Anda di halaman 1dari 3

Anggota

1. Muhammad Firdaus (H2A019123)


2. Ekhtya Dharma Cahyono (H2A019124)
3. Adhe Dewa Sakti (H2A019125)
4. Zahwa Octri Muslimah (H2A019126)
5. Tahira Aura Raihan Budiarto Y. (H2A019127)

Referensi

1. Suwarni L. Monitoring Parental dan Perilaku Temen Sebaya Terhadap Perilaku


Seksual Remaja SMA di Kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2009
Agustus. 4(2). 127-133.
2. Rahayu N, Yusad Y, Lubis R M. Pengaruh Kegiatan Penyuluhan Dalam Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang
Seks Pranikah di SMA N 1 Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura. Gizi,
Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi. 2013.2(5). 1-8.
3. Widiyanto B, Purnomo, Sari A M. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja Terhadap Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual. Jurnal
Keperawatan Komunitas. 2013 November. 1(2). 101-107.
4. Rompas S, Karundeng M, Mamonto S F. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual di SMK
Fajar Bolaang Mongondow Timur. Prodi Ilmu Kperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. 2014.
5. Wijaya M K, Agustini N N M, Tisna G D, Pengetahuan, Sikap, dan Aktivitas Remaja
SMA Dalam Kesehatan Reproduksi di Kecamatan Bulelang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (KEMAS).2014 Juli. 10(1). 33-42.

Target pembaca

1. Remaja
2. Orang tua

Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual


2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja mengenai bahaya perilaku seksual terhadap
kesehatan reproduksi

Respon pembaca

Penulisan karya ilmiah populer ini agar remaja- remaja masa kini mengetahui bagaimana
pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan perilaku seksualitas sehingga remaja yang
sebelumya tidak peduli terhadap kesehatan reproduksi menjadi peduli menjaga kebersihan
organ reproduksi. Selain itu juga remaja menjadi mengerti dampak perilaku seksualitas
sehingga sebelumnya yang melakukan kegiatas seksualitas menjadi tidak melakukannya lagi.
HUBUNGAN KESEHATAN ORGAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL
REMAJA MASA KINI

Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health
Organization (WHO) sekitar seperlima daripenduduk dunia adalah remajaberusia 10-19
tahun. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang mengubah norma- norma, nilai-nilai
dan gaya hidup mereka. Kesehatan remaja sebagian besar ditentukan oleh perilaku mereka.
Hal terpenting dan kompleks menyangkut perilaku kesehatan remaja adalah masalah seksual.
Remaja perlu mendapat perhatian serius karena mereka masih termasuk dalam usia sekolah
dan usia kerja, selain itu mereka akan memasuki umur reproduksi. Pemahaman tentang
perilaku seksual remaja merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja
merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak – anak menjadi perilaku seksual
dewasa. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan
bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami
perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual.
Namun, kebanyakan dari kasus ini berpedoman pada remaja perempuan. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena siswa yang berjenis kelamin perempuan memiliki rasa ingin tahu
yang lebih besar karena mereka lebih merasakan perubahan-perubahan fisiologis pada diri
mereka seperti misalnya menstruasi untuk pertama kalinya sehingga mereka akan berusaha
untuk mencari informasi baik dari buku-buku ataupun melalui seminar atau ceramah tentang
kesehatan reproduksi dan juga dengan teman sebayanya. Peningkatan pengetahuan setelah
kegiatan penyuluhan yang merupakan bagian dari PKPR sesuai dengan pernyataan bahwa
pengetahuan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh informasi yang tersedia baik dari
pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan PKPR berupa penyuluhan dan pembinaan
kader sendiri merupakan salah satu kegiatan dalam pemberian informasi dan pendidikan
kesehatan bagi remaja yang membutuhkan serta bermanfaat menambah wawasan tentang
kesehatan mereka. Pendidikan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan pengetahuan remaja
terhadap pentingnya kesehatan reproduksi, sehingga remaja dapat bertanggung jawab atas
keputusan yang diambilnya mengenai perilaku seksualnya. United Nations Educational
Scientific and Cultural Organization (2009) mengemukakan bahwa pendidikan seksual dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai untuk membuat keputusan yang
bertanggung jawab terhadap perilaku seksual remaja.

Kurangnya pemahaman tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat
istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Hal ini akan
mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan
keluarganya. Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual meski bukan atas
pilihannya sendiri. Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja adalah
pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan
semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Remaja pada masa perkembangannya
dihadapkan pada tuntutan yang sering bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman sebaya,
maupun masyarakat di sekitar. Sehingga mereka juga sering dihadapkan pada berbagai
kesempatan dan pilihan, yang semuanya itu dapat menimbulkan permasalahan bagi mereka.
Permasalahan tersebut salah satunya yaitu resiko-resiko kesehatan reproduksi. Resiko-resiko
itu adalah seks bebas, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi, penyakit menular
seksual (PMS), HIV/AIDS, kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap in-
formasi dan pelayanan kesehatan.
Tingginya persentase remaja melakukan hubungan seksual pranikah yang berakibat
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta aborsi dan berujung pada kematian ibu
menjadi persoalan serius yang harus diperhatikan. Hal ini berkaitan semakin tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) akibat aborsi yang dilakukan oleh remaja yang merupakan satu indikator
penilaian derajat kesehatan masyarakat. ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam
munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan hormonal yang dapat
meningkatkan hasrat seksual, penyebaran informasi yang salah misalkan dari buku dan VCD
porno, rasa ingin tahu yang sangat besar serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari
orang tua maupun sekolah. Terdapat juga beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja
melakukan seks pranikah diantaranya sebagai bukti cinta dan sangat mencintai pacar,
dijanjikan akan menikah, takut mengecewakan pacar dan takut diputusin pacar. Jenis
kegiatan yang seharusnya adalah pemberian informasi dan edukasi,
pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan keterampilan
hidup sehat, pelatihan Peer Counselor/Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan
medis.
Menurut Lawrence Green, perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain sikap dan perilaku dari orang tua
terhadap remaja (salah satunya dalam bentuk monitoring parental). Hal ini dikarenakan
adanya kontrol psikologis pada diri remaja bahwa orang tuanya mengetahui keberadaannya
dan kegiatan yang dilakukan sewaktu keluar rumah, adanya harapan orang tua yang besar
pada remaja, pengawasan, komunikasi dan hubungan antara orang tua dan remaja. Dari hasil
penelitian menunjukkan masih rendahnya pola komunikasi antara orang tua dan anak
(53,2%), terutama komunikasi dalam hal membicarakan kesehatan reproduksi dan
permasalahan yang dihadapi remaja. Semakin tinggi persepsi remaja mengenai monitoring
orang tua terhadap dirinya maka dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja tersebut
sehingga tidak atau kurang mendukung dalam melakukan perilaku seksual berisiko dan
sebaliknya.

Komunikasi orang tua dengan anak memegang peranan penting dalam membina
hubungan keduanya. Orang tua yang kurang bisa berkomunikasi dengan anaknya akan
menimbulkan konflik hubungan sehingga dapat berdampak pada perilaku seksual remaja. Hal
ini menunjukkan bahwa monitoring orang tua mencegah terjadinya perilaku berisiko yaitu
penggunaan alkohol, aktivitas seksual, kenakalan dan perbuatan yang moral lainnya.Remaja
mempunyai karakter khas yang penuh gejolak dengan perkembangan emosi yang belum
stabil menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Fakta telah membuktikan
bahwa keteledoran orang tua dalam mengawasi dan berkomunikasi dengan anaknya
berkontribusi dalam peningkatan perilaku seksual berisiko, problem-problem sosial dan
perbuatan kriminal.

Berbeda dengan teori Ecological Model of Youth yang menyatakan bahwa pengaruh
keluarga mempunyai kekuatan yang paling besar terhadap kehidupan remaja termasuk
perilaku seksualnya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku teman sebaya
mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perilaku remaja. Temuan ini sejalan dengan
teori psikologi perkembangan remaja yang menyatakan, dalam proses pendewasaan,
pengaruh keluarga telah bergeser menjadi teman sebaya. Hal ini dibuktikan dengan besarnya
pengaruh langsung dari teman sebaya negatif terhadap perilaku berisiko, sedangkan pengaruh
keluarga berdampak tidak langsung. Namun demikian keluarga menjadi dasar yang kuat bagi
remaja dalam pemilihan teman sebayanya.Sehingga disini peran orang tua menjadi penting
sebelum anak terjerumus.

Anda mungkin juga menyukai