Anda di halaman 1dari 8

3.2.

Perspektif Teori Struktural Fungsional

Perspektif teori struktural fungsional memiliki akar pada pemikiran Emile Durkheim dan Max Weber,
dua ahli sosiologi klasik yang terkenal. Sedangkan dalam perkembangan kemudian, perspektif ini
juga dipengaruhi oleh karya Talcott Parson dan Robert Merton, dua ahli sosiologi kontemporer yang
terkenal pada masa kini. Perspektif teori strukturakl fungsional dipandang sebagai perspektif teori
yang sangat dominan dalam perkembangan sosiologi dewasa ini. Seringkali, perspektif ini disamakan
dalam teori sistem, teori ekuilibrium.

Konsep yang penting dalam perspketif ini adalah struktur dan fungsi, yang menunjuk pada dua atau
lebih bagian atau komponen yang berbeda dan terpisah tetapi berhubungan satu sama lain. Struktur
seringkali dianalogikan dengan organ atau bagian-bagian anggota badan manusia, sedangkan fungsi
menunjuk bagaimana bagian-bagian ini berhubungan dan bergerak. Misalnya perut adalah struktur,
sedangkan pencernaan adalah fungsi. Contoh lain, organisasi angkatan bersenjata adalah struktur,
sedangkan menjaga negara dari serangan musuh adalah fungsi. Struktur tersusun atas beberapa
bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain.

Struktur sosial terdiri dari berbagai komponen dari masyarakat, seperti kelompok-kelompok,
keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal dan sebagainya. Kunci untuk memahami konsep
struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukans secara sosial, yang diperoleh baik karena
kelahiran (ascribed status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat).
Jaringan dari status sosial dalam masyarakat merupakan sistem sosial, misalnya jaringan staus ayah-
ibu-anak menghasilkan keluarga sebagai sistem sosial, jaringan pelajar-guru-kepala sekolah-pegawai
tata usaha menghasilkan sekolah sebagai sistem sosial, dan sebagainya. Setiap status memiliki aspek
dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki
peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak.

Sistem sosial mengembangkan suatu fungsi tertentu yang dengan fungsi itu memungkinkan
masyarakat dan bagi orang-orang yang menjadi anggota masyarakat untuk eksis. Masing-masing
menjalankan suatu fungsi yang berguna untuk memelihara dan menstabilkan masyarakat sebagai
suatu sistem sosial. Misalnya lembaga pendidikan berfungsi mengajarkan pengetahuan atau
ketrampilan, lembaga agama berfungsi memenuhi kebutuhan rohaniah, keluarga berfungsi untuk
sosialisasi anak dan sebagainya. Para penganut struktural fungsional mengasumsikan bahwa sistem
senantiasa cenderung dalam keadaan keseimbangan atau equilibrium. Suatu sistem yang gagal dari
salah satu bagian dari sistem itu mempengaruhi dan membawa akibat bagi bagian-bagian lain yang
saling berhubungan satu sama lin.

Setiap sistem sosial pada dasarnya memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) apa yang dapat dilakukan
oleh sistem itu dan (2) konsekuensi-konsekuensi yang berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan
oleh sistem itu (fungsi lanjutan). Misalnya mata, fungsinya adalah melihat sesuatu dalam lingkungan.
Fungsi lanjutan dari mata adalah dengan mata orang dapat belajar, bekerja dan juga dapat melihat
datangnya bahaya. Dalam masyarakat, lembaga pemerintahan memiliki fungsi utama menegakkan
peraturan, sedangkan fungsi lanjutannya adalah menggerakkan roda perekonomian, menarik pajak,
menyediakan berbagai fasilitas sosial dan sebagainya.

Menurut pandangan Robert Merton salah satu tokoh perspektif ini, suatu sistem sosial dapat
memiliki dua fungsi yaitu fungsi manifest, yaitu fungsi yang diharapkan dan diakui, serta fungsi laten,
yaitu fungsi yang tidak diharapkan dan tidak diakui. Lembaga pendidikan sekolah taman kanak-kanak
misalnya memiliki fungsi manifes untuk memberikan dasar-dasar pendidikan bagi anak sebelum ke
jenjang sekolah dasar. Fungsi latennya, memberi pekerjaan bagi guru TK, membantu orang tua
mengasuh anak selagi orang tuanya bekerja dan sebagainya.

Dalam pandangan Robert Merton, tidak semua hal dalam sistem selalu fungsional, artinya tidak
semua hal selalu memelihara kelangsungan sistem. Beberapa hal telah menyebabkan terjadinya
ketidakstabilan dalam sistem, bahkan dapat saja menyebabkan rusaknya sistem. Ini oleh Merton
disebut dengan disfungsi. Misalnya tingkat interaksi yang tinggi dan kaku dalam keluarga dapat
menghasilkan disfungsi, antara lain dalam bentuk kekerasan dan perlakuan kasar atau penyiksaan
pada anak.

Para penganut perspektif struktural fungsional ini berusaha untuk mengetahui bagian-bagian atau
komponen-komponen dari suatu sistem dan berusaha memahami bagaimana bagian-bagian ini
saling berhubungan satu sama lain suatu susunan dari bagian-bagian tersebut dengan melihat fungsi
manifes maupun fungsi latennya. Kemudian mereka melakukan analisis mengenai manakah yang
memberiu sumbangan bagi terciptanya kelestarian sistem dan manakah yang justru menyebabkan
kerusakan pada sistem. Dalam hal ini dapat saja suatu komponen menjadi fungsional dalam suatu
sistem, tetapi menjadi tidak fungsional bagi sistem yang lain. Misalnya ketaatan pada suatu agama
merupakan sesuatu yang fungsional dalam pembinaan umat beragama, tetapi tidak fungsional bagi
pengembangan persatuan berbagai etnik yang beragam agamanya.

Dalam pandangan perspektif struktural fungsional ini, suatu sistem sosial eksis karena sistem sosial
itu menjalankan fungsinya yang berguna bagi masyarakat. Pusat perhatian perspektif ini juga tertuju
pada masalah tatanan (order) dan stabilitas, yang karena perhatiannya pada hal ini mereka dikritik
mempertahankan status-quo. Karena perhatiannya tertuju pada keseimbangan dan kelsetarian
sistem, perspektif ini juga sering dikritik mengabaikan proses perubahan yang terjadi dalam sistem
sosial.

3.3. Perspkektif Teori Konflik

Perspektif teori konflik juga memiliki akar pemikiraan pada pemikiran beberapa ahli sosiologi klasik
terutama pada Karl Marx. Meskipun demikian, para ahli dari perspektif teori konflik modern juga
banyak memberi sumbangan pemikiran, terutama dari John Stuart Mill, Ralph Dahrendorf, Lewis
Coser dan sebagainya. Dalam pandangan para ahli dari perspektif teori konflik ini masyarakat akan
dapat dengan tepat dianalisis jika menggunakan konsep kekuasaan (power) dan konflik.

Karl Marx memulainya dengan suatu asumsi dasar yang sederhana, yaitu struktur dari masyarakat
ditentukan oleh organisasi ekonomi, terutama pada pemilikan barang produksi (ownership of
poverty). Dogma agama, nilai-nilai budaya, kepercayaan individual, susunan dan struktur lembaga-
lembaga dalam masyarakat, semuanya secara mendasar merupakan refleksi dari organisasi ekonomi
yang ada dalam masyarakat. Menyatu dalam sistem ekonomi, kesenjangan dalam pemilikan barang
produksi telah mendorong mendorong terjadinya konflik antar kelas secara revolusioner. Kelas yang
tidak menguasai alat produksi telah menjadi kelas yang dieksploitasi, senantaiasa berjuang
memperbaiki posisi mereka yang rendah dan tertindas dan secara revolusi mereka melawan kelas
yang dominan dalam penguasaaan faktor produksi. Dalam pandangan Marx, cerita sejarah tentang
manusia tidak lain adalah cerita tentang perjuangan kelas antara para pemilik alat produksi dengan
para buruh yang tidak menguasai alat produksi, antara yang didominasi melawan yang mendiminasi
atau antara yang memiliki kekuasaan dengan yang tidak memiliki kekuasaan.
Para ahli perspektif teori konflik masa kini melihat bahwa konflik merupakan fenomena yang
senantiasa ada dalam kehidupan sosial dan sebagai hasilnya, masyarakat senantiasa berada dalam
perubahan yang terus menerus. Berbeda dengan Marx, para ahli sosiologi perspektif konflik masa
kini jarang yang melihat konflik senantaiasa merupakan refleksi dari organisasi ekonomi maupun
kepemilikan (ownership). Konflik dalam pandaangan para ahli perspektif konflik masa kini , meliputi
bidang yang luas di mana terjadi pertentangan dari berbagai kepentingan dan kelompok dalam
masyarakat. Jadi konflik bukan hanya antara pemilik modal dengan para buruh seperti dikemukakan
oleh Marx, tetapi juga meliputi pertentangan antara orang muda dengan orang tua, antara pria dan
wanita, antara satu etnis atau ras tertentu dengan etnis atau ras tertentu sebagaimana antara
pemilik modal dengan para buruh. Konflik ini disebabkan karena sesuatu yang dihargai dalam
masyarakat (kekuasaan, ilmu pengetahuan, tanah, uang dan sebagainya) tidak terdistribusi merata
dan tidak semua orang dapat memperolehnya secara sama. Sesuatu yang bernilai itu merupakan
komoditas yang terbatas, sedangkan permintaan (demand) akan hal itu lebih besar dari penawaran
(supply) yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu barang siapa dapat memiliki atau mengontrol
barang dan jasa yang bernilai dalam masyarakat, akan cenderung mempertahankan dan melindungi
kepentingannyaa terhadap usaha pihak lain untuk merebutnya.

Dalam pandangan yang demikian, konflik tidak selalu berarti perang, kekerasan dan sejenisnya.
Konflik menunjuk pada perjuangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan setiap
anggota masyarakat untuk berusaha mempertahankan, meningkatkan dan menjaga posisi sosial
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Konflik juga tidak dilihat sebagai proses yang destruktif
(merusak) yang akan embawa paada kondisi ketidak-terauran (disorder) dan pecahnya masyarakat.
Beberapa ahli perspektif teori konflik modern misalnya Dahrendorf dan Lewis Coser bahkan melihat
adanya peranan konflik dalam menciptakan integrasi, yang ditandai oleh adanya kekuatan yang
menyumbang terjadinya keteraturan dan stabilitas. Bagaimana konflik memeiliki peran integratif
dapat dipahami dengan melihat bahwa semua orang memiliki kepentingan yang sama akan bekerja
sama untuk berusaha mencapainya agar keuntungan dapat diraih bersama. Konflik antar ras
misalnyaa dapat menjadi pengikat kebrsamaan dalam suatu ras tertentu, mengabaikan perbedaan-
perbedaan diantara mereka sendiri.

Teori ini berbeda dengan dari struktural fungsional. Jika teori struktural fungsional melihat
masyarakat sebagai suatu sistem yang senantiasa dalam keadaan ekulibrium atau kesimbangan,
teeori konflik sebaliknya, melihat masyarakat sebagai arena bagi terjadinya pertentangan yang terus
menerus dan terjadi perubahan-perubahan. Teori struktural fungsional melihat proses sosial
merupakan proses yang terus menerus dengan mengembangkan keselarasan (harmony), sebaliknya
teori konflik melihat proses sosial sebagi proses perjuangan yang terus menerus menuju sasarannya.
Teeori struktural fungsional melihat masyarakat pada adsarnya berlandaskan pada konsensus,
terintegrasi dan statis, di lain pihak teori konflik melihat masyarakat itu pada dasarnya ditandai oleh
adanya paksaan, pertentangan dan perubahan yang terus menerus. Jika teori struktural fungsional
dikritik karena terlalu menekankan pada stabilitas dan status quo serta mengabaikan perubahan,
sebaliknya teori konflik dikritik karena terlalu kontroversial dan terlalu berlebihan dalam melihat
keteraturan atas dasar paksaan.

3.4. Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik

Tokoh utama perspketif ini diabngun oleh George Herbert Mead, William Issac Thomas, dan John
Dewey, TH. Cooley. Perbedaan utama perspektif ini dengan perspektif terdahulu terletak pada
ukuran dari unit yang dipakai dalam analisis dan penelitian. Jika teori evolusi, struktural fungsional,
maupun konflik terletak pada ukuran dari unit yang dipakai dalam analisis dan penelitian. Jika teori
evolusi, strukturaal fungsional maupun konflik berada pada tataran sosiologi makro, yang melihat
masyarakat sebagai suatu susunan yang besar : organisasinya, lembaga-lembaganya, kelas-kelas
sosial dans ebagainya, maka perspektif teori interaksionisme simbolik berada pada tataran mikro
sosiologi, yang mremusatkan perhatiannya pada individu dalam masyarakat dan definisi situasi,
makna, peran, pola interaksi yang dibuat individu. Meski antar berbagai perspektif kedua tataran ini
kadang terjadi tumpang tindih (overlap), tetpai padaadsarnya terdapat perbedaan asumsi dan teori
yang mendasar diantara keduanya.

