Anda di halaman 1dari 20

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

TUGAS FINAL GEODINAMIK


AKTIFITAS TEKTONIK DI SULAWESI BARAT (LENGAN
SELATAN) DAN SELAT MAKASSAR

OLEH :
RAHMAWATI DALLE
F 121 16 094

PALU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tugas Geodinamika yang berjudul “Aktifitas Tektonik di
Sulawesi barat (Lengan Selatan) dan Selat makassar”

Selama penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan dan


bantuan dari berbagai pihak. Dengan perasaan penuh terima kasih penulis
memohon doa kehadirat-Nya, semoga seluruh pihak yang telah membantu penulis
mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan


laporan ini tidak terlepas dari keterbataan, kekurangan, dan kesalahan. Karenanya
penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak,
sehingga dapat berguna bagi orang banyak.

Semoga apa yang dilakukan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
bernilai ibadah disisi Allah SWT. Aamiin.

Palu, Desember 2019

RAHMAWATI DALLE

F 121 16 094
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pulau Sulawesi terletak di antara pertemuan 3 lempeng besar yaitu


lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Ketiga
lempeng tersebut saling bertumbukan di bagian garis khatulistiwa sehingga
mengakibatkan wilayah tengah Pulau Sulawesi dan sekitarnya menjadi salah
satu wilayah yang memiliki kondisi geologi sangat komplek. Selain itu,
tumbukan yang terjadi menyebabkan ketidakstabilan tektonik di berbagai
daerah Sulawesi dengan adanya gejala geologi berupa terbentuknya beberapa
sesar aktif yang disinyalir dapat menimbulkan suatu bencana geologi

Proses tumbukan keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau Sulawesi


memiliki empat buah lengan dengan proses tektonik yang berbeda-beda
membentuk satu kesatuan mosaik geologi. Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai
sesar seperti; sesar Palu-Koro, sesar Poso, sesar Matano, sesar Lawanopo, sesar
Walanae, sesar Gorontalo, sesar Batui, sesar Tolo, sesar Makassar dan lain-lain,
dimana berbagai jenis batuan bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi
sangat rumit. Pada bagian utara pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi utara
yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera dari laut Sulawesi, sedangkan di
bagian tenggara Sulawesi terdapat sesar Tolo yang merupakan tempat
berlangsungnya subduksi antara lengan tenggara Pulau Sulawesi dengan bagian
utara laut Banda, dimana kedua struktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar
Palu-Koro dan Matano. Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar
yang memisahkan bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang merupakan
bagian lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai
samudera pada masa Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen
benua yang berpindah karena strike-slip faults dari New Guinea.

1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
Untuk mengetahui Aktifitas Tektonik di Sulawesi barat (Lengan Selatan) dan
Selat makassar
1.3. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yaitu dengan menggabungkan antara geologi
regional hasil peneliti terdahulu seperti data struktur dan tektonik regional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Geodinamika
Apakah geodinamika itu, Geodinamika adalah studi tentang
proses-proses dasar fisika untuk memahami lempeng tektonik dan
berbagai fenomena geologi (Turcotte dan Schubert, 2002). Melalui
pendekana-pendekatan di dalam geodinamika, dapat diketahui segala
aspek yang berkaitan dengan proses dinamis pada lapisan lapisan bumi.
Terutama menyangkut tentang lempeng litosfer. Proses-proses yang
berkaitan dengan lempeng litosfer sangat penting untuk diketahui agar
teori-teori mengenai proses dinamis pada kerak bumi dapat selaras dan
dengan pendekatan-pendekatan yang ada, dapat pula dipahami tentang
proses pembentukan berbagai bentuk topografi di kerak bumi.
Lempeng tektonik menjadi pembahasan yang cukup masif di dalam
geodinamika. Lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar
dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak
relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan
dengan derajat puluhan milimeter per tahun.

2.2 Proses Pada Perbatasan Lempengan Tektonik

Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa


lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang
mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas.Lapisan terluar bumi kita
terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras. Oleh karena itu, maka lempeng
tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Gerakan
ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang.Teori
Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah
berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami,
dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung,
benua, dan samudra.
Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun
kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi
(earth’s mantle).Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini
dinamakan litosfer.Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding
kepadatan pada kerak benua.Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak
samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).

Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang


memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung
berapi dan pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan
kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental
Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading).

Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang


satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen,
konvergen, dan transform

Gambar : Perbatasan lempeng tektonik


1. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai
(break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer
menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra,
proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading).
Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya
lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng
yang saling menjauh tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic
Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal,
membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi
Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

Gambar : Batas diveergen lempeng tektonik

2. Batas Konvergen
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah
kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu
sama lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu lempeng
samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain
disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman
inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan
parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
Zona konvergensi ant dua lempeng adalah zona deformasi,
pembentukan pegunungan, dan aktivitas metamorfose. Jika lempeng
penahan berupa kerak benua, proses kompresi mengakibatkan perbatasan
lempeng meng- alami deformasi menjadi jalur pegunungan lipatan dan
akar pegunungan yg dlm mengalami proses metamor- fose. Zona
konvergensi biasanya ditandai oleh palung laut dalam dan gerakan
penunjaman (subduksi) lempeng shg membangkitkan aktivitas seismik yg
tinggi.
Gambar : Batas konvergen tektonik lempeng

Ditinjau dari lempeng-lempeng yang saling berhadapan, ada tiga jenis


perbatasan konvergen, yaitu:
a. Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak samudera,
b. Perbatasan konvergen antara kerak samudera dengan kerak benua,
c. Perbatasan konvergen antara kerak benua dengan kerak benua.

3. Batas Transform
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide
each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak
saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal
sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak
saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser.Umumnya, gerakan
ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun
terukur sebesar 0-15cm pertahun.Kadang-kadang, gerakan lempeng ini
macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang
berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik
tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan
mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.

Gambar : Batas Transform


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Geologi Sulawesi


Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North
Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang
merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah
(Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Mandala
timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur
Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-
Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang
merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-
slip faults dari New Guinea.

Gambar 2. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)


3.2 Geologi Regional Mandala Barat (West & North Sulawesi
Volcano-Plutonic Arc)
Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan
selatan pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-
plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia
mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan
bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang dari Buol sampai
sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai sekitar Makassar.
Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada
Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen -
Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih
bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur
Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut
diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang
berupa batolit, stok, dan retas.

3.3 Mandala Barat Bagian Barat

Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur


dari Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan
pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen,
menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal dari
Kalimantan.
Gambar 3. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)

Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian
barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Barru yang terdiri dari
batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama
dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan
tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks
Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks
yang lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-
sedimen di masa akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada
berada di bagian barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi
Balangbaru tidak selaras dengan basement kompleks, terdiri dari batuan sandstone
dan silty-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly sandstone dan breksi
konglomerat, sedangkan formasi Marada terdiri dari campuran sandstone,
siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru
berisi struktur khas sedimen aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding
dan indikasi turbidit. Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur
daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di daerah
Bantimala batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru disebut Langi.
Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi
trachy-andesit dengan sisipan limestone dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat
calc-alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik
merupakan hasil subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).

Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal


dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini
terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi
Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut marjinal ke laut
dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik
Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van
Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di bagian
barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di bagian
timur sesar Walanae selain singkapan kecil formasi limestone Tonasa.
Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi
Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone interbedded dengan batuan
vulkanik konglomerat, breksi, tufa, limestone dan napal. Berdasarkan teknik
foraminifera dating, usia formasi Salo Kalupang diyakini berkisar awal Eosen
sampai dengan akhir Oligosen. Formasi ini seusia dengan formasi Malawa dan
bagian bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah timur
sesar Walanae, yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam bentuk pillow
lava ataupun massive flows yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir dan
napal. Pegunungan Bone ditafsirkan 14
Sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan MORB,
dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone bioklastika dan butiran
packstones foraminifera planktonik.
Gambar 4. Peta Geologi Sulawesi Barat

Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak
di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat, lava dan tuf
interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan
vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-sisa
gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik berumur
akhir Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan
vulkanik Plio/Pliestocene gunung strato-volcano Lompobatang terletak paling
selatan daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini
terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika yang
tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi piroklastik. Pada pertengahan
Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan mencakup
formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan parsial mantel
atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan metasomatism.
Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di awal Miosen
dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga
disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua yang
mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi busur vulkanik.
Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi Tengah
berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal dari
batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan mantel
peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik (shoshonitic)
dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai dengan
perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras dengan
formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan berumur pertengahan
Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian Timur Sengkang Basin, pembentukan
Walanae dapat dibagi menjadi dua interval, yaitu interval yang lebih rendah yang
terdiri dari batuan mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian
atas yang lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan daerah
Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang disebut selayar
limestone, merupakan bagian formasi Walanae. Batuan selayar limestone terdiri
dari coral limestone, calcarenite dengan sisipan napal dan sandstone. Unit
karbonat ini diperkirakan berumur Miosen sampai dengan Pliosen. Hubungan
formasi Walanae dan Selayar limestone terdapat di Pulau Selayar. Terrace,
aluvial, endapan danau dan endapan pantai terjadi secara lokal di Sulawesi
Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai dengan terangkatnya
deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

3.4 Tektonik Selat Makassar


Untuk membahas tektonik Sulawesi Barat atau Lengan Selatan tidak dapat
dipisahkan dari sejarah tektonik Selat Makassar. Sampai saat ini memang masih
terjadi kontroversi tentang bukaan di selat Makassar, seperti dikatakan oleh
Bergman drr. (1996) yang menyatakan bahwa Selat Makassar ditafsirkan
merupakan cekungan daratan-muka (foreland basin) di kedua sisi dari Daratan
Sunda dan Lempeng Australia-Nugini, berbeda dengan penafsiran sebelumnya
yang menyatakan Selat Makassar merupakan hasil bukaan kerak samudera atau
pemekaran benua. Sementara Bergman drr. (1996) sendiri mengatakan bahwa
tumbukan benua – benua di sini terjadi pada Miosen, sementara beberapa
penulis lainnya seperti Situmorang (1982), Hall (1996), Moss drr. (1997),
Guntoro (1999), dan Puspita drr. (2005) menyatakan bahwa bukaan Selat
Makassar terjadi pada Eosen Tengah, meskipun mekanisme bukaan tersebut
masih kontroversi sampai kini. Bentuk pantai Sulawesi Barat juga mengandung
kemiripan dengan batas tepi Paparan Paternoster yang mengindikasikan bahwa
memang telah terjadi bukaan pada Selat Makassar.

Gambar 4. Citra DEM Selat Makassar

Sementara itu bukti yang mengatakan bahwa di Selat Makassar telah


terjadi tumbukan benua – benua pada Miosen, seperti dikatakan oleh Bergman
drr. (1996) adalah adanya fase kompresi yang ditunjukkan oleh adanya sesar
naik dan lipatan yang di selat sebelah timur mempunyai kecondongan (vergence)
ke barat, sementara di selat sebelah barat memiliki kecondondonga ke timur. Hal
tersebut dapat dilihat pada penampang – penampang seismik
Gambar 5. Pola struktur memotong Selat Makassar ditafsir dari data seismik Line 201.

Gambar 6. Penampang seismik di Selat Makassar bagian utara

3.5 Tektonik Sulawesi Barat (Lengan Selatan)


Untuk analisis struktur dan tektonik wilayah ini akan diambil daerah sampel
yang dianggap paling representatif karena kelengkapan data struktur dan
tektonik. Daerah tersebut adalah wilayah Propinsi Sulawesi Barat, yang meliputi
daerah Mamuju dan Majene di bagian barat, sampai daerah Palopo di bagian
timur. Di daerah ini terdapat dua lajur lipatan – sesar naik, yaitu Lajur Lipatan –
sesar naik Majene dan Lajur Lipatan – Sesar naik Kalosi. Di daerah ini juga
dijumpai pluton granit yang besar, kompleks ofiolit (Lamasi), serta batuan alas
malihan Pra-Tersier Latimojong. Berdasarkan data isotope Rb-Sr, Nd-Sm, dan
U-Pb, dan data geokimia unsur utama dan unsur jarang, batuan induk dari batuan
beku Miosen adalah himpunan kerak dan mantel litosfir berumur Proterozoik
Akhir sampai Paleozoik Awal yang terpanaskan dan meleleh karena tumbukan
benua–benua, dimana kerak benua yang berasal dari Lempeng Australia–Nugini
tertunjamkan dibawah ujung timur Daratan Sunda (Bergman drr., 1996).

Gambar : peta geologi sulawesi barat

Model tektonik ini menyatakan bahwa Selat Makassar ditafsirkan


merupakan cekungan daratan-muka (foreland basin) di kedua sisi dari Daratan
Sunda dan Lempeng Australia Nugini. Sementara itu, obdaksi kerak samudera
(Kompleks Lamasi) pra-Eosen ke Sulawesi Barat terjadi pada Oligosen Akhir
sampai Miosen. Busur magmatik Sulawesi Barat yang berumur Miosen Akhir
dianggap sebagai hasil tumbukan benua – benua , berbeda dengan model
sebelumnya yang menyatakan busur tersebut terkait dengan tumbukan kerak
samudera dengan benua, atau samudera dengan samudera. Daerah Majene-
Mamuju sampai Palopo dapat dibagi menjadi tiga domain tektonik utama yang
membujur utara – selatan. Ketiga domain tersebut mulai dari lajur lipatan – sesar
naik aktif, lajur vulkano-plutonik, dan lajur batuan ofiolit (Kompleks Lamasi).
Bukti dari wilayah daratan yang menunjukkan bahwacSelat Makassar
telah mengalami fase kompresi adalah ditemukannya lajur lipatan dan sesar-naik
di Sulawesi Barat, yaitu lajur lipatan dan sesar-naik Kalosi dan lajur lipatan dan
sesar-naik Majene di sebelah baratnya, yang kedua-duanya memiliki arah
kecondongan (vergence) ke barat, sementara di Kalimantan Timur dijumpai Lajur
lipatan dan sesar-naik Samarinda yang mempunyai kecondongan struktur ke arah
timur.
Pada Kapur, di sebelah timur Mandala Sulawesi Timur terdapat tunjaman
landai. Selama proses penunjaman Mandala Sulawesi Timur ini bergerak ke barat,
dan terjadi pengendapan tepi benua. Pada Kapur Akhir – Tersier Awal terjadi
tumbukan dengan Mendala Sulawesi Barat. Akibat tunjaman ini endapan tepi
kontinen termalihkan menjadi Kompleks Pompangeo dan Batugamping Malih;
dan terbentuk Sesar naik Poso serta Sesar naik Wekuji. Kemudian terjadi
tumbukan mikrokontinen yang merupakan pecahan Benua Australia dengan
Ofiolit mengakibatkan pengaktifan kembali tumbukan yang ada dan terbentuknya
Sesar Matano. Setelah tumbukan ini terjadi depresi Poso yang diakibatkan oleh
gaya pelepasan. Di bagian utara depresi diendapkan Formasi Poso dan Formasi
Puna, sedangkan di bagian selatan terbentuk Danau Poso.
Pada Eosen Tengah diduga terjadi bukaan Selat Makassar (fase ekstensi)
seperti dikemukakan oleh beberapa penulis, semetara pada Miosen hingga
sekarang terjadi fase kompresi yang mengakibatkan terjadinya lajur lipatan dan
sesar naik di Sulawesi Barat (lajur lipatan dan sesar naik Kalosi dan Majene) yang
memiliki arah kecondongan struktur ke barat, sementara di Kalimatan Timur
terbentuk lajur lipatan dan sesar naik Samarinda yang memiliki arah kecondonga
struktur ke timur.
Fenomena terdapatnya dua arah kecondongan struktur yang berlawanan ini
tergambar pula pada data seismik di Selat Makassar. Lempeng Australia-Nugini
tertunjamkan di bawah
ujung timur Daratan Sunda (Bergman drr., 1996). Model tektonik ini menyatakan
bahwa Selat Makassar ditafsirkan merupakan cekungan daratan-muka (foreland
basin) di kedua sisi dari Daratan Sunda dan Lempeng Australia-Nugini Sementara
itu, obdaksi kerak samudera (Kompleks Lamasi) pra-Eosen ke Sulawesi Barat
terjadi pada Oligosen Akhir sampai Miosen. Busur magmatik Sulawesi Barat
yang berumur Miosen Akhir dianggap sebagai hasil tumbukan benua – benua
(Bergman drr.,1996).
DAFTAR PUSTAKA
Bergman, S.C., Coffield, D.Q., Talbot, J.P., and Garrard, R.A. 1996. Tertiary
tectonic and magmatic evolution of western Sulawesi and the Makassar
Strait, Indonesia: evidence for Miocene continent-continent collision. In:
Hall, R., dan Blundell,D. (Eds.), Tectonic evolution of Southeast Asia. Geol.
Soc. of London, 106:391–429.

Bachri, S. dan Baharuddin. 2001. Peta Geologi Lembar Malunda-Majene,


Sulawesi, skala1:100,000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.

Djuri, Sudjatmiko, Bachri, S., dan Sukido. 1998. Peta Geologi Lembar Majene
dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi, skala 1:250.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Guntoro, A. 1999. The formation of the Makassar Strait and the separation
between SE Kalimantan and SW Sulawesi. J. Asian Earth Sci., 17:79–98.

Surono, 1998, Geology and origin of the southeast sulawesi Continental


Terrane,Indonesia, Media Teknik, No.3 Tahun xx.

Van Leeuwen, T. M., 1981, The geology of Southwest Sulawesi with special
reference to the Biru area, Spec. Publ. Nop. 2, 1981, pp.277-304.

Villeneuve , M., Gunawan, W., Cornee, J. J., Vidalet, O., 2002, Geology of the
central Sulawesi belt (eastern Indonesia), Int. J. Earth Sci. , 91, 524–537.

Anda mungkin juga menyukai