Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Karakteristik Kontraktor

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya

satu kali dilakukan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian

kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek

menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Menurut Ervianto

(2002) 3 (tiga) karakteristik proyek yaitu: Bersifat unik, membutuhkan

sumber daya (uang, mesin, metoda, dan material), membutuhkan organisasi.

Menurut Thoengsal (2015) kegiatan proyek dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas,

dengan alokasi sumber dana tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan

tugas dan sasaran yang telah digariskan dengan tegas.

Proyek konstruksi memang secara khusus jika dilihat secara

menyeluruh memiliki beberapa keunikan jika dibandingkan dengan

beberapa jenis proyek lainnya seperti proyek industri manufaktur. Oleh

karena itu dalam penulisan kali ini akan dibahas ciri-ciri suatu proyek

konstruksi, antara lain sebagai berikut:

1. Bersifat Unik, Suatu proyek konstruksi selalu memiliki sifat keunikan

yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya, walaupun misalkan proyek

X memiliki spesifikasi dan jenis yang sama dengan proyek Y tetapi

dikarenakan lokasi proyek yang berbeda tentunya memiliki keunikan

5
6

tersendiri dalam proses pelaksanaannya baik dikarenakan kondisi alam,

transportasi material, akses peralatan, maupun faktor lain yang

berpengaruh dalam pelaksanaan proyek tersebut.

2. Terbatas Dengan Waktu, Mutu dan Biaya, Tentunya secara umum

semua proyek juga dibatasi oleh biaya, mutu dan waktu dalam proses

pelaksanaannya, dikarenakan proyek secara umum dibiayai dengan

biaya yang terbatas (sesuai angaran) dan dengan waktu yang harus

dicapai sesuai dengan scheduled plan serta dengan kualitas yang sesuai

dengan kontrak kerja. Dalam proyek konstruksi parameter waktu dan

biaya memang menjadi tolak ukur yang harus diupayakan dan

ditargetkan di samping unsur kualitas dan keselamatan kerja, sehingga

proyek dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Oleh

karena itu pada dasarnya umur suatu proyek konstruksi bersifat

sementara karena dibatasi oleh durasi yang telah direncanakan.

3. Item Pekerjaan Dilakukan Secara Sistematis, Dalam pelaksanaan suatu

proyek konstruksi setiap item pekerjaan dilakukan secara sistematis dan

berurutan sesuai dengan metode pelaksanaannya, jadi setiap elemen

suatu struktur bangunan konstruksi umumnya dikerjakan berdasarkan

susunan yang sistematis misalnya mulai dari sub-structures, upper

structures, dan pekerjaan finishing dan tidak berulang setelah item

pekerjaan tersebut selesai dikerjakan.

4. Umumnya Menggunakan Tenaga Kerja Ahli dan Profesional, Dalam

praktik konstruksi di lapangan tenaga kerja yang digunakan umumnya


7

menggunakan tenaga kerja terlatih, terdidik sampai profesional karena

pekerjaan yang dikerjakan memang membutuhkan suatu skill tersendiri

mulai dari tahap perencanaan oleh insinyur perencana sampai

pelaksanaannnya di lapangan oleh pekerja seperti pekerjaan

pengelasan, perakitan tulangan, pengecetan, plesteran, instalasi listrik-

air, dsb. Kendala akhir-akhir ini yaitu sulitnya memperoleh tenaga kerja

yang berkompeten dan profesional dibidangnnya.

5. Umumnya Pekerja/Labour Bersifat Tenaga Kerja Lepas, Pada industri

proyek konstruksi umumnya tenaga yang digunakan lebih bersifat

tenaga kerja lepas sehingga jumlah tenaga kerja lepas pada dasarnya

lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja tetap yang

dimiliki oleh pihak pelaksana. Hal ini dikarenakan karena salah satu ciri

dari suatu proyek yaitu bersifat sementara (terbatas oleh durasi suatu

proyek), sehingga jika proyek telah selesai biasanya pekerja akan

mencari proyek baru dengan pihak pelaksana yang baru pula. Berbeda

dengan industri manufaktur dimana pada umumnya jumlah pekerjanya

bersifat tetap dan tetap bekerja selama proses produksi terus berjalan.

6. Umumnya Bekerja di Ruangan Terbuka, Hampir semua pekerjaan

konstruksi dilakukan di ruangan terbuka dalam proses pelaksanaannnya

dimana sangat dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Bekerja di ruangan

terbuka juga berpotensi menimbulkan risiko kecelakan kerja bagi

pekerja di lapangan. Sehingga proyek konstruksi berbeda dengan

industri manufaktur yang umumnya dilakukan di dalam ruangan.


8

7. Pekerjaannya Tidak Berulang-Ulang, Pada industri manufaktur proses

pekerjaannya dilakukan secara berulang-ulang (Cycle), berbeda dengan

proyek industri konstruksi dimana item pekerjaannya tidak dilakukan

secara berulang dimana prosesnya bersifat berkelanjutan dan sistematis

(jika item pekerjaan X selesai maka berlanjut ke item pekerjaan Y).

8. Hasil Pekerjaan Bersifat Handmade, Berbeda dengan industri

manufaktur dimana output dari proses pembuatan produknya umumnya

menggunakan mesin sedangkan proyek konstruksi umumnya hasil

output pekerjaannya bersifat handmade. Perluh diketahui bahwa hasil

dari output pekerjaan konstruksi biasanya tidak sesempurna jika

dibandingkan dengan buatan mesin, oleh karena itu ketidaksempurnaan

dari hasil produk konstruksi merupakaan hal yang normal selama dalam

batas-batas yang dapat diterima.

9. Perhitungan Biaya Dilakukan Sebelum Pelaksanan, Pada umumnya

perhitungan biaya dilakukan pada tahap awal pengadaan (procurement)

kemudian jika telah disepakati maka dilaksanakan pada tahap

konstruksi, berbeda dengan industri manufaktur dimana perhitungan

biayanya dilakukan setelah produk selesai dikerjakan yang berupa harga

pokok produksi (HPP). Oleh karena itu khusus untuk proyek konstruksi

sering ditemukan kesalahan perhitungan maupun akibat faktor lain yang

menyebabkan pembengkakan biaya setelah proyek selesai dikerjakan

dikarenakan perhitungan biaya secara dini dan dengan waktu yang


9

terbatas serta akibat faktor-faktor lain selama konstruksi yang

mempengaruhi biaya total proyek.

10. Volume Pekerjaan yang Terukur, Pada proyek konstruksi pada

umumnya setiap item pekerjaannya memiliki volume yang dapat diukur

sehingga memudahkan dalam proses penganggaran dan pelaksanaannya

di lapangan. Setiap item pekerjaan konstruksi pastinya memiliki nilai

volume yang harus dan wajib ditentukan sebelum proyek dilaksanakan.

baik berupa besar volume, luas, panjang, unit, dsb.

11. Berpotensi Besar Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja, Industri

konstruksi memang berpotensi menimbulkan terjadinya

accident/kecelakaan kerja pada pekerjanya di lapangan mengingat

kondisi pekerjaan dilakukan di ruangan terbuka, bekerja di ketinggian,

bekerja dengan peralatan kerja yang sedang berkatifitas, berada pada

kondisi alam terbuka dsb, dibandingkan dengan industri manufaktur

yang umumnya bekerja di ruangan tertutup dan memiliki risiko

kecelakaan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan industri

konstruksi di lapangan.

12. Menggunakan Peralatan Konstruksi Berat, Berbeda dengan jenis proyek

lain dimana pada proyek konstruksi dalam praktik pelaksanaannya

biasanya membutuhkan peralatan berat (Heavy Equipment) dalam

mempermudah proses pekerjaan konstruksi di lapangan baik yang

berukuran kecil sampai besar misalnya dalam proses pekerjaan tanah,

beton, transportasi vertikal, jalan dsb. Dengan penggunaan peralatan


10

konstruksi tentunya juga harus didukung oleh keahlian operator dalam

pengoperasiannya.

