Anda di halaman 1dari 38

RESPONSI DOKTER MUDA

TWIN-TO -TWIN TRANSFUSION SYNDROME

Oleh:

Edwin Satya J. P. 011723143081

Mikael Fery I. 011723143139

Ari Fitria W. R. 011723143140

Adhyasta Nata P. S. 011723143141

Dyah Ratri W. 011723143142

Pembimbing:
Muhammad Yusuf, dr., SpOG (K)

BAG/SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD DR. SOETOMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Tujuan......................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................3

2.1 Definisi Kehamilan Ganda......................................................................................4

2.2 Jenis-jenis Kehamilan Ganda..................................................................................4

2.3 Diagnosis Kehamilan Ganda...................................................................................8

2.4 Penatalaksanaan Kehamilan Ganda.......................................................................13

2.5 Komplikasi pada Kehamilan Ganda......................................................................13

2.6 Twin-to-twin Transfusion Syndrome....................................................................17

BAB III............................................................................................................................22

STUDI KASUS...............................................................................................................22

3.1 Identitas.................................................................................................................22

3.2 Anamnesa..............................................................................................................22

3.3 Pemeriksaan Fisik..................................................................................................24

3.4. Pemeriksaan penunjang........................................................................................25

3.5 Diagnosis...............................................................................................................25

3.6 Planning.................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan

sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan

dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40

minggu atau 9 bulan menurut kalender Internasional (Wiknjosatro, 2007:286).

Kehamilan merupakan halfisiologis yang terjadi pada seorang wanita. Meskipun

demikian, semua jenis kehamilan memiliki resiko terjadinya komplikasi pada masa

persalinan atau bahkan masa kehamilan itu sendiri. Salah satu contoh wanita yang

beresiko selama kehamilan adalah wanita yang hamil kembar. Kehamilan kembar ialah

suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih yang ada didalam kandungan selama

proses kehamilan. Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan

kembar memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila diinginkan hasil yang

memuaskan bagi ibu janin (Wiknjosastro, 2007:286). Sedangkan menurut Mochtar

Rustam (2012:259) kehamilan ganda atau kembar adalah kehamilan dengan dua jenis

janin atau lebih. Jadi, kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua jenis janin

atau lebih yang ada didalam kandungan selama proses kehamilan.

Angka kejadian kehamilan ganda di Amerika adalah lebih dari 2%. Pada

kehamilan ganda kemungkinan terjadinya abortus spontan lebih tinggi daripada

kehamilan tunggal. Makin banyak jumlah janinnya, makin tinggi terjadinya abortus.

Angka kehamilan kembar di Indonesia adalah 33% Jumlah kelahiran triplet serta

1
kelahiran dengan janin yang jumlahnya lebih besar lagi melonjak hingga 40,4

persen. Secara umum, hal ini terjadi semakin luasnya penggunaan teknologi

reproduksi dalam penatalaksanaan infertilitas. Selain itu kehamilan kembar juga

dapat terjadi karena sebab lainnya, seperti usia ibu saat kehamilan, wanita dengan

riwayat persalinan yang sering, wanita yang hamil segera setelah berhenti minum pil

KB dan juga lebih tinggi pada orang yang memiliki keturunan atau genetik kembar.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi,

diagnosis, tatalaksana dan komplikasi pada kasus kehamilan ganda terutama twin-to-

twin transfusion syndrome sehingga dapat melakukan diagnosis serta mengerti

tatalaksana awal yang tepat untuk kasus tersebut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih yang ada

didalam kandungan selama proses kehamilan. Wanita dengan kehamilan kembar

memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan

bagi ibu janin (Prawiroharjo, 2009). Sedangkan menurut Rustam tahun 2012 kehamilan

ganda atau kembar adalah kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih. Jadi, kehamilan

kembar adalah suatu kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih yang ada didalam

kandungan selama proses kehamilan.

Banyak faktor terkait dengan kehamilan ganda (Stanfordchildrens.org, n.d.).

Faktor-faktor yang terjadi secara alami antara lain:

A. Keturunan.
Riwayat keluarga dengan kehamilan ganda meningkatkan kemungkinan

memiliki anak kembar.


B. Usia yang lebih tua.
Wanita yang berusia lebih dari 30 tahun memiliki peluang konsepsi ganda

yang lebih besar. Banyak wanita saat ini menunggu untuk memiliki anak

sampai nanti dalam kehidupan. Mereka mungkin memiliki anak kembar

sebagai hasilnya.
C. Paritas tinggi.
Memiliki 1 atau lebih kehamilan sebelumnya, terutama kehamilan ganda,

meningkatkan kemungkinan memiliki kelipatan.


D. Ras.

3
Wanita Afrika-Amerika lebih cenderung memiliki anak kembar daripada ras

lain. Orang Amerika Asia dan Pribumi memiliki tingkat kelahiran kembar

terendah. Wanita kulit putih, terutama mereka yang berusia lebih dari 35

tahun, memiliki tingkat tertinggi kelahiran ganda tingkat tinggi (kembar tiga

atau lebih).

