PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010). Trauma adalah penyebab kematian
terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan
16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di
amerika.
Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat diperkirakan 12
penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma
toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang
memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan
sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan
adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan
trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%,
Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu
lintas atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara
juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang
luka akan mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak
merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari
trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%).
Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang dengan trauma thoraks lebih tinggi
(15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma
thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari
pengolahan trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi
dan control hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga
dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam
thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah
Trauma thoraks.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
b. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks.
c. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
Fraktur Costa
Paru
Kolap paru
pneumothorax pneumothorax Syok Hipovolemik
hipoksia
Akumulasi Sekret
Hambatan
Gagal nafas mobilitas fisik Pemasangan
Sumbatan Jalan WSD
Nafas
Thorakdrains
bergeser
Merangsang reseptor
nyeri pada periver kulit
Kerusakan integritas
kulit
5. Manifestasi klinis
a. nyeri pada tempat trauma, bertambaah pada saat inspirasi
b. Pembekakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi
c. Pasien menahan dada dan bernafas pendek
d. Dyspenea,takipenea,
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis
i. Batuk mengeluarkan Sputum Bercak darah
j. Hypertympani pada perkusi diatas daerah yang sakit
k. Ada jejas pada Thorax
l. Peningkatan vena sentral yang ditunjukan oleh distensi vena leher
m. Bunyi mufile pada jantung
6. Permeriksaan Diagnostik
a. Radiologi : fotothoraks (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma thoraks. Pemeriksaan klinis harus selalu di hubungkan dengan
hasil pemeriksaan fotothoraks. Lebih dari 90% kelainan dapat terdeteksi hanya
dari pemeriksaan fotothoraks.
b. Gas darah arteri (GDA) dan (PH)
Gas darah dan ph di gunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
di pakai untuk menilai keseimbangan asam basah dalam tubuh, kadar oksigen
dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah
Pemeriksaan analisa gas darah di kenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang di lakukan melalui gas
darah arteri,. Lokasi pengambilan darah yaitu arteri radialis, arteri branchialis,
arteri femoralis. Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya di lakukan untuk
pencegakan diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat di
lakukan dalam rangka pemantauan hasil/respon terhadap pemberian
terapi/intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang
tidak normal baik asidosis maupun alkaliosis, respiratoei maupun metabolik.
Dari pemantauan yang di lakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH dapat di
ketahui, ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum/tidak
terkompensasi
c. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa dalam trauma tumpul
thoraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya
retrosternal hematoma serta cidera pada vetebra thorakalis dapat di ketahui
dari pemeriksan ini adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan thoraks
foto dapat di pertegas dengan pemeriksaan ini sebelum di lakukan ortografik.
d. Ekokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esofagus. Hemoperikardium,
cidera pada esofagus dan aspirasi, adanya cidera pada dinding jantung ataupun
sekat serta katup jantung dapat di ketahui segera. Pemeriksaan ini bila di
lakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaanya meliputi 90% dan spesivitas
hampir 96%.
e. EKG (elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul thoraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
abnormalitas kegombang EKG yang persistem, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukan kemungkinan adanya kontusi
jantung hati-hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipontensi gangguan EJG menyerupai keadaan seperi kontusi jantung.
f. Aniografi
Gold standar untuk pemeriksaan aorta thorakalis dengan dugaan
adanya cidera aorta pada tumpul thoraks. :
1) menyatakan darah/cairan serosa nguinosa.
2) Hb (Hemoglobin) mengukur status dan resiko pemenuhan kebutan
oksigen jaringan tubuh.
7. Pemeriksaan penunjang
a. X– foto Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral )
b. Diagnosis Fisik : Bila Pneumothoraks < 30 % atau Hemathoraks sedang (300)
c. drainase cavum pleura dengan WSD ,dianjurkan untuk melakukan drainase
dengan continus suction unit
d. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
e. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari
800 cc segera thorakotomi
8. Komplikasi
a. Tension penumototrax
b. Penumotoraks bilateral
c. Emfiema
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada
dan gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
f. Pengobatan terakhir.
g. Pengalaman pembedahan.
3. Pengkajian Primer
a.AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala kinis
yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan
cidera laring yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat
menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi dari sendi
sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway atas.
Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda
perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan
menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan
trauma ini paling baik dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan
intubasi endotracheal.
b. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing
dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan
dinilai dengan diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari
trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada
pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis
adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.
c. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya.
Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui
inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok
dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax.
Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia
harus dicurigai adanya trauma miokard.
1) Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang pada
dinding dada ini sehingga open pneumothorax menjadi closed pneumothrax
(tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila
selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka usaha
menutuo lubang ini secara total (occlusive dressing) dapat mengkibatkan
terjadinya tension pneumothorax. Dengan demikian maka yang harus
dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya,
sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi
zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus
sering dievaluasi paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax
maka kasa harus dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai
ukuran.
2) Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi
“needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang
interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan
selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan
misaxillaris.
3) Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke
rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang harus
dilakukan adalah penggantian volume darah yang dilakukan bersama dengan
dekompresi rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila didapatkan
kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus menerus
200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.
4) Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian
analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat
kerusakan perenkim paru mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan. Di
rumah sakit akan dipasang respirator apabila analisis gas darah menujukkan
pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
5) Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita
temponade jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk dilakukannya
resusitasi. Metode yang cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah
dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan jarum
besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitif adalah
dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.
4. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas istirahat
1.) Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
1.) Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
1.) Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
1.)Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
1.) Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,
tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
2.) Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan
wajah.
f. Keamanan
g. Penyuluhan/pembelajaran
1.) Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien
dapat ditanggulangi atau dikurangi
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan kriteria
No Dx Intervensi Rasional
hasil
1 Dx Setelah diberikan a. Kaji faktor penyebab dari a. Deteksi dini untuk
1 asuhan keperawatan situasi/keadaan memprioritaskan
selama (…x..) jam individu/penyebab penurunan intervensi, mengkaji status
diharapkan dapat perfusi jaringan neurologi/tanda-tanda
b. Monitor GCS dan
mempertahankanper kegagalan untuk
mencatatnya
fusi jaringan dengan menentukan perawatan
c. Monitor keadaan umum
KH : kegawatan atau tindakan
pasien
a. Tanda-tanda vital d. Berikan oksigen tambahan pembedahan
b. Menganalisa tingkat
dalam batas sesuai indikasi
e. Kolaborasi pengawasan hasil kesadaran
normal
c. Memberikan informasi
b. Kesadaran pemeriksaan laboraturium.
tentang
meningkat Berikan sel darah merah
c. Menunjukkan derajat/keadekuatan perfusi
lengkap/packed produk darah
perfusi adekuat jaringan dan membantu
sesuai indikasi
menentukan keb.
intervensi.
d. Memaksimalkan transport
oksigen ke jaringan
e. Mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan
pengobatan /respons
terhadap terapi
2 Dx 2 Setelah diberikan a. membrikan posisi yang a. Meningkatkan inspirasi
asuhan keperawatan nyaman, biasanya dengan maksimal, meningkatkan
selama(…x…) jam peninggian kepala tempat ekspansi paru dan ventilasi
diharapkan tidur. Balik ke sisi yang sakit. pada sisi yang tidak sakit.
dapatmempertahanj Dorong klien untuk duduk
alannafaspasienden sebanyak mungkin. b. Distress pernapasan dan
b. observasi fungsi
gan KH : perubahan pada tanda vital
pernapasan, catat frekuensi
a. Mengalami dapat terjadi sebgai akibat
pernapasan, dispnea atau
perbaikan stress fisiologi dan nyeri
perubahan tanda-tanda vital.
pertukaran gas-gas atau dapat menunjukkan
c. Jelaskan pada klien bahwa
pada paru. terjadinya syock
tindakan tersebut dilakukan
b. Memperlihatkan
sehubungan dengan
untuk menjamin keamanan.
frekuensi
d. mempertahankan perilaku hipoksia.
pernapasan yang tenang, bantu pasien untuk c. Pengetahuan apa yang
efektive. kontrol diri dnegan diharapkan dapat
c. Adaptive
menggunakan pernapasan mengurangi ansietas dan
mengatasi faktor-
lebih lambat dan mengembangkan
faktor penyebab.
dalam.Perhatikan alat bullow kepatuhan klien terhadap
drainase berfungsi baik, cek rencana teraupetik.
d. Membantu klien
setiap 1 – 2 jam
mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ ansietas.
e. Mempertahankan
tekanannegatif intrapleural
sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi
paru optimum/drainase
cairan
3 Dx 3 Setelah diberikan a. Jelaskan klien tentang a. Pengetahuan yang
asuhan keperawatan kegunaan batuk yang efektif diharapkan akan
selama (…x…) jam dan mengapa terdapat membantu
diharapkanjalannafa penumpukan sekret di saluran mengembangkan
spasien normal Pernapasan kepatuhan klien terhadap
b. Ajarkan klien tentang metode
dengan KH : rencana teraupetik
yang tepat pengontrolan batuk. b. Batuk yang tidak
a. Menunjukkan
c. Auskultasi paru sebelum dan
terkontrol adalah
batuk yang efektif.
sesudah klien batuk.
b. Tidak ada lagi melelahkan dan tidak
d. Dorong atau berikan
penumpukan efektif, menyebabkan
perawatan mulut yang baik
sekret di sal. frustasi
setelah batuk
c. Pengkajian ini membantu
Pernapasan e. Kolaborasi dengan tim
c. Klien tampak mengevaluasi keefektifan
kesehatan lain Pemberian
nyaman. upaya batuk klien
antibiotika atau expectorant
d. Hiegene mulut yang baik
meningkatkan rasa
kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
e. Expextorant untuk
memudahkan
mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas
pengembangan parunya
D. Implementasi Keperawatan
1. Dx 1 Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
a. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi
jaringan
b. Memonitor GCS dan mencatatnya
c. Memonitor keadaan umum pasien
d. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
e. Mengkolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah
merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi
2. Dx 2 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
a. Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
b. Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
c. Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
d. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
e. Membantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam
f. Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
3. Dx 3 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
a. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
b. Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
c. Mengajarkan Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
d. Memberikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
e. Memberikan antibiotika atau expectorant
4. Dx 4 Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
a. Membantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive
b. Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan memberikan posisi
yang nyaman
c. Meningkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
d. Berkolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
e. Mengobservasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya
5. Dx 5 Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
a. Memonitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
d. Berkolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Berkolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
6. Dx 6Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
a. Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
b. Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
c. Memantau peningkatan suhu tubuh
d. Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas
e. Berkolaborasitindakansepertimelakukan debridement
7. Dx 7 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
a. Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
b. Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
c. Mengajarkan pasien dalam hal penggunaan alat bantu
d. Mengajarkan pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
e. Berkolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
8. Dx 8 Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
a. Memantau tanda-tanda vital
b. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
c. Melakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse atupun Bullow
draignase
d. Berkolaborasi untuk pemberian antibiotic
e. Mengobservasi keadaan Luka
9. Dx 9 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang di derita.
b. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
c. Meminta klien / keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan
d. Mendiskusikan pentingnya melihat ulang mengenai pengobatan secara
teratur
e. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Kesadaran meningkat
3. Klien tampak nyaman.
4. Nyeri berkurang
5. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
6. Pasien tidak gelisah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang pasien yang bernama Tn. A berusia 32 tahun diantar ke UGD oleh ambulance pada
tanggal 8 november 2019 karena mengalami kecelakaan, mobilnya menabrak truk yang
sedang berhenti. Saat itu ia tdak menggunakan sabuk keselamatan. Dadanya membentur stir
mobil. Saat dikaji Tn. A mengeluh sesak nafas dan pasien tampak menggunakan otot bantu
napas, nyeri saat bernapas,nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 4
sehingga pasien tampak sesekali menutup mata pada saat bernapas, tampak lebam pada dada,
lebam lebih hitam di area kanan, pergerakan dada kanan tertinggal dari dada kiri sehingga
gerakan dada tidak simetris. Pada auskultasi dada kanan lebih redup dari dada kiri, terdapat
hematopneumothorax kanan.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN:
A.Data Umum
1. Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Agama : Islam:
Pekerjaan ; Wiraswasta
2. Penanggung jawab
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Alamat : Andounohu
B. Pengkajian Kesadaran
1. GCS
E : pasien membuka mata jika diberi rangsangan verbal oleh tim medis.
M : pasien mampu mengangkat tangan saat diberi rangsangan nyeri oleh tim medis
V : Pasien mampu diajak berkomunikasi tapi hanya mengeluarkan kata-kata saja
bukan kalimat yang jelas
2. Pupil : tampak mengecil
C. Primary survey
4. Disability
a. Gangguan motorik : tidak ada gangguan motorik karena pasien mampu
merangsang nyeri dari tim medis
b. Gangguan sensorik : tidak ada gangguan sensorik karena pasien masih
mampu diajak berkomunikasi.
D. Secondary survey
a. Pekerjaan : wiraswasta
a. Lama tidur : klien mengatakan tidur siang selama 2 jam dan tidur
malam 7 jam.
Profokatif : nyeri
4. Nutrisi
6. Oksigenasi
a. Sesak nafas : ya
b. Frekuensi : 16x/menit
g. Sputum : Tidak
h. Nyeri dada : ya
i. Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada : klien mengatakan suka
mendengarkan lagu-lagu yang ia senangi.
6.Eliminasi fekal
a. Frekuensi : 4-5x/minggu
c. Warna : kekuningan
7. Eliminasi urin
a. Frekuensi : 6-7x/hari
Psikologi :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini : klien tampak murung dan ia
mengatakan tidak bisa berkata-kata setelah mengalami masalah ini.
Cara mengatasi perasaan tersebut : klien hanya bisa bercerita dengan orang-
orang terdekatnya.
Sosial:
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai : klien mengatakan tidak suka jika
ada tetangga yang mengadakan acara namun dengan suasana yang terlalu
ribut/menganggu jam tidur tetangga yang lain.
Budaya :
Spiritual :
E. Riwayat kesehatan :
1. Kepala
Hidung : tidak ada pembengkakan pada lubang hidung, tidak ada sumbatan pada
hidung.
Telinga : bentuk telinga simetris, tidak ada benda asing dan pendarahan pada
telinga
Mulut : tidak ada luka pada mulut, tidak sianosis, tidak ada bercak-bercak putih
pada lidah, tidak ada kelainan pada mulut, tidak ada pembesaran tonsil.
2.Dada :
Inpeksi : gerakan dada tidak simetris
3.Abdomen :
5. Ekstermitas : tidak ada kelainan pada extremitas atas dan extremitas bawah.
Phatway trauma dada
Fraktur Costa
Paru
Proses Inflamasi
Kerusakan
Jaringan
Paru
Nyeri Hipertermia
Kolap paru
G3 Oksigenasi
Pernapasan
G3 Ekspansi Hambatan Terbatas
paru Hipoksia Mobilitas Fisik Kerusakan Integritas
di Tempat Tidur Jaringan
Ketidakefektifan
Pola Napas
P : Nyeri
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : dada
S : skala nyeri 4
DO :
- Pasien tampak
sesekali menutup
mata pada ssat
bernapas.
- Klien mengeluh
sesak napas
DO :
- Klien tampak
menggunakan
otot bantu napas
- RR : 16x/menit
- Pergerakan dada
tidak simetris
- Aktivitas klien
dibantu oleh
keluarga dan
terjadi di tempat
tidur
- TD : 120/90
MmHg
DO :
- Tampak lebam
pada dada,
lebabam lebih
hitam di area
kanan
- Suhu : 38ºc
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik ditandai dengan nyeri saat bernafas
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d nyeri ditandai dengan klien tampak menggunakan otot
bantu nafas
3. Hambatan mobilitas ditempat tidur b/d fisik tidak bugar ditandai dengan aktivitas
klien dibantu oleh keluarga dan terjadi ditempat tidur
4. Kerusakan integritas kulit b/d hipertermia ditandai dengan adanya peningkatan suhu
tubuh dan tampak lebam pada dada
INTERVENSI KEPERAWATAN
5. Evaluasi bersama
pasien dengan tim
kesehatan lainnya
mengenai efektifitas
tindakan
pengontrolan nyeri
yang perna digunakan
sebelumnya.
6. Ajarkan penggunaan
teknik non
farmakologi
(misalnya terapi
aktifitas, bermain,
dan musik)
2. Berikan
pelembap yang
hangat disekitar
area lebam
untuk
meningkatkan
perfusi darah
dan suplai
oksigen
3. Berikan salep
jika dibutuhkan
4. Gunakan alat-
alat pada tempat
tidur untuk
melindungi
pasien
5. Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai
perawatan pada
daerah lebam.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi
keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti
bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi -
VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction.
Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-
keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada tanggal 02
Januari 2019
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika