Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Maryani
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan perlindungandan kesehatan sehingga penulis dapat menyusun
makalah dengan judul ”Konsep Asuhan Keperawatan Dengan ARDS”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini penulis banyak
menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan penulis sendiri. Dengan
adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal
mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
2.4 Patogenesis
Sindrom ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.
Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena kelainan
jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
paru. Dari segi histologist, mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler alveoli,
selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli
yang mengakibatkan edema paru ARDS, pentng untuk mengetahui hubungan struktur
dan fungsi alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel yaitu sel tipe 1 ( tipe A) sel penyokong
yang tidak mempunyai mkrovili dan amat tipis. Sel tipe II (tipe B) berbentuk hamper
seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat
pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane
basal endothelium dan sel endothelium.
Sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
berbagai zat yang terinhalasi. JIka terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari
permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler.
Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstitial, edema, dan
perdarahan yang disertai dengan profilasi sel tipe II yang rusak. Keadaan ini dapat
membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru secara luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
amstrong sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain dari darah ke dalam
alveoli dan terjadi edema paru. Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai
dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutmya
aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi
dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskuler paru, sehingga mengakibatkan
peningkatan peremeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel
endhotelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein seperti
kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti
faktor Hageman, fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes
ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelekstatis kogestif
yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplien paru
menurun. Kapasitas residu fugsional menurun. Hipoksemia berat merupakan gejaka
penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolpas) dan kelainan
difusi alveoli kapiler akibat penebalan dinding alveoli kapiler. Edema menyebabkan jumlah
udara sisa (residu) pada paru di akhir eskpirasi normal dan kapasitas residu fiungsional
(FRC) menurun. (Mutaqin, 2013).
2.5 Pathway
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
Perubahan
status
kesehatan
Koping individu
tak efektif
Kurang info
tentang penyakit
Stress psikologis
Ansietas
2.6 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
- Frekuensi pernafasan per menit
- Volume tidal
- Ventilasi semenit
- Kapasitas vital paksa
- Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
- Daya inspirasi maksimum
- Rasio ruang mati/volume tidal
- PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
- Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal
karena hiperventilasi
- Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
- Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
- Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
- Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
- Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
- Tes Fungsi paru :
- Pe ↓ komplain paru dan volume paru
Pirau kanan-kiri meningkat
2.7 Penatalaksaan Medis pasien ARDS
ARDS harus dikelola di unit perawatan intensif tempat penderita dapat
mendapatkan pengawasan dan terapi kardiorespirasi yang sesuai. Tujuan pengelolaan
klinis adalah perawatan suportif, dengan tujuan utamnya memberikan cukup oksigen
untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan. Monitor yang sesuai meliputi penilaian
hemodinamik invasive, seperti kateterisasi arteri sistemik dan seringkali pemasangan
kateter arteri pulmonalis. Pengukuran fungsi paru dan pertukaran gas seperti gas darah
arteri, oksimetri pulse, CO2 akhir tidal dan mekanika paru digunakan untuk menyesuaikan
tekanan oksigen inspirasi dan penyesuaian tekanan oksigen inpirasi dan penyesuaian
ventilator untuk meningkatkan kecukupan pemberian oksigen ke jaringan dan mengurangi
komplikasi.
Sebagian besar penderita akan memerlukan intubasi endotracheal dan ventilasi
mekanik disamping PEEP bila mereka tidak mempertahankan PaO2 di atas 50 mmHg
pada oksigen inspirasi 60%. PEEP tidak mengembalikan oksigenasi normal pada semua
penderita dan bahkan dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada fungsi jantung .
Pemsangan PEEP harus selalu disesuaikan dengan monitor berkelanjutan data klinis dan
laboratorium. Pada beberapa keadaan perlu digunakan tingkat PEEP yang sangat tinggi
(10-20 cmH20). Namun hal ini dapat mengakibatkan barotraumas yang membahayakan
jiwa, ataupun gangguan aliran darah balik vena yang pada akhirnya akan menurunkan
curah jantung dan mengakibatkan hipotensi sistemik. Perhatian khusus dan ketat harus
ditujukan untuk mempertahankan fungsi jantung, terutama bila digunakan PEEP tingkat
tinggi karena stabilitas curah jantung yang disertai manajemen cairan sangat penting
untuk penghantaran oksigen. Perubahan posisi yang sering ( posisi dekubitus lateral)
sangat dianjurkan karena dapat meningkatkan oksigenasi.
Secara garis besar penatalaksanaan pada pasien ARDS :
1. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini
bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolarkapiler kembali membaik . Dua tujuan tambahan yaitu :
Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
berat
Mengatasi faktor etiologi yang mngawali penyebab distress pernafasan.
2. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan
tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi di mana PEEB dapat ditambahkan.
PEEB diberikan melalui siklus pernafasan untuk mencegah kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi. Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung dan
barotraumas. Hal tersebut sering terjadi pada pasien diventilasi dengan tidal bolume
di atas 15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang torakostomi darurat
harus siap tersedia.
3. Pemantauan Oksigen Arteri adekuat
Sebagian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun.
SEbagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP pengukuran seri hemoglobin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan
untuk tranfusi sel darah merah.
4. Titrasi cairan
Efek patologis dari peningkatan permeabilitas alveolar kapiler adalah dapat
mengakibatkan edema interstitial dan edema alveolar. Pemberian cairan yang
berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal
pernafasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan parameter
fisiologik normal.
5. Penggunaan kortikosteroid untuk terapi masih kontroversi. Sebelumnya terapi
antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa hal ini
tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya antibiotic
profilaksis rutin tidak lagi digunakan.
6. Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai
jalan nafas, tetapi juga berarti melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh),
memberikan dukungan ventilasi kontinudan memberikan konsentrasi oksigen terus-
menerus. Pemeriharaan jalan nafas meliputi : mengetahui waktu penghisapan, teknik
penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis tekanan nasal dan oral
untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas bagian atas.
7. Mencegah infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian atas dan
bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang telah dilakukan.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah
kritis. Nutrisi parental ttal (hipertensi intravena) atau pemebrian makan melalui
selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan pasien untuk menghindari
gagal nafas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi (Somantri, 2007).
D. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter &
Perry, 1997).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang
disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik
interseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara
langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri,
fungal; contusio paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin,
menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat,
Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya
penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi
bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal.
4.2 Saran
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit
terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada
hati dan ginjal.
3. Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas kepada
pasien dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang
efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
mencegah terjadinya resti Pada ards
4. Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA