PEMBAHASAN
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di
luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah
adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah
dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan
sumber sumber material yang substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang
berbeda.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan
dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang
dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini
deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial
mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie,
regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat
(zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak
politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan
kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke
Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial
Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan
Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup
fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia
Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No.
27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-
dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja
yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta
meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom
lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-asas tersebut
sebagai berikut:
· Asas tertib penyelenggara negara
· Asas Kepentingan umum
· Asas Kepastian Hukum
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan
yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang
ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada
titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan
menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan
kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari
pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah
pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas.
Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap
mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini
adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial
budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang
efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus
kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah
yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban
untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut
tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan
berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta
kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
2.8 Contoh Kasus di Indonesia dalam Kaitannya dengan Wawasan Nusantara terutama
Persatuan/Kesatuan
a. Dua orang terduga teroris tewas dalam peristiwa penembakan di Poso
Tim gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam operasi Tinombala terlibat baku tembak
dengan terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (22/3/2016) pagi. Dua orang terduga
teroris tewas dalam peristiwa tersebut. Jam 10.00 WITA tadi, terjadi kontak tembak dan dua
orang tidak dikenal itu tewas di sana. Baku tembak terjadi di Sektor IV, dekat Napu.
Peran pemerintah terutama satuan pertahanan dan keamanan berupa TNI dan Polri sangat besar
dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini terutama untuk mewujudkan ketahanan
nasional yang menjadi landasan konsepsional negara Republik Indonesia. Dalam kasus di atas
TNI-Polri melakukan tugasnya dengan baik, untuk mengamankan negara dari Terorisme. Hal ini
berarti sejalan dengan tujuan nasional yang utama yaitu untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kelemahan yang terjadi adalah jika sebenarnya
orang yang ditembak bukan teroris dan proses pencarian terhambat. Ini karena ternyata Santoso
diyakini berada di pedalaman hutan untuk bersembunyi. Tewasnya kedua orang bukan berarti
mendekatkan tim untuk menangkap Santoso. Ini berarti jika para petugas pertahanan dan
keamanan lalai atau lengah dalam menjalankan tugasnya, keadaan menjadi kacau dan kesatuan
negara pun rawan patah. Dari sini juga dapat terlihat bahwa teroris yang hadir adalah salah satu
perwujudan dari penolakan akan kesatuan dan persatuan karena merupakan suatu pemberontakan
yang memecah belah NKRI.
b. Evaluasi Kinerja Densus 88 Diusulkan Dibahas dalam Revisi UU Terorisme
Hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
menemukan beberapa indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror
88 Polri saat melakukan penindakan. Kontras mengusulkan agar evaluasi kinerja Densus 88
dibahas dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Terorisme. Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia dalam
konferensi pers di Sekretariat Kontras, Jakarta, Sabtu (26/3/2016) mengatakan bahwa pihak
kontras mendesak agar pemerintah dan DPR yang membahas RUU Terorisme, juga membahas
soal evaluasi kinerja Densus 88.
Undang-undang sebagai alat tata hukum negara hendaknya diatur dengan baik. Maka perihal
revisi UU Terorisme yang mengevaluasi kinerja Densus 88 agar sesuai prosedur hukum yang
berlaku seharusnya mendapat sambutan baik. Pada masalah ini densus 88 bertindak sebagai alat
pemerintahan untuk mengamankan negara dari terorisme. Pengawasan terhadap alat pertahanan
negara yang kurang serta undang-undang yang tidak mengatur kinerja mereka justru berdampak
akan retaknya persatuan di negara Indonesia sehingga apa yang diperjuangkan menuju tujuan
nasional tidak tercapai. Setiap manusia dalam hal ini warga sipil sudah sepantasnya mendapat
perlindungan HAM, bukan mendapat ancaman yang menyebabkan ketakutan berkepanjangan.
Pihak Detasemen 88 juga hendaknya melindungi rakyat dan bukan sebaliknya menjadi terror dan
ancaman bagi rakyat itu sendiri. Dari sini dapat terlihat bahwa setiap peraturan perundang-
undangan merupakan alat tata negara yang hendaknya disusun dengan baik agar semua
komponen berjalan dengan baik.
c. Kontras: Densus 88 Langgar Hukum dalam Kasus Siyono
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan
adanya indikasi pelanggaran administrasi yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri,
dalam kasus penangkapan Siyono. Densus 88 melanggar hukum acara pidana, Tidak ada surat
dari Densus kalau penangkapan itu sah, tidak ada surat penangkapan, apalagi surat
penggeledahan. Siyono adalah seorang terduga teroris di Klaten, Jawa Tengah. Menurut Kepala
Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan, Siyono sempat menyerang polisi di mobil.
Pergulatan itu yang menyebabkan Siyono meninggal dunia. Menurut Wira, saat Siyono ditangkap
pada 8 Maret 2016, anggota Densus tidak menunjukkan surat penangkapan dan penahanan.
Kemudian, saat melakukan penggeledahan di kediaman Siyono, anggota Densus juga tidak
menunjukkan surat penggeledahan. Wira mengatakan, penangkapan yang tidak jelas tersebut
menyulitkan keluarga untuk meminta bantuan hukum. Selain itu, orangtua Siyono juga
diintimidasi untuk menandatangani surat yang berisi pernyataan bahwa keluarga tidak akan
menuntut dan melakukan upaya hukum.
Ketaatan terhadap hukum Indonesia masih sulit dicapai baik dari warga sipil maupun aparat
pemerintahan. Hal ini bisa disebabkan dua faktor: lemahnya hukum dan pengawasannya akibat tidak
ada pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur, ataupun kesadaran pribadi yang rendah
dalam menaati hukum tersebut. Dalam kasus ini lagi-lagi Densus 88 juga tidak melakukan tugasnya
secara benar. Terjadi penangkapan, penggeledahan dan penahanan secara tidak benar/di luar prosedur.
Penangkapan teroris bukan hanya bertujuan untuk menghapus ancaman-ancaman yang terdapat di
negara kita, tetapi juga menjamin keadilan dalam persatuan. Makna keadilan di sini yaitu penghargaan
terhadap HAM dan kesamaan warga negara di dalam hukum. Artinya setiap warga negara berhak atas
hukuman yang sesuai dengan tindakan pidananya. Hukuman tersebut bukan menjadi penghalang bagi
HAM tersebut untuk ditegakkan tetapi justru menguatkan HAM. Hukuman mati dalam hal ini tidak
diizinkan karena prosedur yang diberikan tidak tepat dan tidak sebanding dengan perbuatan yang
dilakukan. Kendati memegang kendali atas keamanan, para petugas pemerintahan hendaknya
mengikuti prosedur yang sesuai yaitu misalkan dengan memberikan surat tersangka. Selain itu,
terlepas dari kesadaran pribadi beberapa aturan yang menyangkut pertahanan dan keamanan perlu
dievaluasi dan direvisi kembali agar keadilan dan persatuan sesama warga negara terjamin.
Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan
potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh
daerahnya. Dengan demikian, tidak ada kecemburuan dan ketidakadilan yang terjadi antara
pemerintah pusat dengan daerah. Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya
persatuan bangsa dan keutuhan wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan
bangsa dan keutuhan wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan
pembangunan. Wawasan Nusantara juga mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan – keamanan dalam lingkup
negara nasional Indonesia.
Adapun masalah – masalah yang ditimbulkan dari adanya otonomi daerah ini, antara lain :
Pembagian Urusan
Contoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijikan pusat untuk daerah (FTZ).
Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan yang saling
tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan pusat yang akhirnya
tidak bisa diterapkan di daerah. Salah satu sebab itu adalah pusat tidak memahami keadaan
yang terkini yang dialami daerah. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum
maksimalnya pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan
dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian
urusan antara daerah dan pusat tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep
aturan daerah harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat
membuat aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak
bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun
aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah. Bila perlu pemerintah pusat
hanya memiliki tugas sebagai pemeriksa dan menyetujui konsep yang diusul oleh daerah.
2.9.5 Disintegrasi
Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional
dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek ke egoisan suatu
kelompok masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur
kepentingan – kepentingan kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau
kecemburuan terhadap kelompok – kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama
sehingga dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai
pertikaian dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya : GAM, RMS, dan lain-lain.
Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam
mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang 1 dengan yang lain yang dapat menimbulkan
pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi
memajukan daerah atau negara yang kita cintai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang
dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan
orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/daerah. Sedangkan Fungsi Wawasan
Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala
kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara di tingkat
pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan
berbangsa.
2. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah). otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta
aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di
daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.
3. Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan
potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh
daerahnya. Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan.
3.2 Saran
Dengan adanya wawasan nusantara, kita harus dapat memiliki sikap dan perilaku yang
sesuai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Berkaitan juga
dengan otonomi daerah, sebaiknya kita mendukung program program pemerintah yang
bertujuan untuk pembangunan daerah agar menjadi lebih baik lagi.