Anda di halaman 1dari 12

PRINSIP MUAMALAH

Disusun oleh
MINI WULANDARI
RIA SALSABILA
GHINA ANDARIFA TANJUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “MACAM-MACAM
IBADAH, FUNGSI DAN HIKMAH IBADAH DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI’’ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kegiatan AIK (Al Islam Kemuhammadiyahan)
di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Dengan telah
selesainya makalah ini, penulis meyampaikan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtua yang selalu mendampingi, member semangat dan doa


sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya..
2. Ibu Nur Ramadhan, S.Pd.I., M.Pd.I selaku dosen pembimbing AIK
kelompok 5

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu,


kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang berkodrat hidup dalam bermasyarakat.


Sebagai makhluk sosial dalam hidupnya manusia memerlukan manusia-manusia
lain yang bersama-sama hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu
sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidup.

Kata prinsip, diartikan sebagai asas, pokok, penting, permulaan, fundamental, dan
aturan pokok. Sedangkan kata muamalah berarti hukum yang mengatur hubungan
antara manusia dengan.

Fikih muamalah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip-prinsip


muamalah. ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam
bermuamalah. Misalnya saja dalam memberikan hak atau melakukan segala
sesuatu hal. Dianjurkan tindakan yang dilakukan tidak boleh menimbulkan
kerugian terhadap orang lain. Setiap tindakan yang dapat merugikan orang lain,
sekalipun tidak sengaja, maka akan dimintai pertanggungjawabannya.
PEMBAHASAN

Prinsip-prinsip Muamalah

1. Dapat berkembang sesuai dengan zaman dan tempat


Perkembangan sains dan teknologi modern telah menimbulkan dampak
besar terhadap kehidupan manusia, termasuk terhadap kegiatan ekonomi
bisnis, seperti tata cara perdagangan melalui e-commerce, system
pembayaran dan pinjaman dengan kartu kredit, sms banking, ekspor
impor dengan media L/C, dsb.
Demikian pula perkembangan lembaga-lembaga perbankan dan keuangan
mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti mortgage, leasing, mutual
fund, capital market, pasar uang, sampai kepada, instrumen pengendalian
moneter oleh bank sentral, exchange rate, waqf saham, MLM, jaminan
fiducia dalam pembiayaan, jaminan resi gudang, dsb. Produk-produk
perbankan syariah juga harus dikembangkan secara inovatif, agar bisa
memenuhi kebutuhan pasar. Semua ini menjadi tantangan bagi pakar
syariah.
Oleh karena perubahan sosial dalam bidang muamalah terus berkembang
cepat, akibat dari akselerasi globalisasi, maka pengajaran fiqh muamalah
tidak cukup secara a priori bersandar (merujuk) pada kitab-kitab klasik
semata, karena formulasi fiqh muamalah masa lampau sudah banyak yang
mengalami irrelevansi dengan konteks kekinian. Rumusan-rumusan fiqh
muamalah tersebut harus diformulasi kembali agar bisa menjawab segala
problem dan kebutuhan ekonomi keuangan modern.
Rumusan fiqh muamalah yang “lengkap”, berlimpah dan mendatail yang
terdapat dalam kitab-kitab fiqh klasik, sebagian besarnya merupakan hasil
ijtihad para ulama terdahalu dalam memecahkan dan menjawab tantangan
dan problematika ekonomi di zamannya. Tentunya formulasi fiqh mereka
banyak dipengaruhi atau setidaknya diwarnai oleh situasi dan kondisi
sosial ekonomi yang ada pada zamannya. Karena itu terdapat kaedah
populer
Dengan demikian, konsep-konsep dan formulasi fiqh klasik tersebut perlu
diapresiasi secara kritis sesuai konteks zaman, tempat dan situasi,
kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dengan
menggunakan ijtihad kreatif dalam koridor syariah.

Reformulasi fiqh muamalah untuk menjawab tantangan modernitas yang


sangat kompleks dewasa ini harus dengan memperhatikan beberapa point
penting berikut .

Pertama, Menggunakan ilmu ushul fiqh, qawaidh fiqh, falsafah hukum


Islam, dan ilmu tarikh tasyri. Disiplin-disiplin ilmu ini mesti dikuasai oleh
ahli ekonomi Islam, apalagi para anggota Dewan Syariah Nasional dan
dosen pascasarjana ekonomi Islam yang membidangi materi fiqh
muamalah dan ushul fiqh. Saat ini masih banyak anggota Dewan Syariah
Nasional yang tidak memiliki latar beLakang ilmu-ilmu syariah yang
memadai, sehingga keterbatasan keilmuan syariah menjadi hal yang
lumrah, Hal ini dikarenakan ada di antara mereka ada yang tidak berlatar
belakang pendidikan ilmu syariah. Menurut KH. Ma’rif Amin pada
Studium general di Pascasarjana UI, rekruitmen anggota tersebut mirip
dengan perekrutan TNI di tahun 1945. Meskipun demikian, upaya DSN
dan kinerjanya harus diacungi jempol dalam mengeluarkan fatwa-fatwa.
Namun, di masa depan kita mengharapkan para anggota Dewan Syariah
benar-benar fiqur yang handal dan ahli (expert) dalam ilmu-ilmu syariah
dan memahami dengan baik masalah ekonomi keuangan kontemporer.
Ilmu-ilmu syariah yang harus dimiliki Dewan Syariah Nasional, ,meliputi
ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh, tarikh tasyrik, falsafah tasyrik dan maqashid
syariah, penguasaan bahasa Arab, menguasai ayat-ayat dan tafsir tentang
ekonomi dan keuangan, demikian pula hadits-hadits tentang ekonomi, dan
sebaiknya menguasai pemikiran ekonomi para ilmuwan Islam klasik.
Untuk menguasai ilmu ushul fiqh saja, menurut Ibnu Taymiyah paling
tidak harus dibaca dan ditelaah 100 buku/kitab tentang ilmu ushul fiqh,
termasuk muqaranah mazahib fil ushul fiqh. Untuk menghasilkan fiqur
ahli seperti ini, dibutuhkan universitas (pendidikan tinggi) mulai dari S1
sampai S3 yang secara khusus mendalami ilmu-ilmu ekonomi syariah.
Keahlian khusus tersebut lebih akan bisa menghasilkan ulama yang lebih
kredibel, jika sejak usia dini (misalnya ibtidaiyah) telah bergelut dengan
disiplin ilmu-ilmu syariah di atas. Melalui pendidikan di S1, S2 dan S3,
pemahaman ilmu ekonomi modern dan perbankan bisa seimbang dengan
ilmu-ilmu syariah. Apalagi ketika di level tsanawiyah sudah dijarkan
materi ekonomi dan perbankan Islam.

Kedua, Dalam reformulasi fiqh muamalah, maslahah menjadi pedoman


dan acuan, sesuai dengan kaedah

Ketiga, khazanah pemikiran muamalah klasik masih banyak yang relevan


diterapkan untuk zaman modern dewasa ini, maka produk pemikiran fiqh
tyersebut perlu dipelihara dan dipertahankan, sesuai dengan kaedah.
‫المحافظة على القديم الصالح و األخذ بالجديد األصلح‬
Memelihara konsep lama yang mengandung kemaslahatan (masih relevan)
dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih maslahah
Keempat, berijtihad secara kolektif (ijtihad jama’iy). Saat ini tidak
zamannya lagi berijtihad secara individu. Untuk memecahkan dan
menjawab persoalan ekonomi keuangan kontemporer, para ahli harus
berijtihad secara jamaah (kolektif). Ijtihad berjamaah (jama’iy) dilakukan
oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Dalam kondisi sekarang bentuk
ijtihad ini semakin dibutuhkan, mengingat terpisahkannya disiplin
keilmuan para ahli. Ada ulama ahli syariah di satu pihak dan di pihak lain
ada ahli / praktisi ekonomi yang bukan ahli syariah. Di zaman yang serba
dharurat ini, disparitas keilmuan masih ditolerir pada lembaga MUI seperti
DSN. Kedua komponen tersebut disatukan dalam ijtihad jama’iy. Di masa
depan, disparitas keilmuan tersebut semakin mengecil dan akan
dihilangkan dengan berkembangnya pendidikan Tinggi di S1 sampai S3
jurusan ekonomi Islam. Kembali kepada ijtihad jama’iy, kedudukannya
sangat kuat, apalagi bila dibandingkan dengan ijtihad individu (fardy). Jika
lembaga ijtihad kolektif dikolektifkan lagi pada lembaga di atasnya yang
lebih besar, maka kedudukannya dalam syariah semakin kuat dan
mengikat umat, sekalipun namanya fatwa. Misalnya. Organisasi
Muhammadiyah memiliki lembaga fatwa Majlis Tarjih atau Nahdhatul
Ulama memiliki Majma’ Buhuts. Masing-masing mereka berijtihad secara
kolektif. Selanjutnya di lembaga fatwa MUI mereka berijtihad secara
kolektif lagi.Hal ini dikarenakan MUI merupakan kumpulan berbagai
ormas Islam yang memiliki dewan fatwa. Dengan demikian terjadi dua
kali ijtihad kolektif. Bahkan hasil ijtihad tersebut dapat dikolektifkan lagi
secara internasional, seperti Rabitah Alam al-Islamy, Organisasi
Konferensi Islam, dsb. Keputusan ijtihad secara internasional dapat
disebut sebagai ijma’. Apalagi ijtihad kolektif itu dilakukan berkali-jkali
oleh semua ulama dan majma’ buhuts, tentu eksistensi ijma’nya tidak
diragukan, seperti ijma’nya para ulama tentang keharaman bunga uang.
Keputusan ijtihad kolektif seperti itu memiliki kekuatan mengikat yang
tidak bisa ditawar-tawar. Keputusan itu bisa menjadi rujukan, dalil dan
sumber hukum Islam.
2. Muamalah bersifat universal dan inklusif
Universal artinya bahwa hukum islam bersifat dan berlaku umum.
Pemberlakuan UU secara umum dan menyeluruh bagi masyarakat
diperlihatkan dalam aturan tentang pendiriandan kepemilikan bank
syariah. Ia tidak hanya diperuntukan bagi warga Negara Indonesia atau
Badan hukum Indonesia, tetapi juga bagi warga negara asing atau badan
hukum asing. Dari sini tampak bahwa UU tidak membatasi dirinya dengan
sekat-sekat agama, warga Negara, dan tempat tinggal meskipun dari sudut
nama, bank Syariah bercirikan Islam.
3. Nash umumnya General
Lafazh atau teks suatu dalil ditinjau dari kandungan maknanya
(penunjukkannya) ada dua jenis:
1. Yang hanya menunjukkan pada satu makna disebabkan teks dalilnya
jelas dan tidak mengandung kemungkinan makna lainnya, tanpa
tergantung kepada factor lainnya, dan makna yang ditunjukkan teks
tersebut memang maksud asli teks tersebut. Inilah yang disebut nash.
Secara bahasa nash berarti tampak atau naik ke puncak yang seharusnya.
Contoh nash dalam Al Qur’an atau As Sunnah:
a. Firman Allah Ta’ala :
‫سارقَةُ َفا ْق َطعُوا أَيْد َي ُه َما‬
َّ ‫ق َوال‬
ُ ‫سار‬
َّ ‫َوال‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya” (QS. Al Ma’idah : 38)
Ayat ini adalah nash tentang hukuman bagi pencuri dalam Islam, yakni
potong tangan. Ayat ini tidak memiliki makna lain selain makna ‘potong
tangan’ tersebut. Dan inilah maksud asli ayat tersebut.
b. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya seseorang
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ya Rasulullah,
kami mengarungi lautan, dan kami hanya membawa sedikit air. Jika kami
berwudhu dengannya, maka kami akan kehausan. Apakah kami berwudhu
dengan air laut? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫هو طهور ماؤه الحل ميتته‬
“Air laut itu suci dan halal bangkainya” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi,
An Nasa’I, Ibnu Majah. At Tirmidzi mengatakan : “hadits hasan shahih”)
Maka sabda Nabi : “Air laut itu suci” adalah nash tentang sucinya air laut.
Dan dari konteksnya, inilah maksud asli lafazh tersebut.
Hukum nash : wajib beramal dengannya selama tidak ada dalil shahih
untuk memalingkan maknanya, atau men-takhshishnya, atau men-
taqyidnya, atau di naskh pada saat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
masih hidup.

4. Peluang Ijtihad Luas


Seiring dengan dinamika perkembangan zaman, maka upaya pembaruan
hukum Islam adalah suatu keniscayaan sejarah. Menurut Noel J. Coulson,
upaya pembaruan hukum Islam tersebut dalam perspektif sejarah bisa
terlihat dalam empat bentuk :
1. Adanya pengkodifikasian hukum Islam menjadi undang-undang, yaitu
hukum yang sejenis dijadikan undang-undang negara, sehingga memiliki
kekuatan hukum yang mengikat bagi warga negara serta memiliki sanksi
hukum bagi yang melanggar
2. Tidak terikatnya umat Islam pada satu madzhab tertentu, dimana umat
Islam bebas memilih pendapat mana yang dipegangi dengan memakai
prinsip takhayyur (eklektisisme)
3. Adanya upaya antisipasi tehadap perkembangan peristiwa hukum yang
baru muncul dengan mencari berbagai alternatif hukum secara luas dan
elastis dengan menggunakan doktrin tathbîq (penetapan hukum terhadap
peristiwa baru)
4. Perubahan hukum dari yang lama kepada yang baru, yaitu dengan
reinterpretasi (makna teks) sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang bersifat dinamis.
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam ini, minimal dapat diketahui
ada empat jenis produk hukum Islam, yaitu kitab-kitab fiqh, keputusan-
keputusan pengadilan agama, peraturan perundang-undangan di negeri-
negeri muslim, dan fatwa-fatwa ulama. Pada konteks Indonesia,
perjalanan hukum Islam telah mengalami proses dinamika yang cukup
panjang, sejak masa kekuasaan raja-raja, masa kolonial hingga pada
masa sekarang. Dalam perjalanannya yang panjang itu, terlihat bahwa
pada saat tertentu hukum Islam dapat bersenyawa dengan hukum adat.
Dan terkadang pula dalam posisi pinggiran (periferal), sedang pada saat
yang lain berintegrasi dengan hukum-hukum kenegaraan.
KESIMPULAN

Fikih muamalah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip-


prinsip muamalah. ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam
bermuamalah. Misalnya saja dalam memberikan hak atau melakukan segala
sesuatu hal. Dianjurkan tindakan yang dilakukan tidak boleh menimbulkan
kerugian terhadap orang lain. Setiap tindakan yang dapat merugikan orang lain,
sekalipun tidak sengaja, maka akan dimintai pertanggungjawabannya.

Prinsip-prinsip utama dalam bermuamalah adalah terjadinya unsur saling adanya


kerelaan antara kedua belah pihak. Prinsip tersebut telah dijelaskan oleh Allah swt
dalam surat An-Nisaa, 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu ...”

Dalam fikih muamalah juga dijelaskan mengenai prinsip-prinsip muamalah


dengan jelas, yaitu :

1. Pada asalnya muamalah itu boleh sampai ada dalil yang menunjukkan
pada keharamannya. Kaidah ini disampaikan oleh Ulama Syafi’i, Maliki,
dan Imam Ahmad.
2. Muamalah itu mesti dilakukan atas dasar suka sama suka;
3. Muamalah yang dilakukan itu mesti mendatangkan maslahat dan menolak
madarat bagi
DAFTAR PUSTAKA

`Awwa, Muhammad Salim, al-Fiqh al-Islâmi fi Tharîq al-Tajdîd, Damaskus: al-


Maktab al-Islami, 1998, Cet. ke-3

Ali, Mohamad Daud, “Hukum Islam Pengadilan Agama dan Masalahnya”, dalam Edi
Rudiana Arief (Ed.), Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan Praktek,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991

Ali, Mohamad Daud, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1998

Amin, Muhammad, Ijtihad Ibn Taimiyah dalam Bidang Fikih Islam, Jakarta: INIS,
1991

Amir Syarifudin, Pembaruan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa


Raya, 1993

Anderson, Norman, Hukum Islam di Dunia Modern, Penerjemah Mahnun Husen,


Surabaya: Amar Press, 1990

Anderson, Norman, Law Reform in The Muslim World, London: The Athlone Press,
1976
PRINSIP MUAMALAH

Disusun oleh
ANDI DINDA LADY.S FITRI (702017037)
PUTRI CAROLINE (702017039)
IFFAT NABILA IKBAR (702017041)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017

Anda mungkin juga menyukai