Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

MATA PELAJARAN AL QURAN HADITS DI


MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI 2 KARAWANG

Ditulis oleh

YAYAH HOERIYAH
NIM. 1910632030037

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2019/2020
1. Pendahuluan
Permasalahan pendidikan senantiasa muncul dan berkembang seiring dengan
berjalannya waktu, dan selalu ada ruang untuk diperbincangkan dan diperdebatkan.
Mulai dari masalah yang bersifat fundamental sampai dengan hal-hal yang bersifat
teknis operasional. Menurut Djamarah (2002), pembicaraan pendidikan terutama tertuju
pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai
pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang
handal, baik secara akademis, sosio-personal maupun vokasional.
Pada aspek pelaku langsung proses pendidikan di ruang kelas, kompetensi yang
dimiliki oleh seorang guru juga masih menghadapi kendala. Laksana (2013, hal 52)
mengungkapkan rendahnya kemampuan profesional dan kompetensi guru pada semua
jenis dan jenjang pendidikan, terutama pada kesenjangan antara ketersediaan guru dan
kebutuhan guru di lapangan.
Selain pada guru, permasalahan pendidikan juga muncul pada diri siswa.
Menurut Masroza (dalam Yeni, 2015, hlm. 1) mengungkapkan bahwa kesulitan belajar
merupakan gangguan yang secara nyata ada pada anak yang terkait dengan tugas
umum maupun khusus, yang diduga disebabkan karena faktor disfungsi neurologis,
proses psikologis maupun sebab-sebab lainnya sehingga anak yang berkesulitan
belajar dalam suatu kelas menunjukkan prestasi belajar rendah.
Anak-anak dengan ketidakmampuan belajar memiliki karakteristik unik mereka
sendiri dan gaya belajar yang berbeda. Oleh karena itu, setiap anak memiliki
kemampuan untuk berhasil dalam studi mereka. Guru mampu dalam memantau
kemajuan mereka dan menerapkan berbagai strategi mengajar di kelas.
Salamah (2015, hlm. 131) juga mengungkapkan keprihatinan terhadap kualitas
pendidikan yang berkaitan erat dengan kualitas hasil belajar siswa, dan hasil belajar
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat di dalam proses pendidikan dan
pembelajaran, seperti guru, kurikulum, saranan prasarana dan lingkungan.
Tiga aspek penting yang saling terkait dengan kualitas pendidikan, yaitu ; (1)
Siswa merupakan raw input pendidikan yang memiliki potensi baik intelegensi, emosi
dan nilai religi yang diyakininya. Potensi-potensi tersebut bagi siswa sifatnya
berkembang, baik melalui pendidikan di keluarga, masyarakat, maupun pada lembaga
pendidikan sekolah. Proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah memaksimalkan
perkembangan potensi-potensi tersebut. (2) Instrumental input, yang meliputi;
kebijakan pendidikan yang baik yang ditetapkan pemerintah maupun kepala madrasah
serta guru. Guru merupakan sosok menjadi ujung tombak proses pendidikan, kualitas
dan profesionalitasnya berpengaruh langsung pada hasil pendidikan. Sebagus apapun
kurikulum tanpa dukungan guru yang profesional, tentu tidak akan mecapai tujuan
dengan baik, pula sebaliknya. (3) Aspek lainnya adalah environmental input, baik
kelas, sekolah maupun masyarakat. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh pada hasil pendidikan. Pengelolaan dan rekayasa lingkungan kelas dan
sekolah harus berlandaskan pada tujuan untuk mengoptimalkan perkembangan
berbagai potensi siswa, sehingga hasil belajar dapat dicapai secara maksimal. Semua
aspek tersebut berpengaruh langsung pada hasil pendidikan, maka setiap aspek
tersebut perlu dipertimbangkan dalam penetapan kurikulum baik dalam perumusan
kebijakan, desain, maupun implementasinya dalam bentuk proses pembelajaran.
Menurut Fa’atin (dalam Wahyuningsih, 2018, hlm. 31) mengungkapkan bahwa
secara substansial mata pelajaran Alquran Hadist memiliki kontribusi dalam
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mencintai kitab sucinya, mempelajari
dan mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam alquran dan hadist
nabi dalam kehidupan sehari-hari sebagai manifiesta dari keimanannya kepada Allah,
malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, rasul-rasulnya, hari akhir, serta qada dan qadar.
nilai-nilai qur’ani dan sunnah rasul ini sangat penting untuk dipraktikan dan dibiasakan
sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses pembelajarannya, kesulitan dan hambatan kadang dialami oleh
siswa antara lain, kesulitan membaca huruf arab, kesulitan menulis huruf arab dan
kurangnya minat belajar siswa yang ditandai dengan hasil belajar yang rendah, lambat
dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru, serta hasil belajar
yang dicapai tidak seimbang dengan upaya yang dilakukan (Chaerudin, 2014, hlm . i)
Suraijiah (2015, hlm. 85) mengungkapkan bahwa pembelajaran Alquran Hadits
hanya menghasilkan aspek penguasaan secara teoritis (knowledge) saja, sehingga
tidak jarang ketika mempraktikkannya banyak yang keliru. Misalnya siswa tahu hukum
bacaan Iqlaab (tanwin dan Nin sukun bertemu dengan huruf “Ba”) dan ikhfa syafawi
(mim sukun bertemu dengan huruf “ba”), tetapi ketika pada tatanan prakteknya bacaan
mereka tidak dapat membedakan antara hukum bacaan tersebut. Padahal hakekatnya
pembelajaran tajwid tidak hanya sekedar hanya tahu bahkan lebih dari semua itu aspek
keterampilan pengucapan justru lebih penting.
Berdasarkan hasil pengamatan, perolehan nilai Alquran Hadits di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 2 Karawang untuk tahun pelajaran 2018/2019 mendapatkan nila-rata
paling kecil dibandingkan mata pelajaran yang lain. Datanya disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata nilai mapel Pendidikan Agam Islam


No Mata pelajaran Rata-rata Nilai
1 Alquran Hadits 77,62
2 Akidah Akhlak 79,62
3 Fikih 80,33

Dari permasalahan di atas, penulis mencoba mengurai pengaruh gaya belajar


siswa terhadap hasil belajar mata pelajaran Alquran Hadits di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 2 Karawang.

2. Kajian Teori
Gagne (dalam Hudaibiah dan Siagian, 2015, hlm. 250) mendefinisikan belajar
sebagai perubahan dalam disposisi melalui usaha yang sungguh-sungguh yang
dilakukan dalam waktu tertentu dan bukan karena proses pertumbuhan. belajar adalah
suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dengan kata lain bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi karena adanya
usaha dan penguatan terhadap suatu bentuk pengetahuan dan informasi yang
dilakukan secara teratur.
Menurut Nasution (2005, hlm. 94) mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah
cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang pembelajar dalam menangkap
stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal. Cara belajar ini
berkaitan dengan pribadi seseorang yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan
riwayat perkembangannya.
Sedangkan De Porter (2000, hlm. 165) menyatakan bahwa gaya belajar adalah
orang belajar dengan cara yang berbeda-beda, dan semua cara sama baiknya. Setiap
cara mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Dalam kenyataannya, semua pembelajar
memiliki gaya belajar itu (audio, visual dan kinestetik); hanya saja biasanya satu gaya
yang mendominasi.
Dari uraian di atas, gaya belajar merupakan ciri khas yang dimiliki oleh seorang
pembelajar dalam proses pembelajarannya yang tergantung kepada sifat dan
karakteristik individu. Setiap gaya belajar akan memberikan dampak yang sama
terhadap hasil belajar, tergantung kepada bagaimana seorang guru mengorkestrasi
proses belajar.
Nufus (2014, hlm. 16) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu
puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.
Hasil belajar dapat berupa dampak pembelajaran dan dampak pengiring. Kedua
dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan peserta didik. Sebagai alat penilaian hasil
pencapaian tujuan dan pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus.
Untuk memahami pengertian hasil belajar maka harus bertitik tolak dari pengertian
belajar itu sendiri. Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dan pengajaran,
evaluasi harus dilakukan secara terus menerus.
Muhibbinsyah (2002, hlm 145-146) menyatakan bahwa hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
1. Faktor intern, yaitu hal-hal yang atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa
itu sendiri diantaranya adalah :
(a) faktor fisiologis, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan
tonus jasmani. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai pusing
kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif).
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Panca indera yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
(b) Faktor psikologis, diantaranya inteligensia yang merupakan kesanggupan
untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru, denagn menggunakan alat-
alat berfikir yang sesuai denan tujuannya. Bakat, merupakan kecakapan
dasar yang dibawa sejak lahir. Minat, merupakan sifat yang relatif menetap
pada diri seseorang. Motivasi, yang berfungsi menimbulkan, mendasari,
mengarahkan perbuatan belajar.
2. Faktor ekstern, merupakan faktor dari luar diri manusia itu sendiri yang meliputi
faktor lingkungan sosial (lingkungan sosial sekolah, sosial masyarakat dan sosial
keluarga) dan lingkungan non sosial.
.
3. Pembahasan
Kemampuan siswa untuk memahami dan menyerap informasi/pelajaran sudah
pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat.
Setiap siswa tidak hanya belajar dengan kecepatan yang berbeda tetapi juga
memproses informasi dengan cara yang berbeda. Karenanya, mereka seringkali harus
menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang
sama.
Ada tiga jenis gaya belajar [3], yaitu: a) gaya belajar visual; b) gaya belajar
auditorial; dan c) gaya belajar kinestetik.
A. VISUAL
Menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus
diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Gaya belajar seperti ini
mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa
mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi siswa yang memiliki gaya
belajar visual, yaitu 1) kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual
untuk mengetahuinya atau memahaminya; 2) memiliki kepekaan yang kuat terhadap
warna; 3) memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik; 4) memiliki
kesulitan dalam berdialog secara langsung; 5) terlalu reaktif terhadap suara; 6) sulit
mengikuti anjuran secara lisan; dan 7) seringkali salah menginterpretasikan kata atau
ucapan.