Faktor lain yang sangat meningkatkan angka kelahiran ganda dalam beberapa

tahun terakhir adalah teknologi reproduksi seperti:

E. Obat perangsang ovulasi, seperti klomifen sitrat dan hormon perangsang

folikel (FSH). Ini membantu menghasilkan banyak telur. Jika dibuahi,

mereka dapat menghasilkan banyak hasil konsepsi.


F. Teknologi reproduksi berbantuan. Fertilisasi in vitro (IVF) dan metode lain

yang dapat membantu pasangan hamil. Teknologi ini sering menggunakan

obat-obatan yang merangsang ovulasi untuk menghasilkan banyak telur. Ini

kemudian dibuahi di laboratorium dan dikembalikan ke rahim untuk tumbuh.

2.2 Jenis Kehamilan Ganda

Kehamilan kembar bisa berasal dari 2 buah ovum yang dibuahi, disebut kembar

dizigotik (DZ) atau tidak-identik; atau dari sebuah ovum yang dibuahi dan kemudian

membelah menjadi 2 bagian yang masing-masing berkembang menjadi mudigah,

disebut kembar monozigotik (MZ) atau identik. Sekitar 70% kehamilan kembar

merupakan kembar DZ, sedangkan 30% lainnya merupakan kembar MZ. Berdasarkan

korionisitas dan amnionisitasnya, kembar DZ pasti merupakan kembar dikorionik-

diamniotik (DK-DA); sedangkan kembar MZ bisa berupa monokorionik-diamniotik

(MK-DA), atau monokorionik-monoamniotik (MK-MA). Jenis korionisitas dan

4
amnionisitas kehamilan kembar akan sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan

mortalitas hasil konsepsi (Prawiroharjo, 2009).

Gambar A terlihat masing-masing kantung gestasi berisi mudigah, hal ini adalah

kembar dizigotik dengan dikorionik-diamniotik. Gambar B terlihat kantung korion

berisi 2 kantung amnion yang masing-masing kantung amnion berisi mudigah

(monokorionik-diamniotik). Gambar C terlihat 1 kantung korion dan 1 kantung amnion

yang berisi 2 janin (monokorionik-monoamniotik).

Pada USG Trimester II, korionisitas kehamilan kembar dapat diketahui dengan

memeriksa jenis kelamin kedua janin, jumlah plasenta, dan sekat pemisah kedua janin.

Bila jenis kelamin berbeda atau terdapat 2 plasenta yang letaknya terpisah,

menunjukkan kehamilan kembar DK-DA; akan tetapi bila dijumpai keadaan yang

sebaliknya belum berarti kehamilan kembar MK. Pada kembar DK, sekat pemisah

terlihat tebal (terdiri atas 2 lapisan amnion dan 2 lapisan korion); sedangkan pada

kembar MK-DA, sekat pemisah terlihat tipis (hanya terdiri atas 2 lapisan amnion). Sekat

pemisah pada kembar MK-DA seringkali sangat tipis sehingga sulit diidentifikasi

(Prawiroharjo, 2009).

2.3 Diagnosis Kehamilan Ganda

5
Diagnosa kehamilan ganda secara definitif dilakukan dengan pemeriksaan

ultrasonography (USG) , namun anamnesa dan pemeriksaan fisik juga dapat membantu

mengarahkan kita untuk mencurigai adanya kehamilan ganda. Kemungkinan terjadinya

kehamilan ganda perlu kita pikirkan pada pasien dengan riwayat kehamilan ganda di

keluarganya dan pada pasien yang melakukan IVF (In Vitro Fertilization) ataupun

induksi ovulasi. Sedangkan dari pemeriksaan fisik, terdapat beberapa tanda yang

meningkatkan kecurigaan bahwa seseorang sedang memiliki kehamilan ganda, salah

satunya adalah denyut jantung janin yang terdengar secara maksimal di dua tempat yang

berbeda dan memiliki irama yang berbeda antara satu dengan yang lain. Selain itu juga

didapatkan keluhan mual muntah yang lebih berat dibandingkan dengan kehamilan

tunggal dan tinggi fundus uteri yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan pada

umumnya (Fletcher, 2015).

Pemeriksaan USG adalah metode yang paling dipercaya dalam menegakkan

diagnosis kehamilan ganda. Selain untuk mengkonfirmasi adanya kehamilan ganda,

USG penting dilakukan untuk menentukan korionitas dari kehamilan ganda tersebut.

Korionitas dari kehamilan ganda adalah hal yang harus diketahui sejak awal kehamilan,

karena hal ini akan menentukan langkah tatalaksana selanjutnya. Korionitas ditentukan

dengan memeriksa ketebalan membran pada tempat insersi menuju plasenta, T sign

menunjukkan monokorionitas, sedangkan lambda (λ) sign menunjukkan dikorionitas.

6
Gambar 2.3 . Lambda sign dan T sign untuk menentukan korionitas

Waktu yang paling ideal untuk melihat korionitas adalah pada usia kehamilan 11-14

minggu (National Institute for Health and Care Excellence, 2013). Semakin tua usia

kehamilan, maka akan semakin sulit untuk menentukan korionitas dari kehamilan

ganda. Pada keadaan dimana korionitas sulit ditentukan maka diperlukan second

opinion dan pasien diasumsikan sebagai kehamilan ganda monokorionik sampai

dibuktikan sebaliknya (Royal College of Physicians of Ireland, 2014).

Penentuan usia kehamilan pada kehamilan ganda dapat dilakukan melalui

beberapa cara. Pada kehamilan ganda yang didapat melalui IVF, usia kehamilan

dihitung dari tanggal terjadinya fertilisasi. Sedangkan pada kasus-kasus lainnya, usia

kehamilan ditentukan berdasarkan crown-rump length dari janin yang lebih besar.

Penentuan usia kehamilan sebaiknya dilakukan saat crown-rump length berkisar

diantara 45mm-84m (sekitar usia kehamilan 11-13 minggu). Sedangkan pada ibu yang

baru memeriksakan diri setelah usia kehamilan lebih dari 14 minggu, penentuan usia

kehamilan sebaiknya dilakukan berdasarkan head circumference dari janin yang lebih

besar (FIGO, 2017).

Pelabelan dari janin pada kehamilan ganda juga penting dilakukan untuk

memonitor pertumbuhannya secara tepat. Pada pemeriksaan USG prenatal, setiap janin

7
harus diberi label dan dideskripsikan dengan sebanyak mungkin ciri untuk dapat

membedakan dengan janin lainnya, seperti “Janin A (laki-laki) berada pada sisi kiri

maternal dan berada lebih dekat dengan cervix dengan plasenta posterior” (FIGO,

2017).

2.4 Penatalaksanaan Kehamilan Ganda

Perawatan antenatal dan perinatal pada kehamilan ganda sebaiknya dilakukan di

rumah sakit, dan apabila ditemukan adanya kehamilan ganda monokorionik maka

pasien sebaiknya dirujuk lebih lanjut ke konsultan fetomaternal untuk perawatan

selanjutnya (Royal College of Physicians of Ireland, 2014).

Komite FIGO pada tahun 2017 telah memberikan panduan perawatan antenatal

bagi ibu dengan kehamilan ganda, dan terdapat perbedaan perlakuan terhadap

kehamilan ganda monokorionik dan dikorionik. Hal ini dikarenakan risiko terjadinya

komplikasi yang lebih tinggi pada kehamilan ganda monokorionik, salah satunya adalah

twin-to-twin transfusion syndrome.

8
Gambar 2.4.1. Pedoman perawatan antenatal untuk kehamilan ganda dikorionik tanpa
komplikasi

9
Gambar 2.4.2. Pedoman perawatan antenatal untuk kehamilan ganda monokorionik
tanpa komplikasi

Secara umum, kedua pedoman tersebut merekomendasikan pemeriksaan

antenatal pada usia kehamilan 11-13 minggu untuk pemeriksaan USG pertama yang

akan digunakan untuk konfirmasi usia kehamilan dan menentukan korionitas dari

kehamilan ganda tersebut. Setelah itu, pada kehamilan monokorionik perlu dilakukan

pemeriksaan USG kembali sekaligus untuk memeriksa apakah ada TTTS pada usia

kehamilan 16 minggu. Pada kehamilan dikorionik, pemeriksaan USG dilakukan

kembali pada 20 minggu. Bersamaan dengan kontrol kehamilan pada usia 20 minggu,

dilakukan pemeriksaan darah lengkap, dalam hal ini terutama untuk mendeteksi anemia

dalam kehamilan. Pedoman lain yang dibuat oleh NICE merekomendasikan bahwa pada

usia kehamilan 24 minggu dilakukan pemeriksaan tekanan darah, protein urin, serta

10
darah lengkap, dan disarankan untuk dilakukan pemberian suplementasi Fe. Pada usia

28 minggu, diberikan anti-D untuk ibu dengan rhesus negatif (NICE, 2008). Menurut

pedoman baik dari FIGO maupun NICE, ibu ditawarkan untuk menterminasi

kehamilannya setelah 37 minggu pada kehamilan dikorionik, dan 36 minggu pada

monokorionik. Pada kehamilan ganda dikorionik diamniotik tanpa komplikasi dan janin

I berada dalam posisi letak kepala, maka persalinan pervaginam dapat dilakukan.

Menurut pedoman yang ada, apabila janin I tidak berada dalam letak kepala, operasi

sectio caesaria dapat menjadi pilihan yang lebih aman (FIGO, 2017).

2.1.5 Komplikasi pada Kehamilan Ganda

2.1.5.1 Pada Ibu

Kehamilan ganda meningkatkan risiko ibu untuk mengalami abortus, anemia,

penyakit hipertensi dalam kehamilan, diabetes gestasional, perdarahan pasca salin, dan

infeksi postpartum. Selain itu, ibu dengan kehamilan ganda akan mengalami gejala

kehamilan seperti mual muntah yang lebih berat dibandingkan dengan ibu dengan

kehamilan tunggal. Risiko pre-eklampsia pada ibu dengan kehamilan ganda meningkat

3x dari ibu dengan kehamilan tunggal. Selain itu, mortalitas maternal pada ibu dengan

kehamilan ganda meningkat 2.5x dari ibu dengan kehamilan tunggal (Royal College of

Physicians of Ireland, 2014).

2.1.5.2 Pada Janin

Risiko terjadinya komplikasi pada janin dalam kehamilan ganda tergantung pada

korionitas dan amnionitas dari kehamilan tersebut. Kehamilan ganda monokorionik,

dimana kedua janin memiliki satu plasenta yang sama dan sirkulasi yang saling

berhubungan, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi selama

11
kehamilan. Salah satu kondisi yang paling sering terjadi pada kehamilan ganda

monokorionik adalah twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) (Royal College of

Physicians of Ireland, 2014). Terjadinya intra uterine growth restriction, kembar siam,

polihidramnion juga meningkat pada kehamilan ganda. Selain itu, risiko bayi lahir

preterm juga meningkat pada kehamilan ganda. Sebanyak 60 dari 100 kehamilan ganda

lahir sebelum usia 37 minggu, dan sebanyak 75% kehamilan triplet dilahirkan pada usia

35 minggu (NICE, 2013).

2.6 Twin-to-twin Transfusion Syndrome

Twin to Twin Transfusion Syndrome adalah sebuah kondisi yang merupakan

komplikasi dari kehamilan multiple monokorionik. Kemungkinan sebuah kehamilan

monokorionik diamniotic mengalami TTTS adalah 10-15%. Sindroma ini dapat

ditemukan pada semua trimester kehamilan, tetapi banyak yang terdiagnosis pada

trimester ke-2. Kebanyakan kasus TTTS adalah stage III skala Quintero.

Gambar 2.6 Kemungkinan korionitas dan amnionitas kehamilan ganda

12
2.6.1 Patogenesis TTTS

TTTS terjadi akibat kelainan hemodinamik yang disebabkan oleh anastomosis

vascular antar janin pada plasenta. Anastomosis ini terjadi pada semua kehamilan

monokorionik, tetapi tidak semua terjadi TTTS. Jenis-jenis anastomosis yang dapat

terjadi antara lain: A-A (Arterio-arterial), V-V (Veno-Venous), dan A-V (Arterio-

Venous). Dengan adanya anastomosis ini, aliran darah dalam plasenta dapat bersifat

unidireksional. Aliran unidireksional ini akan menyebabkan perbedaan volume darah

yang akan beredar pada kedua janin.

Gambar 2.6.1. Anastomosis vaskular pada twin-to-twin syndrome

Akibatnya, salah satu janin akan mengalami hipovolemi yang disebut sebagai

donor, dan janin yang lain akan mengalami hipervolemi yang disebut sebagai resipien.

Janin donor akan mengalami hipotonia, hipotrofi, anemia, oliguria, dan terjadi

13
oligohidramnion, sedangkan janin resipien akan mengalami hipertoni, hipertensi,

hipertrofi, polisitemia, dan polihidramnion.

2.6.2 Diagnosis dan Staging

Diagnosis dari TTTS dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG. Diagnosis dari

TTTS dapat ditegakkan dari 2 kriteria, yaitu:

1. Terjadinya kehamilan Monokorionik Diamniotik;

2. Didapatkan polihidramnion (Maximal Vertical Pocket > 8 cm) pada salah satu

janin, dan oligohidramnion (Maximal Vertical Pocket < 2 cm).

Selain 2 kriteria diatas, temuan-temuan USG lain yang diasosiasikan dengan

TTTS dapat dilihat pada tabel dibawah

Gambar 2.6.2 Temuan USG yang diasosiasikan dengan TTTS

14
2.6.3 Staging dari TTTS

Gambar 2.6.3.1 Staging dan kriteria staging TTS

Untuk menilai prognosis janin dengan TTTS ditentukan menggunakan sistem

staging Quintero. Quintero membagi TTTS menjadi 5 stadium:

a. Stadium I dengan parameter MVP cairan amnion: MVP < 2 cm pada

donor, dan MVP > 8 cm pada resipien.


b. Stadium II dengan parameter Fetal Bladder: tidak terlihatnya Fetal

Bladder pada donor dalam observasi selama 60 menit


c. Stadium III dengan parameter Arteri dan vena umbilikalis, serta ductus

venosus: didapatkan AEDV (Absent End Diastolic Velocity) atau REDF

(Reversed End Diastolic Flow) pada arteri umbilikalis; Reversed a-wave

flow pada Ductus Venosus; atau Pulsatile Umbilical Vein Flow.