13. Berpotensi Menimbulkan Klaim, Pada proyek-proyek konstruksi di

Indonesia sering ditemukan banyak kejadian dalam pelaksanaan

maupun pada akhir konstruksi menimbulkan klaim/dispute antara pihak

owner dan pihak pelaksanaan baik dikarenakan permasalahan waktu,

biaya, kualitas, pembayaran, change order, dsb. Telah banyak proyek

konstruksi yang berakhir dengan perselisihan dan berakhir di jalur

hukum. Oleh karena itu melihat kompleksitas yang tinggi pada proyek

konstruksi tentunya dibutuhkan perencanaan yang matang pada tahap

perencanaan, perancangan dan pengadaan sebelum proyek memasuki

tahap konstruksi sehingga klaim kosntruksi setidaknya dapat

diminimalisir.

14. Dari beberapa paparan mengenai ciri-ciri dan karateristik dari suatu

proyek konstruksi tentunya dapat memberikan informasi bahwa suatu

proyek konstruksi pada dasarnya berbeda dengan beberapa jenis proyek

lainnya sehingga membuat proyek konstruksi memiliki karakteristik

tersendiri yang bersifat unik serta membutuhkan manajemen yang

khusus dalam mengendalikan seluruh kompleksitas dalam

pelaksanaannya di lapangan.

Penggolongan kualifikasi usaha jasa konstruksi dibagi dalam 3 (tiga)

kualifikasi yaitu:

1. Kualifikasi K (Kecil), kontraktor kualifikasi usahakecil terdiri dari :


11

a. Kualifikasi K-1

b. Kualifikasi K-2

c. Kualifikasi K-3

2. Kualifikasi M (Menengah)

a. Kualifikasi M-1

b. Kualifikasi M-2

3. Kualifikasi B (Besar)

a. Kualifikasi B-1

b. Kualifikasi B-2

2.2 Proyek

1. Pengertian Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, sifatnya tidak

rutin, memiliki keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumber daya

serta memiliki spesifikasi tersendiri atas produk yang akan dihasilkan.

Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan dalam mengerjakan suatu

proyek, maka sebuah organisasi proyek sangat dibutuhkan untuk

mengatur sumber daya yang dimiliki agar dapat melakukan aktivitas-

aktivitas yang sinkron sehingga tujuan proyek bisa tercapai. Organisasi

proyek juga dibutuhkan untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat

diselesaikan dengan cara yang efisien, tepat waktu dan sesuai dengan

kualitas yang diharapkan.

Pengertian proyek menurut beberapa ahli sebagai berikut


12

a. Heizer dan Render (2006:81) menjelaskan bahwa proyek dapat

didefinisikan sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu

hasil utama.

b. Schwalbe yang diterjemahkan oleh Dimyati & Nurjaman (2014:2)

menjelaskan bahwa proyek adalah usaha yang bersifat sementara

untuk menghasilkan produk atau layanan yang unik. Pada umumnya,

proyek melibatkan beberapa orang yang saling berhubungan

aktivitasnya dan sponsor utama proyek biasanya tertarik dalam

penggunaan sumber daya yang efektif untuk menyelesaikan proyek

secara efisien dan tepat waktu.

c. Nurhayati (2010:4) menjelaskan bahwa sebuah proyek dapat

diartikan sebagai upaya atau aktivitas yang diorganisasikan untuk

mencapai tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan

menggunakan anggaran dana serta sumber daya yang tersedia, yang

harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

2. Tujuan Proyek

Menurut Larson yang diterjemahkan oleh Dimyati & Nurjaman (2014),

menjelaskan tujuan utama proyek adalah memuaskan kebutuhan

pelanggan. Disamping kemiripan, karakteristik dari sebuah proyek

membantu membedakan proyek tersebut dari yang lainnya dalam

organisasi.

Karakteristik utama proyek adalah:

a. Penetapan tujuan
13

b. Masa hidup yang terdefinisi mulai dari awal hingga akhir

c. Melibatkan beberapa departemen dan profesional

d. Melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya

e. Waktu, biaya dan kebutuhan yang spesifik.

3. Atribut Proyek

Schwalbe yang diterjemahkan oleh Dimyati & Nurjaman (2014:4),

mendefinisikan atribut proyek, sebagai berikut:

a. Proyek memiliki tujuan unik. Proyek merupakan pekerjaan yang tidak

sederhana dan memiliki tujuan spesifik. Produk atau output yang

dihasilkan dari proyek harus didefinisikan secara jelas.

b. Proyek bersifat sementara. Dalam proyek harus ditentukan waktu awal

dan akhir proyek. Proyek bukan sebuah proses yang berkelanjutan.

c. Proyek memerlukan alat bantu kontrol. Alat bantu seperti gantt charts

atau PERT charts diperlukan dalam sebuah proyek untuk mengukur

dan pengendalian.

d. Proyek memerlukan sumber daya yang bersifat sementara dan lintas

disiplin ilmu. Proyek membutuhkan sumber daya dari berbagai area

atau bidang, yang meliputi manusia, hardware, software dan aset lain

yang bersifat sementara. Tim akan dinyatakan bubar setelah proyek

selesai. Banyak proyek melibatkan departemen atau instalasi lain dan

memerlukan tenaga dari berbagai keahlian yang bisa bekerja penuh

pada posisinya.
14

e. Proyek memiliki sponsor utama. Suatu proyek melibatkan pihak-pihak

yang berkepentingan, salah satunya menjadi sponsorship yang

menyediakan arahan dan mendanai proyek.

f. Proyek memiliki ketidakpastian. Karena proyek memiliki karakteristik

khusus, sulit didefinisikan tujuan secara jelas, mengestimasi waktu

yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek, dan biaya yang

diperlukan. Faktor-faktor tersebut sering menjadi penyebab

munculnya kendala atau tantangan.

4. Ruang Lingkup Proyek

Menurut Schwalbe yang dikutip dari buku Dimyati & Nurjaman

(2014:21), setiap proyek akan dibatasi dengan ruang lingkup (scope),

waktu (time) dan biaya (cost). Batasan-batasan ini seringkali digunakan

ke dalam manajemen proyek sebagai tiga batasan utama. Agar proyek

berhasil, manajer proyek harus mempertimbangkan hal berikut. Pertama,

ruang lingkup pekerjaan yang akan dilakukan sebagai bagian dari proyek

tersebut, serta produk dan layanan atau hasil yang diinginkan oleh

pelanggan (sponsor) yang dapat dihasilkan dalam suatu proyek. Kedua,

waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek. Ketiga, biaya

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek.

Setiap proyek memiliki tujuan khusus, dan dalam proses pencapaian

tujuan tersebut ada tiga konstrain yang harus dipenuhi, yang dikenal

dengan Trade-Off Triangle atau Triple Constraints. Triple Constraints


15

adalah usaha pencapaian tujuan yang berdasarkan batasan sebagai

berikut.

a. Tepat mutu, mutu adalah apa yang akan dikerjakan oleh proyek

tersebut, produk, layanan atau hasil yang diraih proyek tersebut atau

disebut sebagai kinerja (performance), harus memenuhi spesifikasi

dan kriteria dalam taraf yang disyaratkan oleh pemilik.

b. Tepat waktu, yang di maksud dengan waktu ialah berapa lama waktu

yang di butuhkan untuk melaksanakan suatu proyek serta apa itu

jadwal proyek. salah satu komponen yang menjadi target utama dalam

sebuah proyek. Pada intinya faktor waktu ini adalah bagaimana kita

menentukan lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

sebuah proyek. Komponen waktu begitu berarti, terutama pada saat-

saat yang memang sangat krusial. Terkadang suatu proyek dipaksa

untuk selesai pada waktu tertentu, walaupun berdampak pada

membengkaknya biaya.

