Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS

GENERALISATA di RUANG HCU RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun untuk menyelesaikan tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Gadar Kritis

Oleh

Aamnda Putri Anugerah, S.Kep


NIM 122311101065

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan peritonium yang dapat umum atau setempat. Peritonitis akut
umum dapat menyusul perforasi salah satu saluran berongga, atau dari apendiks atau kandung
empedu (Pearce, 2009). Peritonitis adalah peradangan peritonium yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dan
lain-lain) ruptura saluran cerna dan luka tembus abdomen (Price & Wilson, 2006). Peritonitis
adalah inflamasi lapisan peritoneum (membran serosa rongga abdomen dan meliputi viresela).
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri. Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
atau pada wanita dari organ reproduktif internal (Smeltzer & Bare, 2002).

Gambar 1. Peritonitis

2. Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh:
a. Peritonitis bakterial
Disebabkan invasi/masuknya bakteri ke dalam rongga peritoneum pada saluran makanan yang
mengalami perforasi. Kuman yang paling sering ialah bakteri E.Coli, Streptokokus alpha dan
beta hemoliti, stapilokokus aureus, enterikokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechi.

b. Peritonitis Kimiawi
Disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu sebagai akibat
cidera/perforasi usus/saluran empedu.
Selain itu, infeksi pada peritonitis dapat pula terjadi melalui:
a. Secara langsung dari luar
1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai
pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma seperti rupturs limpa, ruptur hati, dipijet.
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis
b. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
Streptokokus atau Pneumokokus.

3. Klasifikasi
Pengelompokan jenis-jenis peritonitis antara lain:
a. Peritonitis Primer
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk ke dalam
rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat genital.
b. Peritonitis Sekunder
Terjadi jika kuman masuk ke dalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke rongga peritoneum.
Misalnya pemasangan kateter.

d. Patofisiologi
Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran
infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi
satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak dapat
mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan

peritoneum atau bila infeksi menyebar dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Gejala bebeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya
peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utama adalah sakit perut
(biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi,
demam dan leukositosis sering terjadi (Price & Wilson, 2006).

e. Tanda dan gejala


Menurut Brooker (2009), peritonitis ditandai dengan rigiditas dan nyeri abdomen, distensi,
nyeri tekan yang hilang-timbul, dan perubahan bising usus. Pasien mengalami mual dan muntah
serta terjadi dehidrasi. Suhu dan denyut nadi meningkat, serta pernapasan sering cepat dan
dangkal (karena bernapas dalam memperberat nyeri). Jika tidak diobati, pasien menjadi
hipovolemik disertai ketidakseimbangan elektrolit, dan terjadi syok disertai hipotensi dan
takikardia. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang
sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen
yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.

f. Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah dan
syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya
bakteri dalam darah.
2) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana perdarahan parah dan hilangnya cairan
membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh.
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misalnya abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1. Adhesi
Adhesi adalah perlengketan abnormal serat kolagen dengan struktur sekitarnya selama
imobilisasi pasca trauma atau sebagai komplikasi dari operasi yang membatasi elastisitas
normal dari struktur yang terlibat.

2. Obstruksi intestinal rekuren


Obstruksi Intestinal adalah gangguan pasase dari isi usus akibat sumbatan sehingga terjadi
penumpukkancairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut.

g. Pemeriksaan khusus dan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1) Test laboratorium
a) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b) Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan
pH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
2) X-Ray
Dari tes X-Ray didapat foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan:
a) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis
b) Usus halus dan usus besar dilatasi
c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi
3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen
3 posisi, yaitu :
a) Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.
c) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi
anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
a) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
b) Posisi LLD (Left Lateral Decubitus), untuk melihat air fluid level dan kemungkinan
perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid
level.

c) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance
4) CT scan abdomen
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT
scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara
bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik
dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan
efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan
murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan
keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik
10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan
kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena
mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa
penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
5) USG
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini
berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah
sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya
berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih
penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

h. Terapi yang dilakukan


Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).Pertimbangan dilakukan
pembedahan antara lain:
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda
sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan
kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang
tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengeliminasi sumber infeksi
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan


Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka perawat harus mempersiapkan
pasien untuk tindakan bedah antara lain:
a. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna
b. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung
c. Pemasangan kateter untuk diagnostik maupun monitoring urin
d. Pemberian terapi cairan melalui I.V
e. Pemberian antibiotik
Terapi bedah pada peritonitis anatara lain:
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian rongga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase,
irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi:
a. Pemberian cairan IV, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi
b. Pemberian antibiotik
c. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak
ada distensi abdomen

1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks dan sebagainya) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
a) Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b) Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan

kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan
kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi
maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)
pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase
peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan
segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi
kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat
direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan
darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang
mencakup tiga fase yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien
ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan
mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi:
memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa
contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesejajaran tubuh.
c) Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup
rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus
terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan

melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah
lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
B. Clinical Pathway

Kontaminasi bakteri pada Infeksi akut/perforasi Luka /trauma penetrasi Komplikasi dari proses Iritan langsung (getah
cavum peritonium traktus GI/traktus inflamasi organ-organ lambung/getah empedu/
urinarius intraabdominal getah pankreas)

Penyebaran bakteri ke Kuman dari luar masuk


peritonium ke cavum peritonium

Inflamasi pada peritonium (peritonitis)

Menurunnya aktivitas Mengaktifkan neutrofil dan Keluarnya eksudat Pelepasan berbagai mediator
peristaltik usus makrofag kimiawi (histamin, bradikinin,
serotonin, interleukin)

Ileus Pelepasan zat pirogen endogen Risiko Infeksi

Terjadi peregangan usus Merangsang sel-sel endotel Merangsang saraf


hipotalamus perasa nyeri

Malabsorbsi air Absorpsi makanan Mengeluarkan asam arakidonat Nyeri


pada colon terganggu

Konstipasi Memicu pengeluargan


Nyeri akut
BB menurun prostaglandin

Ketidakseimbangan Memicu kerja termostat Peningkatan permeabilitas kapiler dan


nutrisi kurang dari hipotalamus membran mengalami kebocoran
kebutuhan tubuh
Meningkatkan suhu tubuh
Pengumpulan cairan di Kehilangan sejumlah besar cairan
Hipertemia rongga peritonium

Peningkatan tekanan Asites Dehidrasi Hipotensi


intraabdominal

Kelebihan Kekurangan Aliran Aliran darah ke


Merangsang saraf Menekan diafragma Mendesak lambung volume cairan volume cairan darah ke jaringan perifer
perasa nyeri intertisil intravaskuler ginjal menurun
menurun
Penurunan ekspansi Meningkatnya asam
paru lambung
Nyeri
Glumerular Ketidakefektifanp Oksigen ke
filtrasion rate erfusi jaringan perifer menurun
Sesak napas Meransang pusat muntah
Nyeri akut menurun perifer
di hipotalamus
Metabolisme
Ketidakefektifan anaerob
Oliguria
pola napas Mual muntah

Gangguan Energi menurun


Ketidakseimbangan nutrisi eliminasi urine
kurang dari kebutuhan tubuh
Kelemahan
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
a. Anamnesa
1) Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada pasien peritonitis biasanya mengeluh nyeri dibagian perut sebelah kanan.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang, demam, mual, muntah, bising usus menurun

bahkan hilang, takikardia, takipnea.


c) Riwayat kesehatan terdahulu
Pada pasien peritonitis mempunyai riwayat ruptut saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
d) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga sebelumnya ada yang memiliki riwayat peritonitis atau
tidak.
b. Pengkajian Keperawatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada pasien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat anti nyeri.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada pasien peritonitis akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat proses
patologis organ viseral seperti obstruksi atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal,
selain itu terjadi sitensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltik usus
menurun (<12 x/menit). diet yang diberikan berupa makanan cair seperti bubur saring

dan diberikan melalui NGT.


3) Pola eliminasi
Pada pasien peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan defekasi,
turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pada pasien peritonitis mengalami letih, sulit berjalan. Ketidakmampuan pergerakan
sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola napas iregulaer ( >20 x/menit).
Pasien peritonitis mengalami takikardia, akral: dingin, basah, dan pucat.
5) Pola tidur dan istirahat
Pada kasus yang parah susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur.
6) Pola kognitif dan perseptual
Pada pasien peritonitis didapatkan mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
7) Pola persepsi diri
Pada pasien peritonitis mengalami perubahan emosional.
8) Pola seksualitas dan reproduksi
Pada pasien peritonitis, wanita berhubungan dengan kehamilan, julah anak, menstruasi,
pernah terjangkit penyakit menular sehingga menghindari aktivitas seksual. Pada pasien

yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.


9) Pola peran dan hubungan
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10) Pola manajemen koping stress
Pada pasien peritonitis didapatkan tingkat kecemasan tingkat berat.
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama memperngaruhi sikap
tentang penyakit yang sedang dialaminya. Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah
sehari-hari.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Keadaan umum pasien dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan
posisi pasien, kesadaran dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti kompos mentis,
apatis, somnolen, supor, koma, dan delirium serta status gizinya, GCS.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboartorium
 Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intraabdomen
menunjukkan adanya leukositosis
 Cairan peritoneal
 Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
b) Pemeriksaan radiologi
 Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan
gas dalam usus
 USG
 Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan
gas dalam usus halus dan usu besar atau pada kasusu perforasi organ visera. Foto
tersebut menunjukkan udara bebas dibawah diafragma.
 Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam rongga abdomen
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kedalaman pernapasan
sekunder distensi abdomen
e. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan oliguria
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke
jaringan perifer
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas dan monitor pernapasan

berhubungan dengan selama ..x 24 jam pasien menunjukkan 1. Monitor respirasi dan status O2

penurunan kedalaman keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan


kriteria hasil:
pernapasan sekunder distensi
a. Suara nafas yang bersih, tidak ada 2. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
abdomen
sianosis dan dyspneu
b. Irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal (16-20x/menit)
c. TTV dalam batas normal (TD: 120/80, 3. Berikan posisi yang nyaman yaitu semifowler
RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, 4. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam.
Suhu 36,5-37,5oC)
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
oksigen.

2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan k eperawatan Manajemen Nyeri


dengan akumulasi cairan di selama... x 24 jam, diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi
dalam rongga abdomen terkontrol dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
a. Mengenali kapan terjadinya nyeri intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
b. Menggambarkan faktor penyebab 2. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan

c. Melaporkan nyeri terkontrol dengan pemantauan yang ketat


3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti hipnosis,
relaksasi

6. Dorong pasien untuk menggunakan obat penurun


nyeri secara adekuat
7. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
menurunkan nyeri
8. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh selama... x 24 jam, diharapkan pemenuhan 1. Kaji adanya alergi makanan

berhubungan dengan mual nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria


hasil: 2. Berikan makanan yang terpilih sesuai dengan hasil
muntah
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai konsultasi ahli gizi
tujuan 3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Monitor BB pasien
badan 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama j am
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan makan
nutrisi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
d. Tidak menunjukkan penurunan berat kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
badan
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Format evaluasi yang sering
dipakai adalah SOAP, dalam format ini dapat diketahui perkembangan keadaan pasien.
Apakah masalah keperawatan telah terselesaikan atau belum. Evaluasi keperawatan memiliki
dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif yaitu pernyataan
formatif yang merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap pasien, terhadap respon
lansung pada intervensi keperawatan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
Evaluasi sumatif adalah pernyataan sumatif yang merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis
observasi dan analisa mengenai status kesehatan klien terhadap waktu dan di dokumentasikan
dalam catatan perkembangan.

5. Discharge Planning
a. Obat

Beritahu pasien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian
obat
b. Diet yang dianjurkan
Pasien disarankan mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung glutamin meliputi
protein hewani seperti ikan, telur, susu, daging sapi, yogurt. Selain itu dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung omega 3.Omega 3 juga berperan dalam
tingkat penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E dan vitamin
K.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner, Cheryl M.
2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam Edisi Bahasa Indonesia.
Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.

Herdman, T Heather. 2015. Nanda International:Diagnosis Keperawatan: definisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing

Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan . Edisi Kelima Edisi


Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia:
CV. Mocomedia.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Pearce, Evelyn C. 2009. A natomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Price, Sylvia Anderson., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzannce C., & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai