Anda di halaman 1dari 7

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota adalah ketentuan yang diperuntukkan sebagai alat

penertiban penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi dalam rangka perwujudan RTRW kota.

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota berfungsi:

 sebagai alat pengendali pengembangan kota;

 menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang;

 menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu pemanfaatan ruang yang telah sesuai dengan
rencana tata ruang;

 meminimalkan pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

 mencegah dampak pembangunan yang merugikan; dan

 melindungi kepentingan umum.

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota disusun berdasarkan:

 rencana struktur ruang dan pola ruang;

 masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki wilayah kota;

 kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan

 ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota disusun dengan kriteria:

 terukur, realistis, dan dapat diterapkan; serta

 penetapannya melalui kesepakatan antar pemangku kepentingan.

Peraturan Zonasi Kota


Ketentuan umum peraturan zonasi kota adalah penjabaran secara umum ketentuan-
ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya yang mencakup seluruh wilayah administratif.
Ketentuan umum peraturan zonasi kota berfungsi sebagai:

 landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional


pengendalian pemanfaatan ruang di setiap kawasan/zona kota;

 dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan

 salah satu pertimbangan dalam pengawasan pemanfaatan ruang.

Ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan:

 struktur ruang dan pola ruang wilayah kota;

 karakteristik wilayah;

 arahan umum desain kota; dan

 peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Peraturan zonasi yang telah ditetapkan dalam RTRW kota yang berisikan:

 deskripsi atau definisi pola ruang (jenis zona) yang telah ditetapkan dalam
rencana pola ruang;

 tujuan atau kualitas ruang yang diharapkan untuk setiap jenis pola ruang;

 ketentuan umum dan ketentuan rencana umum (design plan), yang merupakan
ketentuan kinerja dari setiap pola ruang yang meliputi: ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang, tata bangunan, kepadatan bangunan, besaran kawasan
terbangun, besaran ruang terbuka hijau, dan prasarana minimum yang perlu
diatur terkait pengendalian pemanfaatan ruang;

 ketentuan pemanfaatan ruang pada zona-zona yang dilewati oleh sistem


jaringan prasarana dan sarana wilayah kota mengikuti ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; dan

 ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kota untuk


mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti pada kawasan lindung, kawasan
rawan bencana, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), kawasan
dengan pembangunan ruang udara (air-right) atau di dalam bumi.
Perizinan
Ketentuan perizinan adalah ketentuan yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan
ruang;

Ketentuan perizinan berfungsi sebagai:

 alat pengendali dalam penggunaan lahan untuk mencapai kesesuaian


pemanfaatan ruang; dan

 rujukan dalam membangun.

Ketentuan perizinan disusun berdasarkan:

 ketentuan umum peraturan zonasi yang sudah ditetapkan; dan

 ketentuan teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan sektor terkait


lainnya.

Jenis-jenis perizinan terkait dengan pemanfaatan ruang:

 izin prinsip;

 izin lokasi;

 izin penggunaan pemanfaatan tanah;

 izin mendirikan bangunan; dan

 izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang pemerintah


daerah kota, termasuk pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat
daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan;

Ketentuan teknis prosedural pengajuan izin pemanfaatan ruang dan forum pengambilan
keputusan atas izin yang akan dikeluarkan, yang akan menjadi dasar pengembangan
Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan;
Ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW kota belum
memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan yang dimohonkan oleh
masyarakat, individual maupun organisasi.

Pemberian Insentif
Ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong
perwujudannya dalam rencana tata ruang;

Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai:

 perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sejalan


dengan rencana tata ruang; dan

 katalisator perwujudan pemanfaatan ruang.

Ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan:

 struktur ruang dan pola ruang wilayah kota

 ketentuan umum peraturan zonasi kota; dan

 peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

Ketentuan insentif dari pemerintah daerah kota kepada pemerintah kabupaten/kota lain
yang saling berhubungan dapat diberikan dalam bentuk:

 pemberian kompensasi;

 subsidi silang;

 penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau

 publikasi atau promosi daerah.

Ketentuan insentif dari pemerintah daerah kota kepada masyarakat umum (investor,
lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk:
 pemberian kompensasi;

 pengurangan retribusi;

 imbalan;

 sewa ruang dan urun saham;

 penyediaan prasarana dan sarana;

 penghargaan; dan/atau

 kemudahan perizinan.

Ketentuan insentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi
yang dapat diberikan.

a) Peran adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. b) Masyarakat madalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan
ruang. c) Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam konteks penataan ruang, maka peran serta masyarakat dapat
didefinisikan sebagai proses keterlibatan masyarakat yang memungkinkan mereka dapat mempengaruhi
proses pengambilan keputusan penataan ruang yang meliputi keseluruhan proses sebagaimana disebutkan
dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 pasal 1 yaitu : pengaturan penataan ruang (ayat 9), pembinaan penataan
ruang (ayat 10), pelaksanaan penataan ruang (ayat 11), dan pengawasan penataan ruang (12). Peran serta
masyarakat dalam penataan ruang yang diatur pada pasal 72 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Barat Tahun 2009–2029 yaitu pada tahap : a) proses perencanaan tata ruang; b) pemanfaatan ruang; dan c)
pengendalian pemanfaatan ruang. Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai
mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yaiatu : 
Bentuk peran Masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa : a. masukan mengenai : 1) persiapan
penyusunan rencana tata ruang; 2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3)
pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; 4) perumusan konsepsi
rencana tata ruang; dan/atau 5) penetapan rencana tata ruang. b. kerja sama dengan pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.  Bentuk peran
masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa : a) masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b) kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
pemanfaatan ruang; c) kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan; d) peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal,
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e) kegiatan menjaga kepentingan
pertahanan dan keamanan negara, serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber daya alam; dan f) kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.  Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
dapat berupa : a) masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi; b) keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; c) pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan d) pengajuan keberatan atas keputusan pejabat
yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Sebagai
salah satu upaya mengantisipasi dan menjaga kesinambungan pembangunan, pemerintah juga telah
mengeluarkan UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang mengatur pula mengenai peran
serta masyarakat dalam penataan ruang. Hal ini dapat dilihat pada BAB VIII mengenai Hak, Kewajiban,
Dan Peran Masyarakat sebagaimana berikut : Pasal 60 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang c.
memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diwilayahnya e. mengajukan tuntutan
pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian Pasal
61 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan b.
memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang c. mematuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang d. memberikan akses terhadap
kawasan yang oleh ketentuan peraturan penrundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum Pasal 62
setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai yang dimaksud dalam pasal 61, dikenai sanksi
administratif Pasal 63 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 dapat berupa: a.
peringatan tertulis b. penghentian sementara kegiatan c. penghentian sementara pelayanan umum d.
penutupan lokasi e. pencabutan izin f. pembatalan izin g. pembongkaran bangunan h. pemulihan fungsi
ruang, dan/atau i. denda administratif Pasal 64 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan
pemerintah Pasal 65 (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan
peran masyarakat (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan antara lain melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang b. partisipasi dalam
pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 66 (1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan
penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan (2) Dalam hal masyarakat mengajukan
gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi
penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Menurut Dusseldorp, dalam bukunya
Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Partisipasi masyarakat dapat digolongkan dalam
berbagai bentuk sebagai berikut : 1) Partisipasi Bebas, yaitu partisipasi yang dapat terjadi bila individu
atau sekelompok masyarakat melibatkan diri dalam kegiatan tersebut secara sukarela dengan penuh
kesadaran. Partisipasi bebas dapat dibagi dalam dua subkategori, yaitu: a. Partisipasi Spontan, yaitu suatu
partisipasi yang didasarkan pada keyakinan dan kebenaran tanpa adanya pengaruh dari orang lain. b.
Partisipasi Terbujuk, yaitu bila seseorang tergerak untuk berpartisipasi karena adanya pihak lain yang
menggerakkannya baik melalui sosialisasi atau pun pengaruh sehingga secara sukarela ikut beraktivitas
dalam suatu kelompok tertentu. Pihak yang mempengaruhi atau menggerakkan dapat berasal dari aparat
pemerintah, pimpinan suatu agama, atau ketua adat dan lembaga lainnya. 2) Partisipasi Terpaksa, yaitu
partisipasi yang muncul karena adanya hal-hal yang membatasi atau pun karena situasi dan kondisi yaitu :
a. Partisipasi terpaksa karena adanya peraturan yang mengikat (aturan hukum). Dalam rangka menjaga
ketertiban umum maka setiap orang dibatasi ruang geraknya karena apabila terjadi suatu pelanggaran
norma hukum dapat dikenakan sanksi hukum. Dengan demikian maka setiap individu atau pun
masyarakat diwajibkan atau dipaksa untuk mentaati aturan hukum. b. Partipasi terpaksa karena situasi dan
kondisi adalah keterlibatan seseorang untuk berpartisipasi karena sudah tidak ada upaya lain. Partisipasi
ini dapat bersifat negatif atau positif tergantung dari situasi dan kondisi. Dalam rangka
menumbuhkembangkan kegiatan agar masyarakat dapat berperan serta dalam pembangunan secara aktif,
maka para petugas lapangan harus dapat menggali dan menangkap aspirasi yagn tumbuh dalam
masyarakat serta dapat memanfaatkannya sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan atau pun
pelaksanaannya. Peran serta masyarakat tersebut dapat terdiri dari: a) Partisipasi para ilmuwan; dapat
berupa hasil seminar, lokakarya, dan diskusi yang membahas tata ruang. b) Partisipasi para pengusaha;
dapat berupa saran-saran tentang efektivitas pemanfaatan lokasi maupun bantuan fasilitas. c) Partisipasi
para praktisi hukum; dapat berupa saran pencegahan atau penyelesaian permasalahan. d) Masyarakat
umum. Pada umumnya masyarakat yang langsung terlibat atau terkena tata ruang tidak bereaksi apapun
dan mereka hanya berprinsip tidak dirugikan, namun tidak menutup kemungkinan munculnya beberapa
pemuka masyarakat yang secara aktif memberikan saran, pertimbangan, dan pendapat yang positif serta
mengikuti perkembangan selanjutnya. Untuk menjamin kelancaran pembangunan maka partisipasi semua
pihak tersebut di atas kiranya sangat diperlukan baik dalam bentuk partisipasi bebas, spontan, maupun
terbujuk.

Anda mungkin juga menyukai