Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ARDS

(Acute Respiratory Distress Syndrom)

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Andi Sutandi S.Kep Ners

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

Ade Hanifah Umar Nanang Kurniawan

Daniyati Resha Maheswara

Erin Ely Lana Julfa Sigit Aryatama Nugraha

Jajang Nurjaman Virna Fransisca Dewi

Maryani

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN AJARAN 2018-2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan perlindungandan kesehatan sehingga penulis dapat menyusun
makalah dengan judul ”Konsep Asuhan Keperawatan Dengan ARDS”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini penulis banyak
menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan penulis sendiri. Dengan
adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal
mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.

Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya, Amin.

Kuningan, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................


DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................................
2.1 Definisi ARDS .............................................................................................................
2.2 Etiologi ARDS .............................................................................................................
2.3 Manifestasi Klinis ARDS ............................................................................................
2.4 Patogenesis ................................................................................................................
2.5 Pathway .......................................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................................
2.7 Penatalaksanaan Medis .............................................................................................
2.8 Penatalaksanaan Keperawatan .................................................................................
2.9 Komplikasi ..................................................................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................................
3.2 Analisis Jurnal ............................................................................................................
BAB IV PENUTUP .....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................
4.2 Saran ............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................
LAMPIRAN JURNAL .................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut
yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto
Suwondo, 2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan
tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar
dikedua belah paru.
ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru
sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun,
dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko
menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi
darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik,
pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus
menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal
217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai
akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps
alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya
adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari
perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam
jiwa klien.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di angkat pada laporan pendahuluan ini adalah
“Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Dengan ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrom)?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memperoleh gambaran tentang konsep asuhan
keperawatan dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom).
1.3.2 Tujuan Khusus
- Agar diperoleh gambaran tentang konsep dasar penyakit ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrom) meliputi pengertian, etiologi, patogenesis,
menifestasi klinis, pemeriksaaan diagnostik, penatalaksanaan dan
komplikasi.
- Agar diperoleh gambaran tentang konsep dasar keperawatan dengan
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom) meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan adanya penyusunan masalah ini mampu mempermudah penyusun dan
pembaca guna memahami materi tentang kegawat daruratan yang berhubungan dengan
ARDS. Kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan
penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi ARDS


Acute Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom kegagalan
pernafasan akut yang ditandai dengan edema paru akibat peningkatan permeabilitas.
Keadaan ini dipergakan dengan adanya infiltrasi luas pada radiografi dada, gangguan
oksigenasi, dan fungsi jantung normal (Samik,1996).
Acute Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal nafas
yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya
(Mutaqqin, 2013).
Acute Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari
gagal nafas akut yang ditandai dengan : hioksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea,
edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu
ARDS juga dikenal dengan nama “noncardiogenic pulmonary edema atau shock
pulmonary” (Somantri, 2007).

2.2 Etiologi ARDS


1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak
langsung melukai paru-paru :
1. Trauma langsung pada paru:
- Pneumonovirus, bakteri, funga.
- Aspirasi cairan lambung.
- Inhalasi asap berlebih.
- Inhalasi toksin.
- Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidaklangsung :
- Sepsis.
- Shock, lukabakarhebat.
- DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation).
- Pankeatitis.
- Uremia.
- Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
- Idiophatic (tidakdiketahui).
- Bedah Cardiobaypass yang lama.
- Transfusi darah yang banyak.
- PIH (Pregnand Induced Hipertension).
- Peningkatan TIK.
- Terapiradiasi.
- Trauma hebat, Cedera pada dada.
3. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau
cedera. SGPA (sindromgawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu factor resikodari SGPA
adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalahsekitar 14 diantara 100.000
orang/tahun. Gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:
Sistemik:
- Syok karena beberapa penyebab.
- Sepsis gram negative.
- Hipotermia, Hipertermia.
- Takarlajakobat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin).
- Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
- Eklampsiag.
Luka bakar Pulmonal :
- Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistikkarinii)
- Trauma (emboli lemak, kontusioparu).
- Aspirasi ( cairangaster, tenggelam, cairanhidrokarbon)
Pneumositis Non-Pulmonal :
- Cedera kepala.
- Peningkatan TIK.
Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

2.3 Manifestasi Klinis ARDS


menurut Yasmin dan Cristantie, (2003) yaitu :
1. Distres pernafasan akut : takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot aksesori,
sianosis sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beebrapa jam sampai seharian.
3. Krakles halus di seluruh bidah paru.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam piker dan agitasi sampai koma.
Menurut Darmanto (2007) tanda gejala ARDS yaitu :
1. Gejala ARDS muncul 24-48 jam setelah penyakit berat atau trauma. Awalnya terjadi
sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas penggunaan otot
pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi.
2. Pada penderita yang tiba-tiba mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah sepsis
atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS.

2.4 Patogenesis
Sindrom ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.
Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena kelainan
jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
paru. Dari segi histologist, mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler alveoli,
selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli
yang mengakibatkan edema paru ARDS, pentng untuk mengetahui hubungan struktur
dan fungsi alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel yaitu sel tipe 1 ( tipe A) sel penyokong
yang tidak mempunyai mkrovili dan amat tipis. Sel tipe II (tipe B) berbentuk hamper
seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat
pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane
basal endothelium dan sel endothelium.
Sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
berbagai zat yang terinhalasi. JIka terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari
permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler.
Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstitial, edema, dan
perdarahan yang disertai dengan profilasi sel tipe II yang rusak. Keadaan ini dapat
membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru secara luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
amstrong sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain dari darah ke dalam
alveoli dan terjadi edema paru. Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai
dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutmya
aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi
dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskuler paru, sehingga mengakibatkan
peningkatan peremeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel
endhotelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein seperti
kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti
faktor Hageman, fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes
ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelekstatis kogestif
yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplien paru
menurun. Kapasitas residu fugsional menurun. Hipoksemia berat merupakan gejaka
penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolpas) dan kelainan
difusi alveoli kapiler akibat penebalan dinding alveoli kapiler. Edema menyebabkan jumlah
udara sisa (residu) pada paru di akhir eskpirasi normal dan kapasitas residu fiungsional
(FRC) menurun. (Mutaqin, 2013).
2.5 Pathway

Trauma langsung / trauma tidak


langsung pada paru

Toksik terhadap epithelium


Mengganggu mekanisme
alveolar
pertahanan saluran napas

Kehilangan fungsi slia Kerusakan membrane kapiler


jalan napas alveoli

Tidak efektifnya jalan Kerusakan epithelium Gangguan


napas alveolar endothelium kapiler

Kebocoran cairan ke Kebocoran cairan


dalam alveoli kearah interstitial

Sesak napas Edema alveolar Atelektaksis Edema Interstitial

Volume dan compliance


Kelemahan otot Penurunan
paru menurun
nafsu makan
Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
Mudah lelah Intake nutrisi hubungan arterio –venus dan
tak adekuat kelainan difusi alveoli - kapiler

Intoleransi Penurunan Kerusakan


aktivitas berat badan pertukaran gas

Gangguan
pemenuhan
nutrisi
Perubahan
status
kesehatan
Koping individu
tak efektif

Kurang info
tentang penyakit

Stress psikologis

Ansietas
2.6 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
- Frekuensi pernafasan per menit
- Volume tidal
- Ventilasi semenit
- Kapasitas vital paksa
- Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
- Daya inspirasi maksimum
- Rasio ruang mati/volume tidal
- PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
- Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal
karena hiperventilasi
- Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
- Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
- Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
- Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
- Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
- Tes Fungsi paru :
- Pe ↓ komplain paru dan volume paru
 Pirau kanan-kiri meningkat
2.7 Penatalaksaan Medis pasien ARDS
ARDS harus dikelola di unit perawatan intensif tempat penderita dapat
mendapatkan pengawasan dan terapi kardiorespirasi yang sesuai. Tujuan pengelolaan
klinis adalah perawatan suportif, dengan tujuan utamnya memberikan cukup oksigen
untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan. Monitor yang sesuai meliputi penilaian
hemodinamik invasive, seperti kateterisasi arteri sistemik dan seringkali pemasangan
kateter arteri pulmonalis. Pengukuran fungsi paru dan pertukaran gas seperti gas darah
arteri, oksimetri pulse, CO2 akhir tidal dan mekanika paru digunakan untuk menyesuaikan
tekanan oksigen inspirasi dan penyesuaian tekanan oksigen inpirasi dan penyesuaian
ventilator untuk meningkatkan kecukupan pemberian oksigen ke jaringan dan mengurangi
komplikasi.
Sebagian besar penderita akan memerlukan intubasi endotracheal dan ventilasi
mekanik disamping PEEP bila mereka tidak mempertahankan PaO2 di atas 50 mmHg
pada oksigen inspirasi 60%. PEEP tidak mengembalikan oksigenasi normal pada semua
penderita dan bahkan dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada fungsi jantung .
Pemsangan PEEP harus selalu disesuaikan dengan monitor berkelanjutan data klinis dan
laboratorium. Pada beberapa keadaan perlu digunakan tingkat PEEP yang sangat tinggi
(10-20 cmH20). Namun hal ini dapat mengakibatkan barotraumas yang membahayakan
jiwa, ataupun gangguan aliran darah balik vena yang pada akhirnya akan menurunkan
curah jantung dan mengakibatkan hipotensi sistemik. Perhatian khusus dan ketat harus
ditujukan untuk mempertahankan fungsi jantung, terutama bila digunakan PEEP tingkat
tinggi karena stabilitas curah jantung yang disertai manajemen cairan sangat penting
untuk penghantaran oksigen. Perubahan posisi yang sering ( posisi dekubitus lateral)
sangat dianjurkan karena dapat meningkatkan oksigenasi.
Secara garis besar penatalaksanaan pada pasien ARDS :
1. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini
bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolarkapiler kembali membaik . Dua tujuan tambahan yaitu :
 Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
berat
 Mengatasi faktor etiologi yang mngawali penyebab distress pernafasan.
2. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan
tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi di mana PEEB dapat ditambahkan.
PEEB diberikan melalui siklus pernafasan untuk mencegah kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi. Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung dan
barotraumas. Hal tersebut sering terjadi pada pasien diventilasi dengan tidal bolume
di atas 15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang torakostomi darurat
harus siap tersedia.
3. Pemantauan Oksigen Arteri adekuat
Sebagian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun.
SEbagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP pengukuran seri hemoglobin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan
untuk tranfusi sel darah merah.
4. Titrasi cairan
Efek patologis dari peningkatan permeabilitas alveolar kapiler adalah dapat
mengakibatkan edema interstitial dan edema alveolar. Pemberian cairan yang
berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal
pernafasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan parameter
fisiologik normal.
5. Penggunaan kortikosteroid untuk terapi masih kontroversi. Sebelumnya terapi
antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa hal ini
tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya antibiotic
profilaksis rutin tidak lagi digunakan.
6. Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai
jalan nafas, tetapi juga berarti melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh),
memberikan dukungan ventilasi kontinudan memberikan konsentrasi oksigen terus-
menerus. Pemeriharaan jalan nafas meliputi : mengetahui waktu penghisapan, teknik
penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis tekanan nasal dan oral
untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas bagian atas.
7. Mencegah infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian atas dan
bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang telah dilakukan.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah
kritis. Nutrisi parental ttal (hipertensi intravena) atau pemebrian makan melalui
selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan pasien untuk menghindari
gagal nafas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi (Somantri, 2007).

2.8 Penatalaksaan Keperawatan


Menurut Yasmin dan Cristantie, (2003) :
1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat melalui oksigen (pertahankan terapi
oksigen sesuai dengan pesanan dan pantau tanda-tanda hipoksemia). Dengan
dukungan ventilator, pertahankan patensi jalan udara, jika terpasang jalan udara
buatan ( missal, pipa endotracheal atau tracheostomi), laukan perawatan yang
diperukan. Amankan posisi pipa untuk menghindari pergerakan baik ke luar atau ke
dalam dari posisi yang sudah dietetapkan. Posisikan klien untuk mendapatkan
oksigenasi yang optial biasanya dengan bagian kepala tempat tidur dinaikkan 45
sampai 90 derajat. Auskultasi paru-paru setiap jam untuk mengkaji letak
endotracheal. Lakukan pengisapan pipa endotracheal sesuai dengan yang dierlukan
dan periksa setting ventilator secara teratur.
2. Mempertahankan perfusi jaringan. Pemeliharaan perfusi jaringan yan adekuat
adalah tangung jawab keperawatan.
a. Pantau tekanan pulmonary capillary wedge. Beritahukan dokter jika tekanan
berada di atas atau di bawah rentang yang ditetapkan. Jika tekanan lebih
rendah dari rentang yang ditetapkan , berikan plasma volume eskpander atau
medikasi hipotensif sesuai pesanan. Jika lebih tinggi berikan diuretic atau
vasodilator sesuai yang dipesankan.
b. Kaji halauran urine, tanda-tanda vital dan sktremitas setiap jam.
3. Menurunkan ansietas klien dan keluarganya.
a. Pastikan fungsi ventilator yang tepat untuk memberikan volume tidal dan
konsentrasi oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam distress
pernafasan meski ventilator oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam
situasi distress pernafasan meski ventilator berfungsi dengan tepat, kaji kadar
gas AGD.
b. Identifikasi cara-cara agar klien dapat mengkomunikasikan kekhawatiran dan
mengekspresikan perasaannya (jika tidak mampu untuk mengungkapkan
secara verbal karena intubasi, coba alternative komunikasi .
c. Berikan penjelasan yang singkat dan dengan sederhana mengenai prosedur,
orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar, dan ulang penejalsan secara
teratur.
d. Berikan penejelasan tentang rutinitas perawatan dan lingkungan kepada
keluarga klien. Dorong keluarga klien untuk mendekati, berbicara dan
menyentuh klien jika mereka mengkenhendaki
4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.

2.8 Komplikasi ARDS


1. Infeksi nosokomial
2. Barotraumas berat
3. Gangguan curah jantung
4. Toksisistas oksigen
5. Fibrosis paru progresif
6. Kegagalan sistem organ multiple ( nekrosis ubulus akut, kagulopati, miokardiopati,
disfungsi hepatic, disfungsi sistem saraf pusat, perdarahan gastrointertinal, ileus dan
kematian. (Samik,1996).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas
Identitas pada klien diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2) Keluhan utama
Keluhan menyebabkan klien dengan ARDS meminta pertolongan dari tim
Kesehatan.
3) Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam melengkapi pengkajian.
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
- Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau
susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari
posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
- Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
- Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
- Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara
terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita ARDS, Tanyakan mengenai obat-
obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu. Catat adanya efek
samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB
pada klien dengan ARDS berhubungan erat dengan proses penyembuhan
penyakit serta adanya anoreksia dan mual.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
4) Pemeriksaan fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran /rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction
rub, /pleural friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan napas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Ketidakefeektifan pola napas berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, peningkatan secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi,
kelelahan
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC RASIONAL
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah diberikan  Monitor fungsi  Penggunaan otot-otot
bersihan jalan tindakan pernapasan, intercostal /abdominal
napas keperawatan Frekuensi, irama, /leher dapat
kebersihan jalan kedalaman, bunyi meningkatkan usaha
napas efektif. dan penggunaan dalam bernafas
Dengan kriteria otot tambahan.  Pemeliharaan jalan
hasil :  Berikan Posisi semi nafas dengan paten
 Mencari posisi Fowler  Mengeluarkan secret
yang nyaman  Berikan terapi O2 meningkatkan transport
yang  Lakukan suction oksigen
memudahkan  Berikan fisioterapi  Untuk mengeluarkan
peningkatan dada secret
pertukaran Meningkatkan drainase
udara. sekret paru, peningkatan
 Mendemontrasik efisiensi penggunaan
an batuk efektif. otot-otot pernafasan
 Menyatakan
strategi untuk
menurunkan
kekentalan
sekresi.
2. Gangguan Meningkatkan  Kaji status  Takipneu adalah
pertukaran gas pertukaran gas pernapasan , catat mekanisme kompensasi
yang adekuat peningkatan untuk hipoksemia dan
respirasi dan peningkatan usaha nafas
perubahan pola  Selalu berarti bila
napas . diberikan oksigen
 Kaji adanya sianosis (desaturasi 5 gr dari Hb)
dan Observasi sebelum cyanosis
kecenderungan muncul
hipoksia dan  Menyimpan tenaga
hiperkapnia pasien, mengurangi
 Berikan istirahat penggunaan oksigen
yang cukup dan  Memaksimalkan
nyaman pertukaran oksigen
 Berikan humidifier secara terus menerus
oksigen dengan dengan tekanan yang
masker CPAP jika sesuai
ada indikasi  Untuk mencegah kondisi
 Berikan obat-obat lebih buruk pada gagal
jika ada indikasi nafas.
seperti steroids,
antibiotik,
bronchodilator dan
ekspektorant
3. Ketidakefeektifa Kebutuhan cairan  monitor vital signs  Berkurangnya
n pola napas klien terpenuhi dan seperti tekanan volume/keluarnya cairan
kekurangan cairan darah, heart rate, dapat meningkatkan
tidak terjadi denyut nadi (jumlah heart rate, menurunkan
dan volume). TD, dan volume denyut
 Amati perubahan nadi menurun
kesadaran, turgor  Mempengaruhi
kulit, kelembaban perfusi/fungsi cerebral.
membran mukosa Deficit cairan dapat
dan karakter diidentifikasi dengan
sputum. penurunan turgor kulit,
 Hitung intake,  Keseimbangan cairan
output dan balance negatif merupakan
cairan. Amati indikasi terjadinya deficit
“insesible loss” cairan.
 Timbang berat  Perubahan yang drastis
badan setiap hari merupakan tanda
 Berikan cairan IV penurunan total body
dengan observasi wate
ketat mempertahankan/memperb
aiki volume sirkulasi dan
tekanan osmot
4. Nyeri akut setelah diberikan  Observasi  Nyeri merupakan respon
tindakan karakteristik nyeri. subjekstif yang dapat

keperawatan rasa Misalnya: tajam, diukur.

nyeridapat konstan, ditusuk.  Perubahan frekuensi


Selidiki perubahan jantung TD menunjukan
berkurang atau
karakter bahwa pasien mengalami
terkontrol
/lokasi/intensitas nyeri, khususnya bila
Kriteria Hasil :
nyeri alasan untuk perubahan
 Menyatakan nyeri
 Pantau TTV. tanda vital telah terlihat.
berkurang atau
terkontrol.  Berikan tindakan  Tindakan non analgesik
 Pasien tampak nyaman. Misalnya: diberikan dengan sentuhan

rileks pijatan punggung, lembut dapat


perubahan posisi, menghilangkan
musik tenang, ketidaknyamanan dan
relaksasi/latihan memperbesar efek terapi
nafas. analgesik.
 Tawarkan  Pernafasan mulut dan
pembersihan mulut terapi oksigen dapat
dengan sering. mengiritasi dan
 Anjurkan dan bantu mengeringkan membran
pasien dalam teknik mukosa, potensial
menekan dada ketidaknyamanan umum.
selama episode  Alat untuk mengontrol
batukikasi ketidaknyamanan dada
 Kolaborasi dalam sementara meningkatkan
pemberian analgesik keefektifan upaya batuk.
sesuai indikasi  Obat ini dapat digunakan
untuk menekan batuk non
produktif, meningkatkan
kenyamanan
5. Hipertermi Setelah diberikan  Kaji suhu tubuh  Mengetahui peningkatan
tindakan pasien. suhu tubuh, memudahkan

keperawatan  Beri kompres air intervensi.

diharapkan suhu  Mengurangi panas dengan


hangat.
pemindahan panas secara
tubuh kembali  Berikan/anjurkan
konduksi. Air hangat
normal. pasien untuk
mengontrol pemindahan
Kriteria Hasil banyak minum
panas secara perlahan
: Suhu tubuh 1500-2000 cc/hari tanpa menyebabkan
36°C-37°C (sesuai toleransi). hipotermi atau menggigil.
 Anjurkan pasien  Untuk mengganti cairan
untuk tubuh yang hilang akibat
menggunakan evaporasi
 Memberikan rasa nyaman
pakaian yang tipis dan pakaian yang tipis
dan mudah mudah menyerap keringat

menyerap keringat. dan tidak merangsang


peningkatan suhu tubuh.
 Observasi intake
 Mendeteksi dini
dan output, tanda
kekurangan cairan serta
vital (suhu, nadi,
mengetahui keseimbangan
tekanan darah) tiap
cairan dan elektrolit dalam
3 jam sekali atau tubuh. Tanda vital
sesuai indikasi. merupakan acuan untuk
 Kolaborasi : mengetahui keadaan umum
pemberian cairan pasien.
intravena dan  Pemberian cairan sangat
pemberian obat penting bagi pasien dengan

sesuai program. suhu tubuh yang tinggi.


Obat khususnya untuk
menurunkan panas tubuh
pasien.
6. Ketidakseimban Setelah diberikan  Catat status nutrisi  Berguna dalam
gan nutrisi tindakan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat
kurang dari keperawatan timbang berat badan, masalah dan intervensi
kebutuhan integritas mukosa yang tepat.
diharapkan kebutu
tubuh mulut, kemampuan  Membantu intervensi
han nutrisi adekuat.
menelan, adanya kebutuhan yang spesifik,
Kriteria hasil :
bising usus, riwayat meningkatkan intake diet
 Menunjukkan
mual/rnuntah atau pasien.
berat badan diare.  Mengukur keefektifan
meningkat  Kaji ulang pola diet nutrisi dan cairan.
mencapai pasien yang  Dapat menentukan jenis
tujuan dengan disukai/tidak disukai. diet dan mengidentifikasi
nilai  Monitor intake dan pemecahan masalah untuk
laboratoriurn output secara meningkatkan intake nutrisi.
normal dan periodik.  Membantu menghemat
bebas tanda  Catat adanya energi khusus saat demam
anoreksia, mual, terjadi peningkatan
malnutrisi. muntah, dan metabolik.
 Melakukan tetapkan jika ada  Mengurangi rasa tidak enak

perubahan pola hubungannya dari sputum atau obat-obat


dengan medikasi. yang digunakan yang dapat
hidup untuk
Awasi frekuensi, merangsang muntah.
meningkatkan
volume, konsistensi  Memaksimalkan intake
dan
Buang Air Besar nutrisi dan menurunkan
mempertahanka
(BAB). iritasi gaster.
n berat badan
 Anjurkan bedrest.  Memberikan bantuan
yang tepat.  Lakukan perawatan dalarn perencaaan diet
mulut sebelum dan dengan nutrisi adekuat
sesudah tindakan unruk kebutuhan metabolik
pernapasan. dan diet.
 Anjurkan makan
sedikit dan sering
dengan makanan
tinggi protein dan
karbohidrat.
 Kolaborasi:
 Rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan
komposisi diet.
7. Intoleransi Setelah diberikan  Evaluasi respon  Menetapkan kemampuan
Aktivitas tindakan pasien terhadap atau kebutuhan pasien

keperawatan aktivitas. memudahkan pemilihan

pasien Catat laporan dispn intervensi.


ea, peningkatan  Menurunkan stress dan
diharapkan
kelemahan atau rangsanagn berlebihan,
mampu
kelelahan. meningkatkan istirahat.
melakukan
 Berikan lingkungan  Tirah baring dipertahankan
aktivitas dalam
tenang dan batasi selama fase akut untuk
batas yang pengunjung selama menurunkan kebutuhan
ditoleransi fase akut sesuai metabolic, menghemat
Kriteria hasil : indikasi. energy untuk penyembuhan
 Melaporkan  Jelaskan pentingnya  Pasien mungkin nyaman
atau istirahat dalam dengan kepala tinggi, tidur
menunjukan rencana di kursi atau menunduk ke

peningkatan pengobatandan depan meja atau bantal.


perlunya  Meminimalkan kelelahan
toleransi
keseimbangan dan membantu
terhadap
aktivitas dan istirahat keseimbanagnsuplai dan
aktivitas yang
 Bantu pasien memilih kebutuhan oksigen.
dapat diukur
posisi nyaman untuk
dengan adanya
istirahat.
dispnea,  Bantu aktivitas
kelemahan perawatan diri yang
berlebihan, dan diperlukan. Berikan
tanda vital kemajuan
dalam rentan peningkatan aktivitas
normal. selama fase
penyembuhan.

D. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter &
Perry, 1997).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

3.2 Analisis Jurnal


1) SEORANG PEREMPUAN TERINFEKSI TUBERKULOSIS DENGAN
MANIFESTASI SINDROMA DISTRES NAPAS AKUT (ARDS)
 Kata Kunci : ARDS,tuberkulosis,infeksi,kehamilan
 Penulis Jurnal : Putu Dyah Widyaningsih, Winariani Koesoemoprodjo
 Latar Belakang :
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dunia dan penyebab
terbesar kecacatan dan kematian terutama di negara berkembang. Menurut
data WHO terdapat 9,27 juta kasus baru di seluruh dunia pada tahun 2007.
Pada beberapa kepustakaan dikatakan terdapat strain tuberkulosis dengan
virulensi yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Penegakan diagnosis TB
memperhatikan adanya gejala klinis, gambaran radiologis yang mendukung
dan terutama ditemukannya basil tahan asam pada spesimen yang berasal dari
sputum.2 Sayangnya diagnosis banding infeksi TB sangat bervariasi mulai dari
infeksi bakteri hingga menyerupai gambaran keganasan. Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) merupakan kondisi mengancam jiwa yang
disebabkan oleh berbagai faktor termasuk infeksi dan trauma pada paru. Angka
mortalitas mencapai 90% apabila penderita tidak ditangani secara adekuat.3
TB saat ini mulai dikenal sebagai salah satu penyebab ARDS. Walaupun
persentase kasus ARDS karena TB belum diketahui secara pasti. Mengingat
tingginya prevalensi dan insidens penyakit ini, maka diperlukan kewaspadaan
untuk mencari kemungkinan adanya infeksi TB pada penderita dengan ARDS.
Dari laporan serial kasus terhadap 109 penderita. dengan TB hanya ditemukan
7 kasus dengan ARDS. Diantara penderita dengan TB, tipe milier atau
disseminata sangat berisiko mengalami ARDS begitu pula penderita dengan
adanya komorbid gangguan fungsi imun.5 Pada kasus ini akan dibahas
seorang perempuan dengan tuberkulosis (TB) paru yang datang ke IRD Dr.
Soetomo dengan ARDS.
 Tujuan :
Untuk mengidentifikasi kasus Seorang perempuan yang terinfeksi tuberkulosis
dengan Manifestasi sindroma Distres Napas Akut (ARDS)
 Analisa Penelitian
a) Populasi
(Seseorang dengan gangguan respirasi) Seorang perempuan, 27 tahun,
12 hari pasca melahirkan, suku Jawa, datang ke RSUD Dr. Soetomo
dengan keluhan
utama sesak napas. Sesak napas sejak 1 minggu SMRS yang memberat
1 hari SMRS. Sesak napas terasa lebih berat saat aktivitas dan membaik
dengan istirahat. Keluhan sesak napas telah dirasakan penderita sejak
usia 9 bulan kehamilan tetapi tidak mengganggu aktivitas.
b) Intervention
Intervensi yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik paru, Pemeriksaan
sputum basil tahan asam (BTA), Pada penderita ini diaplikasikan restriksi
cairan dimana cairan infus berupa normal salin diberikan 500 cc per hari
dengan pembatasan jumlah cairan yang dikonsumsi. Pada penderita ini
juga diberikan terapi steroid menggunakan metil prednisolon untuk
mengurangi beban inflamasi. Akan tetapi pemberian terapi anti
tuberkulosis secara signifikan dapat memperbaiki kondisi penderita.
c) Lokasi : Tidak tercantum
d) Instrumen/Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Menganalisis sebuah kasus
e) Analisa Data Dan Hasil
Pada penderita ini diberikan terapi suportif untuk ARDS, ventilasi mekanik
tidak dapat diberikan akibat keterbatasan sumber daya.Terapi anti
tuberkulosis memberikan respons perbaikan kondisi setelah 7 hari
pemberian.
2) PERBANDINGAN MORTALITAS PASIEN ANAK DENGAN ACUTE
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME YANG MENGGUNAKAN DELTA
PRESSURE TINGGI DAN RENDAH
 Kata Kunci : ARDS, pengaturan ventilator, delta pressure,
mortalitas, anak
 Penulis Jurnal : Tressa Bayu B, Sri Martuti, Pudjiastuti
 Latar Belakang :
Strategi ventilasi protektif paru (protective lung strategy) di rekomendasikan
dalam penanganan pasien acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Strategi tersebut mencakup pembatasan PEEP dan delta pressure pada
penggunaan ventilator untuk mencegah mortalitas. Pembatasan delta pressure
≤ 13 mmHg diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas pasien ARDS
dengan ventilator.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi.
 Tujuan :
Mengetahui perbandingan mortalitas pasien anak dengan ARDS yang
menggunakan delta pressure tinggi dan rendah.
 Analisa Penelitian :
a) Populasi
Selama rentang waktu penelitian dari bulan September 2016 dengan april
2017, terdapat 32 ana yang masuk perawatan PICU RSUD Dr. Moewardi
dengan diagnosis ARDS yang di rawat dengan ventilator invasive.
Sebagian besar subjek berjenis kelamin laki-laki, rasio laki-laki
dibandingkan perempuan 1,13:1. Rentang usia subyek penelitian 1 bulan
sampai ≤18 tahun dengan sebaran terbanyak pada kelompok usia 2-5
tahun (46%). 19 subjek (60%) menggunakan PEEP >5 cmH2O. Hanya
28% subyek memerlukan fraksi oksigen >50%. 17 subyek (53%) dirawat
selama >10 hari dan 70% diantaranya selamat. 20 subyek (62%)
menggunakan delta pressure ≤13 cmH2O, sedangkan sisanya
menggunakan delta pressure >13 cmH2O. Mortalitas pada subjek
penelitian yang menggunakan delta pressure >13 cmH2O adalah sebesar
84%.
b) Intervention
Subyek dibagi menjadi dua kelompok menurut penggunaan delta
pressure, yaitu pasien yang menggunakan delta pressure ≤13 cmH2O
(kelompok dengan delta pressure rendah) dan pasien yang menggunakan
delta pressure >13cmH2O (kelompok dengan delta pressure tinggi).
Mortalitas pasien juga dikelompokkan menjadi dua, yaitu pasien yang
selamat/survival dan pasien yang mengalami mortalitas.
c) Lokasi
Unit Perawatan Intensif Pediatrik (PICU) RSUD Dr. Moewardi
d) Metode penelitian
Penelusuran rekam medis pasien anak berusia 1 bulan – 18 tahun yang
menderita ARDS dirawat di PICU selama bulan September 2016 sampai
dengan april 2017 dengan menggunakan ventilator.
e) Analisa data dan Hasil
Studi cross sectional dari bulan September 2016 sampai dengan maret
2017 terhadap 32 pasien anak berumur 1bulan – 18 tahun yang menderita
ARDS, didapatkan hasil bahwa mortalitas pasien anak dengan ARDS
lebih tinggi pada penggunaan setting ventilator dengan delta pressure
tinggi (ΔP>13 cmH2O) dibandingkan dengan yang menggunakan
pengaturan ventilator dengan delta pressure yang rendah (ΔP≤13
cmH2O) (p<0,001, OR 45,00 (IK95%:5,47-370,02).
Pasien anak dengan ARDS yang menggunakan setting ventilator dengan
delta pressure rendah, mortalitasnya lebih rendah dibandingkan dengan
yang menggunakan pengaturan ventilator dengan delta pressure tinggi.

3) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PASIEN ARDS DI


RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
 Kata Kunci : Acute respiratory distress syndrome, mortalitas
 Penulis Jurnal : Kripti Hartani, Zulkipli Amin, Ceva W Pitoyo, Cleopas
Martin Rumende
 Latar Belakang :
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan salah satu kegawatan
dibidang respirologi yang angka mortalitasnya sangat tinggi. Dalam hal
menurunkan mortalitas pasien ARDS perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Berbagai studi mengenai factor yang mempengaruhi
mortalitas pasien ARDS masih menunjukkan hasil yang berbeda, dan saat ini
belum ada penelitan yang komprehensif di Indonesia khususnya di RSCM.
Data tahun 2005 menyebutkan angka kejadia ARDS bervariasi antara 17-78
kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan insiden tertinggi terjadi di
Amerika Serikat. Mortalitas pasien ARDS masih tinggi. Meskipun demikian di
Negara maju mortalitas pasien ARDS terus menurun. Menurut data dari The
ARDS Network, mortalitas pasien ARDS di Amerika Serikat sebesar 35%
(1996), 26% (2005), Eropa sebesar 32,7% (2004), Australia sebesar 34%
(2002), Cina 52% (2007), dan India 47,8% (2006).
 Tujuan :
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien ARDS yang
dirawat di RSCM.
 Analisa Penelitian :
a) Populasi
Pasien ARDS yang dirawat di RSCM. Populasi terjangkau adalah pasien
ARDS yang dirawat di RSCM selama kurun waktu 1 januari 2008 sampai
dengan 31 Desember 2012. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau
yang memenuhi kriteria penerimaan yaitu pasien yang terdiagnosis ARDS
didalam rekam medis dan memenuhi kriteria ARDS sesuai kriteria AECC,
dan berusia 18 tahun atau lebih. Sedangkan criteria penolakan pada studi
ini adalah pasien dengan tanda-tanda overload dan atau variabel yang
tidak lengkap.
b) Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam RSCM dan di Unit Rekam Medis dan Administrasi
RSCM selama kurun waktu Mei-Agustus 2013.
c) Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien ARDS yang
dirawat di RSCM selama tahun 2008-2012. Data klinis, laboratorium,
expertise foto toraks beserta status luaran (hidup atau meninggal) selama
perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat dilakukan pada
variabel usia, etiologi ARDS, indeks komorbiditas charlson, rasio
PaO2/FiO2, skor APACHE II, dan penggunaan ventilator dalam 48 jam
sejak di diagnosis ARDS. Variabel yang memenuhi syarat akan disertakan
pada analisis multivariate dengan regresi logistik.
d) Analisa data dan Hasil penelitian
Total 368 pasien diikutsertakan pada penelitian ini, diantaranya 69 pasien
terdiagnosis sebagai ARDS dan 299 pasien terdiagnosis sebagai pasien
gagal napas di dalam rekam medisnya. Selama perawatan 277 pasien
meninggal dan 91 pasien masih hidup. Didapatkan angka mortalitas
selama perawatan sebesar 75,3%. Factor usia, etiologi ARDS (sepsis,
non sepsis), indeks komordibitas charrlson, skor APACHE II, dan
penggunaan ventilator dalam 48 jam sejak diagnosis ARDS merupakan
variabel yang berbeda bermakna pada analisis bivariat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi mortalitas pada analisis multivariat adalah sepsis
sebagai penyebab ARDS (RR 1,26; IK 95% 1,20 sampai 1,32; p< 0,001),
skor APACHE II yang tinggi (RR 1,37; IK 95% 1,03 sampai 1,30; p=
0,019) dan tidak menggunakan ventilator dalam 48 jam sejak diagnosis
AEDS (RR 1,37; IK 95% 1,25 sampai 1,43; p<0,001).
ARDS dengan penyebab sepsis, skor APACHE II yang tinggi, dan tidak
menggunakan ventilator dalam 48 jam sejak diagnosis ARDS merupakan
faktor independen yang mempengaruhi mortalitas pasien ARDS.

4) PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIS INVASIF PADA ACUTE RESPIRATORY


DISTRESS SYNDROME (ARDS)
 Kata Kunci : ARDS, Risk Factors,mechanical ventilation
 Penulis Jurnal : Yusup Subagyo Susanto,Fitrie Rahayu Sari
 Latar Belakang :
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai
angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Acute repiratory distress
syndrome (ARDS) disebabkan dari paru (aspirasi, pneumonia) dan dari luar
paru (sepsis, trauma berat). Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS
adalah edema paru interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional
(KRF) karena atelektasis kongestif.
Penggunaan ventilator mekanis pada ARDS perlu diketahui aspek fisiologi
ventilasi mekanis, kapasitas residu fungsional, gerakan diapragma, resistensi
paru,pengaruh intermittent positif pressure ventilation (IPPV) terhadap
hemodinamik, pengaruh IPPV terhadap hubungan ventilasi-perfusi dan
pertukaran gas
 Tujuan :
Mengetahui pengaturan penggunaan ventilasi mekanis invasif pada acute
respiratory distress syndrome
 Analisa Penelitian :
a) Populasi
b) Intervention
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif,
bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan
suportif bagi pasien ARDS dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi
syndrome (MODS) meliputi :
- Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
- Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma,
infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.
- Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ
dengan cara meminimalkan angka metabolik.
- Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan
tubuh.
- Dukungan nutrisi.
c) Lokasi
d) Metode Penelitian
e) Analisa data dan Hasil
Secara spesifik, direkomendasikan penggunaan protokol ventilasi yang
digariskan oleh peneliti ARDS Network dalam suatu publikasi Respiratory
Management in ALI/ARDS (ARMA) tahun 2000.Protokol ini menyebutkan
lebih banyak mengenai penggunaan volume tidal rendah, sebagai berikut
:
- Volume tidal secara sistematik disesuaikan (4-6mL/kgBB) untuk
mempertahankan tekanan plateau 30 cmH2O.
- Respiratory rate harus dititrasi sesuai kebutuhan(6-35 kali/menit)
untuk mempertahankan pH sebesar 7,3 hingga 7,45.
- Kombinasi tepat dari fraction of inspired oxygen(FIO2) dan positive
end-expiratory pressure(PEEP) untuk mencapai oksigenasi yang
adekuat (PaO2 55 -80 mmHg atau saturasi pulsasi oksimetri ± 88%-
95%).
- Pemakaian ventilasi volume tidal rendah disertai dengan
hiperkapnea akan menyebabkan pasien tidak nyaman, demikian
juga peningkatan PaCO2 yang akut dapat mengakibatkan
abnormalitas fisiologis seperti vasodilatasi, takikardi, dan hipotensi.

5) HEPARIN INTRAVENA TERHADAP RASIO PF PADA PASIEN ACUTE LUNG


INJURY (ALI) DAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)
 Kata Kunci : ALI/ARDS, mechanical ventilator, intravenous
heparin
 Penulis Jurnal : Aditya Kisara, Mohamad Sofyan Harahap, Uripno
Budiono
 Latar Belakang :
Dengan adanya ICU dan penggunaan ventilator mekanik, ARDS menjadi salah
satu perhatian di bidang medis. Pasien ALI/ ARDS berhubungan dengan reaksi
inflamasi dalam paru-paru dan terjadinya deposit fibrin yang mengakibatkan
kerusakan paru, salah satu tandanya adalah terjadi penurunan PF Ratio.
Heparin mungkin dapat mengurangi proses inflamasi dan deposit fibrin dalam
paru. Pada penelitian ini dilakukan penilaian apakah pemberian heparin
intravena dosis rendah dapat meningkatkan nilai perbandingan PO2/FiO2 (PF
ratio).
Pada pasien dengan ALI/ARDS terjadi proses inflamasi jaringan paruparu. Hal
ini disebabkan berbagai macam faktor yang akan menyebabkan paru-paru
kehilangan fungsinya. Alveoli kehilangan kemampuannya dalam pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Hal ini disebabkan karena saccus alveoli kolaps
atau edema. Kondisi ini biasanya berlanjut dan membutuhkan pemakaian
ventilator mekanik bagi pasien.
 Tujuan :
Untuk menilai pengaruh pemberian heparin intravena pada pasien ALI/ARDS
dengan ventilator mekanik
 Analisa Penelitian :
a) Populasi
Dari perhitungan, jumlah sampel yang diperlukan adalah 15 orang. Kriteria
inklusi meliputi: usia 12-70 tahun, didiagnosis ALI/ARDS dan
menggunakan ventilator. Kriteria eksklusi berupa syok perdarahan.
Seleksi penderita dilakukan pada saat masuk ICU, penderita yang
memenuhi kriteria ditentukan sebagai sampel. Penelitian dilakukan
terhadap 30 penderita.
Sampel diambil dari pasien ICU/HCU RSUP Dr. Kariadi Semarang yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklu si, menggunakan random sampling
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama diberi heparin
intravena dan kelompok kedua sebagai kontrol, tempat pemeriksaan
Laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang.
b) Lokasi :
Ruang ICU/HCU RSUP Dr. Kariadi Semarang
c) Metode penelitian:
Penelitian ini merupakan penelitian klinis eksperimental yang dilakukan
secara acak, sejak Mei 2012 sampai dengan September 2012.
Semua pasien diperiksa laboratorium lengkap pada waktu masuk ICU.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompok diberikan heparin
intravena 10 unit/kgbb/jam 50 dan kelompok tanpa heparin. Pemberian
heparin intravena dilakukan dengan Syring Pump (SP) dengan spuit 20 cc
dengan diencerkan menggunakan Nacl 0,9%. Ventilator disetting
berdasarkan pedoman ARDS net. Hari nol, satu dan dua dilakukan
pemeriksaan kembali kadar, PTT dan BGA. Hasil pemeriksaan
dibandingkan dengan data dasar. Setelah itu dilakukan analisis statistik.
Semua perhitungan menggunakan software SPSS (Statistical Package for
Social Science) versi 15.0. Data yang dikumpulkan mencakup
karakteristik umum sampel (umur, tinggi badan, berat badan APACHE
skor, nilai PTT dan BGA sebelum dan sesudah perlakuan. Data yang
terkumpul kemudian di-coding, di-entry ke dalam komputer dan setelah itu
dilakukan cleaning data . Data deskriptif disimpulkan dalam mean ± SD,
median (minimum-maksimum) atau presentase. Selanjutnya, dilakukan
analisis deskriptif dengan menghitung proporsi gambaran karakteristik
responden menurut kelompok perlakuan. Hasil analisis disajikan dalam
bentuk tabel terbuka. Selanjutnya, dilakukan uji normalitas data dan
analisis dinferensial untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
Kolmogorov Smirnov dan hasil rerataan antar kelompok dibandingkan
menggunakan One Way Anova test. Kemudian dilakukan analisa uji post
hoc dengan menggunakan LSD. Sebelum dilakukan penelitian, informed
consent tertulis dimintakan kepada keluarga pasien dengan penjelasan
secara lisan tentang tujuan dan manfaat.
d) Analisa data dan Hasil :
Pada Tabel 1 diperlihatkan data dasar seluruh subjek. Rerata umur
kelompok heparin adalah 50 tahun ± 17,75 sedikit lebih tua dibandingkan
kelompok kontrol yaitu 44 tahun ± 16,33. Rerata berat badan kelompok
heparin 54,33 kg (± 7,28), untuk kelompok kontrol 56,07 ( +9,11)
sedangkan rerata tinggi badan kelompok heparin 163,67 cm (±5,01),
kelompok kontrol 161,73 cm (+ 5,42). Rerata nilai apache kelompok
heparin 19,53 (±5,12), kelompok kontrol 18,2 (±4,86). Dari data tersebut
rerata umur, berat badan, tinggi badan dan skor APACHE antara
kelompok heparin dan kontrol didapatkan hasil berbeda tidak bermakna (
p>0,05). Dengan Uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov didapatkan
distribusi yang normal antara kedua kelompok.
Rerata PTT hari 1 kelompok heparinadalah 45,13 (±31,02), untuk hari 2
adalah 40,96 (±18,07) dibandingkan kelompok kontrol nilai PTT hari 1
adalah 31,83 (±2,08) untuk hari 2 adalah 31,97 (±0,79). Pemeriksaan
PPT dilakukan tiap hari untuk melihat efek sistemik pemberian heparin.
Nilai PTT kelompok heparin memanjang pada hari pertama dan kedua
secara statistik bermakna (p< 0,05). Secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 2.Rerata rasio PF hari 1 kelompok heparin adalah 262,55 (±57,91),
untuk hari 2 adalah 285,00 (±82,59) dibandingkan kelompok kontrol rasio
PF hari 1 adalah 282,2 (±39,08) untuk hari 2 adalah 289,3±75,06. Data
parameter rasio PF pada kelompok non heparin dan kelompok heparin
diuji normalitasnya menggunakan Shapiro- Wilk dan didapatkan distribusi
tidak normal (p<0,05). Data yang di dapat kemudian diuji perbedaan
reratanya dengan uji parametrik dengan One Way Anova. Pada hasil
didapatkan perbedaan nilai rasio PF yang tidak bermakna antara
kelompok heparin dan kontrol baik pada hari ke 0(p=0,152), hari
1(p=0,287), dan hari 2(p=0,87). Pada kelompok heparin terjadi perubahan
nilai rasio PF yang bermakna antara hari ke 0 sampai hari ke 2 (p=0,043).
Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.Dari grafik pada Gambar 1
tampak bahwa pada kelompok heparin terjadi perubahan nilai rasio PF
yang bermakna antara hari ke 0 sampai hari ke 2 dengan nilai p=0,043.
Untuk uji karakteristik kelompok penelitian, yaitu umur, berat badan, tinggi
badan , setelah dilakukan uji beda antara kedua kelompok, tidak
didapatkan adanya perbedaan yang bermakna diantara dua kelompok
penelitian sehingga kedua kelompok tersebut layak untuk
dibandingkan.Data parameter rasio PF pada kelompok non heparin dan
kelompok heparin diuji normalitasnya menggunakan Kolmogorov Smirnov
dan didapatkan distribusi tidak normal (p<0,05). Data yang di dapat
kemudian diuji perbedaan reratanya dengan uji parametrik dengan One
Way Anova. Pada kedua kelompok kemudian dilakukan uji post hoc
dengan LSD, hasil bermakna pada perbedaan nilai rasio PF pada
kelompok heparin hari 0 dan 1 dan perbedaan nilai rasio PF pada
kelompok heparin hari 0 dan 2 . Sedangkan perbedaan nilai rasio PF pada
kelompok kontrol hari 0 dan 1dan perbedaan nilai rasio PF pada kelompok
kontrol hari 0 dan tidak signifikanPada penelitian ini tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna terhadap nilai PF ratio antara kelompok
heparin dan non heparin baik pada hari 0, hari 1 dan hari 2 (p>0,05) . Hal
ini mungkin dikarenakan pemberian heparin dengan dosis 10
unit/kgbb/jam belum cukup memberikan efek terhadap sistem koagulasi.
Walaupun pada penelitian ini didapatkan kenaikan nilai PTT yang cukup
bermakna secara statistika, namun tidak mencapai target terapi profilaksis
sebesar 1,5 – 2,5 kali kontrol. Hal ini menyebabkan kemungkinan untuk
terjadinya mikrotrombus di alveoli masih sangat besar. Dosis yang
digunakan berdasarkan penelitian sebelumnya yang merupakan dosis
heparin untuk profilaksis trombo emboli.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang
disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik
interseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara
langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri,
fungal; contusio paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin,
menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat,
Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya
penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi
bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal.

4.2 Saran
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit
terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada
hati dan ginjal.
3. Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas kepada
pasien dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang
efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
mencegah terjadinya resti Pada ards
4. Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, 2007. Respirologi, EGC: Jakarta.


McCloskey, Joanne.2008. Nursing interventions Classification (NIC) Fifth Edition St.
Louis Missouri: Westline Industrial Drive
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition St. Louis
Missouri: Westline Industrial Drive
Mutaqqin, Arif, 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan
Salemba Medika: Jakarta.
Nanda, Internasional.2012. Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012
2014.Jakarta : EGC
Omantri, Irman, 2007. Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika : Jakarta.
Wahab, Samik, 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, EGC: Jakarta.
Yasmin&Cristantie, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
LAMPIRAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai