LANDASAN TEORI
5
Gambar 2.1. Sistem Lapangan Terbang
6
2.2 Karakteristik Pesawat Terbang
Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan
pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan
prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain :
Berat (Weight)
Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan
kekuatan landasan pacu.
Ukuran (Size)
Lebar dan panjang pesawat (Fuselag) mempengaruhi dimensi landasan
pacu.
Kapasitas Penumpang
Kapasitas penumpang berpengaruh terhadap perhitungan perencanaan
kapasitas landasan pacu.
Panjang Landasan Pacu
Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara.
Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan
tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan
panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan
berat lepas landas (Take Off Weight).
Karakteristik dari beberapa pesawat terbang dapat dilihat pada
Tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 Karakteristik Pesawat Terbang
7
2.3 Berat Pesawat Terbang (Aircraft Weight)
Beberapa komponen dari berat pesawat terbang yang paling menentukan
dalam menghitung panjang landas pacu dan kekuatan perkerasannya, yaitu :
Operating Weight Empty
Adalah berat dasar pesawat terbang, termasuk di dalamnya crew dan
peralatan pesawat terbang, tetapi tidak termasuk bahan bakar dan
penumpang atau barang yang membayar.
Pay Load
Adalah produksi muatan (barang atau penumpang) yang membayar,
diperhitungkan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Pertanyaan
yang sering muncul, berapa jauh pesawat bisa terbang, jarak yang bisa
ditempuh pesawat disebut jarak tempuh (range). Banyak faktor yang
mempengaruhi jarak tempuh pesawat, yang paling penting adalah pay
load. Pada dasarnya pay load bertambah, jarak tempuhnya berkurang atau
sebaliknya pay load berkurang, jarak tempuh bertambah.
Zero Fuel Weight
Adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, di atas batasan berat
itu tambahan berat harus berupa bahan bakar, sehingga ketika pesawat
sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada
sambungan.
Maximum Structural Landing Weight
Adalah kemampuan struktural dari pesawat terbang pada waktu melakukan
pendaratan.
Maximum Structural Take Off Weight
Adalah berat maximum pesawat terbang termasuk didalamnya crew, berat
pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang diizinkan pabrik, sehingga
momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat terbang, rata-rata masih
dalam batas kemampuan yang dimiliki oleh material pembentuk pesawat
terbang.
Berat Statik Main Gear dan Nose Gear
Pembagian beban statik antara roda pendaratan utama (main gear) dan
nose gear, tergantung pada jenis/tipe pesawat dan tempat pusat gravitasi
8
pesawat terbang. Batas-batas dan pembagian beban disebutkan dalam buku
petunjuk tiap-tiap jenis pesawat terbang, yang mempunyai perhitungan
lain dan ditentukan oleh pabrik.
9
1. Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread)
dan panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang rencana mempengaruhi
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung
(taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi
apron, diameter manuver perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan
letak gedung terminal pada kompleks bandar udara.
2. Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan
(nose gear) dan wheel tread/ jarak antara roda pendarat utama
mempengaruhi perencanaan ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar
landasan penghubung (taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan
penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton untuk perkerasan apron
3. Berat pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran panjang landasan
pacu (runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off)
dan pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada
landasan pacu dan landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada
apron.
10
2.5 Konfigurasi Roda Pesawat
Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) menunjukan
bagaimana reaksi perkerasan terhadap beban yang diterimanya. Konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk dapat mengatasi gaya-gaya yang ditimbulkan
pada saat melakukan pendaratan dan berdasarkan beban yang lebih kecil dari
beban pesawat lepas landas maksimum. Konfigurasi roda pendaratan utama,
ukuran dan tekanan untuk beberapa pesawat dirangkum pada Tabel 3.1. Jenis
konfirgurasi roda pesawat berupa tunggal (single), ganda (dual), dan dua ganda
(dual tandem) mempengaruhi secara langsung tebal perkerasan. Contoh geometrik
pesawat terkait dengan konfigurasi roda dua ganda dapat dilihat pada gambar di
ukuran fisik pesawat.
