Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Katarak
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Katarak
Konsep dasar
Pengertian
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam
kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998). Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif
pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan
lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal
lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat
perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasl.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
Katarak komplikata.
Katarak traumatik.
Penyebab
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
2. Primer, berdasarkan gangguan perkernbangan dan metabalisme dasar lensa
3. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa,
4. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.
C. Patogenesa
Pasien dengan katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan seperti meiihat di belakang
tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa yang keruh. Keluhan penderita akan bertambah
bila pasien melihat benda dengan melawan arah sumber cahaya atau menghadap ke arah pintu
yang terang. Hal ini diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan
penglihatan. Kadang-kadang pasien mengeluh rasa silau, hal ini diakibatkan karena terjadinya
pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan merasa kurang silau bila
memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
Penglihatan penderita akan berkurang perlahan-lahan. Mata tidak merah atau tenang tanpa tanda-
tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik. Pada pupil terdapat bercak
putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila proses berjalan progresif, maka makin nyata
terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupill
dilebarkan sehingga dapat didiferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya dapat
berupa : katarak kortikal anterior, katarak kortikal posterior, katarak nuklear, katarak
subkapsular, dan katarak total.
Akibat kekeruhan lensa ini, maka fundus sukar terlihat. Bila pada katarak kongenital fundus
sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan terganggu atau akan terjadi ambliopia.
Katarak kongenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat
gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme
serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera
setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme
serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan
metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan
metabolisme oksigen.
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut
sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan
diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik
vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri.
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih
muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau
ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah
ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya
yang telah menjadi afakia.
b. Katarak juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital
yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit
lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis
bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa
distrofi,'yang mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
c. Katarak senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit lainnya
seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat
kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada
beberapa stadium katarak senil.
Tabel Perbedaan stadium katarak senil
Insipien Imatur Matur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh
Besar Iensa Normal Lebih besar Norma
Cairan lensa Normal 8ertambah Norma
(air masuk)
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan
menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat
terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa
berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan
penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini., proses degenerasi
belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat biiik mata depan dengan
kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke
dalarn lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa
yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa
mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca
dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik
mata akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji
bayangan iris positif.
Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi kekeruhan
seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan
dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris
dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji
bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar
positif.
Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks
lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang
cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium matur akan terlihat lensa yang
lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan
terbuka. Pada uji bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga
stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka
akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar
cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.
d. Katarak traumatik
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul
anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah mata tenang akibat trauma
tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi
secepatnya.
e. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik
atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi
akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma. Katarak komplikata
dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang
akan mengenai satu mata.
f. Katarak sekunder
Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir dengan terbentuknya
jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder.
Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder adalah sisa disisio lentis, ekstraksi
linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak sekunder yang menghambat masuknya
sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio
lentis sekunder atau kapsulotomi pada katarak sekunder tersebut.
D. Manajemen medis
Pembedahan
Metoda yang paling populer dalam mengeluarkan katarak adalah ECCC (extracapsular cataract
extraction) atau ekstraksi lensa ekstrakapsular.
Koreksi lensa
Dilakukan karena lensa atau isi lensa dikeluarkan maka perlu menggantikannya, yaitu dengan
lensa intraokular. Ini yang paling sering. Sedangkan metode lain adalah lensa eksternal, kaca
katarakt atau lensa kontak (contact lens).
B. Diagnosa keperawatan
Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan
Resiko tinggi injury berhubungan dengan meningkatnya tekanan intraokuler, kehilangan vitreous
humor
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi, perawatan
diri di rumah brhubungan dengan kurang terpapar akan informasi
Gangguan sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau transmisi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan prosedur invasif (ekstraksi katarak).
C. Rencana intervensi
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, Pengetahuan akan meningkat dengan kriteria mampu Jelaskan tentang mat
pembedahan, perawatan pre dan post menjelaskan katarak dan gejala – gejala dasar, Ajarkan tentang rutin
operasi, perawatan diri di rumah menjelaskan perawatan pre dan post operasi serta
berhubungan dengan kurang terpapar perawatan diri di rumah. Jelaskan kepada pasi
akan informasi Demonstrasikan tekn
menggunakan kapas
5. Anjurkan pasien
2. Cemas berhubungan dengan prosedur Kecemasan berkurang dengan kriteria tanda – tanda Berikan pasien suatu
pembedahan dan kemungkinan hilang cemas berkurang, mengungkap perasaan secara verbal tentang kemungkinan
pandangan dan rileks 2. Eksplorasikan p
operasi, koreksi bebe
sabar.
3. Resiko tinggi injury berhubungan Tidak terjadi injury dengan kriteria hasil pasien mampu Diskusikan masalah p
dengan meningkatnya tekanan menjelaskan faktor – faktor yang meningkatkan injury, Pertahankan tempat t
intraokuler, kehilangan vitreous humor menunjukkan perilaku melindungi diri dari injury. Bantu pasien saat ban
Anjurkan untuk hind
Beri anti batuk dan a
Anjurkan pasien untu
selama 6 minggu pos
Observasi chamber a
8. Anjurkan pasien
4. Gangguan sensori : visual berhubungan Gangguan sensori dirasakan minimal dengan kriteria Orientasikan pasien a
dengan gangguan penerimaan sensori pasien memahami bahwa gangguan persepsi sensori pendengarannya.
atau transmisi. normal akan terjadi Pendekatan pada sisi
3. Jelaskan bahwa
bila perlu menggunak
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan Tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak ada tanda – Observasi tanda dan
prosedur invasif (ekstraksi katarak). tanda infeksi seperti menggigil, demam. Gunakan teknik steri
Atur antibiotik atau s
4. Hindari untuk ti
Daftar Pustaka
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta
Ilyas, Sidarta, (1998), Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Ilyas, Sidarta, (2000), Dasar – Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Thorpe dan Vera Darling, (1996), Perawatan Mata, alih bahasa : Hartono,Yayasan Essentia
Media dan Andi, Yogyakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter Soetomo,
Surabaya
Laporan Kasus
3. Keringat
C. Istirahat dan tidur
Istirahat Tidak tentu Istirahat di tempat tidur
2. Tidur Malam hari jam 22.00 – 05.00. Tidak ada --
kesulitan dalam tidur.
