Oleh: Fridiyanto*
ABSTRACT
School culture can influence the thought, feeling, and act of school members.
Culture is a key to promote staf development and students’ learning process.
The principals have an important role to build school culture through
internalisation and policies.
I. Pendahuluan
Sekolah efektif memiliki sebelas faktor: Kepemimpinan profesional, berbagi
visi dan tujuan, lingkungan pembelajaran, fokus pada belajar dan mengajar,
pengharapan capaian yang tinggi, pengajaran yang memiliki tujuan,
penguatan positif, pemantauan perkembangan, hak dan tanggung jawab
siswa, kemitraan dengan masyarakat, dan organisasi belajar.
Setiap faktor sekolah efektif tersebut memiliki peran penting dalam
perbaikan sekolah. Setiap faktor saling berhubungan satu sama lain. Setiap
poin sekolah efektif merupakan bagian dari budaya sekolah. Olehkarenaitu
peneliti menganggap penting untuk mengkaji perspektif budaya dalam
manajemen pendidikan. Etos sekolah merupakan bagian yang ingin dicapai
oleh visi, kemudian nilai dan tujuan staf, dan merupakan cara kepala sekolah
dan guru bekerjasama.
Budaya sekolah dapat mempengaruhi pemikiran, perasan dan
tindakan warga sekolah. Budaya adalah kunci kesusksesan memproosikan
pengembangan staf dan pembelajaran siswa. Setiap sekolah mempunyai
ekspektasi mengenai apa yang dapat didiskusikan pada rapat, teknik apa
*
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara.
2
2
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998, hal.120
3
4
Zamroni, Pembaharuan Pendidikan Menuju Mengembangkan Paradigma Pendidikan Islam. Jurnal
Ilmu Pendidikan Islam, Vol. I No.2 (April, 191), hal. 36
5
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat: Strategi Memenangkan Persaingan
Mutu, Jakarta: Nimas Multima, hal.53
6
Ibid, hal.58.
7
Langgulung, Op.cit., hal.17
8
Anonim, Panduan Manajemen Berbasis Sekolah, 2006, Jakarta: Depdiknas, hal.5. Konteks adalah
eksternalitas yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dan karenanya diinternalisasikan
ke dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah yang mampu menginternalisasikan konteks ke dalam
dirinya akan membuat sekolah sebagai bagian dari konteks dan bukannya terisolasi dari dirinya. Jadi
sekolah akan menjadi sekolah masyarakat, bukannya sekolah yang berada di masyarakat. Konteks
disini meliputi kemajuan Iptek, nilai dan harapan masyarakat, dukungan pemerintah dan masyarakat,
kebijakan pemerintah, landasan yuridis, tuntutan otonomi, tuntutan globalisasi, dan tuntutan
pengembangan diri serta peluang tamatan untuk melanjutkan pendidikan atau terjun ke masyarakat)
input (Input digolongkan digolongkan menjadi dua yaitu yang diolah adalah siswa dan input pengolah
meliputi visi, misi, tujuan, sasaran; kuikulum; tenaga kependidikan; dana, sarana dan prasarana,
regulasi sekolah, organisasi sekolah, administrasi sekolah, budaya sekolah.
9
Proses adalah kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain, proses meliputi manajemen,
kepemimpinan, dan proses belajar mengajar.
10
Pendidikan adalah hasil belajar (prestasi belajar yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar
mengajar diselenggarakan. Prestasi belajar ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan dasar dan
kemampuan fungsional
4
Gambar 2
Kinerja Sekolah 13
Kualitas dan Inovasi
Pengelolaan Efektivitas
Produktivitas
Efesiensi Internal
Efesiensi Eksternal
11
Outcome adalah dampak jangka panjang dari output, baik dampak bagi individu tamatan maupun
bagi masyarakat. Sekolah yang baik mampu memberikan banyak akses atau kesempatan bagi tamatan
untuk meneruskan pendidikan atau langsung terjun ke masyarakat dan bisa mengembangkan diri dalam
kehidupan.
12
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif, Bandung: Bumi
Aksara, 2005, hal.7
13
Ibid, hal. 7
14
Lipham, The Principalship: Foundations and Functions, New York: Harper and Row, Publisher, Inc,
1974, hal. 48
5
15
Sagala, Op.Cit., hal. 234
16
Parsons dalam Lipham.,Op.cit., hal. 48
17
Ibid,hal. 48
18
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002, hal.148
19
Lipham, Op.Cit., hal. 48
25
Langgulung, Op.Cit., hal.25
6
1. Orientasi Perubahan
Perubahan berorientasi kepada dua hal, yaitu perubahan
direncanakan dan perubahan tidak direncanakan.
a. Perubahan direncanakan.
Perubahan yang terjadi sebagai hasil usaha khusus dilakukan oleh
para agen perubahan. Sekolah termasuk dalam perubahan yang
direncanakan, proses pendidikan direncanakan bagi peserta didik ke
arah manusia cerdas, yang berakar pada nilai dan budaya bangsa.
Perubahan direncanakan secara berjenjang mulai dari tingkat dasar,
lanjutan, menengah, sampai pendidikan tinggi. Di sekolah terjadi
proses belajar mengajar, proses pembudayaan manusia, bermisi
kepada arah perkembangan dan peningkatan mutu kehidupan.
b. Perubahan tidak direncanakan
Perubahan tidak direncanakan terjadi dengan spontan, tanpa ada
arahan dan bimbingan dari agen perubahan. Biasanya perubahan ini
dilakukan di organisasi buruh dengan melakukan pemogokan,
perubahan tipe ini banyak dampak negatif dan potensial akan
kekacauan.27
2. Proses Perubahan Direncanakan
Sekolah masuk dalam kelompok perubahan yang direncanakan,
bagian ini peneliti hanya membahas poses perubahan direncanakan, yang
memakai konsep Schermerhorn sebagaimana dikutip Wahjosumidjo, ada
tiga proses perubahan direncanakan,yaitu: unfreezing, changing, refreezing:
Gambar 3
Proses Perubahan Direncanakan 28
26
Wahjosumidjo, Op. Cit, hal. 166
27
Ibid, hal. 166
28
Ibid, hal. 166
7
I II III
29
Ibid, hal. 69
30
Wahjosumidjo, Op. cit., hal. 66
31
Ibid, hal. 166
8
32
Sagala, Op. Cit., hal. 79
33
Thomas J. Sergiovani, Educational Governance and Administration, New Jersey: Prentice-Hall,
1987, hal.10
34
Sagala, Op. Cit., hal. 79
35
Ibid, hal. 85
9
Tabel 4
Model Sekolah Unggul
No Indikator Sekolah Unggul
1. Defenisi Sekolah yang memiliki standar akademik
tinggi untuk semua mata pelajaran yang
diukur dari kemampuan para siswanya
mencapai standar.
2. Dasar Filosofi dan nilai-nilai persaingan, sekolah
unggul merupakan budaya dan sebagai
gerakan reformasi sekolah.
3. Tujuan Menggambarkan standar yang harus
dicapai.
4. Supervisi dan Evaluasi secara teratur menggunakan
Evaluasi instrumen yang baku, tetapi dapat
dikembangkan. Diperlukan kepercayaan
yang tinggi, baik pimpinan sekolah
maupun para guru.
5. Kepemimpinan Kepemimpinan kepala sekolah didukung
partisipasi yang kuat dari pemerintah
daerah. Pekerjaan yang sifatnya sangat
birokratis dikurangi.
6. Hasil-hasil (1) rendahnya angka drop out (2)
penekanan diberikan pada urusan-urusan
akademik (3) penekanan pada pengujian
nilai inteketual
(Syaiful Sagala, 2004, hal 33)
Tabel 6 memberi gambaran bahwa sekolah unggul dapat dilihat
dari substansi yang meliputi visi dan misi, manajemen, sumber daya,
personal, kegiatan belajar mengajar, pengukuran kemampuan belajar,
10
Kepemimpinan yang
visioner.
36
Ibid, hal. 86
11
37
Muhaimin, dkk, Dimensi-dimensi Studi Islam, Surabaya: Karya Abditama, 1994, hal 306
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
38
Berpikir Ciptaan
Allah
Akal merupakan kekuatan rohani untuk memahami kebenaran
bekerja dengan menggunakan pikiran dan kalbu, yang keduanya
berhubungan secara organis.43 Asy’arie menjelaskan pikiran bekerja untuk
memahami fisik, bersifat material, sedangkan qalbu bekerja untuk
memahami dimensi metafisik dan bersifat spiritual.
Konsep-konsep Islam tentang kebudayaan sebagai proses ataupun
kebudayaan sebagai manifestasi dari zikir, pikir, dan aktualitas budaya
yang dibahas di atas, peneliti hubungkan dengan defenisi budaya oleh
Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan serta sebagai kompleks
aktivitas tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat 44
39
Musa Ay’arie, 1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: LESFI, hal.
98
41
Asy’arie, Op.Cit., hal.105
42
Ibid, hal. 109
43
Ibid, hal. 109
44
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal. 186.
13
45
Peterson, D, Kent, at issue Culture: Positive or Negative. National Staff Development Council: JSD
Summer, 2002
46
Stephen Stolp , Leadership for School Culture. ERIC Clearinghouse on Educational
47
Thomas J. Sergiovani dan Robert Starrat, Supervision: A Redefinition. New York: McGraw Hill
Companies, 2002, hal.126
48
Ibid, hal.319
49
Leithwood, dan Aitken, Jantzi, Making Schools Smarter: A sistem for Monitoring School and
District Progress. Readernr. 71624, 2001, hal.34
14
50
Sergiovanni, Op.cit., hal.320
51
Ibid, hal. 320
52
Ibid, hal. 320
53
Sergiovanni, Op.cit., hal.320
15
Gambar 5
Dua Tingkatan Budaya Organisasi 55
Tak tampak Sulit berubah
54
Komariah, hal. 104
55
Ibid, hal. 104
16
56
Peterson, Op.cit., hal. 14
57
Sergiovani, Op.cit., hal.321
58
Peterson Op.cit., hal. 14
59
Sergiovani , Op.cit, hal.320-321
17
Gambar 6
Proses Transformasi Budaya pada Anak Didik 60
Isi Kebudayaan
Ilmu pengetahuan, norma, aturan,
nilai, etika, tingkah laku, dsb
Memori
Performansi
Aturan Hukum
60
Sagala, Op. Cit, hal, 240
61
Ibid, hal.237
18
Gambar 7
Proses Mewujudkan Visi dan Misi oleh Satuan Pendidikan 62
Komplemen Komplemen
62
Ibid, hal.238
19
63
Ibid, hal. 241
64
Ibid, hal. 238
65
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: Refika Aditama, 2005,
hal.118
66
Peterson, Op.Cit., hal.15
67
Sagala, Op. Ci.t, hal.61
69
Stephen, Op. Cit., hal.3
70
Lipham, Op.cit.,hal.117
20
Kesimpulan
Kepala sekolah harus optimal menjalankan peran sebagai pemimpin yang
mempunyai kekuatan untuk membangun, mengelola dan meningkatkan
budaya sekolah. Membangun budaya sekolah merupakan suatu proses
panjang dan butuh internalisasi terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
71
Ibid, hal.68
21
Begley, T. Paul. 1996. Cognitive Perspective on the Nature and Function of Values
in Educational Administration. K. Leithwood et al (eds), Chapter 17, Part 1
International Handbook of Educational Leadership and Administration.
Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Geertz, Cliford. 1973. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books,
Inc.
Hesket, L. James. Corporate Culture and Performance. New York: Oxford the
Free Press.
22
Hobby, Russel. 2004. A Culture for Learning: An Investigation into the Values and
Beliefs Associated with Effective Schools. United States America: Hay Group
Education.
Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. 2005. Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Leithwood, dan Aitken, Jantzi. 2001. Making Schools Smarter. A System for
Monitoring School and District Progress. Readernr. 71624.
Lipham, M. James dan Hoeh, James. 1974, The Principalship: Foundations and
Functions. New York: Harper & Row Publishers.
23
Reynolds, D. dan Teddie, C. 1999. The Future Agenda of Studies into the
Effectiveness of Schools. Raedernr.71629.
Rusmini. Implementasi Budaya Akademis: Studi pada Fakultas Tarbiyah IAIN STS
Jambi. Tesis Program Pascasarjana IAIN STS Jambi.
Sammons, Pam. Hilman, Josh, dan Mortimore, Peter. 1995. Key Characteristics
of Effective Schools: A review of school effectiveness research.
24