Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian otonomi daerah


Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dannamos yang
berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih
luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah
dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika
daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa
daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan
dari pihak luar dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian
tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu).
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri.
Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di
luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah
adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah
dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan
sumber sumber material yang substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang
berbeda.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan
dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

2.2.1 Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang
dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini
deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial
mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie,
regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat
(zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak
politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan
kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

2.2.2 Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke
Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial
Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan
Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup
fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia
Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No.
27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.

2.2.3 Masa Kemerdekaan

a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945


Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur
pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-
daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-
masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang
tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22
tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan
bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam
tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31
ayat (1) UUDS 1950.

d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada
kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan
daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan
daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala
daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan
politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah,
melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh
pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang
ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar
asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat
II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan
langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip
otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas
desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi
sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah
kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini
juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat
berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan
kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap
kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD
semakin di pertegas dan di perjelas.
2.3 Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1. Dasar Hukum

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-
dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja
yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta
meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom
lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-asas tersebut
sebagai berikut:
· Asas tertib penyelenggara negara
· Asas Kepentingan umum
· Asas Kepastian Hukum
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan
yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang
ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan lokal.

c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada
titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan
menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan
kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari
pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah
pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

2.4 Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak
dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah.
Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah.
Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat
khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-
istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan sistem
Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai
dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh
menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya,
maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas
pemerintahan.

Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas.
Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap
mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini
adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial
budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang
efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus
kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah
yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban
untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut
tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan
berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta
kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

2) Prinsip Otonomi Daerah


Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian
Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah
yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintah daerah
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian
isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama
dari tujuan nasional.
2.5 Pengertian Wawasan Nasional, Wawasan Nusantara, dan Geopolitik
Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan
inderawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau, atau melihat.
Sedangkan ‘wawasan’ berarti cara pandang dan cara tinjau, atau cara melihat. Istilah nusantara
berasal dari kata ‘nusa’ yang artinya pulau-pulau, dan ‘antara’ yang berarti diapit di antara dua hal.
Istilah Nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-
pulau di Indonesia yang terletak di antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia serta di antara
benua Asia dan Australia.
Wawasan nasional diartikan sebagai cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya
yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi
negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sementara wawasan nusantara
mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah Nusantara yang menjiwai kehidupan
bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Wawasan nusantara kini menjadi
bimbingan bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupannya untuk mengisi kemerdekaan
serta mencapai tujuan nasionalnya. Wawasan Nusantara sebagai cara pandang juga mengajarkan
bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan.
Geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi politik (Political
Geography). Istilah ini lalu dikembangkan oleh Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer
(1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan
Geopolitik dan Bumi Politik memusatkan pada titik perhatiannya apakah pada bidang geografi atau
politik. Ilmu bumi politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik sedangkan geopolitik
mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.
2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Wawasan Nusantara
a. Wilayah (geografi)
Wawasan nusantara mencakup faktor geografi terutama dari wilahyahnya sendiri yakni
Indonesia. Indonesia sendiri diartikan sebagai “Indo” yang berarti India dan “nesos” yang berarti
pulau. Indonesia berarti kepulauan India secara harafiah. Masyarakat Indonesia ini menyukai
panggilan ini meskipun orang asing yang telah menemukannya. Istilah indonesia sendiri
diciptakana oleh Ilmuwan J.R. Logan pada 1850 dalam Journal of the Indian Archipelago and East
Asia.
Berdasarkan konvensi hukum laut internasional, Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki
pembagian laut sebagai berikut:
 Negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
 Laut teritorial adalah salah satu wilayah laut yang lebarnya tidak lebih dari 12 mil laut
diukur dari garis pangkal sementara garis pangkal adalah garis air surut terendah sepanjang
pantai, seperti yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang
menghubungkan titik titik terluar dari dua pulau dengan batas-batas tertentu sesuai
konvensi ini.
 Perairan pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis
pangkal
 Zona Ekonomi Ekskulsif (ZEE) tidak boleh lebih dari 200 mil laut dan garis pangkal.
 Landas Kontinen suatu negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang
terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah
daratannya.
Wilayah Indonesia terdiri atas 17.508 pulau dari berbagai ukuran dengan 6.044 pulau sudah
bernama. Luas wilayah indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 yang terdiri dari daratan seluas
2.028.087 km2 dan perairan 3.166.163 km2.
b. Geopolitik dan Geostrategi
Telah dijelaskan diatas bahwa geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan
alternatif kebijakan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Menurut Rudolf Kjellen negara
merupakan sistem politik yang mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan
sosiopolitik. Pandangan geopolitik bangsa Indonesia sendiri didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan
dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.
Bangsa Indonesia menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat,
sebagaimana yang dikemukakan Kjellen dalam rangka mempertahankan negara dan
mengembangkannya. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme, karena semua manusia
mempunyai martabat yang sama dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang universal.
Strategi adalah politik dalam pelaksanaan yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau
sasaran yang ditetepkan sesuai dengan keinginan politik. Karena strategi merupakan upaya
pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari
intuisi, perasaan, dan hasil pengalaman. Strategi pada hakikatnya adalah ilmu dimana prosedurnya
selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk
membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana dan tindakan.
c. Perkembangan wilayah Indonesia dan dasar hukumnya
Wilayah negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda
berdasarkan ketentuan dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939
tentang batas wilayah laut territorial Indonsia. Pada masa tersebut wilayah negara Republi
Indonesia bertumpu pada wilkayah daratan pulau-pulau yang saling terpisah oleh perairan atau selat
di antara pulau-pulau itu. Wilayah laut territorial masih sangat sedikit karena untuk setiap pulau
hanya ditambah perairan sejauh 3 mil di sekelilingnya. Pada 13 Desember 1957 dikeluarkan
deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai
berikut.
 Perwujudan bentuk wilayah NKRI yang utuh dan bulat
 Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas negara
kepulauan.
 Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin kesalamatan dan keamanan
NKRI
Asas kepulauan itu mengikuti ketentuan Yurisprudensi Mahkamah Internasional pada 1951 ketika
menyelesaikan kasus perbatasan antara Inggris dan Norwegia. Deklarasi Juanda kemudian
dikukuhkan dengan UU No 4/Prp/1960 tanggal 18 Februari 1960, tentang perairan Indonesia. Sejak
itu terjadi perubahan bentuk wilayah nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial diukur
sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan.
Deklarasi tentang landas kontinen negara RI merupakan konsepsi politik yang berdasarkan
konsep wilayah. Deklarasi ini diopandang pula sebagai upaya untuk mengesahkan Wawasan
Nusantara. Asas –asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi tentang landas kontnen adalah
sebagai berikut:
 Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah milik
eksklusif negara RI
 Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis bataas landas kontinen dengan
negara-negara tetangga melalui perundingan
 Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di tengah-
tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara tetangga
 Klaim tersebut tidak memengaruhi sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen
Indonesia maupun udara di atasnya.
Pengumuman pemerintah negara tentang Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada 21 Maret 1980.
Batas ZEE adalah selebar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-
alasan dibuat ZEE adalah:
 Persediaan ikan yang semakin terbatas
 Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
 ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional
Konvensi hukum laut internasional II di New York pada 1982 mengakui asas Negara
Kepulauan serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR negara RI kemudian
menetapkan UU nNo 5 Tahun 1983 tentang ZEE, UU No 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi
UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986 Indonesia telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang
telah meratifikasi UNCLOS.

2.7 Pembentukan Wawasan Nusantara dan Unsur Pembentuknya


Adapun unsur pembentuk wawasan nusantara yakni sebagai berikut
a. Wadah
 Wujud Wilayah
Batas ruang lingkup wilayah Nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat
gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena itu Nusantara dibatasi
oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan didalamnya. Letak geografis negara berada
di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dan antara dua
benua, yaitu banua Asia dan benua Australia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam
kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
 Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk
dan kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan.
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan di tangan rakyat
yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sistem pemerintahan, menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan bersadarkan
UUD 1945.
 Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus
dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat,
kalangan pers seluruh aparatur negara.
b. Isi Wawasan Nusantara
Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
 Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan
nasional.
 Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia meliputi :
 Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan :
o Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
o Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
o Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
 Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh
meliputi :
o Satu kesatuan wilayah nusantara.
o Satu kesatuan politik.
o Satu kesatuan sosial-budaya.
o Satu kesatuan ekonomi.
o Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu sistem yang terpadu.
o Satu kesatuan kebijakan nasional.
c. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari tata laku tata laku
batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik
dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku
dari bangsa idonesia.
Kedua segi tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia
berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangga
dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalam segala aspek kehidupan
nasional.
2.8 Penerapan Wawasan Nusantara
Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah
tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
a. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan
nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk
mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
b. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
 Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim
penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan
yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
 Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi
yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata.
 Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap
batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus
karunia Tuhan, serta menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu
tanpa membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan
status sosialnya.
 Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan
menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap
bela negara pada tiap warga negara Indonesia.
 Implementasi wawasan nusantara dalam bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara
di forum internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia.
Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang
mencakup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat
diterima oleh dunia internasional terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan
yang dicapai.
2.9 Indonesia Mencapai Tujuan Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada pencapaian tujuan
nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawasan nasional.
Wawasan nasional Indonesia menumbuhkan dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan
aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional. Upaya pencapaian tujuan nasional
dilakukan dengan pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada wawasan nasional.
Dalam proses pembangunan nasional untuk mencapai tujuan nasional selalu akan
menghadapi berbagai kendala dan ancaman. Untuk mengatasi perlu dibangun suatu kondisi
kehidupan nasional yang disebut ketahanan nasional. Keberhasilan pembangunan nasional akan
meningkatkan kondisi dinamik kehidupan nasional dalam wujud ketahanan nasional yang
tangguh, sebaliknya ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong pembangunan nasional
semakin baik.
Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara yang merupakan pedoman
bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional sedangkan ketahanan nasional
merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional tersebut dapat
berjalan dengan sukses. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi ketahanan Nasional yang
sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional
merupakan dua konsepsi dasar yang saling mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggara
kehidupan berbangsa dan bernegara agar tujuan nasional negara tercapai.

2.6 Pengertian Persatuan dan Kesatuan


Persatuan dan kesatuan memiliki satu arti (sering ditulis persatuan/kesatuan) dan berasal dari
kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah. Persatuan/kesatuan mengandung arti
“bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan
serasi.” Sedangkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

2.7 Hubungan Wawasan Nusantara dengan Persatuan dan Kesatuan


a. Peranan Pancasila
Pancasila mempunyai sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia. Pancasila yang merupakan
dasar negara Republik Indonesia juga merupakan dasar bagi berdirinya Wawasan Nusantara.
Sehingga persatuan kesatuan bangsa Indonesia mendasari berdirinya Wawasan Nusantara demi
tercapainya tujuan nasional. Persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dijaga sebagai bentuk
implementasi dari wawasan nusantara yang berarti pengamalan pancasila yang benar. Contoh
dari sikap ini adalah rasa bela negara yang ditumbuhkan dari masing-masing individu.
b. Peranan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Hukum dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bertujuan bagi
terlaksananya tujuan nasional, sekaligus menjadi unsur-unsur pembentuk wawasan nusantara
maupun menjadi faktor penentu wawasan nusantara. Contohnya saja dalam diberlakukannya
batas teritorial laut di Indonesia. Peraturan perundang-undangan membuat faktor wilayah dari
pembentuk wawasan nusantara. Selain itu, dengan adanya konsep kepulauan, lautan di Indonesia
membuat pulau-pulau menjadi satu kesatuan dan bukan sebaliknya yaitu memisahkan pulau-
pulau. Agar kesatuan dan persatuan dapat dibentuk, diberlakukanlah peraturan perundang-
undangan.
c. Peranan Pemerintah
Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik dan pemerintahan akan menciptakan iklim
penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut hanya dapat diwujudkan jika wujud
dari pemerintah baik dan terpercaya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat. Sehingga pemerintah
di sini merupakan wujud kedaulatan rakyat paling utama dimana mereka adalah sosok yang
mampu mengemban negara menuju tujuan nasionalnya. Dalam hal ini termasuk juga kekuatan
bagi negara (pemerintah) dalam menciptakan sistem pertahanan dan keamanan untuk menjaga
kesatuan negara republik Indonesia. Pertahanan dan keamanan sebagai landasan konsepsional
NKRI tertuang dalam ketahanan nasional. Ketahanan nasional yang baik akan mendukung
pembangunan nasional sehingga tujuan negara tercapai.
d. Wawasan Nusantara sebagai Prinsip yang Mendasari Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Dengan Wawasan Nusantara, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka
kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Manusia Indonesia juga
merasa berada dalam satu kesatuan, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta
mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.

2.8 Contoh Kasus di Indonesia dalam Kaitannya dengan Wawasan Nusantara terutama
Persatuan/Kesatuan
a. Dua orang terduga teroris tewas dalam peristiwa penembakan di Poso
Tim gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam operasi Tinombala terlibat baku tembak
dengan terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (22/3/2016) pagi. Dua orang terduga
teroris tewas dalam peristiwa tersebut. Jam 10.00 WITA tadi, terjadi kontak tembak dan dua
orang tidak dikenal itu tewas di sana. Baku tembak terjadi di Sektor IV, dekat Napu.
Peran pemerintah terutama satuan pertahanan dan keamanan berupa TNI dan Polri sangat besar
dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini terutama untuk mewujudkan ketahanan
nasional yang menjadi landasan konsepsional negara Republik Indonesia. Dalam kasus di atas
TNI-Polri melakukan tugasnya dengan baik, untuk mengamankan negara dari Terorisme. Hal ini
berarti sejalan dengan tujuan nasional yang utama yaitu untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kelemahan yang terjadi adalah jika sebenarnya
orang yang ditembak bukan teroris dan proses pencarian terhambat. Ini karena ternyata Santoso
diyakini berada di pedalaman hutan untuk bersembunyi. Tewasnya kedua orang bukan berarti
mendekatkan tim untuk menangkap Santoso. Ini berarti jika para petugas pertahanan dan
keamanan lalai atau lengah dalam menjalankan tugasnya, keadaan menjadi kacau dan kesatuan
negara pun rawan patah. Dari sini juga dapat terlihat bahwa teroris yang hadir adalah salah satu
perwujudan dari penolakan akan kesatuan dan persatuan karena merupakan suatu pemberontakan
yang memecah belah NKRI.
b. Evaluasi Kinerja Densus 88 Diusulkan Dibahas dalam Revisi UU Terorisme
Hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
menemukan beberapa indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror
88 Polri saat melakukan penindakan. Kontras mengusulkan agar evaluasi kinerja Densus 88
dibahas dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Terorisme. Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia dalam
konferensi pers di Sekretariat Kontras, Jakarta, Sabtu (26/3/2016) mengatakan bahwa pihak
kontras mendesak agar pemerintah dan DPR yang membahas RUU Terorisme, juga membahas
soal evaluasi kinerja Densus 88.
Undang-undang sebagai alat tata hukum negara hendaknya diatur dengan baik. Maka perihal
revisi UU Terorisme yang mengevaluasi kinerja Densus 88 agar sesuai prosedur hukum yang
berlaku seharusnya mendapat sambutan baik. Pada masalah ini densus 88 bertindak sebagai alat
pemerintahan untuk mengamankan negara dari terorisme. Pengawasan terhadap alat pertahanan
negara yang kurang serta undang-undang yang tidak mengatur kinerja mereka justru berdampak
akan retaknya persatuan di negara Indonesia sehingga apa yang diperjuangkan menuju tujuan
nasional tidak tercapai. Setiap manusia dalam hal ini warga sipil sudah sepantasnya mendapat
perlindungan HAM, bukan mendapat ancaman yang menyebabkan ketakutan berkepanjangan.
Pihak Detasemen 88 juga hendaknya melindungi rakyat dan bukan sebaliknya menjadi terror dan
ancaman bagi rakyat itu sendiri. Dari sini dapat terlihat bahwa setiap peraturan perundang-
undangan merupakan alat tata negara yang hendaknya disusun dengan baik agar semua
komponen berjalan dengan baik.
c. Kontras: Densus 88 Langgar Hukum dalam Kasus Siyono
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan
adanya indikasi pelanggaran administrasi yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri,
dalam kasus penangkapan Siyono. Densus 88 melanggar hukum acara pidana, Tidak ada surat
dari Densus kalau penangkapan itu sah, tidak ada surat penangkapan, apalagi surat
penggeledahan. Siyono adalah seorang terduga teroris di Klaten, Jawa Tengah. Menurut Kepala
Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan, Siyono sempat menyerang polisi di mobil.
Pergulatan itu yang menyebabkan Siyono meninggal dunia. Menurut Wira, saat Siyono ditangkap
pada 8 Maret 2016, anggota Densus tidak menunjukkan surat penangkapan dan penahanan.
Kemudian, saat melakukan penggeledahan di kediaman Siyono, anggota Densus juga tidak
menunjukkan surat penggeledahan. Wira mengatakan, penangkapan yang tidak jelas tersebut
menyulitkan keluarga untuk meminta bantuan hukum. Selain itu, orangtua Siyono juga
diintimidasi untuk menandatangani surat yang berisi pernyataan bahwa keluarga tidak akan
menuntut dan melakukan upaya hukum.

Ketaatan terhadap hukum Indonesia masih sulit dicapai baik dari warga sipil maupun aparat
pemerintahan. Hal ini bisa disebabkan dua faktor: lemahnya hukum dan pengawasannya akibat tidak
ada pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur, ataupun kesadaran pribadi yang rendah
dalam menaati hukum tersebut. Dalam kasus ini lagi-lagi Densus 88 juga tidak melakukan tugasnya
secara benar. Terjadi penangkapan, penggeledahan dan penahanan secara tidak benar/di luar prosedur.
Penangkapan teroris bukan hanya bertujuan untuk menghapus ancaman-ancaman yang terdapat di
negara kita, tetapi juga menjamin keadilan dalam persatuan. Makna keadilan di sini yaitu penghargaan
terhadap HAM dan kesamaan warga negara di dalam hukum. Artinya setiap warga negara berhak atas
hukuman yang sesuai dengan tindakan pidananya. Hukuman tersebut bukan menjadi penghalang bagi
HAM tersebut untuk ditegakkan tetapi justru menguatkan HAM. Hukuman mati dalam hal ini tidak
diizinkan karena prosedur yang diberikan tidak tepat dan tidak sebanding dengan perbuatan yang
dilakukan. Kendati memegang kendali atas keamanan, para petugas pemerintahan hendaknya
mengikuti prosedur yang sesuai yaitu misalkan dengan memberikan surat tersangka. Selain itu,
terlepas dari kesadaran pribadi beberapa aturan yang menyangkut pertahanan dan keamanan perlu
dievaluasi dan direvisi kembali agar keadilan dan persatuan sesama warga negara terjamin.

2.9 Hubungan Wawasan Nusantara dengan Otonomi Daerah


Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah
nasional. Pandangan untuk tahap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah ini
merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan. Wawasan nusantara juga
mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem budaya,
dan sistem pertahanan keamanan dalam lingkup negara nasional Indonesia. Cerminan dari
semangat persatuan itu diwujudkan dalam bentuk negara kesatuan. Namun demikian semangat
perlunya kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan sampai menimbulkan negara
kekuasaan. Negara menguasai segala aspek kehidupan bermasyarakat termasuk menguasai hak
dan kewenangan yang ada di daerah-daerah di Indonesia. Tiap-tiap daerah sebagai wilayah
(ruang hidup) hendaknya diberi kewenangan mengatur dan mengelola sendiri urusannya dalam
rangaka mendapatkan keadilan dan kemakmuran. Oleh karena itulah, dalam
menyelenggarakan pemerintahannya Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas
desentralisasi, bukan sentralisasi. Desentralisasi artinya, penyerahan urusan pemerintah dari
atas kepada pemerintah di bawahnya untuk menjadi urusan rumah tangganya. Negara Kesatuan
dengan sistem desentralisasi dalam penyelenggaran pemerintahan memberikan kesempatan
dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan kekuasaan. Kekuasaan terbagi antara
pemerintah pusat dan daerah. Daerah memiliki hak otonomi untuk menyelenggarakan
kekuasan. Desentralisasi inilah yang menghasilkan otonomi daerah di Indonesia.

Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan
potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh
daerahnya. Dengan demikian, tidak ada kecemburuan dan ketidakadilan yang terjadi antara
pemerintah pusat dengan daerah. Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya
persatuan bangsa dan keutuhan wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan
bangsa dan keutuhan wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan
pembangunan. Wawasan Nusantara juga mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan – keamanan dalam lingkup
negara nasional Indonesia.
Adapun masalah – masalah yang ditimbulkan dari adanya otonomi daerah ini, antara lain :
 Pembagian Urusan
Contoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijikan pusat untuk daerah (FTZ).
Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan yang saling
tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan pusat yang akhirnya
tidak bisa diterapkan di daerah. Salah satu sebab itu adalah pusat tidak memahami keadaan
yang terkini yang dialami daerah. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum
maksimalnya pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan
dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian
urusan antara daerah dan pusat tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep
aturan daerah harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat
membuat aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak
bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun
aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah. Bila perlu pemerintah pusat
hanya memiliki tugas sebagai pemeriksa dan menyetujui konsep yang diusul oleh daerah.

2.9.2 Pelayanan Masyarakat


Pada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki
sumber informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan sumber daya pada
Pemerintah Pusat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem kepegawaian yang masih
tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan wewenang dalam mengelola
Sumber Daya Manusianya sesuai dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu
daerah. Sehingga pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.
2.9.3 Lemahnya Koordinasi Antarsektor dan Daerah
Koordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu
kerja bersama yang operasional sifatnya tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan. Dua
hal ini memang tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai lembaga
yang memproduksi peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif koordinasi dalam
penyusunan peraturan perundangan akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang
sistematis dan tidak bertubrukan satu sama lain. Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan
sebagai Badan Eksekutif Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai
Badan Legislatif Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan
Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun sangat terasa di Pusat. Kesan
memposisikan diri lebih kuat, lebih tinggi dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan
oleh masyarakat luas. Ada tiga hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan
eksekutif dalam menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak.
Pola pikir yang harus sama adalah, kita sadar terhadap apa yang harus kita pertahankan, kita
upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta berbagai upaya untuk memajukan dan
mencapai tujuan bangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap elemen bangsa mempunyai
kemampuan dan kontribusi seberapapun kecilnya. Dan pola tindak yang komprehensif,
terkordinasi dan terkomunikasikan.

2.9.4 Pembagian Pendapatan


UU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu berbeda dengan paradigma
lama, maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya, sesuai dengan
bunyi pasal 8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang mengeluh tentang tidak
proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima, baik oleh Daerah Propinsi
maupun Daerah Kabupaten/Kota. Banyak daerah yang DAU-nya hanya cukup untuk
membayar gaji pegawai daerah dan pegawai eks kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah.
Disamping itu, kriteria penentuan bobot setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah kurang
transparan. Kriteria potensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya kurang representatif
secara langsung terhadap pembiayaan daerah. Dengan demikian perhitungan DAU yang
transparan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan
keuangan terutama pasal – pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor
penyeimbangan, kiranya perlu ditata kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya
Alam (SDA) dirasakan kurang mengikuti prinsip – prinsip pembiayaan yang layak yang sejalan
dengan pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti
halnya dalam paradigma lama, melalui paradigma baru pun bagian daerah selalu jauh dari
Sumber Daya Alam yang kurang potensial (seperti : perkebunan, kehutanan, pertambangan
umum dan sebagainya), sedangkan disektor minyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil.
Bagian bagi hasil di bidang ini perlu diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian
yang proporsional sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi
dan eksploitasi SDA tersebut.

2.9.4 Anatisme Daerah (Ego Kedaerahan)


Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau dimanapun,
karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan terhadap daerah – daerah
lain. Contoh pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah kabupaten Anambas
dalam penerimaan CPNS. Bagi pelamar CPNS minimal mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan
oleh disdik kabupaten. Anambas baik SD, SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
terlalu egoisnya suatu daerah yang mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS
dalam mengembangkan daerahnya sendiri sehingga untuk warga daerah lain tidak
diberikan peluang untuk menjadi CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi
warga Anambas karena dapat mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang
membuka tempat – tempat kos ). Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak
terlalu egois dalam penerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari
Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah tersebut dan membuka
peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skill serta pengetahuan mereka dalam
berkompetensi untuk bersaing demi kebaikan dan memajukan daerah tersebut. Hal ini juga
dapat meningkatkan pendapatan untuk penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian
sebagai pedagang dan yang memiliki rumah – rumah kos. Jika dibandingkan dengan adanya
fanatisme.

2.9.5 Disintegrasi
Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional
dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek ke egoisan suatu
kelompok masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur
kepentingan – kepentingan kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau
kecemburuan terhadap kelompok – kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama
sehingga dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai
pertikaian dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya : GAM, RMS, dan lain-lain.
Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam
mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang 1 dengan yang lain yang dapat menimbulkan
pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi
memajukan daerah atau negara yang kita cintai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang
dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan
orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/daerah. Sedangkan Fungsi Wawasan
Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala
kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara di tingkat
pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan
berbangsa.

2. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah). otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta
aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di
daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

3. Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan mendapatkan
potensi sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi daya dukung yang dimiliki oleh
daerahnya. Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah nasional. Pandangan untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah ini merupakan modal berharga dalam melaksanakan pembangunan.

3.2 Saran
Dengan adanya wawasan nusantara, kita harus dapat memiliki sikap dan perilaku yang
sesuai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Berkaitan juga
dengan otonomi daerah, sebaiknya kita mendukung program program pemerintah yang
bertujuan untuk pembangunan daerah agar menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai