Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
LANDASAN TEORI
5
Gambar 2.1. Sistem Lapangan Terbang
6
2.2 Karakteristik Pesawat Terbang
Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan
pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan
prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain :
Berat (Weight)
Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan
kekuatan landasan pacu.
Ukuran (Size)
Lebar dan panjang pesawat (Fuselag) mempengaruhi dimensi landasan
pacu.
Kapasitas Penumpang
Kapasitas penumpang berpengaruh terhadap perhitungan perencanaan
kapasitas landasan pacu.
Panjang Landasan Pacu
Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara.
Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan
tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan
panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan
berat lepas landas (Take Off Weight).
7
Sumber :ICAO (International Civil Aviation Organization)
8
Adalah berat maximum pesawat terbang termasuk didalamnya crew, berat
pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang diizinkan pabrik, sehingga
momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat terbang, rata-rata masih
dalam batas kemampuan yang dimiliki oleh material pembentuk pesawat
terbang.
Berat Statik Main Gear dan Nose Gear
Pembagian beban statik antara roda pendaratan utama (main gear) dan
nose gear, tergantung pada jenis/tipe pesawat dan tempat pusat gravitasi
pesawat terbang. Batas-batas dan pembagian beban disebutkan dalam buku
petunjuk tiap-tiap jenis pesawat terbang, yang mempunyai perhitungan
lain dan ditentukan oleh pabrik.
9
Gambar 2.1 Ukuran Fisik Pesawat
Ukuran fisik yang perlu diketahui untuk perancangan bandar udara adalah
lebar sayap (wingspan), panjang badan pesawat (length), jarak roda (wheel base),
jarak antar roda pendaratan ( wheel tread ), dan tinggi pesawat ( height ).
Karakteristik pesawat terbang yang dipertimbangkan dalam perencanaan
lapangan terbang adalah :
1. Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread)
dan panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang rencana mempengaruhi
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung
(taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi
apron, diameter manuver perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan
letak gedung terminal pada kompleks bandar udara.
10
2. Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan
(nose gear) dan wheel tread/ jarak antara roda pendarat utama
mempengaruhi perencanaan ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar
landasan penghubung (taxiway), jarak antara landasan pacu dan landasan
penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton untuk perkerasan apron
3. Berat pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran panjang landasan
pacu (runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take
off) dan pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada
landasan pacu dan landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada
apron.
11
Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) menunjukan
bagaimana reaksi perkerasan terhadap beban yang diterimanya. Konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk dapat mengatasi gaya-gaya yang ditimbulkan
pada saat melakukan pendaratan dan berdasarkan beban yang lebih kecil dari
beban pesawat lepas landas maksimum. Konfigurasi roda pendaratan utama,
ukuran dan tekanan untuk beberapa pesawat dirangkum pada Tabel 3.1. Jenis
konfirgurasi roda pesawat berupa tunggal (single), ganda (dual), dan dua ganda
(dual tandem) mempengaruhi secara langsung tebal perkerasan. Contoh geometrik
pesawat terkait dengan konfigurasi roda dua ganda dapat dilihat pada gambar di
ukuran fisik pesawat.
Tabel 2.2 Konfigurasi roda pendaratan pesawat
12
3. Tandem Dual 23,75% B-747-300 1,10 1,47 3,00
Wheel B-747-400 1,10 1,47 3,00
Gear B-747-SP 1,10 1,47 3,00
Airbus A-380 1,10 1,47 3,00
b. Ketinggian Altitude
Rekomendasi dari ICAO, menyatakan bahwa harga ARFL bertambah
sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian
muka air laut, dengan perhitungan :
h = Ketinggian (m)
13
Kemiringan keatas memerlukan landasan yang lebih panjang jika
dibanding terhadap landasan yang datar atau yang menurun. Kriteria
perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan landasan sebesar 1,5
%. Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10% setiap kemiringan 1 %,
berlaku untuk kondisi lepas landas.
Fs = 1 + (0,1* S )
dimana, Fs = Faktor koreksi elevasi
14
karakteristik kemampuan pesawat terbang dan ukuran-ukuran pesawat
terbang. Klasifikasi landasan pacu didasarkan pada amandemen ke-36
ICAO hasil konferensi ke IX yang mulai efektif berlaku sejak 23 Maret
1983 (ICAO, 1990).
15
pesawat dan juga harus mampu menyangga kendaraan darat yang
beroperasi pada bahu seperti peralatan pemeliharaan dan tangki bahan
bakar. Selain itu bahu runway juga harus berfungsi sebagai penahan erosi
yang disebabkan oleh semburan jet pesawat.
Berdasarkan rekomendasi ICAO Annex – 14 Aerodromes:
Runway shoulder harus disediakan untuk runway dengan kode
huruf D atau E, dan lebar runway lebih kecil dari 60 m.
Runway shoulder harus disediakan untuk runway dengan kode
huruf F.
Adapun ketentuan untuk lebar runway shoulders adalah:
Lebar runway shoulder harus dibuat simetris pada tiap sisi
Runway sehingga lebar keseluruhan runway width + runway
shoulders tidak kurang dari:
60 m jika kode huruf D atau E; dan
75 m jika kode huruf F
Untuk mencegah salah pendaratan di bahu karena kondisi visual
yang hampir sama dengan runway, dibutuhkan visual yang kontras
antara keduanya baik dengan pemberian warna yang berbeda
ataupun garis penanda runway.
4. Runway Strips
Runway strips merupakan suatu area yang membentang mulai dari
sebelum threshold, yang berguna untuk mengurangi resiko kecelakaan
pada pesawat apabila pesawat melenceng dari landasan serta untuk
melindungi pesawat yang “ flying over ” pada saat take off atau landing.
Runway strips meliputi struktur perkerasan, bahu, dan daerah yang
dibersihkan, dikeringkan,dan dipadatkan, termasuk di dalamnya Runway
dan stopway. Keberadaan objek selain peralatan navigasi yang diletakkan
pada runway strips dapat menyebabkan bahaya. Oleh karena itu, tidak
ada objek lain selain peralatan navigasi yang diperbolehkan berada pada
runway strips dalam jarak 60 m dari garis tengah runway. Berdasarkan
ICAO Annex 14-Aerodromes Chapter 3 Physical Characteristics point
3.3.1 ;3.3.2; 3.3.12; dan 3.3.15 maka diperoleh tabel Length of Runway
Strips, tabel Width of Runway Strips, tabel Longitudinal Slopes of
Runway Strips, dan tabel Transverse Slope of Runway Strips.
5. Runway End Safety Area (RESA)
16
RESA adalah suatu area yang simetris, merupakan perpanjangan dari
sumbu landasan dan berbatasan dengan strips yang berguna untuk
mengurangi resiko kecelakaan pesawat. Dari ICAO, didapat:
Panjang : Area keamanan ujung landasan, dibuat dengan
panjangsecukupnya tetap paling kurang 90 m.
Lebar : Jika memungkinkan, sebaiknya sama dengan lebar
runway strips.
Longitudinal Slope : Sebaiknya tidak melebihi kemiringan
menurun lebih dari 5%, serta se- gradual mungkin, hindari
kemiringan tajam dan tiba-tiba.
Transversal Slope : Kemiringan menanjak maupun menurun
tidak melebihi 5%, serta se- gradual mungkin.
6. Stopway
Stopway adalah suatu area berbentuk empat persegi panjang di atas tanah
yang berada diakhir Take Off Run Available (TORA). Stopway digunakan
untuk memberi tempat berhenti pesawat yang gagal lepas landas.
Kemiringan stopway disesuaikan dengan persyaratanlandasan, kecuali:
Pembatasan kemiringan 0,8% pada seperempat awal dan akhir
landasan tidak berlaku
Kemiringan Stopway diukur dari ujung landasan sebesar 0,3%
tiap 30 m bagi landasandengan kode 3 atau 4.
17
a. Panjang clearway tidak melebihi ½ take off run available (TORA).
Dalam perencanaan ini panjang Clearway diambil 0.5 (ARFL take-
off)
b. Lebar clearway minimum adalah 75 m untuk masing-masing
sisinya. Dalam perencanaan ini, diambil lebar clearway sebesar 75
m di masing-masing sisi runway, sehingga total lebar clearway
adalah 2 x 75 m =150 m
c. Slope on clearway, dari Aerodrome Design Manual diambil nilai
1.25%.
8. Declared Distance
Declared distance adalah jarak yang diinformasikan kepada pilot
berkenaan denganketerbatasan suatu landasan untuk melayani berbagai
manuver dari pesawat yang landing dan take-off pada landasan tersebut.
Declared distance meliputi:
TORA (Take-Off Run Available)
TODA (Take-Off Distance Available)
ASDA (Accelerate Stop Distance Available)
LDA (Landing Distance Available).
a. TORA (Take-Off Run Available)
TORA adalah panjang runway menurut ARFL yang telah dikoreksi
terhadap elevasi,temperatur, dan slope. Berdasarkan perhitungan
yang telah dilakukan sebelumnya.
b. TODA (Take-Off Distance Available)
Ketika suatu runway menyediakan clearway, maka TODA adalah
panjang TORA yangditambah panjang clearway tersebut.
TODA = TORA+clearway
c. Accelerate Stop Distance Available (ASDA)
ASDA yaitu panjang TORA ditambah dengan panjang stopway.
Panjang stopway dapat dilihat di Aeroplane Flight Manual. Namun
stopway tidak selalu ada pada suatu runway karena pengadaannya
tergantung kondisi sekitar. Ditentukan bahwa panjang Stopway
adalah 60 meter. Ini adalah panjang landasan yang tersedia bagi
pesawat yang membatalkan take off -nya yang berkenaan dengan
kerusakan mesin.
ASDA = TORA+stopway
d. Landing Distance Available (LDA)
18
LDA adalah panjang runway yang dibutuhkan pesawat untuk
landing. Panjang LDA ini sama dengan panjang ARFL setelah
dikoreksi terhadap elevasi.
19
Lebar landasan pacu sudah ditentukan dengan standar ICAO Kemiringan
Memanjang (Longitudinal Slope) Landasan Pacu Kemiringan
memanjang landasan pacu telah ditentukan dengan standar ICAO.
b. Kemiringan Melintang (Transversal Slope) Landasan Pacu
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas landasan
pacu, perlu kemiringan melintang dengan standar.
20
berdasarkan FAA. Penggolongan pesawat udara tersebut dapat dilihat dalam Tabel
2.4 berikut :
Dari nilai exit rating yang keluar dan campuran kelas pesawat yang
didapatkan, maka kapasitas operasi per jam dari runway pada kondisi VFR
(Visual Flight Rules) dan pada Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dapat
ditentukan.
21
Grafik 2.4 Kapasitas per jam landas pacu tunggal dalam
kondisi VFR untuk operasi-operasi campuran (FAA)
Karena campuran sebenarnya ini berbeda dari yang diberikan pada bagan
kapasitas, maka harus digunakan grafik untuk mendapatkan campuran interpolasi.
Grafik interpolasi tersebut dapat dilihat dengan Grafik 2.6 berikut :
22
sumber: Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara
(Horonjeff,1998 ), ICAO
23
harus mampu mengakomodasi tingkat kebutuhan untuk kedatangan dan
keberangkatan pesawat. Pada tingkat penggunaan runway yang rendah, system
taxiway dapat melayani arus pergerakan pesawat dengan baik. Tetapi jika
penggunaan runway meningkat, maka kapasitas system taxiway pun harus
ditingkatkan. Pada saat kedatangan maupun keberangkatan pesawat pada jarak
pemisah minimum, system taxiway harus mampu melayani pesawat keluar dan
masuk runway secepatnya.Dalam perencanaan taxiway secara umum ada
beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan, yakni rute taxiway antar bagian
aerodrome harus diusahakan sependek dan sesederhanamungkin dengan seminim
mungkin persimpangan, kelokan, dan bottle neck (penyempitan) dan sebanyak
mungkin jalan satu arah. Selain itu ada pula pertimbangan lain yang
cukup penting, yakni rute taxiway harus didesain dengan menghindari area yang
menyediakan akses penumpang ke pesawat. Selain itu, semua bagian taxiway
harus dapat terlihat dari menarakontrol dan efek semburan jet pada area yang
berhubungan dengan taxiway harus diminimalisasi.
24
Gambar 2.2 Taxiway Curve
25
sehingga dapat menyebabkan pesawat meluncur ke tepi taxiway. Berikut
diberikan data minimum separation distance dengan memperlihatkan faktor-
faktor yang berpengaruh.
26
2.8.4 Rapid Exit Taxiway
Tujuan pembuatan rapid exit taxiway ialah mengurangi waktu okupansi
suatu pesawat sehingga runway dapat segera digunakan oleh pesawat yang lain
dan kapasitasa erodrome akan meningkat. Jika derajat kejenuhan Runway pada
saat jam sibuk sekitar 25 operasi (baik take off maupun landing), maka sudut
yang tepat untuk exit taxiway dibutuhkan, atau dengankata lain rapid exit taxiway
dibutuhkan. Sudut pertemuan (intersection angle) antara runway dengan rapid
exit taxiway harus diantara 25 – 40° dan yang terbaik ialah 30°.
Rapid exit taxiway harus didesain dengan radius turn-off curve minimal:
Desain menggunakan pesawat kritis dengan kode 4C, maka radius turn off
curve minimal adalah 550 m.
27
Gambar 2.5 Rapid Exit Taxiway
Untuk desain ini, longitudinal slope taxiway 1.5% dan transverse slope
taxiway 1.5%.
2.9 Apron
Apron adalah daerah yang dimaksudkan untuk menempatkan pesawat
terbang, agar pesawat terbang tersebut dapat memuat atau menurunkan
penumpang, angkutan surat, barang atau kargo, parkir, serta melakukan kegiatan
28
pemeliharaan.Apron yang terletak di bangunan terminal (terminal apron)
dirancang untuk mengakomodasi manuver dan parkir pesawat terbang. Apron
berhubungan dengan fasilitas-fasilitas terminal penumpang, oleh sebab itu, apron
harus dihubungkan dengan fasilitas terminal agar penumpang dapat naik ke
pesawa tterbang atau turun dari pesawat terbang dengan mudah.
Jenis-jenis apron dibedakan dari masing-masing fungsinya :
1. Terminal Apron, daerah yang dirancang untuk manuver dan parker
pesawat yang bersebelahan atau mudah dihubungkan dengan fasilitas
terminal penumpang.Terminal Apron digunakan untuk mengisi bahan bakar
dan pemeliharaan pesawat dan untuk menaikkan serta menurunkan barang-
barang/kargo.
2. Cargo Apron, apron yang digunakan untuk tempat berhenti dan menaik-
turunkan muatan pesawat yang hanya mengangkut barang, kargo, surat (tanpa
penumpang).
3. Parking Apron, sebuah bandara dapat memiliki fasilitas ini bila
memungkinkan adanya pesawat yang parkir dalam jangka waktu yang
panjang.
4. Service and Hangar Apron , service apron adalah tempat terbuka untuk
perawatan serta perbaikan pesawat. Hangar apron merupakan lokasi
pemindahan pesawat dari danmenuju hanggar.
5. Isolated Apron, diperuntukkan bagi pesawat-pesawat yang perlu diamankan,
misaldicurigai membawa bahan peledak. Lokasinya jauh dari apron biasa.
Dikenal empat jenis konfigurasi apron, yaitu
a. Konfigurasi Frontal
b. Konfigurasi Jari
c. Konfigurasi Satelit
d. Konfigurasi Terbuka.
Pembedaan tipe apron ini didasarkan pada :
a. Pengaturan penambatan pesawat
b. Hubungan antara terminal dengan pesawat tersebut
Aircraft stand adalah daerah pada apron yang dimaksudkan untuk tempat
parkir pesawat.Jarak minimum dari sebuah pesawat yang berada dalam
aircraft stand dengan bangunan/pesawat/objek lain tidak boleh kurang dari
nilai clearance yang diberikan dalam tabel.
29
Ukuran apron tergantung pada tipe dan besar pesawat, ruang yang
dibutuhkan pesawat untuk masuk atau keluar parkir, serta ruang yang dibutuhkan
pesawat untuk berputar. Secara keseluruhan Apron harus dapat menunjang
kelancaran lalu lintas di lapangan terbang,terutama pada saat waktu puncak.
