Anda di halaman 1dari 8

Resume Buku

PENDIDIKAN PANCASILA
Cetakan 1 2006
BAB I. PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen : FAJAR SETYANING DWI PUTRA, S.Pd.,M.Pd

Disusun oleh :

AISYAH NURUL HUDA


1612119006

PRODI MANAJEMEN A
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANDUNG RAYA
2019
BAB I. Pengantar Penididkan Pancasila
Seperti yang tertera dalam pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila,
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa negara berkehendak agar
pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi sebagai
mata kuliah yang berdiri sendiri. Dengan demikian, mata kuliah Pancasila dapat lebih fokus
dalam membina pemahaman dan penghayatan mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia.
Pancasila diharapkan dapat menjadi ruh dalam membentuk jati diri mahasiswa guna
mengembangkan jiwa profesionalitasnya sesuai dengan bidang studinya masing-masing

A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pendidikan Pancasila


Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak
sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai, sebagai contoh:

1. Percaya kepada Tuhan dan toleran


 Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
 Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
 Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

2. Gotong royong

Warga Dusun Pucangombo Gotong Royong Kerja Bakti Demi Kesehatan Lingkungan
Gotong royong merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia sekalikus nilai
pancasila yang terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, semangat gotong royong yang
terdapat di dalam diri Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu kala.

3. Musyawarah
Musyawarah mufakat menjadi sistem dalam budaya Pancasila. Selain diterapkan
pada pengambilan keputusan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga
dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat terkecil yakni lingkungan keluarga.
4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.
Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi
spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan
Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang
dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial
sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat
kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam
kebersamaan dan kekeluargaan.

Nilai-nilai Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa


materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan penyebab lahirnya Negara
kebangsaan Republik Indonesia, maka penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dapat
berakibat terancamnya kelangsungan negara. Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia,
memperlihatkan telah tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh, masalah kesadaran pajak, Korupsi, masalah
lingkungan, Disintegrasi Bangsa, masalah Dekadensi Moral, Masalah Narkoba, Masalah
Penegakan Hukum yang Berkeadilan dan Masalah Terorisme. Dengan memperhatikan masalah
tersebut, maka pendidikan Pancasila sangat penting untuk diajarkan pada berbagai jenjang
pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi,
yaitu agar mahasiswa tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri dan agar mahasiswa memiliki
pedoman atau kaidah penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan
berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

B. Menanya Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila

Secara spesifik, tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk:
1. memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi
nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan
bernegara.
2. memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, dan membimbing untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
4. membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, kecintaan pada tanah air, dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani
yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu
berinteraksi dengan dinamika internal daneksternal masyarakat bangsa Indonesia
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik Pendidikan Pancasila
Dilihat dari segi objek materil, pengayaan materi atau substansi mata kuliah pendidikan
Pancasila dapat dikembangkan melalui beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan historis,
sosiologis, dan politik. Sementara, dilihat dari segi objek formil, pengayaan materi mata kuliah
pendidikan Pancasila dilakukan dengan pendekatan ilmiah, filosofis, dan ideologis.

1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila

Presiden Soekarno pernah mengatakan, ”Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.”


Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi penting dalam membangun
kehidupan bangsa dengan lebih bijaksana di masa depan. Pancasila melalui pendekatan historis
adalah amat penting dan tidak boleh dianggap remeh guna mewujudkan kejayaan bangsa di
kemudian hari. Melalui pendekatan ini, mahasiswa diharapkan dapat mengambil pelajaran atau
hikmah dari berbagai peristiwa sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah bangsa-bangsa lain.

2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila

Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu masyarakat pada
suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yang tertentu. Melalui pendekatan sosiologis ini pula,
Anda diharapkan dapat mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan
sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar
nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai
Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari
kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia. Kita juga diharapkan dapat berpartisipasi dalam
meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pengendalian sosial (agent of social control) yang mengacu
kepada nilai-nilai Pancasila.

3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila

Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan
menyelenggarakan Negara hukum tersebut. Hal tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum)
merupakan salah satu pendekatan utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata
kuliah pendidikan Pancasila. Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan
Undang-Undang (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting.
Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh kesadaran hukum warga negara
terutama dari kalangan intelektualnya. Dengan demikian, pada gilirannya melalui pendekatan
yuridis tersebut mahasiswa dapat berperan serta dalam mewujudkan negara hukum formal dan
sekaligus negara hukum material sehingga dapat diwujudkan keteraturan sosial (social order) dan
sekaligus terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat
sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik tersebut, yaitu menemukan nilai-
nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau pedoman dalam mengkaji konsep-konsep pokok
dalam politik yang meliputi Negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijakan (policy), dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik
di pusat maupun di daerah. Menurut Budiardjo (1998:32) sebagai berikut: “Ideologi politik
adalah himpunan nilai-nilai, idée, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu
“Weltanschauung”, yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia
menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politik yang dihadapinya dan yang
menentukan tingkah laku politiknya.”

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila


Seperti diketahui penerapan pendidikan pancasila mengalami banyak pasang surut.
Apabila ditelusuri secara historis, upaya pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai Pancasila
tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.
Namun, bentuk dan intensitasnya berbeda dari zaman ke zaman. Pada masa awal kemerdekaan,
pembudayaan nilai-nilai tersebut dilakukan dalam bentuk pidato-pidato para tokoh bangsa
dalam rapat-rapat akbar yang disiarkan melalui radio dan surat kabar. Banyak buku-buku yang
diterbitkan dengan tujuan untuk membentuk manusia yang patriotic melalu penidikan. Tidak
lama sejak lahirnya Ketetapan MPR RI, Nomor II/MPR/1978, tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau Ekaprasetia Pancakarsa, P-4 tersebut kemudian menjadi
salah satu sumber pokok materi Pendidikan Pancasila. Keberadaan mata kuliah Pancasila
semakin kokoh dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989,
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah pendidikan Pancasila. Namun setelah
ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, kembali mengurangi
langkah pembudayaan Pancasila melalui pendidikan. Kemudian dalam rangka mengintensifkan
kembali pembudayaan nilai-nilai Pancasila, Di beberapa kementerian, khususnya di
Kementerian Pendidikan Nasional diadakan seminar-seminar dan salah satu output-nya adalah
terbitnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor 914/E/T/2011, pada
tanggal 30 Juni 2011, perihal penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di
perguruan tinggi. Dalam surat edaran tersebut, Dirjen Dikti merekomendasikan agar pendidikan
Pancasila dilaksanakan di perguruan tinggi minimal 2 (dua) SKS secara terpisah, atau
dilaksanakan bersama dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan nama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3 (tiga) SKS.
Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar, dorongan pokok
dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan leitstar Pancasila ini, kekuasaan
negara akan menyeleweng. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah
dengan cara mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14)
Pidato Presiden Joko Widodo, 1 Juni 2017

"Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada pagi hari ini kita dapat berkumpul
menyelenggarakan upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila untuk yang pertama kalinya.
Upacara ini meneguhkan komitmen kita agar kita lebih mendalami, lebih menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar bermasyarakat, sebagai dasar berbangsa
dan bernegara. Pancasila merupakan hasil dari sebuah rangkaian proses, yaitu rumusan
Pancasila tanggal 1 Juni 1945, yang dipidatokan oleh Ir. Soekarno. Piagam Jakarta tanggal 22
Juni 1945 dan rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah jiwa besar para founding fathers
kita, para ulama, para tokoh agama, dan para pejuang kemerdekaan dari seluruh Nusantara
sehingga kita bisa membangun kesepakatan yang mempersatukan kita. Harus diingat bahwa
kodrat bangsa Indonesia adalah kodrat keberagaman. Takdir Tuhan untuk kita adalah
keberagaman. Dari Sabang sampai Merauke adalah keberagaman. Dari Miangas sampai Rote
adalah keberagaman. Berbagai etnis, berbagai bahasa lokal, berbagai adat istiadat, berbagai
agama, kepercayaan serta golongan bersatu padu membentuk Indonesia. Itulah Bhinneka
Tunggal Ika kita, Indonesia. Namun, kehidupan berbangsa dan bernegara kita, selalu mengalami
tantangan. Kebinekaan kita selalu diuji. Ada pandangan dan tindakan yang selalu
mengancamnya. Ada sikap tidak toleran yang mengusung ideologi lain selain Pancasila. Semua
itu diperparah oleh penyalahgunaan media sosial, oleh berita bohong, oleh ujaran kebencian
yang tidak sesuai dengan bangsa kita. Saudara-saudara sebangsa dan setanah Air, Kita harus
belajar dari pengalaman buruk negara lain yang dihantui oleh radikalisme dan konflik sosial,
yang dihantui oleh terorisme dan perang saudara. Dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam
bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, kita bisa terhindar dari masalah-masalah tersebut.
Kita bisa hidup rukun dan bergotong royong untuk memajukan negeri ini. Dengan Pancasila,
Indonesia adalah rujukan masyarakat internasional untuk membangun kehidupan yang damai,
yang adil, yang makmur di tengah kemajemukan dunia. Oleh karena itu, saya mengajak peran
aktif para ulama, ustad, pendeta, pastur, biksu, pedanda, pendidik, budayawan, pelaku seni,
pelaku media, TNI dan Polri serta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menjaga
Pancasila. Pemahaman dan pengamalan Pancasila harus terus ditingkatkan. Ceramah
keagamaan, materi pendidikan, fokus pemberitaan, dan perdebatan di media sosial harus
menjadi bagian dalam pendalaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Komitmen pemerintah
untuk penguatan Pancasila sudah jelas dan sangat kuat. Berbagai upaya terus kita lakukan.
Telah diundangkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila. Bersama seluruh komponen bangsa, lembaga baru ini ditugaskan
untuk memperkuat pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, yang terintegrasi
dengan program-program pembangunan. Pengentasan kemiskinan, pemerataan kesejahteraan
dan berbagai program lainnya menjadi bagian integral dari pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Hadirin yang saya hormati, Tidak ada pilihan lain kecuali kita harus bahu membahu menggapai
cita-cita bangsa sesuai dengan Pancasila. Tidak ada pilihan lain kecuali seluruh anak bangsa
harus menyatukan hati, pikiran, dan tenaga untuk persatuan dan persaudaraan. Tidak ada pilihan
lain, kecuali kita harus kembali ke jati diri sebagai bangsa yang santun, berjiwa gotong royong,
dan toleran. Tidak ada pilihan lain kecuali kita harus menjadikan Indonesia bangsa yang adil,
makmur, dan bermartabat di mata internasional. Namun demikian, kita juga harus waspada
terhadap segala bentuk pemahaman dan gerakan yang tidak sejalan dengan Pancasila.
Pemerintah pasti bertindak tegas terhadap organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan yang anti-
Pancasila, anti-UUD 1945, anti-NKRI, anti-Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah pasti bertindak
tegas jika masih terdapat paham dan gerakan komunisme yang jelas-jelas sudah dilarang di
bumi Indonesia. Sekali lagi, jaga perdamaian, jaga persatuan, dan jaga persaudaraan di antara
kita. Mari kita saling bersikap santun, saling menghormati, saling toleran, dan saling membantu
untuk kepentingan bangsa. Mari kita saling bahu-membahu bergotong royong demi kemajuan
Indonesia. Selamat Hari Lahir Pancasila. Kita Indonesia. Kita Pancasila. Semua Anda
Indonesia, semua Anda Pancasila. Saya Indonesia. Saya Pancasila. Terima kasih."

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Isi Pidato Jokowi pada Hari Lahir
Pancasila yang Disebar ke Penjuru
Indonesia", https://nasional.kompas.com/read/2017/06/01/13572831/ini.isi.pidato.jokowi.pada.h
ari.lahir.pancasila.yang.disebar.ke.penjuru.indonesia?page=all.
Penulis : Fabian Januarius Kuwado

E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa Depan

Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkanakan


mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan internasional serta memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang
cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta
tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri warga negara Republik
Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di
Indonesia yang diantaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Ilmu
Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam
kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam
komponen kurikulum perguruan tinggi. Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran
bela negaraakan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi
demokrasi dan hak asasi manusia sungguh– sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai
dengan kehidupannya sehari–hari.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang
cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai falsafah
bangsa
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan,
bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia


diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi
oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita
dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan
non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk
memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme;
menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing;
memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta
mandiri.

Anda mungkin juga menyukai