Tabel 2.2 Konfigurasi roda pendaratan pesawat
11
1. Single Wheel 47,5% DC-9 0,64
Gear B-737 0,78
B-727 0,86
12
dimana, Ft = Faktor koreksi temperatur
T = Aerodrome reference temperatur (°C)
h = Ketinggian (m)
b. Ketinggian Altitude
Rekomendasi dari ICAO, menyatakan bahwa harga ARFL bertambah
sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian
muka air laut, dengan perhitungan :
13
sertifikated take off weight, elevasi muka air laut, kondisi standart
atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, dan landas pacu tanpa
kemiringan. Setiap pesawat mempunyai ARFL berlainan yang dikeluarkan
pabrik pembuatnya. Untuk mengetahui panjang landas pacu bila pesawat
take off di ARFL, dipergunakan rumus :
ARFL= (𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑑𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑐𝑢 𝑅𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎)/(𝐹𝑒. 𝐹𝑡. 𝐹𝑠)
dimana, Fe = Ketinggian Altitude (m)
Ft = Faktor Koreksi Temperatur
Fs = Faktor Koreksi Kemiringan
f. Aerodrome Reference Code
Reference code dipakai oleh ICAO, untuk mempermudah membaca antar
beberapa spesifikasi pesawat, dengan berbagai karakteristik fisik lapangan
terbang. Code bisa dibaca untuk elemen yang berhubungan dengan
karakteristik kemampuan pesawat terbang dan ukuran-ukuran pesawat
terbang. Klasifikasi landasan pacu didasarkan pada amandemen ke-36
ICAO hasil konferensi ke IX yang mulai efektif berlaku sejak 23 Maret
1983 (ICAO, 1990).
14
Untuk perencanaan panjang runway digunakan pesawat kritis sebagai
acuan untuk pengembangan bandara. Pesawat kritis tersebut adalah B727-
200.
2. Lebar Runway
Pada desain upgrading Bandara Tanjung Harapan, pesawat kritis yang
digunakan adalah jenis pesawat Boeing 727-200 dengan karakteristik yang
tertera pada tabel ARC pesawat kritis adalah 4C. Dari tabel dapat
diketahui lebar runway.
3. Runway Shoulder
Runway shoulder adalah suatu bidang tertentu sepanjang tepi kiri dan
kanan landasan yang berbatasan dengan perkerasan struktural yang
dipergunakan sebagai penahan erosi akibat semburan jet, serta melayani
peralatan perawatan landasan, dan juga memperkecil resiko kerusakan
pada pesawat terbang bila pesawat tersebut harus keluar landasan. Runway
shoulder harus dirancang dengan kekuatan yang cukup untuk menahan
pesawat yang tergelincir tanpa mengakibatkan kerusakan struktural pada
pesawat dan juga harus mampu menyangga kendaraan darat yang
beroperasi pada bahu seperti peralatan pemeliharaan dan tangki bahan
bakar. Selain itu bahu runway juga harus berfungsi sebagai penahan erosi
yang disebabkan oleh semburan jet pesawat.
Berdasarkan rekomendasi ICAO Annex – 14 Aerodromes:
Runway shoulder harus disediakan untuk runway dengan kode
huruf D atau E, dan lebar runway lebih kecil dari 60 m.
Runway shoulder harus disediakan untuk runway dengan kode
huruf F.
Adapun ketentuan untuk lebar runway shoulders adalah:
Lebar runway shoulder harus dibuat simetris pada tiap sisi
Runway sehingga lebar keseluruhan runway width + runway
shoulders tidak kurang dari:
60 m jika kode huruf D atau E; dan
75 m jika kode huruf F
15
Untuk mencegah salah pendaratan di bahu karena kondisi visual
yang hampir sama dengan runway, dibutuhkan visual yang kontras
antara keduanya baik dengan pemberian warna yang berbeda
ataupun garis penanda runway.
4. Runway Strips
Runway strips merupakan suatu area yang membentang mulai dari
sebelum threshold, yang berguna untuk mengurangi resiko kecelakaan
pada pesawat apabila pesawat melenceng dari landasan serta untuk
melindungi pesawat yang “ flying over ” pada saat take off atau landing.
Runway strips meliputi struktur perkerasan, bahu, dan daerah yang
dibersihkan, dikeringkan,dan dipadatkan, termasuk di dalamnya Runway
dan stopway. Keberadaan objek selain peralatan navigasi yang diletakkan
pada runway strips dapat menyebabkan bahaya. Oleh karena itu, tidak
ada objek lain selain peralatan navigasi yang diperbolehkan berada pada
runway strips dalam jarak 60 m dari garis tengah runway.
