PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam
menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap dan kepercayaan ini
merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan
suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu kepercayaan diri
memiliki nilai keyakinan, optimisme, individualitas, dan ketidaktergantungan.
Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan
kemampuannya untuk mencapai keberhasilan (Anonim, 2010).
faktor internal, yaitu kecakapan pribadi yang menyangkut soal bagaimana kita
mengelola diri sendiri. Kecakapan pribadi seseorang terdiri atas 3 unsur
terpenting, yaitu:
a. Kesadaran diri.
Ini menyangkut kemampuan mengenali emosi diri sendiri dan efeknya,
mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri, dan keyakinan tentang harga
diri dan kemampuan sendiri atau percaya diri.
b. Pengaturan diri.
Faktor eksternal, yaitu kecakapan sosial yang menyangkut soal bagaimana kita
menangani suatu hubungan. kecakapan sosial seseorang terdiri atas 2 unsur
terpenting, yaitu:
a. Empati.
Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang lain,
dan berminat terhadap kepentingan orang lain. Juga kemampuan mengantisipasi,
mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengatasi keragaman
dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain, dan kemampuan
membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan
kekuasaan, juga tercakup didalamnya.
b. Keterampilan sosial.
Termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi),
berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan
memandu kelompok, memulai dan mengelola perubahan, bernegosiasi dan
mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama, dan menciptakan
sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.faktor
eksternalnya adalah lingkungan (environment).
Dalam “Entrepreneur`s Handbook”, yang dikutip oleh Yuyun Wirasasmita
(1994:8), dikemukakan beberapa faktor yang mendorong timbulya kemauan
seseorang untuk berwirausaha:
1. Fakor ekonomi/ keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya,
mencari pendapatan tambahan, dan sebagai jaminan stabilitas keuangan.
2. Faktor sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/ status, untuk menjadi terkenal
dan dihormati, menjadi contoh bagi warga desa, dan agar dapat bertemu dengan
orang banyak.
3. Faktor pelayanan, yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk
menatar masyarakat, membantu ekonomi masyarakat, demi masa depan anak-
anak dan keluarga, untuk mendapatkan kesetiaan suami/ isteri, dan untuk
membahagiakan orang tua.
4. Faktor kebutuhan diri, yaitu untuk menjadi sesuai keinginan (misal atasan),
menghindari ketergantungan pada orang lain, agar lebih produktif, dan
menggunakan kemampuan pribadi.
Jika pada era sebelumnya ada semacam anggapan bahwa yang bisa menjadi
pengusaha adalah generasi penerus dari para pemilik usaha atau mitos ”
entrepreneurs are born, not made” pada saat ini sudah banyak yang membuktikan
bahwa hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Bahwa kewirausahaan merupakan
sesuatu yang bisa dipelajari dan di¬praktikan tanpa wirausaha tersebut harus
berasal dari keturunan seorang wirausaha. Munculnya berbagai institusi
pendidikan yang ber¬fokus atau berkonsentrasi pada ilmu kewirausahaan,
beragam media dan cara yang tersedia yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
mempelajari dunia wirausaha seperti buku, beragam seminar dsb merupakan bukti
minat masyarakat terhadap kewirausahaan.
Dalam diri seseorang secara alamiah sudah memiliki rasa tanggung jawab. Baik
itu merupakan tanggung jawab pada sendiri, keluarga dan masyarakat, pada
umumnya hal tersebut akan terdorong untuk melakukan peningkatan nilai
kehidupan. Desakan dan kemampuan dalam diri wirausaha untuk mampu
menghidupi diri sendiri, keluarga, karyawan dan peran aktif di dalam masyarakat
akan memunculkan kebanggaan dalam di ri wirausaha. Keinginan untuk menjadi
pionir dalam bidang tertentu akan mendorong munculnya wirausaha.
Untuk menjadi wirausaha sukses dan tangguh melalui inovasi, maka harus
menerapkan beberapa hal berikut:
Hasil penelitian yang dilakukan oleh National Center for Entrepreneural Research
menemukan setidaknya ada tiga faktor yang berperan dalam kesuksesan
wirausahawan, yaitu:
Tidak ada kepribadian ideal untuk menjadi wirausahawan, akan tetapi dia harus
memiliki beberapa keterampilan yang bisa dipelajari. Yang diperlukan adalah
mengambil keputusan dengan penuh keyakinan. Wirausahawan tidak hanya
memiliki sifat kreatif dan inovatif, tetapi juga kemampan manajerial, keterampilan
bisnis, dan relasi yang baik.
Dalam suatu studi yang dilakukan baru – baru ini, ada empat faktor yang
mempengaruhi kepribadian seseorang untuk menjadi pengusaha. Empat faktor itu
adalah: Individu, kultural, masyarakat, dan gabungan dari ketiga faktor tadi.
a. Faktor Individual
Banyak ahli yang berpendapat bahwa studi mereka akan membuahkan hasil
apabila sifat wirausahawan dapat diungkap lebih jauh, meskipun faktanya, sifat
tersebut tidak bisa dijadikan indikator dalam mengukur perilaku wirausahawan.
Peter Drucker, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya
bahwa sifat adalah tolak ukurnya, dan sebaliknya berpendapat bahwa
kewirausahaan dapat diajarkan. Seorang profesor dalam bidang kewirausahaan
sependapat dengan hal ini:
Kepada semua yang tidak takut mengambil risiko, Akan kutunjukkan kepadamu
bagaimana seseorang dapat membenci risiko. Untuk setiap orang yang terlahir
sebagai anak pertama yang sukses dalam wirausaha, akan ada satu satu orang
yang terlahir sebagai anak tunggal atau anak bungsu yang sukses. Dan setiap
wirausaha yang tumbuh dengan mendengarkan pembicaraan orangtuanya yang
menjadi pengusaha, akan ada pengusaha yang tumbuh karena didikan keras
orangtuanya, atau karena tidak mempunyai orangtua.
Namun, banyak yang percaya bahwa para pengusaha memiliki sifat khusus,
dimana sifat ini tidak dapat diajarkan. Seorang enulis dari majalah Business Week
tidak setuju dengan pendapatnya Peter Drucker, ”Mungkin Drucker benar, bahwa
sifat – sifat wirausaha dapat dipelajari, namun tidak demikian dengan jiwa
wirausahawan. Seorang wirausahawan bisa juga adalah seorang manajer, tetapi
tidak semua manajer dapat menjadi wirausahawan.” Ada pengusaha yang
berpendapat,
b. Faktor Kultural
Sebuah penemuan yang sangat umum apabila kebudayaan dan etnik dapat
merepresentasikan sebuah jaringan usaha, yang tentunya, orang – orang yang
tergabung didalamnya merupakan pengusaha. Namun, kecenderungan kultur ini
masih belum jelas, karena setiap individu dalam suatu kelompok budaya tidak
semuanya menjadi pengusaha dengan alasan yang sama.
Efek dari kultur dan sifat etnis ini mungkin terangkai, karena menurut berbagai
studi, kebudayaan yang berbeda memiliki nilai dan kepercayaan yang berbeda
pula. Sebagai contoh, di Jepang dikenal ada sebuah pencapaian kultur dimana
seseorang harus terus berusaha sampai mereka sukses. Faktur lain yang penting
adalah bagaimana kultur tersebut memiliki internal locus of control atau tidak.
Sebagai contoh, kultur di Amerika mendukung adanya internal locus, sedangkan
di Rusia tidak.
Dalam semua lingkungan sosial, ada orang yang tidak ingin menjadi pengusaha,
tetapi karena situasi dan kondisi, mereka terpaksa menjadi pengusaha. Para
pekerja di Amerika dapat dikategorikan dalam grup ini. Hal ini disebabkan karena
perubahan pangsa pasar. Para imigran di berbagai negara mencoba jalan ini
apabila kemampuan berbahasa dan ketrampilan mereka tidak sesuai. Ini disebut
sebagai adaptasi. Sebuah studi faktor – faktor etnokultural menyatakan bahwa
tidak semua pengusaha muncul lewat kelompok masyarakat yang menghargai
kewirausahaan. Mereka memilih untuk berwirausaha karena ada tekanan, dan juga
merupakan asimilasi sosial.
Karena ketekunan sangatlah sulit untuk diraih pada usia yang dewasa, sebaiknya
jiwa kewirausahaan ditanamkan pada anak – anak. Sebuah studi di sebuah TK
mengindikasikan bahwa setiap satu dari empat anak yang ada menunjukkan sifat
kewirausahaan. Setelah beranjak ke usia remaja, hanya 3 persen dari mereka yang
masih mempertahankan sifat tersebut. Pelajaran di sekolah tidak mengajarkan
sifat kewirausahaan, dan pada nyatanya lebih ke pengajaran teori dan individu.
Kreativitas dan kemampuan anak – anak pun menjadi berkurang, padahal
kreativitas itulah yang menjadi senjata utama dari pengusaha.
Wilson Harrell, seorang konsultan bisnis, merekomendasikan para orang tua untuk
tidak memberikan uang saku kepada anaknya secara cuma – cuma. Contohnya, di
umur 6 tahun, Harrell memiliki stan lemon. Stan lemon itu disuplai oleh ayahnya,
mulai dari lemon, gla, dsb. sedangkan Harrell yang bekerja. Di akhir bulan, semua
profit dibagi rata. Dia percaya, bahwa pelajaran ini akan mengajarkan anak untuk
bertanggung jawab dan menunjukkan kepada mereka tentang pentingnya
berusaha. Sebagai hasilnya, anak belajar bagaimana integritas bukanlah sebuah
putih di atas kertas, melainkan sebuah jalan hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Tiadalah gading yang tak retak, dan dari keretakannya itulah kita bisa
memperbaikinya. Selaku penulis, kami sadar banyak kesalahan dan kekurangan
kami dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
banyak kritik dan saran konstruktif dari segenap pembaca sekalian. Semoga di
hari kemudian dapat menjadikan sempurnanya makalah kami.