Oleh
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan peritonium yang dapat umum atau setempat. Peritonitis akut
umum dapat menyusul perforasi salah satu saluran berongga, atau dari apendiks atau kandung
empedu (Pearce, 2009). Peritonitis adalah peradangan peritonium yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dan
lain-lain) ruptura saluran cerna dan luka tembus abdomen (Price & Wilson, 2006). Peritonitis
adalah inflamasi lapisan peritoneum (membran serosa rongga abdomen dan meliputi viresela).
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri. Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
atau pada wanita dari organ reproduktif internal (Smeltzer & Bare, 2002).
Gambar 1. Peritonitis
2. Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh:
a. Peritonitis bakterial
Disebabkan invasi/masuknya bakteri ke dalam rongga peritoneum pada saluran makanan yang
mengalami perforasi. Kuman yang paling sering ialah bakteri E.Coli, Streptokokus alpha dan
beta hemoliti, stapilokokus aureus, enterikokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechi.
b. Peritonitis Kimiawi
Disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu sebagai akibat
cidera/perforasi usus/saluran empedu.
Selain itu, infeksi pada peritonitis dapat pula terjadi melalui:
a. Secara langsung dari luar
1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai
pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma seperti rupturs limpa, ruptur hati, dipijet.
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis
b. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
Streptokokus atau Pneumokokus.
3. Klasifikasi
Pengelompokan jenis-jenis peritonitis antara lain:
a. Peritonitis Primer
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk ke dalam
rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat genital.
b. Peritonitis Sekunder
Terjadi jika kuman masuk ke dalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke rongga peritoneum.
Misalnya pemasangan kateter.
d. Patofisiologi
Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran
infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi
satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak dapat
mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Gejala bebeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya
peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utama adalah sakit perut
(biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi,
demam dan leukositosis sering terjadi (Price & Wilson, 2006).
f. Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah dan
syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya
bakteri dalam darah.
2) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana perdarahan parah dan hilangnya cairan
membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh.
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misalnya abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1. Adhesi
Adhesi adalah perlengketan abnormal serat kolagen dengan struktur sekitarnya selama
imobilisasi pasca trauma atau sebagai komplikasi dari operasi yang membatasi elastisitas
normal dari struktur yang terlibat.
c) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance
4) CT scan abdomen
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT
scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara
bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik
dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan
efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan
murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan
keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik
10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan
kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena
mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa
penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
5) USG
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini
berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah
sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya
berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih
penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks dan sebagainya) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
a) Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b) Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan
kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi
maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)
pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase
peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan
segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi
kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat
direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan
darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang
mencakup tiga fase yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien
ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan
mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi:
memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa
contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesejajaran tubuh.
c) Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup
rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus
terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan
melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah
lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
B. Clinical Pathway
Kontaminasi bakteri pada Infeksi akut/perforasi Luka /trauma penetrasi Komplikasi dari proses Iritan langsung (getah
cavum peritonium traktus GI/traktus inflamasi organ-organ lambung/getah empedu/
urinarius intraabdominal getah pankreas)
Menurunnya aktivitas Mengaktifkan neutrofil dan Keluarnya eksudat Pelepasan berbagai mediator
peristaltik usus makrofag kimiawi (histamin, bradikinin,
serotonin, interleukin)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam rongga abdomen
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kedalaman pernapasan
sekunder distensi abdomen
e. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan oliguria
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke
jaringan perifer
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas dan monitor pernapasan
berhubungan dengan selama ..x 24 jam pasien menunjukkan 1. Monitor respirasi dan status O2
kurang dari kebutuhan tubuh selama... x 24 jam, diharapkan pemenuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
5. Discharge Planning
a. Obat
Beritahu pasien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian
obat
b. Diet yang dianjurkan
Pasien disarankan mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung glutamin meliputi
protein hewani seperti ikan, telur, susu, daging sapi, yogurt. Selain itu dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung omega 3.Omega 3 juga berperan dalam
tingkat penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E dan vitamin
K.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner, Cheryl M.
2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam Edisi Bahasa Indonesia.
Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing
Pearce, Evelyn C. 2009. A natomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Price, Sylvia Anderson., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzannce C., & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.