D. Aktivitas Pasien bekerja sebagai seorang petani. Pagi- Aktivitas pasien hanya di te
pagi sudah ke sawah dan siang hari kembali sperti mandi dan menggoso
istirahat dan makan di rumah kemudian mandi.
berangkat lagi ke sawah, sebelum MRS
penglihatan kabur agak mengganggu
aktivitasnya sebagai seorang petani.
E. Kebersihan diri Pasien mandi 2 X/hari, tidak ada hambatan Pasien mandi pagi dan sore
dalam melakukana personal hygiene personal hygiene di kamar m
F. Rekreasi Pasien kadang menonton tv di rumah anaknya Tidak bisa dilakukan karen
dan juga mendengar radio dalam bahasa Jawa.
VI. Psikososial
Psikologsi
Persepsi klien terhadap penyakit :
Pasien mengatakan belum mengerti penyebab penyakit yang diderita dan apa yang harus
dilakukan terhadap operasi yang akan dijalaninya karena baru pertama kali mengalami hal ini.
Konsep diri :
Pasien mengatakan bahwa perannya sebagai orang tua terganggu apalagi sebagai kepala rumah
tangga. Pasien ingat akan rumahnya karena hanya isterinya yang ada di rumah.
Keadaan emosi :
Pasien pasrah saja terhadap apa yang dialaminya.
Kemampuan adaptasi :
Pasien mampu beradaptasi terhadap apa yang dialaminya sekarang.
Mekanisme pertahanan diri :
Pasien menyerahkan sepenuhnya sakit yang dialaminya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
B. Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak – anaknya secara
bergantian menunggu dan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Saat berinteraksi
dengan perawat, pasien kontak mata terus dan sangat memperhatikan apa yang dijelaskan
walaupun harus diterjemahkan dahulu oleh keluarga.
C. Spiritual
Pelaksanaan ibadah : pasien beribadah 5 waktu. Keyakinan tentang kesehatannya menurut pasien
karena sudah tua.
Analisa data
Pre Operasi
Rabu, 31 – 10 –
2001
1 06.00 Menanyakan kembali pasien dan keluarga tentang katarak, kejadian pre dan post operasi, s
pemahaman yang salah dan jawab pertanyaan dengan sabar.
Mengukur tanda vital : nadi 120 x/menit, 160/100 x/menit
Menjelaskan tentang pengangkatan lensa dan pemasangan lensa yang akan direncanakan.
Mengantar pasien ke ruang OK mata dan mengikuti pembedahan ECCE dan IOL
09.00
Kamis, 01 – 11 –
2001
2. 08.00 Menganjurkan pasien untuk segera lapor dokter bila ada keluhan – keluhan seperti mata ber
tertahankan pada post operasi nanti.
2. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk mengikuti penyuluhan yang akan diselenggar
Menggunakan teknik steril saat merawat mata dan mengganti balutan (mata ditetesi dengan
09.00 Mengukur lapang pandang/visus pasien : VOS : 1/6
Jumat, 02 – 11 –
2001
2. 09.00
Menganjurkan pasien untuk segera lapor dokter bila ada keluhan – keluhan seperti mata ber
tertahankan pada post operasi nanti.
10.00 2. Melakukan penyuluhan tentang kesehatan mata dan membagi brosur.
Menggunakan teknik steril saat merawat mata dan mengganti balutan (mata ditetesi dengan
09.00
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Definisi Katarak
Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan
kekeruhan pada lensa, dimana penglihatan seperti tertutup oleh
air terjun, tabir atau layar sehingga penderita katarak mengalami
penurunan visus/ketajaman penglihatan. (Vera Darling, 1996).
Insidensi penyakit katarak pada umumnya terjadi pada usia
lanjut oleh karena proses degenerasi (katarak senillis), tetapi dapat
juga terjadi sejak lahir (katarak congenital), timbul pada masa anak-anak (katarak jouvenil), kondisi
pasca trauma (katarak traumatika), dan karena diakibatkan dari penyakit tertentu ( katarak
komplikata/sekunder ).
Ada beberapa metode bedah katarak yang dilakukan di RS Dr Sardjito, yaitu ECCE (Exktra Capsulair
Cataract Extraction), ICCE (Intracapsuler Cataract Extraction), dan small Incisi.
ECCE merupakan metode yang paling
sering diantara kedua metoda diatas. ECCE merupakan metode
operasi katarak dengan membuat insisi limbal pada kornea inferior
dan melebarkannya dengan gunting kornea, merobek dan
melakukan insisi pada kapsul anterior serta mengeluarkan nucleus
lensa melalui irisan kornea yang telah dibuat. (Journal Opthalmology, 1997).
Selain dari ECCE ada metode operasi katarak yang disebut dengan phacoemulsifikasi. Diamana pada
metode ini sayatan kornea dibuat minimal sehingga meminimalisasi perdarahan dan jahitan, serta
kemungkinan terjadinya astigmatisma kecil.
B. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan penyebabnya katarak dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
1. Katarak Senillis
Katarak yang disebabkan karena proses ketuaan (degeneratif). Katarak ini terbagi menjadi 3 bagian :
K.senilis immature, matur, dan hipermatur.
2. Katarak Kongenital
Katarak yang didapat semenjak lahir, karena tergannggunya proses organogenesis (pembentukan organ
mata) selama masa kehamilan. Biasanya penyebabnya adalah inveksi virus Toxoplasma (TORCH).
3. Katarak Jouvenil
Katarak yang mulai terjadi pada masa anak-anak.
4. Katarak Traumatika
Katarak yang terjadi akibat adanya riwayat trauma yang
dialami penderita sebelumnya. Misalnya karena kecelakaan lalu lintas.
5. Katarak komplikata
Katarak yang terjadi karena komplikasi penyakit tertentu,
misalnya Diabetus Mellitus (DM) yang dapat menyebabkan
katarak diabetikum.
C. Manifestasi klinis
1. Penglihatan makin lama makin terasa kabur, penderita
merasakan seperti ada tabir yang menyelimuti pandangannya.
2. Mata (lensa) tampak berubah warna menjadi putih keruh.
3. Ketajaman penglihatan (visus) menurun secara progresif.
4. Mata terasa nyeri (sakit) jika penyebab katarak oleh karena
glaucoma (katarak sekunder).
D. Pemerikasaaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Visus
2. Pemeriksaan Tonometri
3. Pemeriksaan Biometri
4. Pemeriksaan Campimetri (Campus Visi)
5. Pemeriksaan USG Mata
Fisiologi : Mata merupakan indra penglihatan, dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas
cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan
rangsangan ke pusat penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan.
F. Etiologi
1. Kongenital merupakan salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal
2. Proses penuaan
3. Degenerasi, gangguan metabolic, radiasi
4. Pengaruh zat kimia, infeksi dan penyakit mata lainnya
5. Penyebab yang lain bisa meliputi trauma, infeksi pada traktur uvea, penyakit sistemik seperti
Diabetes Melitus dll. (Prof. dr. H Sidarta Ilyas, SpM, Ilmu Penyakit Mata Th 2004)
G. Patofisiologi
Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan O2. Penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan
berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Lensa berisi 65 % air, 35 % protein dan
mineral penting. Pada proses penuaan lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami
peningkatan dalam ukuran dan densitasnya.
BAB III
Tinjauan Kasus
A. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Umur : 75 tahun
c. Alamat : Wonoriyo 1/1 Karanganyar
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Pensiunan PNS
f. No Register : 1261195
g. Dx Medis : Katarak Matur Sinistra
h. Tindakan Operasi : Small Insicion Katarak
i. Kamar Op/Tanggal : Selasa, 26/ 12 /2011, Kamar 1.
j. Jenis Asuransi : ASKES gol IV
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. H
b. Umur : 40 tahun
c. Alamat : Wonoriyo 1/1 Karanganyar
d. Pekerjaan : IRT
e. Pendidikan : SMA
f. Hubungan dengan pasien : Anak
3. Keluhan utama :
Pasien mengatakan pengelihatan mata kiri buram/tidak jelas
4. Riwayat Kesehatan
a. Sekarang :
Pasien Tn. S, 75th pada hari Selasa, 6 Des 11 pukul 17.00 wib datang ke IGD PKU Muhammadiyah
Gombong dengan keluhan mata kiri tidak jelas untuk melihat sejak 6 bulan yang lalu. Saat di kaji hasil
pemeriksaan VUD : 73/60 , VUS : 1/60. TTV : TD 170/90 mmHg, N 78x/menit, RR 18x/menit, S 360 C.
Oleh dokter pasien di sarankan utuk operasi EKEK pada hari Selasa, 6 Des 11 pukul 19.30 wib.
b. Dahulu :
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami katarak dan belum pernah dioperasi.
c. Keluarga :
Keluarga pasien saat ini tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien, dan pasien tidak mempunyai
penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi dll.
5. Status Kesehatan :
1) Kesadaran : Compos Metis
2) Vital Sign : TD : 170/90 mmHg
RR : 18 x/menit
N : 78 x/menit
S : 36 0 C
3) Head to Toe
a) Kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak ada nyeri tekan
b) Rambut : warna hitam beruban, tampak kusut, tidak ada kebotakan
c) Mata : pengelihatan buram pada mata kiri sejak 6 bulan yang lalu, diameter pupil 3, sclera an
ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor, tampak putih pada lensa mata kiri.
d) Hidung : bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret
e) Telinga : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,
tidak ada perdarahan
f) Mulut dan gigi : mukosa kering, mulut dan gigi bersih
i. Leher : tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak ada pembesaran limfoid
g) Thorax :
Pemeriksaan Jantung Paru- paru
Inspeksi Tidak ada pembesaran , tidak ada bekas luka Frekuensi nafas teratur, tidak ada retraksi
dinding dada, tidak ada jejas
Palpasi Tidak ada pembersaran, tidak ada benjolan Tidak ada pembersaran, tidak ada benjolan
Perkusi Bunyi redup Bunyi sonor
Auskultasi Bunyi S1 S2 normal Bunyi vesikuler
h) Abdomen :
I : bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bekas
luka
A : bising usus 6 x/menit,
P : suara timpani
P : tidak ada pembesaran hati,tidak ada nyeri tekan
i) Genitalia : Genitalia normal, tidak ada pembesara prostat, urin tidak ada darah, urine berwarna
kuning pekat, bau amonia.
j) Eksteremitas : kekuatan otot 5 5
5 5
Refleks pasien : baik, ROM : sebagian, Akral hangat, tidak ada edema
4) Pencukuran daerah operasi : ( bulu mata kiri ) Sudah
5) Kompres daerah operasi dengan kassa alcohol : Tidak
6) Pengosongan lambung : tidak
7) Pengosongan kandung kemih : Tidak.
8) Baju operasi : Sudah
7. PERSIAPAN PENUNJANG
Visus : VUD : 73/60
VUS : 1/60
8. INFORM CONSENT : Sudah
9. TERAPI :-
PRE OPERASI
a. Data Fokus
1) Pasien mengatakan pengelihatannya tidak jelas pada mata kiri
2) VUD : 73/60, VUS : 1/60
3) Pasien tampak gelisah
4) Td : 170/90 mmHg
5) N : 78x/menit
6) Pasien mengatakan takut karena belum pernah dilakukan operasi sebelumnya
b. Analisa Data Pre Operasi :
No Hari/tanggal Data focus Etiologi Masalah kep.
1. Selasa, 6 Des 2011
DS : pasien mengatakan pengelihatannya tidak jelas pada mata kiri
DO : VUD : 73/60, VUS : 1/60
Katarak Gangguan Persepsi Sensori : pengelihatan
2 Selasa, 6 Des 2011
DS : Pasien mengatakan takut karena belum pernah dilakukan operasi sebelumnya
DO :
• Pasien tampak gelisah
• TD : 170/90 mmHg
• N : 78x/menit Kurang informasi Ansietas
Objektif :
• Pasien tampak tenang
Assessment : masalah teratasi
Panning : lanjutkan intervensi
Instrumen Jumlah
Sarung tangan 4 pasang
Infus set 1 buah
Spuit 1; 2,5;5;10 cc @ 1 buah
Lidocain 2% 1 ampul
Marcain 0,5% 1 ampul
Silet steril 1 buah
Trepan blue 1 buah
Cotton buds 1 pack ( secukupnya )
Benang Ethilon No. 10-O 1 buah
Benang silk 4/0 cutting 1 buah
Kemicitine Zalf mata 1 buah
Spons dep 1 buah
Kasa lipat secukupnya (steril) = 2 buah
Dop mata 1 buah
Dexametasone 2 ampul
Gentamycin 2 ampul/1 flacon
Optemp 1 buah
Visco elastis (vitrasen) 1 buah
Miostat 1 buah
Jarum udara 4 buah
Simcoe (I/A) 1 buah
Cairan RL 1 flabot
Alkohol 70% 1 botol/ secukupnya
Betadine 45% 1 botol/ secukupnya
m) Menata bahan medis habis pakai yang telah disiapkan pada meja instrument, didekatkan dan
prioritaskan bahan medis yang pertama akan digunakan untuk disipkan lebih dahulu.
n) Bahan medis yang perlu disiapkan lebih awal sebelum operasi dimulai antara lain:
Memotong silet dengan blade breaker
Menyiapkan trepan blue ± 0,3 cc dalam spuit 1 cc
Menyiapkan spuit 1 cc yang telah diisi dengan cairan RL untuk CCC.
Menyiapkan spuit 2,5 cc yang telah diisi dengan cairan RL untuk hidrodeseksi.
Menyiapkan lidocain dalam spuit 1cc untuk anestesi sub konjungtiva seandainya anestesi
retrobulber kurang berhasil.
Menyiapkan vitrasen
Menyiapkan spuit 1 atau 2,5 cc untuk I/A Sebelum dipakai untuk irigasi/aspirasi, cairan RL dioplos
dulu dengan gentamycin dengan perbandingan 1 : 1.000.
4. Kronologi/Urutan Operasi
a) Desinfektasi dan irigasi mata dengan larutan betadine + RL dengan perbandingan 7 : 3 memakai
spuit 10 cc.
b) Pasang duk tutup pada bagian bawah (mulut ke bawah) dan bagian atas (menutupi kepala, kecuali
mata) serta pasang doek lubang pada mata yang akan dioperasi.
c) Pasang wire specullum pada mata yang akan dioperasi.
d) Kendali palpebra superior dengan menggunakan benang atraumatic silk no. 4-0 cutting.
e) Lakukan irisan/buat takik corneal dengan blade breaker sepanjang kurang lebih 140o.
f) Infiltrasi trepan blue ke dalam COA dan ditunggu selama 2 menit agar trepan blue dapat mengisi
seluruh ruang dibawah capsul anterior lensa.
g) Lakukan perobekan kapsul anterior lensa dengan ultrata dilanjutkan dengan CCC (Continous
Circulair Capsuloreksis) dengan spuit 1 cc isi RL yang ujung jarumnya telah dibengkokkan
terlebih dahulu.
h) Lakukan hidrodeseksi dengan spuit 2,5 cc yang telah diisi dengan RL untuk memisahkan kapsul
lensa dengan nucleus lensa.
i) Lakukan irigasi aspirasi (I/A). Tembus irisan/takik corneal yang telah dibuat dengan blade breaker
dan gunting kornea sepanjang takik (dg gunting kornea)
j) Pasang preplace kendor dengan needle holder mikro + benang Ethilon 10-0 pada tangan kanan
dan pinset kornea pada tangan kiri.
k) Keluarkan nukleus lensa dengan simcoe dibantu dengan pemutar lensa sebagai second
instrument, selanjutnya simcoe diganti dengan saat mengeluarkan/evakuasi lensa.
l) Jahit kornea pada jam 11,12,1, dengan benang Ethilon 10-0. tangan kanan memegang needle
holder mikro sementara tangan kiri memegang pinset kornea. Untuk membuat simpul jahitan pinset
kornea diganti dengan pinset Keelman Mac. Pharson. Benang dipotong dengan gunting vanas,
simpul ditanam dengan pinset Keelman.
m) Lakukan irigasi aspirasi (I/A)dengan simcoe sampai bersih. Masukkan vitrasen secukupnya pada
COA untuk melindungi endotel kornea dan membentuk COA space sebelum insersi IOL.
n) Masukkan Intra Oculer Lens (IOL) dengan menggunakan pinset Keelman Mac. Pharson.
o) Posisikan IOL dengan memutarnya menggunakan pemutar lensa (Lens rotator). 18. Jahit kornea
sampai rapat dengan benang Ethilon 10-0.
p) Injeksi / masukkan miostat ke dalam COA dengan spuit 1 cc dan jarumnya telah diganti dengan
jarum udara.
q) Lakukan irigasi aspirasi ulang sampai bersih dari vitrasen, miostat, maupun sisa masa lensa, capsul
anterior, dan korteks.
r) Injeksi gentamycin + dexametason dengan perbandingan 1:1 dalam spuit 1 cc secara
subconjunctiva.
s) Berikan salep mata Kemicitine / Chloramfenicol secukupnya.
t) Pasang kassa steril dan di plester.
5. Menyelesaikan operasi
a) Cuci instrumen operasi dengan larutan desinfektan tanpa direndam terlebih dahulu
(menggunakan sikat gigi yang lembut)
b) Bilas instrumen dengan air mengalir.
c) Keringkan instrumen dengan lap yang kering dan bersih.
d) Atur dan tata instrumen pada tempatnya (bak instrumen).
e) Bungkus (packing) bak instrumen dan berikan label.
f) Bersihkan mikroskop, terutama pada bagian optik (lensanya) yang terkena cipratan air dan posisikan
pada tempat semula.
g) Pastikan ruangan, meja operasi dan peralatan yang dipakai tertata rapi kembali
h) Kembalikan bahan medis habis pakai yang sudah dipakai dan masih bisa digunakan kembali ke
dalam bak plastic steril.
i) Pastikan tidak ada peralatan yang rusak, hilang atau tertinggal.
j) Kirim set instrument ke CSSD lewat lift pengiriman barang.
k) Kembalikan sisa bahan medis habis pakai yang tidak digunakan ke satelit farmasi beserta
bukti/lembar pemakaian BMHP/AMHP.
l) Perawat cuci tangan.
D. ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI
2 Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi b.d Kurang terpaparnya informasi
Setelah dilakukan perawatan post operasi diruang RR masalah Kurang pengetahuan tentang
perawatan post operasi dapat teratasi dengan kriteria :
• Pasien dan keluarga mengetahui perawatan pasca operasi
a. Berikan pendidikan kesehatan post operasi katarak.
b. Jelaskan pada pasien aktivitas yang diijinkan pada post operasi.
c. Jelaskan tentang perawatan mata
Obyektif :
- pasien sadar penuh
- gerakan terkontrol
Assessment : Masalah teratasi
Planning : pertahankan kondisi yang aman sampai ada serah terima dengan perawat ruangan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini tim penulis akan membahasnya sesuai dengan asuhan keperawatan yang sudah
diterapkan meliputi pengkajian, diagnosa, inervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang berguna untuk mengumpulkan
data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan
yang akan dilakukan. Dalam pengumpulan data tim penulis menggunakan metode wawancara atau
Tanya jawab dengan keluarga pasien dan klien serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik
dan menggunakan studi dokumentasi pada status pasien.
Selama melakukan pengkajian tim penulis banyak menemui kesulitan, hal ini dikarenakan penulis
dihadapkan pada satu kasus yang memiliki keterbatasan informasi berkaitan dengan penyakit yang di
derita pasien. Pada pemerikasaan fisik, tim penulis menemukan indikasi khas yang sesuai dengan teoritis
yaitu : Visus pasien VUD : 73/60, VUS : 1/60
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka asuhan keperawatan pada kasus katarak tim penulis mendapat hasil
diagnosa keperawatan yaitu :
1. Gangguan persepsi sensori : pengelihatan b.d katarak
2. Ansietas b.d Kurang informasi
3. Resti Infeksi b.d insisi pembedahan
4. Resiko cedera ( jatuh ) b.d Efek pasca operasi
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi b.d Kurang terpaparnya informasi
C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kriterianya,
maka tim penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan
pustaka, rencana tindakan di buat selama proses pembedahan dari mulai pasien masuk ke ruang induksi
sampai pasien keluar dari ruang RR. Dari 5 diagnosa ini intervensi dapat diterapkan pada kasus karena
berkat kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien. Dalam menyusun tindakan yang akan
dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang ditemukan sehingga mendapatkan tujuan yang
diinginkan.
D. Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dilakukan berdasarkan diagnosa dan rencana keperawatan dan sekaligus dilakukan
evaluasi tindakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan
kekeruhan pada lensa, dimana penglihatan seperti tertutup oleh
air terjun, tabir atau layar sehingga penderita katarak mengalami
penurunan visus/ketajaman penglihatan. (Vera Darling, 1996).
Dari kasus Tn. S dapat disimpulkan bahwa kasus katarak terjadi pada usia tua dan terdapat manifestasi
klinis yang jelas yaitu adanya kekeruhan di lensa pasien dengan pemeriksaan penunjang VUD dan VUS
menyatakan pasien positif katarak matur.
B. SARAN
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca operasi.
aktivitas yang diperbolehkan: untuk tidak boleh banyak bergerak, untuk menghindari ketegangan, untuk
tidak boleh mengangkat benda berat selama kurang lebih satu bulan.
Laporan Kasus
Pre operatif
Pada pukul 10.30 WIB pasien Klien. S dibawa dari ruang bedah dengan menggunakan brankart,
identitas sebagai berikut :
Nama : Tn. S
Umur : 63 tahun
Alamat : jalan pramuka no. 8
Tanggal masuk RS : 9 November 2011
Pemeriksaan fisik
Mata : inspeksi : lensa mata kanan berwarna putih kebiru-biruan visus dextra 1/60, visus sinistra
3/60
Saraf : N II Optikus
b. Status psikologis
Klien tampak gelisah dan sering melamun. Keluarga klien tampak memberi dukungan kepada
klien bahwa operasi akan berjalan dengan lancar. Klien tampak berdoa, klien mengatakan takut
akan tidak berhasilnya operasi yang dilakukan.
c. Persiapan operasi
Diagnosa : katarak okuler dektra
Infomnt consent : telah diisi oleh keluarga klien
Premedikasi dengan obat tetes mata pantocain 2 tetes dan cendo mydratil 2 tetes
d. Persiapan klien
Bulu mata klien sebelah kiri digunting setengan
Kesadaran klien CM dengan
TD : 120/80 mm Hg
S : 36 C
N : 80
RR : 20X/menit
Klien tidak memakai gigi palsu
Mengganti baju klien dengan baju OK
Kemudian klien dibawa keruang 3 menggunakan brankart
Pukul 11.05
Klien mulai diberi obat anastesi lokal menggunakan lidocain dan disuntikkan di medial yang
yeng terdapat celah besar diantara dinding orbita dan bola mata.
Pukul 11.07
Dokter dan perawat asisten mencuci tangan dengan antiseptik hybrid scrub (scrubing ) keudian
dibilas dengan alcohol. Setelah itu dokter dan asisten memakai jas operasi (gawning ) dibantu
perawat omloop dengan sarung tangan menutupi lengan jas operasi (gloving)
Pukul 11.10
Mata kanan klien diberi aseptic/antiseptic betadin 10% dan cairan infus RL menggunakan spuit.
Pukul 11.15
Klien dipasang eye speculum pada daerah mata yang akan dioperasi keudian dijahit untuk
menfiksaasi otot rectus superior. Setelah itu dipermi basis forniks di limbus superior, apabila ada
perdarahan disekitar mata maka dihentikan perdarahan dengan kauterisasi dan kasa yang
digulung memanjang.
Pukul 11.30
Klien mulai di insisi abexternodi limbus superior dan kemudian dimasukkan viskoelastik untuk
membentuk bilik mata depan, setelah itu dilakukan kapsulektomi anterior.
Pukul 11.45
Luka dilebarkan 140-160 derajatatau 10-11 mm dan kemudian eksresi nucleus keluar, setelah itu
dilakukan reposisi iris.
Pukul 12.00
luka klien dijahit dengan 3 jahitan untuk menstabilkan bilik mata depan, kemudian di irigasi/ di
aspirasi sisa korteks. Setelah itu dimasukkan viskoelastik dan jahitan jam 12 dilepaskan, insersi
IOL di sulcus silians atau dalam kantong kapsul, kemudian disertrasi IOL.
Pukul 12.10
Luka kemudian dijahit 5-6 kai dengan nylon sprunol 10-0, kemudian dilakukan irigasi/aspirasi
sisa viskoelastik
Pukul 12.25
Klien keludian diberi antibiotik konjungtiva gentamisin den dexametason, setelah itu difiksasi
otot rectus superior dilepas begitu juga dengan eye speculum, dan kemudian diberi salep
antibiotic gentaisin, selanjutnya diperban dan di plaster.
Persiapan instrument
Pinset anatomis 1
Pinset cerugis 1
Gunting konjungtiva 1
Gunting kornea 1
Spatel iris 1
hack 1
Breparosted 1
Acimko 1
Sendok katarak 1
Nylon sprunol 1
Set duk 1
Jas operasi 2
Handscoon 2
Standart infus 1
Infus set dan cairan infus 1
Kom kecil 1
Neirbeken 1
IOL (intra okuler lens ) no 20 1
Eye speculum 1
Kapas steril
Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Op katarak Cemas
klien mengatakan tidak merasa okuler dextra
nyaman dirumah sakit
Do :
- wajah klien tampak tegang Adanya
ancaman atau
tindakan operasi
Peningkatan
denyut nadi dan
teanan darah
2 Ds : Op katarak Gangguan
klien mengatakan okuler dextra persepsi sensori
pandangannya masih kabur penglihatan
Do :
klien tampak bingung Tindakan
mengambil barangnya invasive
Pemasangan
IOL
Perubahan
persepsi sensori
3 Ds : Op katarak Gangguan rasa
klien mengatak tidak nyaman okuler dextra nyaman nyeri
dengan adanya balutan di
matanya
Do : Tindakan
- adanya luka operasi invasive
Terputusnya
konstitusi
jaringan
Talamus
mempersupsikan
nyeri
Diagnosa keperawatan
Kecemasan b/d kurangnya informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
Gangguan persepsi penglihatan b/d perubahan persepsi sensori
Gangguan rasa nyaman neri b/d perlukaan pada tindakan operasi
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI
Smeltzer,Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta;
EGC
Istiqomah, Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta; EGC
2. Klasifikasi
a. Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
b. katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
c. Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
d. Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun
e. Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-
rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada
bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
5. Manifestasi Klinik
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh
memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih
,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi
berupa Glaukoma dan Uveitis.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Keratometri.
b. Pemeriksaan lampu slit.
c. Oftalmoskopis.
d. A-scan ultrasound (echography).
e. Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
7. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus
ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata
aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis.
Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan
melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat
dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak
sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh
lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun
tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki
zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi
nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi
pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
8. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus.
9. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap.
Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Ketidaknyamanan ringan/mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor
(contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes. Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya
dilakukan sebagai prosedur pasien rawat jalan).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.
e. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut.
- meningkatkan adaptasi terhadap perubahan/penurunan ketajaman penglihatan.
- mencegah komplikasi.
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
f. Tujuan Pemulangan
- penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin.
- pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif.
- komplikasi dicegah/minimal.
- proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra, dan post operasi) adalah:
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh
c. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur
3. Perencanaan Keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
Tujuan/kriteria evaluasi:
- Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
- Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat
dapat diatasi.
- Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
Intervensi
- Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
R/ Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
- Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
- Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien
R/ Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
- Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya
R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
- Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
R/ Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
- Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan
digunakan.
R/ Mengurangi perasaan takut dan cemas.
Tujuan/kriteria evaluasi:
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
- Tidak merintih atau menangis
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mampu beristrahat dengan baik.
Intervensi
- Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri (skala 0-10).
R/ Untuk membantu mengetahui derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic sehingga
memudahkan dalam memberi tindakan.
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh (miles
prosedur)
Tujuan/kriteria evalusi: Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan
ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
Intervensi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan secara tepat.
R/ Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi, mencegah infeksi silang.
- Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
R/ Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.
- Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
R/ Mencegah kontaminasi patogen
Patofisiologi
Dalam keadaan normal transfaransi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein
yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membran sesemi permeable.
Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa
transparan ataubbintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan
katarak.
Terjadinya penumpukan cairan / degenasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan
jalannya cahayanya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
Trauma Degeneratif PerubahanKuman
PostOperasi
PreOperasi Menghambatjalan cahaya
Gangguan rasa
Kecemasan
nyaman(nyeri)
meningkat
Resiko tinggi
Kurang
terjadinyainfeksi
pengetahuan
Resiko tinggi
terjadinyainjuri :
Peningkatan TIO.
Perdarahan
intraokuler.
Gangguan sensori persepsivisual
Risiko tinggi cidera fisik
5. Pembagian katarak
1) Katarak Congenital
Pada umumnya bilateral. Banyak disebabkan oleh virus rubella pada trimester I kehamilan bila
pada pemeriksaan positif rubella, maka operasi sebaiknya ditunda sampai umur 2 tahun karena
virus masih aktif di dalam lensa. Kalau di operasi akan terjadi endoftalmitis dan mata akan
menjadi rusak. Bila kekeruhan bilateral segera lakukan operasi satu mata dulu kurang dari 6
bulan untuk membentuk visus normal. Sedangkan mata satunya dapat dioperasi setelah umur 2
tahun.
2) Katarak Jevenil
Katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir. Katarak ini termasuk ke dalam development
cataract, yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat – serat
lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut soft cataract. Biasanya
katarak juvenil merupakan bagian dari suatu kejadian penyakit keturunan lain.
3) Katarak Senil
Katarak senile ada hubungannya dengan pertambahan umur dan berkaitan dengan proses ketuaan
yang terjadi di dalam lensa. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nucleus dengan
berkembangnya lapisan kortek lensa.
Secara klinik / proses ketuaan lensa sudah tampak pada pengurangan kekuatan akomodasi lensa
akibat terjadinya skelerosa lensa yang timbul pada decade 4 yang dimanifestasi dalam bentuk
presbiopia.
a. Katarak insipien
Katarak yang tidak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan dasar perifer dan
daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks nterior atau posterior.
Kekeruhan ini pada permulaan hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan polidiopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bila dilakukan tes bayangan iris (shadow test) akan negatif.
b. Katarak imatur
Pada stadium yang lebih lanjut maka akan terjadi kekeruhan yang lebih tebal. Tetapi tidak atau
belum mengenal seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hydras korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
myopia. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata
depan dan sudut bilik mata depan akan lebih sempit.
Pada stadium ini akan mudah terjadi glaucoma sebagai penyulit. Stadium imatur dimana terjadi
kecembungan lensa akibat menyerap air disebut stadium intumesen. Shadow test pada keadaan
ini positif.
c. Katarak matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil
desintegrasi melalui kapsul. Lensa kehilangan cairan sehingga mengkerut lagi dan kamera okuli
anterior menjadi normal kembali. Kekeruhan lensa sudah menyeluruh warna putih keabu-abuan.
Pada pemeriksaan iris shadow negatif dan fundus refleks negatif.
Pada stadium ini saat yang baik untuk operasi dengan tehnik intra kapsuler (Tehnik Lama).
d. Katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar
melalui kapsul lensa.
Dapat terjadi 2 kemungkinan :
Lensa menjadi kehilangan cairannya terus sehingga mengkerut dan menipis disebut
SHRUNKEN KATARAK.
Korteks lensa melunak dan mencair, sedangkan nucleus tidak mengalami perubahan,
akibatnya nucleus jatuh disebut MORGANIAN KATARAK. Operasi pada saat ini kurang
menguntungkan karena lebih mudah terjadi komplikasi.
Katarak senile :
o Paling sering dijumpai
o Biasanya umur lebih dari 50 tahun, tapi kadang-kadang mulai umur 40 tahun
o Hampir selalu mengenai kedua mata dengan stadium yang berbeda. Kekeruhan dapat
dimulai dari perifer kortek atau sekitar nucleus.
o Gejala utama adalah penglihatan makin lama makin kabur. Sejak mulainya terjadi
kekeruhan sampai matur dibutuhkan waktu beberapa tahun.
o Reaksi pupil terhadap cahaya normal.
6. PEMERIKSAAN
1) Visus menurun bergantung pada :
2) Tak ada tanda-tanda radang (hyperemia tak ada)
3) Iluminasi oblik tampak kekeruhan yang keabu-abuan atau putih dengan bayangan hitam
disebut iris shadow.
4) Pemeriksaan dengan optalmoskop tampak warna hitam diatas dasar orange disebut fundus
reflek.
5) Pada katarak yang lebih lanjut, kekeruhan bertambah sehingga iris shadow menghilang dan
fundus reflek menjadi hitam saja (negatif).
7. PENGOBATAN KATARAK
Apabila penderita masih dapat dikoreksi kacamata, maka diberikan dahulu kacamata. Akan
tetapi ukuran kacamata penderita biasanya sangat mudah / cepat berubah. Pengobatan yang
paling baik dan tepat saat ini adalah operasi.
Indikasi operasi yaitu :
1) Visus yang menurun yang tak dapat dikoreksi dengan kacamata dan mengganggu aktifitas.
2) Dahulu penderita dioperasi bila visusnya 1/300 s/d tak terhingga (LP+).
Akan tetapi dengan kemajuan tehnologi saat ini katarak dapat dioperasi pada stadium apapun,
bila penderita sudah terganggu aktivitasnya.
Macam operasi :
1) Intra Capsular :
Intra catarax extraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.
2) Ekstra Capsular :
Extra capsular catarax extraction (ECCE) : mengeluarkan lensa dengan merobek kapsul bagian
anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior.
Pada saat ini dimana kemajuan tehnologi yang sudah tinggi, tehnik ECCE lebih disukai karena
komplikasinya lebih kecil dan dapat disertai pemasangan lensa implant intra okuler (IOL = intra
okuler lens). Sehingga hasil setelah operasi menjadi lebih baik.
Afakia :
o Mata yang lensanya tidak ada (dioperasi atau sebab lain).
o Visus 1/60
o Menjadi hipermetrop (kira-kira + 10.00 D)
o Kehilangan daya akomodasi
o Untuk membaca memerlukan tambahan + 3.00 D
Pseudofkia :
Mata yang lensanya sudah diambil dan dipasang IOL
Visus lebih baik, bisa sampai 6/6
Kehilangan daya akomodasi
Untuk membaca memerlukan tambahan + 3.00 D
Kerugian :
o Merupakan benda asing, kemungkinan bereaksi / ditolak oleh tubuh.
o Tehnik operasi lebih sukar/canggih.
Menurunkan penglihatan
perifer dan gerakan.
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan
untuk memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan dijalani.
Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang Membantu mengidentifikasi
tenang dan relaks, berikan sumber ansietas.
dorongan untuk verbalisasi dan
mendengarkan dengan penuh
perhatian.
Yakinkan klien bahwa ansietas Meningkatkan keyakinan klien
mempunyai respon normal dan
diperkirakan terjadi pada
pembedahan katarak yang akan
dijalani. Meningkatkan keyakinan klien
Tunjukkan kesalahpahaman
yang diekspresikan klien,
berikan informasi yang akurat. Meningkatkan proses belajar dan
Sajikan informasi menggunakan informasi tertulis mempunyai
metode dan media instruksional. sumber rujukan setelah pulang.
Pengetahuan yang meningkat
Jelaskan kepada klien aktivitas akan menambah kooperatif klien
premedikasi yang diperlukan. dan menurunkan kecemasan.
Sda
Diskusikan tindakan
keperawatan pra operatif yang
diharapkan. Menjelaskan pilihan
7. Berikan informasi tentang memungkinkan klien membuat
aktivitas penglihatan dan suara keputusan secara benar.
yang berkaitan dengan periode
intra operatif
b. POST OPERATIF
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol setelah
intervensi.
Intervensi Rasional
Bantu klien dalam Membantu pasien menemukan
mengidentifikasi tindakan tindakan yang dapat
penghilangan nyeri yang efektif. menghilangkan atau mengurangi
nyeri yang efektif.
Jelaskan bahwa nyeri dapat Nyeri dapat terjadi sampai
terjadi sampai beberapa jam anestesi local habis, memahami
setelah pembedahan. hal ini dapat membantu
mengurangi kecemasan yang
berhubungan dengan yang tidak
diperkirakan.
Latihan nyeri dengan
Lakukan tindakan mengurangi menggunakan tindakan yang non
nyeri dengan cara: farmakologi memungkinkan
Posisi : tinggikan bagian kepala klien untuk memperoleh rasa
tempat tidur, ganti posisi dan kontrol terhadap nyeri.
tidur, ganti posisi dan tidur pada
sisi yang tidak dioperasi
Distraksi
Latihan relaksasi
Berikan obat analgetik sesuai Analgesik dapat menghambat
program reseptor nyeri.
5. Lapor dokter jika nyeri tidak 5. Tanda ini menunjukkan
hilang setelah ½ jam pemberian peningkatan tekanan intra ocular
obat, jika nyeri disertai mual. atau komplikasi lain.
Intervensi Rasional
Tingkatkan penyembuhan luka dengan Nutrisi dan hidrasi yang optimal
: meningkatkan kesehatan secara
Beri dorongan untuk mengikuti diet keseluruhan, meningkatkan
seimbang dan asupan cairan yang penyembuhan luka pembedahan.
adekuat Memakai pelindung mata meingkatkan
Instruksikan klien untuk tetap penyembuhan dan menurunkan
menutup mata sampai hari pertama kekuatan iritasi kelopak mata terhadap
setelah operasi atau sampai jahitan luka.
diberitahukan. Tehnik aseptic menimalkan masuknya
Gunakan tehnik aseptic untuk mikroorganisme dan mengurangi
meneteskan tetes mata : infeksi.
Cuci tangan sebelum memulai
Pegang alat penetes agak jauh dari
mata.
Ketika meneteskan hindari kontk
antara mata dengan tetesan dan alat
penetes.
Gunakan tehnik aseptic untuk
membersihkan mata dari dalam ke luar Tehnik aseptic menurunkan resiko
dengan tisu basah / bola kapas untuk penyebaran infeksi/.bakteri dan
tiap usapan, ganti balutan dan kontaminasi silang.
memasukkan lensa bila menggunakan.
Tekankan pentingnya tidak menyentuh
/ menggaruk mata yang dioperasi.
Observasi tanda dan gejala infeksi Mencegah kontaminasi dan kerusakan
seperti : kemerahan, kelopak mata sisi operasi.
bengkak, drainase purulen, injeksi
konjunctiva (pembuluh darah Deteksi dini infeksi memungkinkan
menonjol), peningkatan suhu. penanganan yang cepat untuk
Anjurkan untuk mencegah ketegangan meminimalkan keseriusan infeksi.
pada jahitan dengan cara :
menggunakan kacamata protektif dan Ketegangan pada jahitan dapat
pelindung mata pada malam hari. menimbulkan interupsi, menciptakan
Kolaborasi obat sesuai indikasi : jala masuk untuk mirkoorganisme
Antibiotika (topical, parental atau sub
conjunctiva) Sediaan topical digunakan secara
- Steroid profilaksis, dimana terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi infeksi
Menurunkan inflamasi
Carpenito, Lynda Juall, (1999), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Doengoes, Mariyln E., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Sidarta Ilyas, (1997), Katarak, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Tamim Radjamin RK, Dkk, (1993), Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya.
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata
melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan
pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan
lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak
bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan
pupil terjadi pada katarak matur.
1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) :
mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan
optic.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi
4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
3.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi (Doenges,2000):
- Edukasi
Observasi tanda
vital dan - Meningkatkan
peningkatan pengetahuan pasien
respon fisik dalam rangka
pasien mengurangi
kecemasan dan
Edukasi kooperatif.
- Beri -
penjelasan Mengurangikecemasa
pasien tentang n dan meningkatkan
prosedur
tindakan pengetahuan
operasi, harapan
dan akibatnya. - Mengurangi
perasaan takut dan
- Beri cemas
penjelasan dan
suport pada -
pasien pada
setiap
melakukan
prosedur
tindakan
- Lakukan
orientasi dan
perkenalan
pasien terhadap
ruangan,
petugas, dan
peralatan yang
akan digunakan
DAFTAR PUSTAKA