Berdasarkan ICAO Annex 14-Aerodromes Chapter 3 Physical
Characteristics point 3.3.1 ;3.3.2; 3.3.12; dan 3.3.15 maka diperoleh
tabel Length of Runway Strips, tabel Width of Runway Strips,
tabel Longitudinal Slopes of Runway Strips, dan tabel Transverse Slope
of Runway Strips.
5. Runway End Safety Area (RESA)
RESA adalah suatu area yang simetris, merupakan perpanjangan dari
sumbu landasan dan berbatasan dengan strips yang berguna untuk
mengurangi resiko kecelakaan pesawat. Dari ICAO, didapat:
Panjang : Area keamanan ujung landasan, dibuat dengan
panjangsecukupnya tetap paling kurang 90 m.
Lebar : Jika memungkinkan, sebaiknya sama dengan
lebar runway strips.
Longitudinal Slope : Sebaiknya tidak melebihi kemiringan
menurun lebih dari 5%, serta se- gradual mungkin, hindari
kemiringan tajam dan tiba-tiba.
16
Transversal Slope : Kemiringan menanjak maupun menurun
tidak melebihi 5%, serta se- gradual mungkin.
6. Stopway
Stopway adalah suatu area berbentuk empat persegi panjang di atas tanah
yang berada diakhir Take Off Run Available (TORA). Stopway
digunakan untuk memberi tempat berhenti pesawat yang gagal lepas
landas. Kemiringan stopway disesuaikan dengan persyaratanlandasan,
kecuali:
Pembatasan kemiringan 0,8% pada seperempat awal dan akhir
landasan tidak berlaku
Kemiringan Stopway diukur dari ujung landasan sebesar 0,3%
tiap 30 m bagi landasandengan kode 3 atau 4.
17
m di masing-masing sisi runway, sehingga total lebar clearway
adalah 2 x 75 m =150 m
c. Slope on clearway, dari Aerodrome Design Manual diambil nilai
1.25%.
8. Declared Distance
Declared distance adalah jarak yang diinformasikan kepada pilot
berkenaan denganketerbatasan suatu landasan untuk melayani berbagai
manuver dari pesawat yang landing dan take-off pada landasan tersebut.
Declared distance meliputi:
TORA (Take-Off Run Available)
TODA (Take-Off Distance Available)
ASDA (Accelerate Stop Distance Available)
LDA (Landing Distance Available).
a. TORA (Take-Off Run Available)
TORA adalah panjang runway menurut ARFL yang telah dikoreksi
terhadap elevasi,temperatur, dan slope. Berdasarkan perhitungan
yang telah dilakukan sebelumnya.
b. TODA (Take-Off Distance Available)
Ketika suatu runway menyediakan clearway, maka TODA adalah
panjang TORA yangditambah panjang clearway tersebut.
TODA = TORA+clearway
c. Accelerate Stop Distance Available (ASDA)
ASDA yaitu panjang TORA ditambah dengan panjang stopway.
Panjang stopway dapat dilihat di Aeroplane Flight Manual. Namun
stopway tidak selalu ada pada suatu runway karena pengadaannya
tergantung kondisi sekitar. Ditentukan bahwa panjang Stopway
adalah 60 meter. Ini adalah panjang landasan yang tersedia bagi
pesawat yang membatalkan take off -nya yang berkenaan dengan
kerusakan mesin.
ASDA = TORA+stopway
d. Landing Distance Available (LDA)
18
LDA adalah panjang runway yang dibutuhkan pesawat untuk
landing. Panjang LDA ini sama dengan panjang ARFL setelah
dikoreksi terhadap elevasi.
19
2.7.3 Karakteristik Landasan Pacu
Karakteristik Landasan pacu dapat dilihat sebagai berikut :
a. Lebar Perkerasan Landasan Pacu
Lebar landasan pacu sudah ditentukan dengan standar ICAO Kemiringan
Memanjang (Longitudinal Slope) Landasan Pacu Kemiringan
memanjang landasan pacu telah ditentukan dengan standar ICAO.
b. Kemiringan Melintang (Transversal Slope) Landasan Pacu
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas landasan
pacu, perlu kemiringan melintang dengan standar.
20
Langkah kedua adalah dengan menentukan jenis campuran pesawat. Jenis
campuran pesawat ditentukan berdasar pada kelas jenis pesawat masing-masing
berdasarkan FAA. Penggolongan pesawat udara tersebut dapat dilihat dalam
Tabel 2.4 berikut :
Dari nilai exit rating yang keluar dan campuran kelas pesawat yang
didapatkan, maka kapasitas operasi per jam dari runway pada kondisi VFR
(Visual Flight Rules) dan pada Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dapat
ditentukan.
21
Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 ), ICAO
Karena campuran sebenarnya ini berbeda dari yang diberikan pada bagan
kapasitas, maka harus digunakan grafik untuk mendapatkan campuran interpolasi.
Grafik interpolasi tersebut dapat dilihat dengan Grafik 2.6 berikut :
22
Grafik 2.6 Interpolasi pesawat kelas C dengan pesawat kelas B
Ekivalen (FAA)
23
penumpang dan kargo, aircraft storage, dan service area. Elemen-elemen
fungsional yang terpisah dan berbeda itu dihubungkan dengan system taxiway.
Sistem taxiway harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi
keterbatasan pergerakan pesawat dari dan ke runway serta apron. Sistem taxiway
harus mampu mengakomodasi tingkat kebutuhan untuk kedatangan dan
keberangkatan pesawat. Pada tingkat penggunaan runway yang rendah, system
taxiway dapat melayani arus pergerakan pesawat dengan baik. Tetapi jika
penggunaan runway meningkat, maka kapasitas system taxiway pun harus
ditingkatkan. Pada saat kedatangan maupun keberangkatan pesawat pada jarak
pemisah minimum, system taxiway harus mampu melayani pesawat keluar dan
masuk runway secepatnya.Dalam perencanaan taxiway secara umum ada
beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan, yakni rute taxiway antar bagian
aerodrome harus diusahakan sependek dan sesederhanamungkin dengan seminim
mungkin persimpangan, kelokan, dan bottle neck (penyempitan) dan sebanyak
mungkin jalan satu arah. Selain itu ada pula pertimbangan lain yang
cukup penting, yakni rute taxiway harus didesain dengan menghindari area yang
menyediakan akses penumpang ke pesawat. Selain itu, semua bagian taxiway
harus dapat terlihat dari menarakontrol dan efek semburan jet pada area yang
berhubungan dengan taxiway harus diminimalisasi.
24
distance of outer main wheel to taxiway edge ) tidak kurang dari batas yang telah
ditentukan.
25
keputusan yang harus diambil oleh pilot dalam menentukan jarak bebas
(clearance distance) semakin bertambah sulit seiring dengan bertambah besarnya
ukuran wing span dan bertambah besarnya momentum yang dihasilkan oleh
pesawat lebih besar sehingga dapat menyebabkan pesawat meluncur ke tepi
taxiway. Berikut diberikan data minimum separation distance dengan
memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh.
26
2.8.4 Rapid Exit Taxiway
Tujuan pembuatan rapid exit taxiway ialah mengurangi waktu okupansi
suatu pesawat sehingga runway dapat segera digunakan oleh pesawat yang lain
dan kapasitasa erodrome akan meningkat. Jika derajat kejenuhan Runway pada
saat jam sibuk sekitar 25 operasi (baik take off maupun landing), maka sudut
yang tepat untuk exit taxiway dibutuhkan, atau dengankata lain rapid exit taxiway
dibutuhkan. Sudut pertemuan (intersection angle) antara runway dengan rapid exit
taxiway harus diantara 25 – 40° dan yang terbaik ialah 30°.
Rapid exit taxiway harus didesain dengan radius turn-off curve minimal:
Desain menggunakan pesawat kritis dengan kode 4C, maka radius turn off
curve minimal adalah 550 m.
27
Gambar 2.5 Rapid Exit Taxiway
28
2.8.6 Kemiringan Taxiway (Taxiway Slope)
1. Kemiringan longitudinal pada taxiway tidak lebih dari:
1.5% untuk kode huruf C, D, E, atau F; dan
3 % untuk kode huruf A atau B.
2. Transverse slope pada taxiway tidak lebih dari :
1.5% untuk kode huruf C, D, E, atau F; dan
2 % untuk kode huruf A atau B.
Untuk desain ini, longitudinal slope taxiway 1.5% dan transverse slope
taxiway 1.5%.
2.9 Apron
Apron adalah daerah yang dimaksudkan untuk menempatkan pesawat
terbang, agar pesawat terbang tersebut dapat memuat atau menurunkan
penumpang, angkutan surat, barang atau kargo, parkir, serta melakukan kegiatan
pemeliharaan.Apron yang terletak di bangunan terminal (terminal apron)
dirancang untuk mengakomodasi manuver dan parkir pesawat terbang. Apron
berhubungan dengan fasilitas-fasilitas terminal penumpang, oleh sebab itu, apron
harus dihubungkan dengan fasilitas terminal agar penumpang dapat naik ke
pesawa tterbang atau turun dari pesawat terbang dengan mudah.
Jenis-jenis apron dibedakan dari masing-masing fungsinya :
1. Terminal Apron, daerah yang dirancang untuk manuver dan parker
pesawat yang bersebelahan atau mudah dihubungkan dengan fasilitas
terminal penumpang.Terminal Apron digunakan untuk mengisi bahan bakar
dan pemeliharaan pesawat dan untuk menaikkan serta menurunkan barang-
barang/kargo.
2. Cargo Apron, apron yang digunakan untuk tempat berhenti dan menaik-
turunkan muatan pesawat yang hanya mengangkut barang, kargo, surat (tanpa
penumpang).
3. Parking Apron, sebuah bandara dapat memiliki fasilitas ini bila
memungkinkan adanya pesawat yang parkir dalam jangka waktu yang
panjang.
29
4. Service and Hangar Apron , service apron adalah tempat terbuka untuk
perawatan serta perbaikan pesawat. Hangar apron merupakan lokasi
pemindahan pesawat dari danmenuju hanggar.
5. Isolated Apron, diperuntukkan bagi pesawat-pesawat yang perlu diamankan,
misaldicurigai membawa bahan peledak. Lokasinya jauh dari apron biasa.
Dikenal empat jenis konfigurasi apron, yaitu
a. Konfigurasi Frontal
b. Konfigurasi Jari
c. Konfigurasi Satelit
d. Konfigurasi Terbuka.
Pembedaan tipe apron ini didasarkan pada :
a. Pengaturan penambatan pesawat
b. Hubungan antara terminal dengan pesawat tersebut
Aircraft stand adalah daerah pada apron yang dimaksudkan untuk tempat
parkir pesawat.Jarak minimum dari sebuah pesawat yang berada dalam
aircraft stand dengan bangunan/pesawat/objek lain tidak boleh kurang dari
nilai clearance yang diberikan dalam tabel.
30
Gambar 2.6 Sketsa penentuan Dimensi Apron
Keterangan:
A = Lebar service road = Berbatasan langsung dengan apron,
tetapi konstruksi perkerasan berbeda = 10 m
B = Clearance antara hidung pesawat terbang dengan fixed
object di service road = 7.5 m
C = panjang pesawat terbang= 70.4 m (tabel 5.1)
D = Minimum clearance antara ekor pesawat yang parkir dengan
apron taxiway center line. = 46,5 m (dari tabel 5.12)
E = Jarak antara apron taxiway centerline
dengan pinggir apron = 7,5 m
F = Jarak minimum antara runway center line dengan taxiway
(apron taxiway) center line = 180 m.
31
2.9.3 Panjang Apron
Panjang apron dihitung berdasarkan jumlah luasan yang dibutuhkan untuk
clearance dan wing span yang dibutuhkan pada jam puncak.
Dimana:
V = Volume jam puncak
T = Waktu okupansi
µ = Faktor pengguna.
32
2.9.7 Sistem Parkir Pesawat
Terdapat beberapa jenis terminal apron yang penentuannya sangat
bergantung pada besarnya kapasitas pesawat dan penumpang serta jenis jasa yang
akan dilayani. Adapun beberapa jenis konfigurasi sistem parkir pesawat antara
lain:
Konfigurasi Frontal /Linier
Apron dengan konfigurasi frontal cocok untuk bangunan terminal dengan
empat pintuatau kurang. Jika bangunan terminal membutuhkan lebih dari
empat pintu, maka sirkulasi penumpang menjadi sulit.
Konfigurasi Pier
Konfigurasi ini digunakan jika terminal mempunyai 9 pintu atau lebih
karena lebih ekonomis. Ada beberapa sistem pier yaitu sistem pier tunggal,
ganda dan multi-pier, penentuan tipe sistem pier didasarkan pada jumlah
pintu ( gate) yang dibutuhkan. Jika jumlah pintu yang dibutuhkan 8
sampai 12 pintu, maka konfigurasi pier tunggal lebih memadai, sedangkan
untuk jumlah gate 8 sampai 20 digunakan konfigurasi pier ganda.
Untuk gate lebih dari 20 digunakan sistem konfigurasi multi-pier.
Konfigurasi Satelit
Digunakan untuk memungkinkan adanya ruang Apron yang bebas dari
gangguan dan memungkinkan pola parkir pesawat yang rapat. Sistem ini
menyebabkan jarak antara pintu pesawat ke ticket counter menjadi lebih
jauh dan tidak begitu efisien dilihat dari banyak pintu yang dapat
dialokasikan.
Konfigurasi Apron Terbuka
Merupakan sistem dimana pesawat diparkir di depan terminal dengan
lebih dari dua barisan parkir. Hubungan antara pesawat dengan gedung
terminal dilakukan dengan berjalan atau dengan kendaraan tertutup.
Keuntungannya, jarak taxiing dari runway ke apron menjadi berkurang.
33
Gambar 2.7 Kunfigurasi multi-pier
34
2.10.1 Fasilitas Terminal Penumpang
Kawasan terminal penumpang meliputi apron untuk tempat naik-turun
penumpang ke dandari pesawat udara (passenger loading apron) dan bangunan
terminal. Fasilitas yang harus tersedia di terminal penumpang antara lain:
a. Access interface, yang meliputi:
Pelataran (curb) kedatangan dan keberangkatan untuk naik turun
penumpangdengan menggunakan kendaraan baik kendaraan pribadi
maupun kendaraanumum.
Pedestrian way sebagai jalur sirkulasi antara kawasan parkir dengan
bangunanterminal, bus stop, pool taksi, dan pelataran antar moda lain.
b. Pemrosesan penumpang, yang meliputi:
Counter masing-masing maskapai penerbangan untuk tiket dan check-
in bagasi.
Counter kegiatan pengamanan dan pengendalian, misalnya keamanan,
bea cukai,kesehatan, dan imigrasi.
Fasilitas klaim bagasi.
Ruang - ruang sirkulasi dan pergerakan penumpang.
Ruang penunjang misalnya toilet, mushola, telepon umum, pos,
internet, ruangkesehatan, dan counter pemesanan hotel.
Display informasi mengenai jadwal penerbangan, pengarahan dalam
bangunan,dan informasi fasilitas.
Fasilitas makan dan minum (restoran, café).
Fasilitas konsesi, antara lain toko, bank, persewaan mobil, asuransi,
dan duty-freeshop untuk bandar udara internasional.
Fasilitas pengantar, termasuk fasilitas observasi.
c. Flight interface
Ruang tunggu keberangkatan (gate lounge) yaitu ruang tunggu yang
disediakansesuai dengan nomor pesawat yang bersangkutan.
Fasilitas penghubung (eskalator, moving sidewalks, bus).
Fasilitas lain termasuk ruang tunggu transit dan transfer.
d. Fasilitas untuk maskapai penerbangan, antara lain:
Ruang kerja yang berada dekat dengan counter maskapai tersebut.
35
Fasilitas penanganan bagasi termasuk conveyor belt dan kereta
barang.
Fasilitas telekomunikasi.
36
bandar udara yang besar / sibuk. Luas bangunan untuk setiap sistem dapat
diketahui dengan membagi luas kebutuhan ruang (luas lantai total) dengan
faktor luas lantai bangunan yang dapat dilihat pada berikut ini:
c. Kedalaman bangunan terminal.
Kedalaman bangunan terminal adalah jarak dari pintu masuk bangunan
terminalsampai dinding bagian dalam bangunan. Kedalaman bangunan
terminal penumpang pada umumnya ditentukan berdasarkan evaluasi
terhadap lay out check in counter, tipe baggage claim conveyor belt yang
digunakan, kepadatan penumpang di dalam bangunan terminal, dan
sebagainya. Standar kedalaman bangunan terminal dapat dilihat dalam tabel
berikut.
d. Curb Side
Curb side adalah area tempat naik turun penumpang dari dan ke
kendaraan pengantar/penjemput, ruang untuk berjalan dan menunggu
kedatangan kendaraan. Hal ini menyebabkan perlunya ruang lebar yang
memadai dan memungkinkan penumpang membawa bagasinya dengan
nyaman, dan panjang ruangnya cukup untuk memungkinkan kendaraan
(arus lalu-lintas) mendekat secara lancar.
2.11 Perkerasan
Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan
yaitu kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya
dukung yang berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa diatas sub grade
dan berfungsi untuk menerima beban diatasnya yang kemudian mendistribusikan
ke lapisan sub grade. Karena itu tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah harus cukup
kekerasan dan ketebalannya, sehingga tidak mengalami perubahan karena tidak
mampu menahan beban.
Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau
bandar udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
37
a. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan sgregat yang
terdiri dari surface, base course dan sub base course. Lapisan tersebut
digelar diatas lapisan tanah asli yang telah dipadatkan.
b. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)
Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan
agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, dibawah
lapisan beton adalah sub base course yang telah dipadatkan dan ditunjang
oleh lapisan grade (tanah asli).
38
Off Weight), data tentang spesifikasi roda pendaratan, seperti :
beban satu roda (Pk), tekanan roda (pk), luas kontak area (A), jari-
jari kontak (r) dan panjang jarak antar roda (p).
Menentukan harga ESWL (Equivalent Single Wheel Load) Untuk
dapat mencari harga ESWL, dicari telebih dahulu harga
pengimbang, dengan menggunakan rumus :
39
faktor perulangan αi dari Grafik 2.8 dengan mengetahui jumlah
roda pesawat rencana.
Menghitung total tebal perkerasan masing-masing lapisan. Dengan
menggunakan rumus dari Corp of Engineers :
40
Dengan memasukkan harga CBR untuk masing-masing lapisan
perkerasan, maka harga ketebalan untuk masing-masing bagian
perkerasan (Subbase Course, Base Course dan Surface
Course)dapat diketahui harganya.
41
Dimana, R1 = Equivalent annual departure pesawat rencana
R2 = Equivalent Annual Departure, jumlah annual
departure dari semua pesawat yang dikonversikan ke
pesawat rencana menurut type pendaratannya.
= Annual Departure * Faktor konversi
W2 = Beban Roda Pesawat Rencana
W1 = MTOW * 95% * 1/n
n = Jumlah roda pesawat pada main gear
Menghitung tebal perkerasan total.
Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR
subgrade yang diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5,
MTOW ( Maximum Take Off Weight ) pesawat rencana, dan nilai
Equivalent Annual Departure ke dalam Grafik 2.9
42
harga yang merupakan tebal lapisan diatas subbase, yaitu lapisan
surface dan lapisan base. Maka, tebal subbase sama dengan tebal
perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.
Menghitung tebal perkerasan permukaan ( surface )
Tebal surface langsung dilihat dari Grafik yang berupa tebal
surface untuk daerah kritis dan non kritis.
43
kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi analisa
perhitungan.
44
5. Hitung tebal perkerasan Base Coarse.
Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course
dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Ketebalan lapisan
Base Coarse dapat dicari dengan menggunakan grafik yang sama,dengan
cara memplotkan harga CBR Subbase Course dan harga LCN pesawat
rencana.
Intensitas Hujan
Dihitung dengan rumus:
45
Dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam)
R = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
tc = Waktu konsentrasi (jam)
Debit Limpasan
Untuk menghitung debit limpasan air hujan digunakan rumus:
Q = Cgab . Cs . I . A
Dimana : Q = Debit air hujan (m3/detik)
Cgab = Koefisien Run Off
Cs = Koefisien Tanah
46
Bila Q kapasitas saluran > Q yang mengalir, maka dimensi saluran
sudah memenuhi.
di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2.....Rn = besarnya curah hujan masing-masing pos (mm)
n = banyaknya pos hujan
47
Gambar 2.11 Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung
di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2.....Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
A1, A2......An = luas areal poligon (km2)
48
Gambar 2.12 Pembagian daerah dengan cara Thiessen
Metode Poligon Thiesen dipilih dengan pertimbangan jumlah pos
penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas
DAS sedang antara 500 s/d 5000 km2, topografi bisa berupa
dataran.
c. Metode Isohyet
Cara ini merupakan metode yang akurat untuk menentukan hujan rata –
rata namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini
memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap – tiap stasiun hujan.
di mana :
49
Gambar 2.13 Pembagian daerah cara garis Ishohyet
50