Bagi perspektif interaksionisme simbolik yang penting bagi sosiologi adalah memahami bagaimana
individu mempengaruhi dan sebaliknya mempengaruhi juga dipengaruhi oleh masyarakat. Perspektif
ini berasumsi bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang telah mengalami proses
sosialisasi dan eksistensi serta strukturnya nampak dan terbentuk melalui interaksi sosial yang
berlangsung diantara individu dalam masyarakat tersebut dalam tingkatan simbolik

Dalam perspektif ini sesuatu yang penting pada penggunaan simbol. Untuk memperjelas makna
simbol dapat dijelaskan dengan contoh, misalnya seseorang yang mengendarai mobil di perempatan
yang ada lampu pengatur lalu lintas yang menyala adalah MERAH, maka iapun berhenti, padahal
yang ada di hadapannya bukanlah obyek fisik yang dapat menghalanginya. Berhentinya seseorang di
lampu merah jelas karena ia telah belajar, telah tahu bahwa lampu merah adalah pertanda atau
simbol bahwa ia harus berhenti. Contoh lain adalah, seorang laki-laki yang mengulurkan tangannya
merupakan tanda bersahabat, akan tetapi kalau ia mengepalkan tangannya tentu bermakna
sebaliknya. Dalam kehidupan yang nyata kegagalan merumuskan situasi perilaku secara benar dapat
menimbulkan akibat-akibat yang kurang menyenangkan atau malah bisa berakibat fatal.

Sebagaimana dituangkapkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam buku mereka Social
Construction of Reality (1966) yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia Tafsir Sosial Atas
Kenyataan (1990). Masyarakat merupakan kenyataan obyektif dalam arti orang, kelompok, dan
lembaga-lembaga adalah nyata. Akan tetapi, masyarakat adalah juga suatu kenyataan subyektif
dalam arti bagi setiap orang, atau lembaga-lembaga lain tergantung pada pandangan subyektif
orang tersebut. Apakah sebagain orang sangat baik atau jahat, apakah polisi pelindung atau
penindas masyarakat, apakah perusahaan swasta melayani kepentingan umum atau pribadi-ini
adalah persepsi yang mereka bentuk dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri dan persepsi ini
merupakan “kenyataan” bagi mereka yang memberikan penilaian tersebut. Dalam hal ini perspektif
interaksionisme simbolik memulainya dengan konsep diri (self), diri dalam hubungannya dengan
orang lain dan diri dan orang lain itu dalam konteks sosial yang lebih luas. Dalam konteks sosial inilah
dapat dipahami mengapa seseorang memiliki anggapan negatif terhadap lainnya, mengapa lebih
mudah bergaul dengan seseorang dari pada lainnya maupun mengapa lebih enak berada diantara
orang-orang yang sudah dikenal dari pada diantara orang-orang yang belum dikenal. Jadi dalam hal
ini perspektif interasionisme simbolik memahami individu dalam konteks sosialnya, melalui
pemahaman lingkungan sosial (social setting), dari sinilah kemudian dapat dipahami interaksinya,
nilai-nilainya, misalnya pantas-tidak pantas, baik-buruk dan sebagainya.
In all ages and human times ever since out erect and restless species appeared upon the
planet, men have been living with others of their kind in something called societies. Prior to the
emergence of sociology the study of society was carried on in an unscientific manner and society
had never been the central concern of any science. It is through the study of sociology that the truly
scientific study of the society has been possible. Sociology alone studies social relationships, society
itself. Sociology is interested in social relationships not because they are economic or political or
religious or legal but because they are at the same time social. Sociology study how the relations
combine, how they build up smaller or greater systems and how they respond to changes and
changing needs or demands. Therefore the study of sociology is essentially analytical.

Sociology because of its bearing upon many of the problems of the present world has assumed such
a great importance that it is considered to be the best approach to all the social sciences. Giddings
have rightly pointed out, 'Sociology tells us how to become what we want to be.'

Sociology studies society in a scientific way

Before the emergence of sociology there was no systematic and scientific attempt to study human
society with all its complexities. Sociology has made it possible to study society in a scientific
manner. This scientific knowledge about human society is needed in order to achieve progress in
various fields.

Sociology throws more light on the social nature of man

Sociology delves deep into the social nature of man. It tells us why man is a social animal, why he
lives in a group, communities and societies. It examines the relationship between individual and
society, the impact of society on man and other matters.

Sociology increases the power of social action

The science of society assists an individual to understand himself, his capacities, talents and
limitations. It enables him to adjust himself to the environment. Knowledge of society, social groups,
social institutions, associations, their functions etc. helps us to lead an effective social life.

Sociology studies role of the institutions in the development of the individuals

It is through sociology that scientific study of the great social institutions and the relation of the
individual to each is being made. The home and family, the school and education, the church and
religion, the state and government, industry and work, the community and association, these are
institutions through which society functions. Sociology studies these institutions and their role in the
development of the individual and suggests suitable measures for strengthening them with a view to
enable them to serve the individual better.
Study of sociology is indispensable for understanding and planning of society

Society is a complex phenomenon with a multitude of intricacies. It is impossible to understand and


solve its numerous problems without support of sociology. It is rightly said that we cannot
understand and mend society without any knowledge of its mechanism and construction. Without
the investigation carried out by sociology no real effective social planning would be possible. It helps
us to determine the most efficient means for reaching the goals agreed upon. A certain amount of
knowledge about society is necessary before any social policies can be carried out.

Sociology is of great importance in the solution of social problems

The present world is suffering from many problems that can be solved through scientific study of the
society. It is the task of sociology to study the social problems through the methods of scientific
research and to find out solution to them. The scientific study of human affairs will ultimately
provide the body of knowledge and principles that will enable us to control the conditions of social
life and improve them.

Sociology has drawn our attention to the intrinsic worth and dignity of man

Sociology has been instrumental in changing our attitude towards human beings. In a specialized
society we are all limited as to the amount of the whole organization and culture that we can
experience directly. We can hardly know the people of other areas intimately. In order to have
insight into and appreciation of the motives by which others live and the conditions under which
they exist knowledge of sociology is essential.

Sociology has changed our outlook with regard to the problems of crime

It is through the study of sociology that our whole outlook on various aspects of crime has change.
The criminals are now treated as human beings suffering from mental deficiencies and efforts are
accordingly made to rehabilitate them as useful members of the society.

Sociology has made great contribution to enrich human culture

Human culture has been made richer by the contribution of sociology. The social phenomenon is
now understood in the light of scientific knowledge and enquiry. According to Lowie most of us
harbor the comfortable delusion that our way of doing things is the only sensible if not only possible
one. Sociology has given us training to have rational approach to questions concerning oneself, one's
religion, customs, morals and institutions. It has further taught us to be objective, critical and
dispassionate. It enables man to have better understanding both of himself and of others. By
comparative study of societies and groups other than his existence, his life becomes richer and fuller
than it would otherwise be. Sociology also impresses upon us the necessity of overcoming narrow
personal prejudices, ambitions and class hatred.

Sociology is of great importance in the solution of international problems


The progress made by physical sciences has brought the nations of the world nearer to each other.
But in the social field the world has been left behind by the revolutionary progress of the science.
The world is divided politically giving rise to stress and conflict. Men have failed to bring in peace.
Sociology can help us in understanding the underlying causes and tensions.

The value of sociology lies in the fact that it keeps us update on modern situations

It contributes to making good citizens and finding solutions to the community problems. It adds to
the knowledge of the society. It helps the individual find his relation to society. The study of social
phenomena and of the ways and means of promoting what Giddens calls social adequacy is one of
the most urgent needs of the modern society. Sociology has a strong appeal to all types of mind
through its direct bearing upon many of the initial problems of the present world.

Study of society has helped governments to promote the welfare of the tribal and marginalized
communities

The tribal and marginalized communities face many socio-economic and cultural problems. Studies
conducted by sociologists and anthropologists regarding tribal societies and problems have helped
governments in undertaking social welfare measures and programmes for the welfare purposes.

Sociology is useful as a teaching subject

Sociology is a profession in which technical competence brings its own rewards. Sociologists those
trained in research procedures are contributing in business, government, industry, social sector,
communications and many other areas of community life. Sociology has now become practical
enough to be practiced in the other fields prominently in local, state, national and international
levels.

Do you need professional help with writing your paper about the importance of sociology? Visit this
service and hire a team of experienced sociology essay writers

Shamsul Amri Baharuddin Perspektif Strukturlisme dalam Sosiologi

Fatimah Daud. 1992.

Pengenalan Teori-Teori Sosiologi

. Kuala Lumpur, Malaysia: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd

https://www.academia.edu/28756536/BAB_II_TEORI_KONFLIK_SOSIAL_DALAM_PERSPEKTIF_KARL_
MARX
https://www.academia.edu/25957035/KAJIAN_TENTANG_INTERAKSIONISME_SIMBOLIK

Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma:


fakta sosial, definisi sosial, dan ...
By Prof. DR. I.B.Wirawan

Anda mungkin juga menyukai