B. AUDITORIAL
Mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya.
Karakteristik gaya belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai
alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru
kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Ada beberapa karakteristik
yang khas bagi siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, yaitu, 1) siswa yang
memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui
pendengaran; 2) memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan
secara langsung; dan 3) memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. Kata-kata khas
yang digunakan oleh orang auditorial dalam pembicaraan tidak jauh dari ungkapan
“aku mendengar apa yang kau katakan” dan kecepatan bicaranya sedang.

C. KINESTETIK
Mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang emberikan
informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada karakteristik gaya belajar
seperti ini yang tidak semua individu bisa melakukannya. Karakteristik yang khas bagi
siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, yaitu menempatkan tangan sebagai alat
penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya
saja, siswa yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus
membaca penjelasannya.
Hanya beberapa siswa yang memiliki satu macam gaya belajar secara menonjol.
Pada umumnya siswa memiliki lebih dari satu macam gaya belajar, misalnya memiliki
gabungan antara gaya belajar kinestetik dan visual atau gaya belajar auditorial dan
visual, dan sebagainya.
Menurut Hasrul (dalam Widayanti, 2013 hlm 8) menyatakan Indentifikasi gaya
belajar visual, auditorial dan kinestetik membedakan bagaimana kita menyerap
informasi untuk menentukan dominasi otak dan bagaimana siswa memproses
informasi. Model ini awalnya dikembangkan oleh Anthony Gregorc, profesor di
bidang kurikulum dan pengajaran di Universitas Connecticut. Kajian investigatifnya
menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak, yaitu 1) Persepsi konkret dan
abstrak; dan 2) Kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan acak
(nonlinear). Ini dapat dipadukan menjadi empat kombinasi kelompok perilaku yang
disebut gaya berpikir. Gregorc menyebut gaya-gaya ini dengan sekusensial konkret,
sekuensial abstrak, acak konkret, acak abstrak. Siswa yang termasuk dalam kategori
”sekuensial” cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedang siswa yang berpikir secara
”acak” biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan.
Menurut Wdayanti (2013, hlm. 9) menyatakan bahwa kemampuan manusia yang
diperoleh melalui proses belajar meliputi tiga hal, yaitu achievment, capacity dan
atitude. Hasil belajar di sekolah tidak hanya dapat diukur dari hasil tes saja (dari segi
kognitif), tetapi juga dari sikap siswa (afektif) dan keterampilan siswa (psikomotor). Hasil
belajar siswa dari segi kognitif diperoleh berdasarkan hasil ujian yang diberikan pada
siswa.
Hasil belajar keterampilan siswa diperoleh dari kerja ilmiah yang dilakukan oleh
siswa pada kegiatan percobaan. Sedangkan hasil belajar afektif diperoleh dari sikap
siswa selama mengikuti proses kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir, baik
pada saat diskusi kelas maupun diskusi kelompok, ataupun ketika kegiatan
pembelajaran yang lainnya.
Penting bagi guru untuk memperhatikan beberapa tipe gaya belajar yang
berbeda-beda ini ketika akan merancang pembelajaran dan aktivitas-aktivitas di
dalamnya yang melibatkan siswa. Harus diseimbangkan antara apa yang menjadi
minat individu dengan apa yang terbaik bagi kelompok. Guru juga harus
memperhatikan karakter khusus individu ketika menyimpannya dalam sebuah
kelompok. Guru harus jeli, siswa mana yang butuh perhatian lebih, siswa mana
yang butuh banyak penjelasan dan siswa mana yang butuh banyak praktek bahasa.
Gaya belajar adalah cara yang relatif tetap dan konsisten yang dilakukan
seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, cara berpikir
dan cara memecahkan masalah. Maka dapat dikatakan bahwa gaya belajar merupakan
salah satu dari karakteristik siswa. Gaya belajar dan kualitas pembelajaran memiliki
hubungan erat dan pengaruh terhadap proses pembelajaran dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
Pada dasarnya karakter siswa yang satu berbeda dengan siswa lainnya dan
kemampuan tiap anak dalam menguasai serta memahami suatu bahan pelajaran
berbeda-beda pula (Dimyati dan Mudjionao dalam Widayanti, 2013, hlm. 9). Dalam hal
ini siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama
persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan individual ini
berpengaruh pada cara belajar dan hasil belajar. Karenanya, perbedaan individu perlu
diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran yaitu dengan memperhatikan gaya
belajar siswa dengan cara pengelompokan berdasarkan gaya belajar. Dalam proses
pembelajaran di kelas, hendaknya guru tidak hanya memperhatikan strategi dalam
mengajarnya saja tapi juga memperhatikan perbedaan karakteristik masing-masing
siswa. Setiap siswa memiliki cara/gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga dalam
menerima, mengolah, dan mengingat informasi yang diperoleh juga berbeda-beda.
Dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru dapat mengarahkan mereka untuk
belajar sesuai dengan gaya belajar yang mereka miliki sehingga dapat dengan mudah
menerima pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Upaya yang dapat
dilakukan pengajar adalah memperhatikan gaya belajar siswa dengan cara
pengelompokan berdasarkan gaya belajar
Langkah awal yang harus dilakukan oleh pengajar adalah memperkenalkan
siswa untuk mengenali gaya belajarnya sendiri dengan mempergunakan angket gaya
belajar, kemudian setelah guru menganalisisnya, hasil angket disampaikan kepada
siswa dan mereka dianjurkan mengambil langkah-langkah belajar yang sesuai dengan
gaya belajarnya.
Guru memberikan pembelajaran yang beragam sehingga mengakomodasi ketiga
jenis gaya belajar, yang harus dilakukan guru terhadap siswa yaitu:
1. Siswa gaya belajar visual
a. Memberikan pembelajaran dengan menggunakan beragam bentuk grafis
untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu
berupa slide, film, gambar ilustrasi, catatan, coretan-coretan, dan kartu
gambar dengan warna warni menarik yang bisa digunakan untuk
menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
b. Dorong siswa untuk menguatkan dengan menggunakan simbol/warna
c. Gunakan salinan kata kunci yang dibagikan kepada siswa selanjutnya
siswa mendefinisikan dengan bahasanya sendiri.
d. Gunakan gambar berwarna, grafik, tabel sebagai media pembelajaran.
e. Pergunakan setiap gambar/tulisan/benda di dalam kelas sebagai sumber
pembelajaran.
2. Siswa gaya belajar auditorial
a. Menerapkan pembelajaran dengan berdiskusi kelompok dan menjelaskan
pokok bahasan dengan panjang lebar yang kemudian oleh siswa diringkas
dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami,
atau siswa dapat juga menggunakan tape perekam yang digunakan untuk
merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau penjelasan guru untuk
kemudian didengar kembali.
b. Variasikan vokal saat memberikan penjelasan, seperti intonasi, volume
suara, ataupun kecepatannya.
c. Gunakan pengulangan-pengulangan konsep yang sudah diberikan (jelaskan
berulangulang).
d. Tutor sebaya.
e. Sekali-kali, ubahlah konsep materi ajar ke dalam bentuk percakapan,
pendiktean, diskusi, atau rekaman audio yang bisa didengar siswa
f. Selingi dengan musik.
3. Siswa gaya belajar kinestetik
a. Memberikan pembelajaran dengan cara selalu berorientasi pada fisik dan
banyak bergerak.
b. Belajar melalui pengalaman dengan menggunakan model atau alat peraga,
belajar di laboratorium, dan bermain sambil belajar.
c. Menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung fakta di lapangan.
d. Saat membimbing secara perorangan biasakan berdiri/duduk di samping
siswa.
e. Buat aturan main agar siswa boleh melakukan banyak gerak di dalam
kelas.
f. Peragakan konsep secara demonstratif, sambil siswa memahaminya secara
bertahap.
g. Biasakan berbicara kepada setiap siswa secara pribadi saat di dalam
kelas.
h. Gunakan drama/simulasi konsep secara konkret.
Sebaiknya guru dapat melayani semua siswa dengan ketiga gaya belajar
tersebut. Guru membantu setiap siswa untuk melibatkan seluruh gaya belajar yang
dimilikinya, karena dengan melibatkan seluruh gaya belajar tersebut akan dapat
membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang diterimanya. Pada
pembelajaran ini, guru akan mengalami kerepotan di awal pembelajaran pada saat
menyiapkan bahan ajar karena guru harus bisa melayani keperluan siswa sesuai gaya
belajarnya. Hal ini berarti guru harus menyampaikan bahan ajar dengan cara yang
bervariasi. Jika bahan ajar disampaikan sesuai dengan jenis gaya belajar maka siswa
yang bersangkutan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Aktivitas-aktivitas yang berbeda memerlukan cara berpikiryang berbeda pula,
jadi keuntungan untuk mengetahui dominasi otak adalah cara dominan yang mana
yangdapat dilakukan dan apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan cara
berpikir yang lain. Siswa yang berbakat tampaknya dapat belajar dengan cara yang
sama baik secara visual,auditorial, dan kinestetik. Mereka lebih seimbang dalam
mengunakan belahan otak kanan dan otak kiri.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan bahwa ternyata kita
memiliki cara belajar dan berpikir yang berbeda-beda. Kita akan merasa lebih efektif
dan lebih baik dengan menggunakan lebih banyak mendengarkan, namun orang lain
merasa lebih baik dengan membaca bahkan ada yang merasa bahwa hasilnya akan
optimal jika kita belajar langsung mempraktikkan apa yang akan dipelajari. Bagaimana
cara kita belajar akan mempengaruhi struktur otak.
Tubi dan Hamilo’glu (dalam Widayanti, 2013, hlm 11) mengungkapkan bahwa

penerapan gaya belajar yang sesuai akan meningkatkan proses pembelajaran, bahkan

ditegaskan pula olehnya jika ada kesesuaian antara model pembelajaran dengan gaya

belajar maka akan tercipta suasana belajar produktif di dalam kelas. Hasil penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa identifikasi gaya belajar menunjukkan pengaruh

yang signifikan terhadap hasil belajar.


DAFTAR REFERENSI
Chaerudin, A. (2014. ). Upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar mata pelajaran
Al-Quran Hadits pada siswa MI GUPPI Pakuncen Kec. Bobotsari Kab. Purbalingga
Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Purwokerto: STAIN Purwokerto.

De Porter, B. (2000). Quantum teaching; mempraktekkan quantum learning di ruang


kelas. Bandung: Kaifa.

Djamarah. (2002). Hubungan kesehatan mental terhadap motivasi belajar pelajar


remaja di daerah pasca bencana aceh. Prosiding seminar pendidikan UKM .

Hudaibiah, & Siagian, S. (2015). Pengaruh strategi pembelajaran dan gaya belajar
terhadap hasil belajar alquran hadits. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol 8, No. 2 ,
250-263.

Laksana, D. N. (2013). Analisis keterampilan dasar mengajar guru-guru nonsarjana


sekolah dasar di Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada. Jurnal Ilmiah Pendidikan,
Vol 1, No 1 , 51-58.

Nasution, S. (2005). Pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Nufus, H. (2014). Penilaian dan Evaluasi dalam Rangka Implementasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Salamah. (2015). Implementasi kurikulum holistik untuk meningkatkan hasil belajar


pendidikan agama Islam pada siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Banjarmasin.
Al-Banjari, vol 14, No.2 , 131-156.

Wahyuningsih, S. (2018). Pengaruh strategi random text terhadap hasil belajar peserta
didik pada mata pelajaran alquran hadits kelas IV MI Masyariqul Anwar 4
Sukabumi Bandar Lampung. Skripsi. Lampung: UIN Raden Intan .

Widayanti, F. D. (2013). Pentingnya mengetahui gaya belajar siswa dalam


pembelajaran di kelas. Erudio, Vo. 2, No. 1 , 7-21.

Yeni, E. M. (2015). Kesulitan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Jupendas, Vol 2,


No. 2 , 1-10.

Anda mungkin juga menyukai