c. Tepat biaya, dalam proyek kita tidak akan pernah lepas dari biaya,

biaya di butuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek harus di

perhitungkan secara matang. Pada intinya faktor biaya atau cost ini

adalah menentukan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan untuk

sebuah proyek. Faktor biaya ini sangat dipengaruhi oleh 2 faktor

sebelumnya, yaitu faktor scope dan faktor time. Secara umum semakin

besar ruang lingkup dan semakin lama waktu, maka akan semakin

besar pula biaya suatu proyek.


16

2.3 Proyek Konstruksi

Salah satu dari jenis proyek adalah Proyek Konstruksi. Komponen

kegiatan utama proyek jenis ini terdiri dari pengkajian kelayakan, desain

engineering, pengadaan dan konstruksi. Produknya berupa pembangunan

jembatan, gedung, pelabuhan, jalan raya, dan sebagainya. Proyek konstruksi

ini semakin kompleks dan canggih dan melibatkan penggunaan sumber daya

dalam bentuk tenaga manusia, material, peralatan dan dana yang jumlahnya

bertambah besar.

Di dalam suatu proyek konstruksi, terdapat beberapa pihak yang

terlibat di dalamnya. Pihak-pihak yang terlibat tersebut secara garis besar

dapat dikategorikan atas :

a. Pemilik Proyek (Owner)

Pemilik Proyek betindak sebagai badan atau orang yang mempunyai

gagasan dan berkewajiban membiayai proyek secara keseluruhan.

b. Konsultan Proyek

Konsultan proyek mempunyai tugas dan tanggung jawab menangkap ide

dan gagasan dari pemilik proyek melalui manajemen konstruksi,

kemudian melakukan pengelolaan tahap demi tahap sampai ide tersebut

terwujud. Konsultan berfungsi sebagai penasehat terhadap pemilik

proyek dan mewujudkan gagasan tersebut.

c. Pelaksana (Kontraktor)

Kontraktor adalah sebagai pelaksana proyek yang diberikan oleh pemilik

proyek dengan pengarahan dan pengendalian yang dilakukan oleh


17

manajemen konstruksi, sehingga pelaksanaan sesuai dengan perencanaan

yang telah digariskan, dan mempunyai tanggung jawab dalam

melaksanakan gagasan atau ide menjadi nyata.

Siklus proyek konstruksi, meliputi beberapa tahap berikut (Dimyati

& Nurjaman, 2014:10-11):

a. Kontekstual gagasan: tahapan ini terdiri atas kegiatan, perumusan

gagasan, kerangka acuan, studi kelayakan awal, indikasi awal dimensi,

biaya, dan jadwal proyek.

b. Studi kelayakan: tujuannya mendapatkan keputusan tentang kelanjutan

investasi pada proyek yang akan dilakukan. Informasi dan data dalam

implementasi perencanaan proyek lebih lengkap dari tahap pertama

sehingga penentuan dimensi dan biaya proyek lebih akurat dengan

tinjauan terhadap aspek sosial, budaya, eknomi, finansial, legal, teknis,

dan administratif yang komprehensif.

c. Detail desain, terdiri dari kegiatan pendalaman berbagai aspek persoalan,

desain engineering dan pengembangan, pembuatan jadwal utama dan

anggaran serta menentukan perencanaan sumber daya, penyiapan

perangkat, dan penentuan peserta proyek dengan program lelang.

d. Tujuan, yaitu menetapkan dokumen perencanaan lengkap dan terperinci,

secara teknis dan administratif untuk memudahkan pencapaian sasaran

dan tujuan proyek.

