Anda di halaman 1dari 1

Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisatetumbuhan yang

setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi[1]. Tanah yang terutama
terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan
bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama
seperti bog, moor,muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa
daerah Banjar.

Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumberenergi. Volume gambut di seluruh
dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau
sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 miliar terajoule[2].

Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di
lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat.
Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa
tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk.
Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa
bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.

Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam tanah melebihi
30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65%
dan kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga
biasa disebut muck.[1]

Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi) terutama bergantung pada
komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat
basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan
dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan
para klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim pada masa lampau. Demikian
pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun bahan organiknya,
para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran ekologi pada masa purba.
Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira
seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di
sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.[1]

. TERM OF REFERENCE
KONGRES DAN LOKAKARYA
JARINGAN MASYARAKAT GAMBUT RIAU
PEKANBARU, 29 – 30 MARET 2010 www.scaleup.or.id/article/TOR%20Workshop%20
dan %20Kongres%20jaringan%20Msya%20Gambut%20Riau.pdf
Balai Penyuluhan Pertanian 2003, Program Penyuluhan Pertanian, Kecamatan Rimbo
Panjang, Kabupaten Kampar, Riau.
Bappeda. Potensi Nenas Riau bappeda. Pekanabru.go.id/berita/63/potensi-nenas-
riau/page/1. 8 agustus 2011, unduh tgl 25 februari 2012

Anda mungkin juga menyukai