15
Gambar 2.6.3.2 Absent end-

diastolic flow
d. Stadium IV dengan parameter

hydrops fetalis: ditemukan salah

satu atau kedua janin mengalami hydrops fetalis (ditandai dengan adanya 2

atau lebih cairan abnormal pada janin: asites, efusi pleura, efusi pericard,

scalp edema, nuchal edema, cystic hygroma)


Gambar 2.6.3.3 Hydrops foetalis

e. Stadium V dengan parameter kematian janin: ditemukan salah satu atau

kedua janin mengalami IUFD.

2.6.4 Tatalaksana TTTS

16
Perawatan pada TTTS dimulai dengan dilakukannya skrining TTTS pada

kehamilan ganda monokorionik diamniotik. Penjelasan lebih lanjut mengenai proses

skrining akan ditunjukkan pada algoritma dibawah ini:

Semua kehamilan kembar, disarankan untuk dilakukan USG pada usia gestasi

10-13 minggu untuk mengevaluasi viabilitas, korion, Crown Rump Length, dan Nuchal

Translucency. Bila didapatkan kehamilan kembar monokorionik diamniotic, maka perlu

17
dilakukan surveillance USG (MVP, fetal bladder) setiap 2 minggu. Surveilance ini

dimulai pada usia kehamilan sekitar 16 minggu hingga melahirkan. Bila didapatkan

dalam surveillance tersebut MVP < 2 cm pada janin donor, dan MVP > 8 cm pada janin

resipien, maka diagnosis TTTS dapat ditegakkan.

2.6.5 Terapi TTTS

Modalitas terapi pada TTTS pada saat ini antara lain:

1. Amnioreduksi,
Amnioreduksi adalah prosedur mengeluarkan cairan ketuban dengan cara

amniosentesis. Amnioreduksi dapat dilakukan sebagai prosedur lini pertama,

terutama pada TTTS I dan TTTS II, atau secara serial ketika MVP lebih besar

8cm. Prosedur ini dapat dilakukan mulai dari minggu ke-14 hingga minggu ke-

26 kehamilan, terutama jika ibu memiliki gangguan pernapasan atau ada fungsi

kontraktilitas uterus yang dihasilkan akibat dari polihidramnion. Amnioreduksi

secara hipotetis dapat meringankan tekanan intra amniotik dan di dalam

pembuluh darah plasenta, yang berpotensi memfasilitasi aliran darah plasenta

dan mungkin mengurangi insidensi persalinan prematur terkait dengan

polihidramnion. Amnioreduksi serial dapat menyebabkan komplikasi seperti

Ketuban Pecah Prematur, persalinan prematur, solusio plasenta, infeksi janin

intrauterin atau bahkan kematian janin.

18
Gambar 2.6.5.1 Amnioreduksi

2. Septostomy
Septostomy adalah perusakan membran amnion yang memisahkan kedua

janin. Tujuannya untuk menghilangkan perbedaan tekanan antar amnion, yang

disebabkan oleh polihidramnion dan oligohidramnion. Janin "donor" menerima

volume sirkulasi yang dapat meningkatkan perfusi ginjal dan dengan demikian

produksi urin. Namun, dengan dipecahkannya membrane amnion, dapat

menyebabkan komplikasi antara lain, amniotic band syndrome dan lilitan tali

pusat.

Gambar 2.6.5.2 Septostomy

19
- 3. Fetoscopic laser coagulation
Koagulasi dengan laser dengan bantuan fetoskop dapat dilakukan

diantara 15-26 minggu kehamilan dan dalam semua Quintero stage. Dalam

prosedur ini serat laser dimasukkan melalui fetoskop ke dalam rongga rahim dan

selanjutnya ke kantung amnion janin donor dengan menggunakan panduan

USG. Kemudian dilakukan pemisahan selektif atau non-selektif plasenta

menjadi dua area. Pemisahan seperti ini dimungkinkan dengan penggunaan

fotokoagulasi anastomosis pembuluh darah yang menghubungkan kedua janin.

Tujuan dari terapi ini adalah untuk membagi dua plasenta monokorionik

sehingga tidak terjadi aliran darah unidireksional pada salah satu janin.
Gambar 2.6.5.3 Fotoscopic laser coagulation

4. Manajemen ekspektatif.

2.6.6 Alur Pemilihan Terapi TTTS

Pemilihan Terapi yang tepat dari modalitas terapi yang ada dapat ditentukan dari

staging TTTS. Pada TTTS stage I dilakukan manajemen ekspektatif dengan surveillance

ketat USG tiap 1 minggu. Pada TTTS stage II-IV dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan Fetoscopic Laser Coagulation, dan bila tidak dimungkinkan, dapat dilakukan

amnioreduksi. Pada TTTS stage V terutama dilakukan konseling mengenai

20
kemungkinan janin lainnya yang tidak mati memiliki resiko 10% mati, dan 10-30%

lahir dengan komplikasi neurologis. Alur dari pemilihan terapi TTTS dapat dilihat pada

bagan dibawah ini.

21
22
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Identitas

Nama : Ny. ALF

Usia : 29 tahun

Alamat : Sidotopo

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Status : Sudah menikah

Agama : Islam

TB/BB : 151 cm/ 56 kg

Tanggal pemeriksaan : 5 & 6 November 2019

3.2 Anamnesa

Keluhan utama : Kenceng- kenceng

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang diantar oleh tim gerak cepat dengan keluhan kenceng-kenceng.

Kenceng-kenceng terjadi sejak pukul 16.00. Pukul 17.00 ketuban merembes dari

kemaluannya. Saat mengetahui ketubannya merembes dan melihat celananya, pasien

melihat ada darah dan lendir juga.

Perjalanan Singkat Penyakit :

23
11 Juni 2019

Pasien terlambat haid dan tes kehamilan sendiri, saat itu hasil positif. Akhirnya

pasien periksa ke PKM Sidotopo Wetan dikatakan bahwa sedang hamil 6/7 minggu.

Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/70. Pasien diberi vitamin dan

disarankan kontrol rutin untuk kehamilannya.

9 Juli – 4 September 2019

Pasien rutin kontrol ke PKM Sidotopo Wetan sebanyak 2x. Hasil TD tanggal 9

Juli 110/70 dan 4 September 120/80mmHg. Hasil lab tanggal 9 Juli 2019 dalam batas

normal dan pasien disarankan ke SpOG untuk USG karena tinggi fundus uteri tidak

sesuai dengan usia kehamilan saat itu (10/11 minggu).

5 September – 14 Oktober 2019

Pasien langsung periksa ke SpOG di RSUD Dr. Soewandhi. Pasien periksa 2x di

RS tersebut. Didapatkan hasil TD 5 September 110/80 dan TD 14 Oktober adalah

120/80mmHg. Hasil USG disana dikatakan bayi kembar, dengan bayi pertama air

ketubannya berlebihan. Akhirnya pasien dirujuk ke poli hamil RSUD Dr. Soetomo.

16 Oktober 2019

Pasien pertama kalinya ke poli hamil RSUD Dr. Soetomo. Di sana kembali

dikatakan bahwa bayinya kembar, keduanya hidup namun bayi pertama dikatakan

ketubannya berlebih dan bayi kedua ketubannya sangat kurang. Di sana pasien

didiagnosis GII P1001 24/25 mgg G/H/H/IU + Letak Kepala/ Letak Sungsang +

24
Polihidramnion Bayi I + TTTS Quintero III + TBJ 800/800 g. Pasien akhirnya di

MRS kan ke VK bersalin untuk dilakukan tindakan amnioreduksi dan pematangan paru.

17 Oktober 2019

Dilakukan tindakan amnireduksi sebanyak 1100cc. AFI awal 35, AFI post

amnioreduksi 20

20 Oktober 2019

Pasien KRS

24 Oktober 2019

Pasien kontrol lagi ke poli hamil RSDS. Diperiksa DJJ kedua bayinya baik

dengan TD saat itu 107/66mmHg. Hasil USG FM menunjukkan EFW bayi pertama 668

gram, bayi kedua 748 gram. Bayi kedua terdapat scalp edema dan asites. Diagnosanya

saat itu GII P1001 24/25 mgg G/H/H/IU + Letak Kepala/ Letak Sungsang + TTTS

Quintero III + Post Amnioreduksi + TBJ 600/700 gram. Pasien diberi Kalk

2x500mg, Asam folat 1x400mcg, dan SF 2x1 tab

Saat itu pasien juga di cek OGCT 50 gram. Hasilnya GD 157mg/dL. Pasien

direncanakan evaluasi AFI dan dilakukan pemeriksaan TTGO 1 minggu lagi

31 Oktober 2019

Pasien kontrol lagi ke poli Hamil RSDS. Kenceng- kenceng saat itu disangkal.

Hasil TTGO 100gram normal. Dilakukan USG FM, ternyata DJJ bayi pertama tidak

ada.Bayi kedua CPR <1, SDP 13, tidak didapatkan asites, efusi pleura dan efusi

25
pericard. Pasien didiagnosa GII P1001 25/26 mgg G/IUFD/H/IU + Letak Kepala/

Letak Kepala + TTTS Quintero V + Post Amnioreduksi 1x + Polihidramnion +

AEDV (+) + TBJ 600/700 gram. Direncanakan untuk dilakukan tindakan amnioreduksi

lagi tapi pasien dan keluarga tidak setuju.

05 November 2019

Pasien mengeluh kenceng-kenceng dan keluar air dan jalan lahirnya. Segera

pasien dibawa ke RSDS. Pasien tiba di RSDS pukul 18.40

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi disangkal. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa seperti pasien.

Riwayat Pernikahan :

Pasien menikah sebanyak 1x, pernikahan berlangsung sudah 4 tahun

Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Lama haid : 7 hari

Siklus haid : 28 hari

Jumlah haid : 3-4 pembalut

Nyeri haid : tidak ada

26
Riwayat Persalinan

1. 9bln/ Spt B/ RS Soewandhi/ ♀ / 3000 g/2 th

2. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi

Pasien tidak pernah menggunakan KB

Riwayat Sosial

Pasien tidak mengonsumsi jamu, alkohol, maupun rokok selama kehamilan. Tidak ada

perokok aktif yang tinggal serumah. Pasien menikah sebanyak 1 kali. Pasien

mempunyai riwayat kehamilan kembar dalam keluarga, yaitu dari ibu pasien. Pasien

merupakan anak kembar dengan saudara perempuannya

3.3 Pemeriksaan Fisik

Kamar bersalin (05-11-2019 saat inpartu)

Status Generalis

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Respiratory rate : 20x/menit

Suhu : 36,5

27
Skala nyeri :3

Kepala/Leher : tidak anemis, tidak ikterus, tidak sianosis, tidak dyspnea

Thorax : simetris, tidak ada retraksi

Cor : S1S2 tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Pulmo : vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada rhonki, tidak ada

wheezing

Abdomen : Abdomen Gravid

Ekstremitas : akral hangat kering merah, CRT<2 detik, tidak edema

Status Obstetri

TFU : 32 cm

His : (+), 4x50 detik dalam 10 menit

DJJ : I. (-)/ II. 12-12-12

Letak : kepala/ sungsang

VT : dilatasi lengkap/ ketuban (-)/ kepala/ UUK depan/ HIV

Pemeriksaan Leopold:

Leopold I : Teraba bagian keras, bulat di fundus, TFU setinggi xiphoid

Leopold II : Teraba bagian punggung bayi di kanan ibu, teraba bagian punggung

bayi di kiri ibu

Leopold III : Teraba bagian keras, bulat di atas simfisis

Leopold IV : Membentuk sudut divergen

28
3.4. Pemeriksaan penunjang

Hasil Lab PKM Sidotopo Wetan (09-07-2019)

Hb 11,2 HIV NR
Gol. Darah A (+) HbsAg NR
Red urine (-) Sifilis NR
Alb urine (-)

Hasil USG Serial RSUD Soewandhi

Tgl. 05-09-2019 (17/18 mgg) Tgl. 14-10-2019 (23/24 mgg)

Janin I Janin II Janin I Janin II

BPD 4,16 ~ BPD 4,01 ~ BPD 5,70 ~ BPD 5,95 ~ 24/25 mg

17/18 mg 17/18 mg 23/24 mg HC 21,42 ~ 23/24 mg

FL 2,37 ~ 17/18 FL 2,52 ~ 18/19 HC 21,34 ~ AC 18,89 ~ 23/24 mg

mg mg 23/24 mg FL 4,17 ~ 23/24 mg

AC 16,92 ~ TBJ 1037 g

21/22 mg

FL 4,19 ~ 23/24

mg

TBJ 1041 g

Hasil USG FM RSDS (pertama kali ke poli hamil)

Tgl. 16-10-2019

Janin I Janin II

29
K/DJJ (+) K/DJJ (+)

BPD 5,98 ~ 24/25 mgg BPD 5,60 ~ 23/24 mgg

HC 21,83 ~ 23/24 mgg HC 26,43 ~ 22/23 mgg

AC 17,62 ~ 22/23 mgg AC 24,45 ~ 23/24 mgg

FL 3,96 ~ 24/25 mgg FL 3,93 ~ 24 mgg

EFW 809 g A.Umb MCA

Plac. corp posterior/ gr. II / AFI 35 RI 1,0 0,54

Kesan Polihidramnion PI 2,47 1,99

A.Umb MCA S/D 16,28 6,36

RI 0,78 0,54 Kesan Severe Oligohidramnion

PI 1,76 0,80 AEDV (+)

S/D 4,56 2,16 Monochorion Diamnion

Hasil USG FM RSDS (kontrol poli hamil 1 minggu post amnioreduksi)

Tgl. 24-10-2019

Janin I Janin II

K/DJJ (+) S/DJJ (+)

BPD 6,4 ~ 26/27 mgg BPD 6,77 ~ 27/28 mgg

HC 23,05 ~ 25/26 mgg HC 23,18 ~ 25/26 mgg

AC 19,9 ~ 24/25 mgg AC 20,54 ~ 24/25 mgg

FL 3,9 ~ 24 mgg FL 4,33 ~ 24/25 mgg

EFW 668 gram A.Umb MCA

Cereb 2,73 ~ 24/25 RI 0,77 0,63

OOD 3,99 ~ 25/26 mgg PI 2,47 1,09

30
Placenta Fundus / gr. II / SDP 8,5 S/D 4,38 2,68

A.Umb MCA PSV 33,44 33

RI 0,98 0,98 EFW 748 gram

PI 6,83 3,48 AEDV (+)

S/D 56 44 Scalp Edema (+)

PSV 49,28 25,81 Ascites (+)

AEDV (+)

Hasil OGCT 50 gram (24-10-2019) = 157 mg/dL

Hasil USG FM RSDS (2 minggu post amnioreduksi)

Tgl. 31-10-2019

Janin I Janin II

DJJ (-) K/DJJ (+)

FL ~ 4,48 cm ~ 24/25 mgg BPD 6,3 ~ 25/26 mgg

HC 22,1 ~ 24/25 mgg

AC 20,1 ~ 24/25 mgg

FL 4,65 ~ 25/26 mgg

A.Ut A.Umb MCA DV

RI 0,36 0,89 0,59

PI 0,48 2,58 0,91 1,23

S/D 1,56 9,24 2,44 6,84

Placenta corpus s/d fundus / SDP 13

AEDV (+), CPR < 1

31
tidak didapatkan ascites, efusi pleura dan

efusi pericard

scalp edema (-)

Saran : Kontrol riap minggu, amnioreduksi

bila setuju

Hasil TTGO 100 gram (31-10-2019):

Puasa : 78 mg/dL

1 jam : 159 mg/dL

2 jam : 127 mg/dL

3 jam : 120 mg/dL

3.5 Diagnosis

GII P1001 27/28 mgg G/IUFD/H/IU + Letak Kepala/ Letak Sungsang + Inpartu kala II

+ TTTS Quintero V + Post Amnioreduksi 1x + Polihidramnion + AEDV (+) + TBJ

600/700 gram

3.6 Planning

Planning diagnostik :-

Planning obstetri : Ibu dipimpin mengejan

32
Planning monitoring : His/DJJ/VS/Bandl ring

Tanggal 05-10-2019 (pukul 18.55)

Lahir bayi Spt IUFD/ P/ 680 gram/ 34 cm/ Maserasi Grade IV

Tanggal 05-10-2019 (pukul 19.05)

Lahir bayi Ekstraksi Kaki/ P/ 700 gram/ 34 cm/ AS 3-5-7

Plasenta dilahirkan dengan MAK III

Kesan Monokorion - Diamnion

Perineum intak

Kondisi terakhir (tgl. 06-11-2019 pkl. 06.00) :

S : keluhan (-)

O : Status umum

GCS : 456 A(-) I(-) C(-) D(-)

TD : 120/70 , N : 82, RR : 20, Trec : 36,8

Cor: S1 S2 tunggal, M (-)

Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-

Status Obstetri

TFU ~ 2 jbpst

33
Kont. Uterus (+) baik

V/v Fluksus (-)

Bayi napas CPAP

Kondisi terakhir (tgl. 06-11-2019 pkl. 08.00)

Bayi meninggal

34
DAFTAR PUSTAKA
Balis, M. and Bodzek, P.2018. “Twin-to-twin transfusion syndrome ( TTTS )
pathogenesis , diagnostics , classification”.
FIGO Working Group on Good Clinical Practice in Maternal–Fetal Medicine. 2017.
“Good clinical practice advice: Management of twin pregnancy”. Int J Gynecol
Obstet 2019; 144: 330–337
National Institute for Health adn Care Excellence. 2013. “Multiple pregnancy: twin and
triplet Multiple pregnancy: twin and triplet pregnancies pregnancies”. NICE
quality standard. Available online at : www.nice.org.uk/guidance/qs46
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal 255,
260.
Quintero RA, Morales WJ, Allen MH, Bornick PW, John- son PK, Kruger M: Staging
of twin-to-twin transfusion syndrome. J Perinatol 1999;19:550–555.
Royal College of Physicians of Ireland. 2014. “Clinical Practice Guideline:
Management of Multiple Pregnancy”. Royal College of Physicians Ireland
Guideline 14 ver. 01.
Rustam, Mochtar. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
Simpson, L. L. 2013. “SMFM Clinical Guideline Twin-twin transfusion syndrome”.
Elsevier Inc., 208(1), pp. 3–18.

Stanfordchildrens.org. (n.d.). Overview of Multiple Pregnancy. [online] Available at:


https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=overview-of-multiple-
pregnancy-85-P08019 [Accessed 7 Nov. 2019].
Zach, MD, T. and J Barsoom, MD, FACOG, M. (2019). Twin-to-Twin Transfusion
Syndrome: Background, Pathophysiology, Epidemiology. [online]
Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/271752-overview [Accessed 7 Nov.
2019].

35
Rahim manusia --> singleton
dengan kehamilan tunggal saja, maka kemungkinan kelainan kongenital sudah cukup
tinggi

Angka kejadian kehamilan --> gemelli 1/1000, triplet 1/10.000, quadriplet 1/100.000

ART : Assisted reproductive therapy

dikorionik diamniotik --> bisa jadi yang 1 ovum dua sperma yang membelah dini
ataupun dari 2 ovum dan 2 sperma

pada dikorionik diamniotik dapat terjadi TTTS dengan insidensi kurang dari 5%

kalau sudah ditemukan T sign >> eleminasi kemungkinan conjoined twin

EFW selisih berat badan normal 300gr.

RI : Resistance index
apabila tinggi pada 20 mgg okay,
saat akan lahir, angka dibawah 0,5

36

Anda mungkin juga menyukai