e. Pengadaan, yaitu memilih kontraktor pelaksana dengan menyertakan

dokumen perencanaan, aturan teknis, administrasi yang lengkap, dan


18

produk tahapan detail desain. Dari proses ini, diperoleh penawaran yang

kompetitif dari kontraktor dengan tingkat akuntabilitas dan tranparansi

yang baik.

f. Implementasi, terdiri atas kegiatan, desain engineering yang terperinci,

pembuatan spesifikasi dan kriteria, pembelian peralatan dan material,

fabrikasi dan kontruksi, inspeksi mutu, uji coba, start-up, demobilisasi,

dan laporan proyek penutup. Tujuan akhir proyek adalah mendapatkan

kinerja biaya, mutu, waktu dan keselamatan kerja paling maksimal,

dengan melakukan proses perencanaan, penjadwalan, pelaksanaan dan

pengendalian yang lebih cermat serta terperinci dari proses sebelumnya.

Pada tahap ini, kontraktor memiliki peran dominan dengan tujuan akhir

sasaran proyek tercapai dan mendapatkan keuntungan maksimal. Peran

pemilik proyek pada tahapan ini dilakukan oleh agen pemilik sebagai

konsultan pengawas pelaksanaan, dengan tujuan mereduksi segala

macam penyimpangan serta melakukan tindak koreksi yang diperlukan.

g. Operasi dan pemeliharaan, terdiri atas kegiatan operasi rutin dan

pengamatan prestasi akhir proyek serta pemeliharaan fasilitas bangunan

yang dapat digunakan untuk kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat

2.4 Manajemen Kualitas

Kualitas berarti kecocokan/kesesuaian penggunaan produk untuk

memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan, dimana kualitas yang

dijadikan sebagai tolok ukur pada dunia industri. Manajemen perusahaan


19

yang sadar akan kualitas memberikan pelayanan yang terbaik akan terus

mencari bentuk peningkatan kualitas Berbeda dengan industri jasa

konstruksi yang memiliki proses unik dan berbeda dengan industry

manufaktur. Industri jasa konstruksi lebih mengutamakan ketrampilan

sumber daya manusia sedangkan manufaktur melakukan proses

mengutamakan alat/mesin didalam mencapai hasil akhir. Sehingga sering

diistilahkan ” hand made” karena hampir 70 % masih mengandalkan

kertampilan manusia. Teori Juran sangat relevan dengan kondisi

pelaksanaan proyek karena menekankan pada tiga unsur yang sangat penting

dan satu dengan yang saling berkaitan.

Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali

dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu terbatas, dengan alokasi

sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang

sasarannya telah digariskan dengan jelas. Proyek konstruksi mempunyai

sifat sebagai berikut :

1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.

2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutudalam proses mencapai

tujuan yang telahditentukan

3. Bersifat sementara, dalam arti umumnya dibatasioleh selesainya tugas

dari awal dan akhirditentukan dengan jelas.

4. Tidak berulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek

berlangsung
20

2.5 PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai penyelesaian

proyek konstruksi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Penulis, tahun Judul Metode Hasil Penelitian

1. faktor baru penyebab

keterlambatan

penyelesaian proyek di

wilayah kota Surakarta

yang merupakan hasil

ekstraksi dari sepuluh

faktor asli. Penentuan

Analisis factor- variabel baru tersebut

faktor penyebab berdasarkan eigenvalues

keterlambatan dan persentase komulatif,

penyelesaian Deskriptif hanya variable dengan


Hasoloan (2012)
proyek konstruksi Kuantitatif eigenvalues lebih dari 1

pengaruh terhadap (satu) yang dipertahankan

biaya serta memiliki persen

komulatif lebh dari 60%.

Tiga faktor baru tersebut

sebagai berikut:

1. perubahan lingkup

dan dokumen

pekerjaan (Xb1)

2. Kordinasi, dan

transportasi sumber
21

daya serta keahlian

tenaga kerja (Xb2)

3. Sistem dan evaluasi

dan perencanaan

(Xb3)

Anda mungkin juga menyukai