Keterangan:
A = Lebar service road = Berbatasan langsung dengan apron,
tetapi konstruksi perkerasan berbeda = 10 m
B = Clearance antara hidung pesawat terbang dengan fixed
object di service road = 7.5 m
C = panjang pesawat terbang= 70.4 m (tabel 5.1)
D = Minimum clearance antara ekor pesawat yang parkir dengan
apron taxiway center line. = 46,5 m (dari tabel 5.12)
E = Jarak antara apron taxiway centerline
dengan pinggir apron = 7,5 m
F = Jarak minimum antara runway center line dengan taxiway
(apron taxiway) center line = 180 m.
30
center line, dan jarak antara apron taxiway center line dengan pinggir apron.
Dengan demikian:
Dimana:
V = Volume jam puncak
T = Waktu okupansi
µ = Faktor pengguna.
31
2.9.7 Sistem Parkir Pesawat
Terdapat beberapa jenis terminal apron yang penentuannya sangat
bergantung pada besarnya kapasitas pesawat dan penumpang serta jenis jasa yang
akan dilayani. Adapun beberapa jenis konfigurasi sistem parkir pesawat antara
lain:
Konfigurasi Frontal /Linier
Apron dengan konfigurasi frontal cocok untuk bangunan terminal dengan
empat pintuatau kurang. Jika bangunan terminal membutuhkan lebih dari
empat pintu, maka sirkulasi penumpang menjadi sulit.
Konfigurasi Pier
Konfigurasi ini digunakan jika terminal mempunyai 9 pintu atau lebih
karena lebih ekonomis. Ada beberapa sistem pier yaitu sistem pier tunggal,
ganda dan multi-pier, penentuan tipe sistem pier didasarkan pada jumlah
pintu ( gate) yang dibutuhkan. Jika jumlah pintu yang dibutuhkan 8
sampai 12 pintu, maka konfigurasi pier tunggal lebih memadai, sedangkan
untuk jumlah gate 8 sampai 20 digunakan konfigurasi pier ganda. Untuk
gate lebih dari 20 digunakan sistem konfigurasi multi-pier.
Konfigurasi Satelit
Digunakan untuk memungkinkan adanya ruang Apron yang bebas dari
gangguan dan memungkinkan pola parkir pesawat yang rapat. Sistem ini
menyebabkan jarak antara pintu pesawat ke ticket counter menjadi lebih
jauh dan tidak begitu efisien dilihat dari banyak pintu yang dapat
dialokasikan.
Konfigurasi Apron Terbuka
Merupakan sistem dimana pesawat diparkir di depan terminal dengan
lebih dari dua barisan parkir. Hubungan antara pesawat dengan gedung
terminal dilakukan dengan berjalan atau dengan kendaraan tertutup.
Keuntungannya, jarak taxiing dari runway ke apron menjadi berkurang.
32
Gambar 2.7 Kunfigurasi multi-pier
33
Kawasan terminal penumpang meliputi apron untuk tempat naik-turun
penumpang ke dandari pesawat udara (passenger loading apron) dan bangunan
terminal. Fasilitas yang harus tersedia di terminal penumpang antara lain:
a. Access interface, yang meliputi:
Pelataran (curb) kedatangan dan keberangkatan untuk naik turun
penumpangdengan menggunakan kendaraan baik kendaraan pribadi
maupun kendaraanumum.
Pedestrian way sebagai jalur sirkulasi antara kawasan parkir dengan
bangunanterminal, bus stop, pool taksi, dan pelataran antar moda lain.
b. Pemrosesan penumpang, yang meliputi:
Counter masing-masing maskapai penerbangan untuk tiket dan check-
in bagasi.
Counter kegiatan pengamanan dan pengendalian, misalnya keamanan,
bea cukai,kesehatan, dan imigrasi.
Fasilitas klaim bagasi.
Ruang - ruang sirkulasi dan pergerakan penumpang.
Ruang penunjang misalnya toilet, mushola, telepon umum, pos,
internet, ruangkesehatan, dan counter pemesanan hotel.
Display informasi mengenai jadwal penerbangan, pengarahan dalam
bangunan,dan informasi fasilitas.
