manusia.
Dengan orientasi pelayanan demikian rumah sakit (RS) pada waktu itu memiliki sifat
kekebalannya (imunity). Selanjutnya dengan dimulainya era industri kesehatan yang ditandai
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, yang diikuti dengan
berkembang-biaknya bisnis rumah sakit dan medical group sehingga bagi rumah sakit yang
bergerak di bidang sosial dan rumah sakit pemerintah mulai dipersoalkan. RS secara terbatas
dianggap bertanggung jawab atas kelalaian baik yang dilakukan oleh staf medis maupun
tenaga medis yang bekerja sebagai staf RS. Sejak itu mulai berkembang doktrin pertanggung-
jawaban borrowed servant. Menurut Doktrin Captain of the ship, tenaga medis bertanggung
awab atas segala kelalaian yang dilakukan oleh paramedis, meskipun paramedis adalah
pegawai rumah sakit, sepanjang kelalain tersebut terjadi di ruang operasi.
Pendekatan Medikolegal
Hukum Kesehatan menganut method of approach medicolegal, cara pendekatan ini akan
berbeda dengan pendekatan dari segi ilmu hukum pada umumnya dimana dalam mata kuliah
hukum kesehatan harus memasukan pertimbangan ilmu hukum dan ilmu kesehatan /
kedokteran. Ilmu Hukum tidak dapat menyelesaikan masalah dibidang kesehatan tanpa
didukung pengetahuan atau kebiasaan yang berlaku dilingkungan profesi kesehatan /
kedokteran.
Terdapat adagium dalam ilmu hukum bahwa hukum tidak perlu mengatur hal-hal yang kecil,
dan cukup diserahkan kepada kelompok masyarakat profesi sepanjang pengaturan yang
dilakukan tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat umumnya.
Berdasarkan doktrin ini dalam pembahasan materi hukum kesehatan akan dijumpai beberapa
peraturan internal yang lasim berlaku dalam dunia kesehatan walau belum diatur dalam
hukum positip, dapat dijadikan sumber hukum.
Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentgang kesehatan menyatakan yang
disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
1. kesehatan keluarga
2. perbaikan gizi
3. pengemanan makanan dan minuman
4. kesehatan lingkungan
5. kesehatan kerja
6. kesehatan jiwa
7. pemberantasan penyakit
8. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. penyuluhan kesehatan
10. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. pengamanan zat adiktif
12. kesehatan sekolah
13. kesehatan olah raga
14. pengobatan tradisional
15. kesehatan matra
hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang ideal,
sehingga yang diperlukan adalah:
1. melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah ada untuk
dikaji sudah cukup atau belum.
2. perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja tetapi juga
kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah kesehatan guna
pembentukan perundang-undangan yang benar.
Tujuan Hukum Kesehatan
o Kepastian Hukum
o Keadilan.
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1. Teori keadilan (Teori etis), dikaji dari sudut pandang falsafah hukum
2. Teori kegunaan/ kemanfaatan (Teori utility), dikaji dari sudut pandang sosiologi
3. Teori kepastian hukum (Yuridis formal), dikaji dari sudut pandang Hukum normatif
Yaitu sudut pandangnnya yang menyatakan bahwa hukum itu bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan antara warga masyarakat.
Yang pertama kali menganut teori ini adalah Aristoteles yang terkenal dengan “Teori Etis”
yang dikemukakannya dalam buku Ethica Nieo Macheis dan Reterico. Ia mengajarkan bahwa
tugas hukum adalah memberikan keadilan pada warga masyarakat.
Adapun pengertian keadilan menurut Aristoteles ialah memberikan pada setiap orang apa
yang semestinya diterimanya. Untuk itu Aristoteles membagi keadian atas 2 macam, yaitu:
a. Keadilan Distributif
Suatu keadilan yang memberijatah/ imbalan sesuai dengan apa yang telah dilakukan/
diberikan/ prestasi/jasanya. Hal ini banyak berlaku dilapangan hukum publik. Misalnya:
b. Keadilan Kumulatif
Suatu keadilan yang memberikan jatah/ imbalan sama banyak terhadap tiap-tiap orang
dengan tidak mengingat jasa-jasa/ prestasi perseorangannya. Konsep ini banyak berlaku
dilapangan hukum perdata. Misalnya:
o Disuatu PT terdiri dari bagian subag, akademik, kepegawaian dan umum. Bagian
akademik melayani mahasiswa yang banyak, bagian kepegawaian hanya melayani
pegawai yang sedikit, tetapi masing-masing gaji yang diterimanya sama tanpa
mempertimbangkan kesibukan/bebas pekerjaan perseorangan.
o Di toko sembako terdiri dari bagian-bagian seperti bagian penjualan beras, bagian
penjualan minyak, gula, teriku, dan sebagainya. Masing-masing karyawan disatu
bgaian dijaga 1 orang dan semua karyawan di toko tersebut diberi gaji yang sama
tanpa memperhitungkan berapa banyak pembeli yang dilayani.
Teori utility/ kemanfaatan ini yaitu Jeremy Bentham yang terkenal dengan teori utilitisnya
(kegunaan) berpendapat bahwa hukum itu harus memberikan kemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat luas. Jadi hukum itu bisa saja mengorbankan kepentingan
individu/perorangan asalkan kepentingan masyarakat luas terpenuhi. Misalnya, sebuah rumah
dan tanahnya terletak ditengah-tengah pertemuan 2 jalan. Jika rumah ini dipindahkan ke
lokasi lain, jalanan bisa tersambung dan bisa dilalui yang berakibat kemanfaatan masyarakat
luas terpenuhi, tetapi disisi lain si pemilik rumah merasa dirugikan/dikorbankan karena
rumah dan tanahnya dipindahkan ke lokasi lain yang tidak stategis
Yang menganut pertama kali teori ini adalah Kan Van dengan mengatakan bahwa hukum itu
bertujuan untuk menjaga kepentingan tiap manusia/orang sehingga tidak dapat diganggu. Jadi
meskipun aturan atau pelaksana hukum terasa tidak adil dan tidak memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak tidak menjadi masalah asalkan kepastian hukum
terwujud, contohnya:
o Dalam pasal 330 KUHPerdata dikatakan: Belum cukup umur (belum dewasa) apabila
belum genap 21 tahun dan belum kawin.
o Dalam pasal 1330 KUHPerdata juga dinyatakan antara lain: Yang dianggap tidak
cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa.
Apabila pasal 330 dan 1330 KUHperdata dihubungkan maka orang yang berumur 21 tahun
(belum menikah) tidak dapat melakukan perbuatan hukum (membuat perjanjian). Jika ia
melakukan perjanjian tertentu maka hal itu dianggap cacat dan dapat dibatalkan oleh hukum
Dengan adanya teks hukum seperti ini, maka perjanjian yang dibuat oleh anak dibawah umur
dianggap tidak sah, tetapi orang yang sudah berumur 90 tahun yang sudah pikun dan tuli
menurut hukum itu sah.
Dari kedua contoh aturan tersebut maka tercipta kepastian hukum bahwa yang bisa membuat
perjanjian adalah orang yang telah berumur 21 tahun tersebut.
Disini timbul pertanyaan: Bagaimana jika perjanjian itu dibuat oleh seorang mahasiswa yang
berumur 20 tahun yang sudah memahami tentang perjanjian? Aturan tersebut terasa tidak
membei keadilan bagi anak yang berumur 20 tahun, tetapi tercapai kepastian hukum bahwa
orang yang telah berumur 21 tahun keatas sudah tidak dapat diganggu gugat bila mengadakan
perjanjian
2) Undang-Undang No 1 tahun1974 pasal 7 (1) dikatakan bahwa batas minimal usia untuk
kawin laki-laki/ perempuan = 19/ 16 tahun. Bila ingin kawin dibawah umtu tersebut harus
minta dispensasi pengadilan.
Batasan usia tersebut memberi kepastian kapan seseorang bisa kawin, padahal terasa tidak
adil dan juga tidak ada manfaatnya bagi orang banyak.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa ada 3 aliran yang bisa dicapai oleh tujuan
hukum. Menurut Gustav Radbruch, idealnya setiap aturan hukum yang mengatur suatu
perbuatan harus mencapai atau meweujudkan ke-3 aliran tersebut. Tetapi terkadang dalam
kasus tertentu, sering terjadi bentrok antara ke 3 aliran tersebut. Kadang terjadi bentrok antara
nilai keadilan dengan kemanfaatan atau bentrok antara niai keadilan dengan kepastian
hukum. Untuk itu, menurut Gustav Radbruch bila terjadi bentrokan harus dipakai skala
prioritas, yaitu pertama memprioritaskan keadilan, baru kepastian lalu kemanfaatan.
Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu
bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang
dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang
lain.
Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya yang baik/yang layak. Yang baik /
yang layak ini ukurannya orang banyak.
Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Pekerjaan profesi antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan,
hakim, pengacara, akuntan, dan lain-lain.
Katanya, kedokteran adalah profesi yang paling duluan menyusun etika. Yang mana etika
kedokteran itu adalah prinsip-prinsip moral atau azas-azas akhlak yang harus diterapkan oleh
dokter dalam hubungannya dengan pasien, sejawat, dan masyarakat umum.
Sedangkan etika ahli kesehatan masyarakat adalah bagaimana bertingkah laku dalam
memberikan jasa dalam pelayananya nanti.
Ciri-ciri pekerjaan profesi :
1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
2. Pekerjaannya berlandaskan etik profesi
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan
4. Pekerjaannya legal melalui perizinan
5. Anggotanya belajar sepanjang hayat (longlife education)
6. Mempunyai organisasi profesi (ex: IDI, IAKMI, PWI, dll)
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur.
Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan interrelasi (kedudukan
sederajat) (1887)
Hukum pidana adalah peraturan mengenai hokum KUHP di Indonesia (1 Januari 1918)
Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak
dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan
hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
Etika kesehatan mencakup penilaian terhadap gejala kesehatan yang disetujui atau ditolak
dan suatu kerangka rekomendasi bagaimana bersikap/bertindak secara pantas di dalam bidang
kesehatan.
Perihal hubungan tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarganya :
1. Paternalisme à kalangan
Profesi kesehatan harus berperan sebagai orangtua terhadap pasien dan keluarganya
2. Individualisme
Pasien mempunyai hak-hak mutlak terhadap badan dan kehidupannya
3. Resiprokalisme
Kalangan profesi kesehatan harus bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam
memberikan pelayanan kesehatan
Landasan pembentukan perundang-undngan pelayanan kesehatan (WB Van Der Mijn 1982)
1. Kebutuhan akan pengaturan pemberian jasa keahlian
2. Kebutuhan akan tingkat kualitas keahlian tertentu
3. Kebutuhan akan keterarahan
4. Kebutuhan akan pengendalian biaya
5. Kebutuhan akan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya dan
identifikasi kewajiban pemerintah
6. Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum
7. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi para ahli
8. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi pihak ketiga
9. Kebutuhan akan perlindungan bagi kepentingan umum
Sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien. Dalam hal ini
antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan didalamnya ada dokter dan
tenaga Kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga terciptanya hubungan hukum yang
akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian. Pelayanan kesehatan masyarakat dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1)
mengatakan bahwa Pelayanan Kesehatan terdiri atas : Pelayanan kesehatan perseorangan ;
dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat jelas dalam undang-undang mengatur hal
tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2)
lebih tegas juga mengatakan bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat”, hal ini sangat jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus
mendahulukan pertolongan dan keselamatan jiwa pasien. Pelayanan kesehatan menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam
memberikan pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin
dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat
jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah
mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai Indonesia
yang sehat pada tahun 2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah baik itu
berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat, serta pelayanan kesehatan
itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya
menjamin kesehatan masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan
Perseorangan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini
dilaksanakan oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh pemerintah baik
daerah maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap mendapat
izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan (3). Yaitu : 1. Pasal 30 ayat (1) :
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut jenis pelanyanannya terdiri : a. Pelayanan Kesehatan
Perseorangan; dan b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2. Pasal 30 ayat (2) Fasilitas
pelayanan kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan
kesehatan wajib, membeikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan
dibidang kesehatan, dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah
wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien tersebut, hal ini dalam undang-
undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kesehatan menyia-yiakan
pasien dalam keadaan darurat untuk menolak pasien atau meminta uang muka sebagai
jaminan.
Standar pelayanan medis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak yang berprofesi di
bidang kesehatan, yaitu untuk mengatur pelayanan kesehatan dan mencegah terjadinya
kelalaian staff medis dalam melakukan tindakan medis. Dalam kaitannya dengan profesi
dokter di perlukan estándar pelayanan medis yang mencakup: standar ketenangan, standar
prosedur, standar sarana, dan standar hasil yang di harapkan.
Untuk standar pelayanan medis baiknya ada persiapan lebih dulu sebelum memulai tindakan
operasi agar tindakan pembedahannya berjalan dengan lancar sesuai dengan standar
operasional prosedur medic. Untuk pertanggung jawaban kasus ini lebih menitik beratkan
pada pihak rumah sakit sebagai penyedia sarana kesehatan yang kurang maksimal dimana
fasilitas pelayanan rumah sakit tersebut masih di bawah standar di lihat dari segi kualitas
mutu pelayanan kesehatan,