Anda di halaman 1dari 10

TAMBAHAN MATERI

1. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)


Inisiasi Menyusui Dini (IMD) atau Early Breast Feeding adalah proses
menyusui pada bayi yang harus segera dilakukan minimal selama satu jam
pertama setelah bayi lahir. Penerapan IMD sendiri telah diatur oleh
kementerian kesehatan Indonesia dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) no. 15 tahun 2014 Pasal 2 yang berbunyi “Tenaga
kesehatan wajib melaksanakan IMD terhadap bayi baru lahir paling singkat
selama 1 jam. Dengan catatan tidak terjadi kontra indikasi medis pada ibu.
Adapun manfaat dari IMD untuk bayi, yaitu:
a. IMD berfungsi sebagai kolonisasi bakteri “baik” pada kulit dan usus bayi.
bayi akan mendapatkan manfaat dari kontak kulit pertama dengan ibu,
dimana bayi akan terpapar bakteri baik dari ibu yang TIDAK BERBAHAYA
dan bakteri tersebut kemudian membentuk koloni dalam usus bayi yang
bertugas memerangi bakteri jahat lainnya.
b. IMD mampu menstabilkan pernafasan dan detak jantung bayi
c. IMD mampu mencegah pendarahan pada ibu pasca melahirkan
d. IMD mampu menghindari terjadinya hipotermia pada bayi
e. IMD mempermudah proses menyusui
f. IMD membantu memantapkan insting menyusu pada bayi dan pelekatan
mulut bayi pada payudara sehingga dapat meningkatkan berat badan
bayi secara maksimal dan membantu proses menyusui ke depannya.
g. IMD juga dapat mengurangi tingkat kematian bayi hingga 22%.
h. IMD mampu menciptakan BONDING (Ikatan) antara bayi dan ibu serta
mampu menenangkan ibu dan bayi.
i. jika proses IMD berhasil hingga tahap bayi menghisap puting ibu, maka
bayi akan mendapatkan kolostrum (liquid gold) yang mengandung zat
kekebalan terutama IgA yang berfungsi melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi terutama diare.
Cara melakukan IMD dapat dilihat pada gambar berikut ini:

sumber: dokumen pribadi

sumber: Aimi-asi.org
Satu hal yang sangat ditekankan oleh konselor ASI pada saat
mendampingi kami dalam melakukan diskusi. Teori IMD memang sepertinya
mudah, tapi dalam pelaksanaannya ada saja hambatan yang harus dihadapi.
berikut tantangan-tantangan dalam melaksanakan IMD pasca melahirkan
yang harus diantisipasi sebelum melaksanakan persalinan:
a. Masih banyak perempuan hamil atau yang sedang merencanakan
kehamilan belum mengetahui tentang IMD. sehingga pada saat
melaksanakan persalinan tidak melaksanakan IMD. hal ini terjadi pada
diri saya sendiri sebelum mencari tahu tentang IMD ini.
b. Masih banyak perempuan hamil atau yang sedang merencanakan
kehamilah sudah mengetahui tentang IMD namun tidak mengerti cara
melaksanakannya atau belum benar dalam melaksanakannya.
c. Tenaga medis (baik itu bidan, perawat rumah sakit atau tenaga medis
yang menangani kelahiran lainnya) terkadang tidak melakukan IMD
karena ketidaktahuan atau alasan lain. hal ini menjadi pembahasan yang
cukup seru pada saat jalannya diskusi karena banyak ibu yang telah
melahirkan menceritakan pengalamannya saat melahirkan. diantaranya:-
masih sangat banyak rumah sakit yang tidak melaksanakan IMD karena
kurangnya tenaga medis (perawat) untuk melaksanakan IMD ini. apalagi
rumah sakit tersebut selalu kebanjiran pasien melahirkan. coba
bayangkan analogi sederhana ini.misalya disuatu kamar persalinan
hanya ada 2 orang perawat yang harus mengurus 3 orang pasien yang
melahirkan pada waktu yang berdekatan. sedangkan IMD ini harus
dilakukan minimal selama 1 jam setelah melahirkan dan harus tetap
dalam perhatian tenaga medis. sehingga kekurangan tenaga medis ini
membuat IMD tidak dapat diterapkan- terdapat beberapa tempat
persalinan (bidan atau rumah sakit) yang memang tidak menerapkan
IMD. untuk mengatasi hal ini, maka sebaiknya ibu harus melakukan
survey terlebih dahulu rumah sakit mana yang memang melakukan
proses IMD setelah melahirkan atau tanya rekomendasi teman dan
group-group yang membahas tentang ASI seperti AIMI, dan pastikan
tempat persalinan tersebut memang melakukannya. hal ini dikarenakan
ada tempat persalinan yang mengaku melaksanakan proses IMD namun
tidak dilakukan pada saat persalinan berlangsung.
2. USIA PERKEMBANGAN
1. Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru
lahir selama 1 jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari
lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 –
42 minggu.
Bayi baru lahir adalah hasil konsepsi yang baru keluar dari rahim
seorang ibu melalui jalan kelahiran normal atau dengan bantuan alat
tertentu sampai usia 1 bulan.
Menurut Dep. Kes. RI, (2007) Bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan
berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram
2. Neonatus
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu
(28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir)
sampai dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari.
Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28 hari. (Wafi Nur Muslihatun,
2010).
3. Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan
perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan - 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut:
a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari
1) Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari
2) Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari
b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun. Bayi
merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.
4. Batita dan Balita
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang
paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun.
Masa ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan
kepandaian dan pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010)
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini
ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat.
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan
anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti
mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. (Sutomo,
2010).
5. Anak
Menurut UU No.44 thn 2008 Pasal 1 angka 4 “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun “.
Menurut Depkes RI (2009), Masa kanak-kanak adalah 5 – 11 tahun.
Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):
a. Masa balita = 0 – 5 tahun,
b. Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun.
c. Masa remaja Awal =12 – 1 6 tahun.
d. Masa remaja Akhir =17 – 25 tahun.
e. Masa dewasa Awal =26- 35 tahun.
f. Masa dewasa Akhir =36- 45 tahun.
g. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
h. Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.
i. Masa Manula = 65 – sampai atas.

3. BILIRUBIN
a. Pengertian
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru
lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir
adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler
sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai
normal: bilirubin indirek 0,3–1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1–0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan.
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin
dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek pathologis. (Markum, 1991:314)
b. Metabolisme Bilirubin
75% dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari
penghancuran hemoglobin, dan 25% dari mioglobin, sitokrom, katalase
dan tritofan pirolase. Satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35
mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak
satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin
bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek
larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk
kedalam otak dan terjadilah kernikterus yang memudahkan terjadinya hal
tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang
dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia. Didalam hepar
bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin
direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu,
selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian di
serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek
didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali
oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
c. Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
1) Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya
terdapat pada hemolisis yang meningkat seperti pada
ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-
PD dan sebagai nya).
2) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
3) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh
obat seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat pada otak (terjadi krenikterus).
4) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar
hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar
oleh penyebab lain.
d. Macam – Macam Ikterus
1) Ikterus Fisiologis
a) Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates
cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2) Ikterus Patologik
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
c) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Ni Luh Gede Y,
1995)
e. Etiologi bilirubin
1) Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2) Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam
hati.
3) Gangguan konjugasi bilirubin.
4) Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel
darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula
timbul karena adanya perdarahan tertutup.
5) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan
tertentu.
6) Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma,
7) Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
a) Produksi yang berlebihan.
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk
mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada
inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-
Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan
oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
f. Manifestasi Klinis bilirubin
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi:
1) Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2) Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
g. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan
tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-
putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
h. Patofisiologi
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih
dahulu akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin
1) Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin
(merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang
mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi
tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang
normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2) Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada
beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah
apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu.
Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada
Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada
sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia (
AH, Markum,1991).

DAPUS
 Daswan, T. D. (2016). INSIASI MENYUSUI DINI (IMD).
https://ilmupengetahuanibu.wordpress.com/2016/01/04/inisiasi-menyusui-dini-
imd/
 Hanafi, S. A. (2016). DEFINISI BAYI BARU LAHIR, NEONATUS, BAYI,
BATITA, BALITA, ANAK DAN BATASANNYA.
https://inseparfoundation.wordpress.com/2016/07/01/definisi-bayi-baru-lahir-
neonatus-bayi-batita-balita-anak-dan-batasannya/
 Rini, A. (2014). HIPERBILIRUBIN.
https://ayusuntarini29.wordpress.com/2014/08/30/hiperbilirubin/

Anda mungkin juga menyukai