Fasilitas makan dan minum (restoran, café).
Fasilitas konsesi, antara lain toko, bank, persewaan mobil, asuransi,
dan duty-freeshop untuk bandar udara internasional.
Fasilitas pengantar, termasuk fasilitas observasi.
c. Flight interface
Ruang tunggu keberangkatan (gate lounge) yaitu ruang tunggu yang
disediakansesuai dengan nomor pesawat yang bersangkutan.
Fasilitas penghubung (eskalator, moving sidewalks, bus).
Fasilitas lain termasuk ruang tunggu transit dan transfer.
d. Fasilitas untuk maskapai penerbangan, antara lain:
Ruang kerja yang berada dekat dengan counter maskapai tersebut.
Fasilitas penanganan bagasi termasuk conveyor belt dan kereta
barang.
Fasilitas telekomunikasi.
34
penumpang adalah meminimumkan jarak jalan kaki bagi penumpang,
melancarkan pergerakan penumpangdan bagasi, serta mempertimbangkan
kemungkinan pengembangan di masa depan. Dalam tugas besar ini, perencanaan
terminal penumpang meliputi perhitungan kebutuhan dasar ruang terminal,
penyesuaian kebutuhan ruang berdasarkan sistem pemisahan
terminal, perhitungan kedalaman bangunan terminal, dan penentuan lebar curb
side.
a. Kebutuhan dasar ruang terminal.
Luas bangunan terminal penumpang didasarkan atas jumlah
pelayanan penumpang/tahun dan jumlah penumpang waktu sibuk.
b. Penyesuaian kebutuhan ruang berdasarkan sistem pemisahan terminal.
Untuk menjamin kelancaran pergerakan penumpang, perlu dilakukan
pemisahan tempat keberangkatan dan kedatangan penumpang serta
pergerakan bagasi. Pemisahan dapat dilakukan dalam 1 lantai maupun
dengan membuat terminal berlantai 1,5 atau 2 di mana tiap lantai
mempunyai fungsi berbeda. Sistem terminal 1 lantai biasanya digunakan
untuk bandar udara berukuran kecil. Dalam sistem ini, tempat check in, gate
lounges, dan tempat pelayanan bagasi berada pada lantai yang sama.
Meskipun berada dalam 1 lantai, tempat keberangkatan, kedatangan
penumpang, serta pergerakan bagasi berada pada daerah yang terpisah.Pada
sistem terminal 1,5 lantai, lantai pertama digunakan untuk check in
penumpangdan pelayanan bagasi. Gate lounges dan fasilitas konsesi berada
pada lantai kedua. Pada sistem terminal 2 lantai, lantai pertama digunakan
untuk seluruh pelayanan kedatangan (arrival) dan lantai ke dua digunakan
untuk seluruh pelayanan keberangkatan (departure). Sistem ini cocok untuk
bandar udara yang besar / sibuk. Luas bangunan untuk setiap sistem dapat
diketahui dengan membagi luas kebutuhan ruang (luas lantai total) dengan
faktor luas lantai bangunan yang dapat dilihat pada berikut ini:
c. Kedalaman bangunan terminal.
Kedalaman bangunan terminal adalah jarak dari pintu masuk bangunan
terminalsampai dinding bagian dalam bangunan. Kedalaman bangunan
terminal penumpang pada umumnya ditentukan berdasarkan evaluasi
terhadap lay out check in counter, tipe baggage claim conveyor belt yang
digunakan, kepadatan penumpang di dalam bangunan terminal, dan
35
sebagainya. Standar kedalaman bangunan terminal dapat dilihat dalam tabel
berikut.
d. Curb Side
Curb side adalah area tempat naik turun penumpang dari dan ke
kendaraan pengantar/penjemput, ruang untuk berjalan dan menunggu
kedatangan kendaraan. Hal ini menyebabkan perlunya ruang lebar yang
memadai dan memungkinkan penumpang membawa bagasinya dengan
nyaman, dan panjang ruangnya cukup untuk memungkinkan kendaraan
(arus lalu-lintas) mendekat secara lancar.
2.11 Perkerasan
Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan
yaitu kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya
dukung yang berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa diatas sub grade
dan berfungsi untuk menerima beban diatasnya yang kemudian mendistribusikan
ke lapisan sub grade. Karena itu tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah harus cukup
kekerasan dan ketebalannya, sehingga tidak mengalami perubahan karena tidak
mampu menahan beban.
Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau
bandar udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
36
2.11.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Beberapa metode yang dipergunakan dalam perencanaan perkerasan
landasan pacu, diantaranya adalah :
1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode CBR
Metode ini dikembangkan oleh Corps of Engineering, US Army. Kriteria
dasar dalam penggunaan metode ini adalah :
Prosedur-prosedur test yang dipergunakan untuk komponen-
komponen perkerasan yang ada cukup sederhana
Metodenya telah menghasilkan perkerasan yang memuaskan.
Dapat dipergunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan
perkerasan lapangan terbang dalam waktu yang relatif singkat.
Penggunaan metode CBR dapat dipergunakan untuk menentukan
besarnya ketebalan lapisan-lapisan Subbase Course, Base Course
dan Surface Course yang diperlukan, dengan memakai kurvakurva
design dan data-data test lapisan tanah yang ada.
37
beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam susunan. (lihat
persamaan dibawah ini)
38
Sumber : merancang dan merencanakan lapangan terbang Ir.
Heru basuki
39
perkerasan (Subbase Course, Base Course dan Surface
Course)dapat diketahui harganya.
40
R2 = Equivalent Annual Departure, jumlah annual
departure dari semua pesawat yang dikonversikan ke
pesawat rencana menurut type pendaratannya.
= Annual Departure * Faktor konversi
W2 = Beban Roda Pesawat Rencana
W1 = MTOW * 95% * 1/n
n = Jumlah roda pesawat pada main gear
Menghitung tebal perkerasan total.
Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR
subgrade yang diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5,
MTOW ( Maximum Take Off Weight ) pesawat rencana, dan nilai
Equivalent Annual Departure ke dalam Grafik 2.9
Grafik 2.9
Penentuan Tebal Perkerasan untuk Dual Wheel
41
Grafik 2.10 Penentuan Tebal Base Course Minimum
Menghitung tebal perkerasan Base Coarse.
Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase
Course dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil
ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal Base
Coarse minimum dari grafik. Apabila tebal Base Coarse minimum
lebih besar dari tebal Base Coarse hasil perhitungan, maka
selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga tebal
Subbase Course-pun berubahMetode ini adalah metode yang
paling umum digunakan dalam perencanaan lapangan terbang.
Dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika. Jenis dan
kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi analisa
perhitungan.
42
Enginnering Development of United Kingdom Departement of The Enviroment.
Dalam prosedurnya kapasitas daya dukung perkerasan dinyatakan dalam angka
LCN. Konsepnya adalah bila angka LCN perkerasan lapangan terbang lebih besar
daripada LCN pesawat, maka pesawat dapat aman mendarat di lapangan tersebut.
Langkah-langkah penggunaan metode LCN adalah sbb :
43
Waktu Konsentrasi
Nilai waktu konsentrasi dihitung dengan rumus :
tc = t0 + td
Dimana : tc = Waktu konsentrasi (jam)
t0 = Waktu masuk (jam)
Intensitas Hujan
Dihitung dengan rumus:
44
Dimana : Q = Kapasitas saluran (m3/detik)
V = Kecepatan aliran di saluran (m/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
S = Kemiringan dasar saluran
n = Koefisien kekasaran Manning
45
di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2.....Rn = besarnya curah hujan masing-masing pos (mm)
n = banyaknya pos hujan
di mana :
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2.....Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
A1, A2......An = luas areal poligon (km2)
46
Gambar 2.12 Pembagian daerah dengan cara Thiessen
Metode Poligon Thiesen dipilih dengan pertimbangan jumlah pos
penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas
DAS sedang antara 500 s/d 5000 km2, topografi bisa berupa
dataran.
c. Metode Isohyet
Cara ini merupakan metode yang akurat untuk menentukan hujan rata –
rata namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini
memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap – tiap stasiun hujan.
di mana :
47
Gambar 2.13 Pembagian daerah cara garis Ishohyet
48